BAB III KEKUASAAN SENTRALISTIK DAN ELITIS DALAM PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
A. Sejarah Desa Sihopur
Sejarah perkembangan desa dimulai dari adanya seseorang yang mempunyai pengaruh besar sehingga dapat menggerakkan banyak orang untuk
menjadi pengikutnya. “Orang besar” kemudian mengajak “para pengikutnya” itu membuka hutan atau lahan kosong untuk dijadikan permukiman baru. Mereka lalu
tinggal di wilayah tersebut yang kemudian disebut desa. Umumnya, lahan yang dipilih untuk dijadikan desa telah mempunyai syarat sebagai tempat yang bisa
mendukung kehidupan warga desa yang akan menempatinya tersebut; yaitu, lahannya mencukupi untuk dijadikan tempat permukiman, pusat pemerintahan
atau kerajaan, tanahnya relatif subur, ada sumber mata air, lahan dan potensinya bisa menjadi sumber mata pencaharian penduduknya dan sumber pembiayaan
pemerintahan desa.
42
Setelah terbentuk, sang tokoh lalu membentuk tata pemerintahannya. Biasanya ia menjadi kepala desa pertama yang dibantu oleh kerabatnya.
Umumnya susunan lembaga pemerintahannya terdiri atas kepala desa yang dibantu dengan beberapa petugas yang diperlukan, yaitu petugas yang mengurus
perairan, perkebunan, kerohanian, hubungan masyarakat, keamanan, dan
42
Hanif Nurcholis. 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: Penerbit Erlangga. hal. 9
Universitas Sumatera Utara
pelaksana tugas wilayah. Di samping itu, juga dibentuk sesepuh desa yang bubak yasa merupakan orang-orang tua desa dan pendukung spritual. Sesepuh desa ini
berfungsi sebagai penasihat kepala desa dan sumber legitimasi atas kebijakan yang dibuatnya. Mereka inilah orang-orang pertama di desa tersebut yang disebut
sebagai danyang desa, yaitu para pendiri desa yang diyakini mempunyai kekuatan lebih dari orang-orang biasa.
43
Di dalam sejarah pemerintahan Indonesia, tercatat bahwa desa telah ada sejak zaman dahulu kala jauh sebelum kolonial datang dan negara
Indonesia terbentuk. Desa merupakan sebuah tempat yang dihuni oleh sekumpulan orang yang terdiri dari beberapa kerabat. Mereka dipimpin oleh
seseorang yang lebih tua atau lebih kuat di antara kelompoknya yang disebut sebagai primus interpareus. Sistem pergantian kepemimpinan pada masa itu
dilakukan secara turun-temurun.
44
43
Ibid
44
Ibid
Orang-orang yang secara turun-temurun memimpin kelompoknya dan memperoleh banyak akses ekonomi, politik, sosial
dan budaya maka inilah yang kemudian disebut sebagai masyarakat elit. Sebagai suatu bentuk organisasi pemerintahan, desa memiliki
otonomi asli. Otonomi asli yaitu hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus atau menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, yang diperoleh dari
dalam masyarakat desa itu sendiri berdasarkan hukum adat. Seperti yang dikemukakan oleh Ndraha sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Desa-desa asli yang telah ada sejak zaman dahulu kala memiliki hak dan wewenang untuk menyelenggarakan rumah tangganya sendiri
yang disebut dengan hak otonomi. Desa yang memiliki hak otonomi disebut desa otonom. Otonomi Desa berdasarkan hukum adat asli
Indonesia dan pada hakekatnya bertumbuh di dalam masyarakat.
