BAB III ANALISA FUNGSI DAN MAKNA HANIWA DALAM KOFUN PADA
ZAMAN YAMATO
3.1 Fungsi haniwa
Haniwa merupakan benda peninggalan yang banyak ditemukan pada zaman Yamato. Selain bentuknya yang khas, haniwa ini menarik karena penempatannya
yang ditemukan tidak di lingkungan rumah warga melainkan ditemukan di sekeliling kuburan para raja atau bangsawan yang disebut dengan kofun.
Haniwa adalah arca-arca dari tanah liat berbentuk silinder yang berlubang, yang banyak ditemukan di kuburan besar di Jepang. Selama periode kofun era
makam tua di Jepang pada 250-600 M. Haniwa berkembang dalam berbagai bentuk, mereka ditempatkan di pinggir makam dan memiliki fungsi spesifik, dan dijadikan
objek ritual. Ada kesepakatan umum bahwa haniwa dimaksudkan untuk dilihat, bahwasannya haniwa tidak dikubur dibawah tanah bersama jasad, melainkan haniwa
berada diatas makam dan melingkari makam untuk menandai bahwa makam tersebut merupakan makam kolosal atau makam para orang berpengaruh di zaman tersebut.
namun haniwa jarang dilihat warga karena makam tersebut dikelilingi parit dan makam tersebut biasanya keramat dan hanya segelintir orang yang melakukan proses
ritual yang bisa menjamah haniwa tersebut.
Kepercayaan animisme dari bahasa Latin anima atau roh adalah kepercayaan kepada makhluk halus dan roh merupakan asas kepercayaan agama yang
mula-mula muncul di kalangan manusia primitif.
Kepercayaan animisme mempercayai bahwa setiap benda di Bumi ini, seperti
kawasan tertentu, gua, batu, pohon batu besar dan patung, mempunyai jiwa yang mesti dihormati agar semangat tersebut tidak mengganggu manusia, malah membantu
mereka dari semangat dan roh jahat dan juga dalam kehidupan seharian mereka. Bagian dari kepercayaan ini adalah adanya roh-roh orang yang telah meninggal,
kepercayaan ini mempercayai jika roh orang yang telah meninggal dapat masuk ke tubuh suatu benda tertentu.
Shinto sebagai agama asli bangsa jepang, agama tersebut memiliki sifat yang cukup unik. Proses terbentuknya upacara keagamaanya maupun ajaran-ajaranya
memperlihatkan perkembangan yang sangat ruwet. Pertumbuhan dan perkembangan agama serta kebudayaan jepang memang mmperlihatkan kecendrungan yang
asimilatif. Sejarah jepang memeperlihatkan bahwa bangsa jepang telah menerima beberapa pengaruh baik kultural maupun spiritual dari luar. Semua pengaruh itu tidak
menghilangkan tradisi asli, dengan pengaruh-pengaruh dari luar tersebut justru memperkaya kehidupan spiritual bangsa Jepang.
Antara tradisi-tradisi asli dengan pengaruh-pengaruh dari luar senantiasa dipadukan menjadi suatu bentuk tradisi baru yang jenisnya hampir sama. Dan dalam
proses perpaduan itu yang terjadi bukanlah pertentangan atau kekacauan nilai,
melainkan suatu kelangsungan dan kelanjutan. Dalam bidang spiritual, pertemuan antara tradisi asli jepang dengan pengaruh-pengaruh luar itu telah membawa
kelahiran suatu agama Shinto, agama asli jepang. Haniwa pada awalnya digunakan untuk mendefenisikan perimeter makam
suci, memisahkan dan melindungi roh almarhum dari gangguan roh jahat. Dengan perkembangan model Haniwa berbentuk patung manusia, ritual khusus diadakan dan
diatur demi menghormati Almarhum. Jenis-jenis Haniwa mewakili dari kehidupan Almarhum sebagai sosok yang dilayani dan dihormati semasa Hidup, dan
menunjukkan status tinggi dan kekayaan penghuni makam. Masyarakat Jepang pada era Yamato beragama shinto menganut kepercayaan
animisme, Mereka percaya bahwa penempatan haniwa pada makam yang bersangkutan dapat membantu roh tersebut di alam kematian, dan merupakan media
pelindung bagi para arwah agar terhindar dari kejahatan. Masyarakat pada Era Yamato meyakini bahwa haniwa memiliki kekuatan dari para Dewa dan mampu
menjaga arwah-arwah yang telah meninggal agar tidak diganggu oleh kejahatan yang muncul di alam arwah. Oleh karena itu banyak haniwa memiliki rupa berbentuk
sososk dukun pada zaman Yamato, karena dianggap dukun memiliki kekuatan yang paling tinggi untuk menyampaikan kekuatan para dewa kepada arwah yang wafat
tersebut. Haniwa juga dipercaya memiliki kekuatan magis yang dapat mebatasi dunia nyata dan alam kematian. Pada zaman Yamato haniwa-haniwa dibuat oleh
masyarakat sebagai bentuk penghormatan kepada bangsawan yang telah meninggal di dalam upacara kematianya.
Disisi lain, masyarakat era yamato percaya Haniwa berfungsi untuk membuat roh merasa nyaman dengan kehidupannya yang baru sebab haniwa dapat dijadikan
teman di alam arwah dan media untuk menjalin kehidupannya yang baru. Berbagai haniwa diletakkan disekeliling kofun dengan maksud para Raja dan bangsawan tidak
mengganggu orang-orang yang ditinggalkan, karena acapkali mereka ingin kembali ke dunia manusia karena mereka menikmati kehidupan mereka yang kaya dan
berkuasa yang tidak mereka dapatkan di dunia arwah. Haniwa memiliki jenis dan bentuk yang beragam tapi memiliki fungsi yang
sama. Pada intinya, Haniwa-haniwa tersebut awalnya dijadikan sebagai pengganti orang yang dijadikan sebagai tumbal oleh kaisar yang berkuasa. Di seluruh makam
para raja atau bangsawan diletakkan haniwa yang dimaksudkan agar yang telah meninggal tersebut dapat tenang dialamnya karena masyarakat pada zaman Yamato
percaya bahwa haniwa memiliki kekuatan yang dapat melindungi para arwah dari gangguan roh-roh jahat.
3.2 Makna Haniwa 3.2.1 Haniwa manusia