45
Sejarah Desa perkembangan desa Sihopur dimulai dari seseorang yang bernama Janiarang Ritonga yang merantau dari Desa Pahae Kabupaten Tapanuli
Menelusuri sejarah ataupun asal-usul desa Sihopur sangatlah sulit karena sesepuh desa atau orang yang berperan dalam membangun desa Sihopur sudah
meninggal dunia. Terlebih tidak adanya dokumen-dokumen atau foto-foto yang disimpan terkait dengan perkembangan desa Sihopur. Karena masyarakat desa
Sihopur sejak dulu menjalankan kehidupannya hanya sebagai petani. Sedangkan pemerintahan dijalankan juga hanya berdasarkan kesepakatan yang dicapai oleh si
Pukka Huta dalam musyawarah kemudian hasil musyawarah tersebut dilaksanakan dengan gotong-royong bersama masyarakat. Akan tetapi, sejarah
Desa Sihopur dapat diketahui melalui anak cucu mereka yang sekarang menjadi tokoh dalam masyarakat desa Sihopur. Meskipun para nenek moyang mereka
terdahulu tidak meninggalkan warisan apapun terkait dengan sejarah atau berdirinya Desa Sihopur. Namun, beberapa dari mereka masih mengingat
perkembangan desa Sihopur yang diceritakan oleh nenek moyang atau orangtua mereka.
45
Taliziduhu Ndraha, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, Jakarta: PT Bina Aksara, 1981, hal. 16
Universitas Sumatera Utara
Utara ke daerah Kabupaten Tapanuli Selatan tepatnya sebelah barat dan berjarak 10 kilometer dari pusat kota Padang Sidimpuan. Kemudian Janiarang Ritonga
mengajak para kerabatnya diantaranya, Jabungaran Ritonga, Jameden Ritonga, Jabarumun Ritonga untuk membuka lahan kosong yang bernama Lobu Lombang
untuk dijadikan permukiman baru. Berdasarkan mitos yang dipercaya saat itu, Lobu Lombang ini ditinggali hanya beberapa tahun saja. Hal ini dikarenakan tidak
adanya keturunan yang diperoleh ketika tempat tersebut ditinggali. Jikalaupun ada yang lahir maka akan tidak lama hidup.
Berdasarkan kejadian tersebut, maka Janiarang Ritonga dan saudaranya musyawarah dan menghasilkan kesepakatan bahwa mereka harus pindah ke
tempat yang dianggap lebih membawa keberuntungan yaitu tempat yang diyakini dimana mereka mendapatkan keturunan.
46
Tempat yang disepakati untuk ditinggali tidak jauh dari Lobu Lombang tersebut yaitu 300 meter ke arah barat
berada di kaki bukit yang bernama Salean. Tempat tersebut mulai ditinggali secara resmi sekitar tahun 1900-an dan merupakan hutan yang banyak dihuni oleh
jenis pohon-pohon besar. Sihopur berasal dari kata sio yang artinya tersembunyi karena berada di lereng perbukitan dan hopur
47
46
Wawancara dengan Bapak M. Nau Ritonga pada tanggal 17 Juli di Desa Sihopur
47
Pohon tersebut adalah pohon Kapur, dalam Ilmu Kehutanan pohon tersebut bernama Dryobalanops aromatica yang mempunyai ukuran yang besar dan tinggi serta lebat. Diameter batangnya mencapai 70 cm
bahkan 150 meter dengan tinggi pohon mencapai 60 meter. Kulit pohon berwarna coklat dan coklat kemerahan di daerah dalam. Pada batangnya akan mengeluarkan aroma kapur bila dipotong.
yang diambil dari nama pohon besar yang membuat suasana di lahan tersebut menjadi nyaman, sejuk dan
Universitas Sumatera Utara
asri. Jadi, Sihopur artinya tempat yang tersembunyi atau terasing akan tetapi nyaman, sejuk dan asri.
48
Setelah banyaknya warga pendatang maka dibentuklah suatu sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan saat itu bukanlah sistem pemerintahan seperti
saat ini dimana kepala desa dan BPD beserta perangkatnya menjalankan roda pemerintahan desa. Akan tetapi sistem pemerintahan saat itu adalah sistem
pemerintahan adat yang menggunakan konsep Dalihan Na Tolu. Hal ini dikarenakan pada saat itu sistem pemerintahan negara Indonesia belum masuk ke
Kemudian setelah beberapa tahun ditinggali maka lahirlah keturunan dari Janiarang Ritonga tersebut yang bernama Baduaman Ritonga. Kemudian lahan
diwariskan kepada Baduaman Ritonga yang kemudian memberikan beberapa lahan tanah tersebut untuk para pendatang. Sedangkan untuk pewaris atau
keturunan yang lainnya diberikan lahan di sekitar desa Sihopur. Lahan tersebut boleh ditempati atau membangun bangunan diatasnya atas izin si Pukka Huta.
Lahan tersebut juga disebut sebagai tanah Parhutaon dimana tanah tersebut bukanlah hak milik para pendatang yang menempatinya, tanah ini bisa ditinggali
sampai kapanpun akan tetapi tanah tersebut tetap milik si Pukka Huta. Jika suatu saat pendatang pindah dari Desa Sihopur maka tanah ini boleh ditinggali oleh
pendatang yang lain. Kemudian, jika suatu saat para pendatang melanggar aturan adat atau norma yang ada di desa Sihopur maka si Pukka Huta berhak mengusir
pendatang tersebut berdasarkan adat-istiadat yang berlaku.
48
Wawancara dengan Purba Ritonga Agustus 2014 di Desa Sihopur
Universitas Sumatera Utara
dalam Desa Sihopur. Lagipula jumlah masyarakat Desa Sihopur pada saat itu masih sedikit. Konsep Dalihan Na Tolu sebenarnya adalah sistem kekerabatan
yang dianut oleh masyarakat yang bersuku batak secara umum yang terdiri dari pihak Anak Boru, Kahanggi, Mora.
Tabel 3.1 Sejarah Pemimpin Desa Sihopur
Tahun Istilah Pemimpin
Nama -
Kepala Ripe Janiarang Ritonga
- Kepala Ripe
Baduaman Ritonga -
Kepala Kampung Mangaraja Ritonga
1987-1997 Kepala Desa
Baginda Barumun Ritonga
1997-2013 Kepala Desa
Abdul Halim Ritonga 2013-Sekarang
Kepala Desa Mahmudin Ritonga
Diolah dari berbagai sumber Pemimpin desa pertama kali disebut sebagai kepala Ripe yang dijabat oleh
si Pukka Huta sendiri yaitu Janiarang Ritonga yang kemudian diturunkan kepada anaknya yang bernama Baduaman Ritonga. Kemudian berubah menjadi kepala
Kampung yang dipegang oleh Mangaraja Ritonga. Barulah sekitar tahun 1987 desa Sihopur menggunakan istilah kepala Desa yang saat itu dijabat oleh Baginda
Barumun Ritonga.
Universitas Sumatera Utara
Dari dulu sejak Desa Sihopur dibangun yang menjadi pemimpin adalah si Pukka Huta yang ber Marga Ritonga. Sebagai si Pukka Huta mereka wajib
menjaga Desa Sihopur sampai kapanpun. Si Pukka Huta mempunyai tanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di Desa Sihopur. Meskipun institusi negara
memasuki wilayah Desa Sihopur dan mengisyaratkan adanya kompetesi yang fair, seperti dalam pemilihan kepala desa dan BPD. Para si Pukka Huta wajib
mencalonkan salah satu dari mereka untuk menjadi pejabat resmi dalam pemerintahan desa. Akan tetapi dari dulu sampai sekarang si Pukka Huta tetap
menjadi pemenang dalam pemilihan kepala desa. Di desa Sihopur sebutan untuk desa sebenarnya belum masih populer
dikalangan warga masyarakat desa. Para warga masyarakat desa masih lebih mengenal desa Sihopur dengan nama Huta Sihopur. Sebutan Huta ini bukan
berarti tidak berasal, kata-kata huta dalam artinya adalah sebutan bagi sekelompok warga yang masih memiliki kekerabatan yang kuat dan tinggal dalam suatu
wilayah, dimana dalam kesehariannya masyarakat tersebut masih memegang tinggi asal-usul dan adat-istiadat didalamnya.
49
Hal ini dikarenakan masih tingginya pengaruh adat istiadat dalam kehidupan masyrakat desa Sihopur.
49
Wawancara dengan Muhammad Nau Ritonga pada Juli 2014 di Desa Sihopur
Universitas Sumatera Utara
B. PENGARUH ADAT DALAM PEMERINTAHAN DESA SIHOPUR
Sebelum dipaksa oleh Undang-undang No. 51999 tentang Pemerintah Desa, maka pemerintahan desa merupakan refleksi dari adat yang hidup di dalam
masyarakatnya. Dengan demikian, pemerintah dan masyarakat desa merupakan suatu persatuan dari dua faktor sosial yang saling memerlukan dan saling
memperkuat. Masyarakat adat memilih orang-orang yang dipercaya daripara warganya dan menurut rumus-rumus adat demi keamanan, kesejahteraan, dan
kebahagiaan seluruh masyarakat. Pemerintahan desa wajib memimpin masyarakatnya untuk menciptakan dan melestarikan keadaan di dalam desa yang
teratur, tenang, sejahtera, bahagia. Peranan adat dalam kehidupan masyarakat desa dan dalam tata kerja
pemerintahannya adalah amat vital, sehingga perlu diuraikan manfaatnya meskipun dengan singkat bagi masyarakat luas dan pemerintah. Perlu dipahami
bahwa adat adalah seperangkat nilai-nilai dan peraturan-peraturan sosial yang timbul dan tumbuh dari pengalaman hidup suatu masyarakat.
50
Selama hidupnya, masyarakat itu mengalami aneka kejadian yang menggembirakan dan
menyedihkan, serta yang memperkokoh dan merusak kehidupan pedesaan. Pengalaman hidup masyarakat inilah yang menjadi sumber nilai-nilai adat.
51
50
Hasil wawancara dengan M. Nau Ritonga Juli 2014 di Desa Sihopur dalam penjelasaaannya M. Nau Ritonga mengatakan bahwa kehidupan pedesaan seperti di Desa Sihopur tidak bisa lepas dari adat istiadat.
Hal ini merupakan warisan nenek moyang yang harus dijaga sampai kapanpun meski saat ini peran negara sudah masuk dalam kehidupan pedesaan.
51
Dikutip dari Keynote Adress yang disajikan dalam Sesi Pleno I pada Simposium Internasional Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA ke-1: ‘Mengawali Abad ke-21: Menyongsong Otonomi Daerah, Mengenali
Budaya Lokal, Membangun Integrasi Bangsa’, Kampus Universitas Hasanuddin, Makassar, 1-4 Agustus 2000 pdf di download pada tanggal 17
Juni 2014, pukul 23.43 WIB. hal.121
Universitas Sumatera Utara
Demi kepentingan keakraban dalam hubungan sosial, terutama untuk keperluan pemerintahan adat, para warga suatu suku bangsa yang bermukim
berdekatan membentuk desa. Dengan demikian suatu suku bangsa besar dapat meliputi ratusan atau ribuan desa dengan masing-masing desa mencakup
masyarakat lokal dengan kebudayaan suku bangsa yang sama. Oleh karena kemajemukan budaya dan desa itu, maka lembaga social institution yang di sini
dinamakan ‘desa’ itu di tiap-tiap daerah suku menyandang nama berbeda-beda pula, seperti negari, kampung, marga, huta, banjar dan sebagainya.
52
Desa Sihopur merupakan suatu desa yang memiliki adat istiadat dan norma-norma sosial yang berbeda dengan desa lainnya di Kecamatan Angkola
Selatan Kabupaten Tapanuli Selatan. Hal itu karena setiap desa dipimpin oleh pemimpin yang berbeda. Selain itu pemimpin formal juga adalah pemimpin
informal di Desa Sihopur. Selain mendapat jabatan resmi dalam pemerintahan desa mereka juga sebagai tokoh tradisional yang disebut sebagai si Pukka Huta.
Menurut Somadisastra
53
52
Ibid.
53
Sumintarsih. 1992. Sistem Kepemimpinan di dalam Masyarakat Pedesaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Penndidikan dan Kebudayaan. hal. 52
ada 3 tiga kepemimpinan yang lahir atas dasar jalur kekuasaan formal dalam pemerintahan yaitu:
a. kepemimpinan formal. b. kepemimpinan formal tradisional.
c. kepemimpinan di luar kepemimpinan formal dan kepemimpinan formal tradisional.
Universitas Sumatera Utara
Selain kepemimpinan formal dalam pelaksanaan organisasi pemerintahan desa terdapat pula pemimpin-pemimpin informal atau yang sering dikenal dengan
tokoh masyarakat. Kepemimpinan informal adalah kepemimpinan yang timbul dari adanya unsur kekayaan, pendidikan, keagamaan ataupun keturunan.
54
Di desa Sihopur, adat-istiadat sangat mempengaruhi pemerintahan desa dimana jauh sebelum istilah kepala desa dan BPD diadakan oleh negara,
pemerintahan desa dijalankan oleh tiga unsur, yaitu Anak Boru, Kahanggi, Mora yang selanjutnya disebut sebagai Dalihan Na Tolu. Secara umumnya konsep
Dalihan Na Tolu ini adalah sistem kekerabatan yang dianut oleh masyarakat yang bersuku batak. Dalam implementasinya saat ini, si Pukka Huta beserta Anak
Boru, Kahanggi, Mora menjadi aparat dan perangkat di desa Sihopur, baik dalam unsur BPD perangkat Kepala Desa. Akan tetapi Kepala BPD dan Kepala Desa
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan kepala desa, perangkat desa, tokoh masyarakat dan warga masyarakat desa dapat diketahui
bahwa kepemimpinan formal di Desa Sihopur termasuk dalam kepemimpinan formal tradisional karena kepala desa dipilih langsung oleh rakyat, sedangkan
perangkat desa dipilih oleh kepala desa. Pembentukan perangkat desa wewenang kepala desa yang dibantu oleh aparatur desa. Kepala desa menetapkan calon yang
dianggap sesuai yang kemudian dipilih bersama dengan perangkat desa atau aparatur desa.
54
Ibid. hal. 63
Universitas Sumatera Utara
tetap dipegang oleh si Pukka Huta. Hal tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut ini :
Bagan 3.1 Struktur Pemerintah Desa Sihopur dan Posisi Adat
Dari bagan 3 tersebut dapat kita lihat bahwa Mahmudin Ritonga merupakan si Pukka Huta yang dibantu oleh Kahanggi yang menjabat sebagai
Kaur Pemdes Kepala Urusan Pemerintah Desa yaitu Ali Sati Anhar Ritonga. Kemudian Kaur Umum Kepala Urusan Umum yang dipegang oleh Anak Boru
yaitu Mara Halim Sitompul. Struktur BPD dan pengaruh adat didalamnya dapat dilihat dalam bagan berikut ini :
Kepala Desa Mahmudin Ritonga
si Pukka Huta Sekretaris
KAUR PEMDES Ali Sati Anhar
Ritonga Kahanggi KAUR UMUM
Mara Halim Sitompul Anak Boru
Universitas Sumatera Utara
Bagan 3.2 Struktur BPD Desa Sihopur dan Posisi Adat
Dari bagan 4 diatas dapat kita lihat dimana struktur BPD juga di dipengaruhi adat istiadat yang diisi oleh Anak Boru, Kahanggi, Mora. Dimana
kepala BPD dijabat oleh si Pukka Huta yaitu bapak Drs. Muhammad Nau Ritonga sedangkan Abdul Halim Ritonga sebagai Kahanggi menjabat sebagai sekretaris
dan wakil ketua juga dipegang oleh pihak Kahanggi yaitu bapak Perdinan Ritonga. Kemudian anggota BPD diisi oleh Roba’a Sipahutar sebagai Mora dan
Roslaini Harahap sebagai Anak Boru. Dari kedua bagan diatas dapat disimpulkan bahwa adat istiadat sangat
mempengaruhi pemerintahan desa. Meskipun dalam UU mengatur bahwa aparat Ketua
Drs. Muhammad Nau Ritonga si Pukka Huta
Anggota 3. Roba’a Sipahutar Mora
4. Roslaini Harahap Anak Boru Wakil Ketua
Perdinan Ritonga Kahanggi
Sekretaris Abdul Halim Ritonga
Kahanggi
Universitas Sumatera Utara
pemerintahan desa merupakan wewenang dari kepala desa. Kepala desa Sihopur menjelaskan bahwa hal tersebut memang dilakukan demi menjaga adat istiadat
yang sudah lama menjadi pegangan hidup masyarakat desa Sihopur serta menjaga komunikasi ataupun koordinasi dengan pihak Anak Boru, Kahanggi, dan Mora
supaya tetap lancar, stabil dan menyambung. Tidak menjadi masalah dimana pihak Anak Boru, Kahanggi, Mora berada dalam pemerintahan desa yang penting
ketiga unsur tersebut Dalihan Na Tolu tetap berada dalam pemerintahan.
55
Meskipun pemilihan perangkat desa merupakan sepenuhnya wewenang dari kepala Desa dan diatur dalam UU sebagaimana yang sudah dijelaskan diatas.
Dan jika memang adat istiadat menjadi satu-satunya alasan atau pertimbangan untuk menjadikan orang-orang tersebut berada dalam pemerintahan desa maka hal
ini dapat berimbas kepada kinerja mereka sebagai pelayan masyarakat. Disamping itu, berdasarkan penjelasan dari Irsan Tagor Harahap bahwa aparatur
pemerintahan itu dipilih bukan hanya berdasarkan adat istiadat yang ada di desa Sihopur. Akan tetapi mereka merupakan orang-orang yang bisa diatur atau
dipengaruhi oleh kepala desa. Roslaini Harahap sebagai anggota BPD juga mengaku bahwa ia tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Dalam
musyawarah ia hanya diminta oleh kepala BPD sebagai seksi konsumsi, yaitu menyediakan makanan dan minuman untuk peserta musyawarah.
56
55
Wawancara dengan bapak Mahmudin Ritonga selaku Kepala Desa Sihopur Agustus 2014 di Desa Sihopur. Dalam hal ini beliau juga menambahkan hal ini dilakukan demi menjaga stabilitas politik yang ada di Desa
Sihopur supaya tidak terjadi keributan.
56
Wawancara dengan Roslaini Harahap Agustus 2014 di Desa Sihopur.
Universitas Sumatera Utara
Setiap langkah yang di ambil oleh Pemerintahan Desa semua terlihat bersifat sentralistik dan elitis. Elit pemerintahan desa yakni BPD dan kepala desa
cenderung lebih mendominasi dalam musyawarah desa karena status mereka sebagai si Pukka Huta. Begitu juga dalam pengambilan keputusan, tanpa
menampung aspirasi dari masyarakat desa, keputusan diambil atas kesepakatan elit saja.
Kemudian, musyawarah yang dilakukan di Desa Sihopur jarang sekali melibatkan masyarakat desa terlebih dalam pengambilan keputusan. Musyawarah
dilakukan hanya antara pihak BPD dan pemerintah desa saja. Dalam hal ini peran mereka sebagai si Pukka Huta lebih menonjol daripada sebagai pemerintahan
desa. Tidak jarang keputusan yang diambil hanya menguntungkan mereka saja tanpa adanya akuntabilitas dan transparansi. Proyek pembangunan desa dilakukan
berdasarkan keputusan mereka saja tanpa menampung aspirasi dari masyarakat. Sehingga keputusan yang mereka ambil tidak rasional dan hanya menguntungkan
diri mereka sendiri.
57
Dalam sebuah tatanan masyarakat pasti terdapat sekelompok kecil elit yang kemudian memiliki kekuasaan. Juga terdapat massa yang tergolong banyak
dan tidak mampu atau tidak memiliki kekuasaan. Disitulah kemudian peran elit
C. Pola Hubungan Antara Elit si Pukka Huta Dengan Masyarakat Desa Sihopur