Perdebatan tingkat religiusitas dan kunjungan keluarga pada residen di pusat rehabilitasi badan narkotika Nasional Lido-Sukabumi

(1)

PERBEDAAN TINGKAT RELIGIUSITAS

DAN KUNJUNGAN KELUARGA PADA RESIDEN

DI PUSAT REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

LIDO-SUKABUMI

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

OLEH :

YOGA TOGA MALA 1 0 2 0 7 0 0 2 6 0 3 0

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2 0 1 0


(2)

PERBEDAAN TINGKAT RELIGIUSITAS DAN KUNJUNGAN

KELUARGA PADA RESIDEN DI PUSAT REHABILITASI BADAN

NARKOTIKA NASIONAL LIDO-SUKABUMI

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh

YOGA TOGA MALA NIM. 102070026030

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Ikhwan Lutfi. M.Si Gazi. M.Si

NIP. 19730710 200501 1 006 NIP. 19711214 200701 1 014  

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1431 H/2010 M


(3)

iii   

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “PERBEDAAN TINGKAT RELIGIUSITAS DAN KUNJUNGAN KELUARGA PADA RESIDEN DI PUSAT REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL LIDO-SUKABUMI”, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, Desember 2010

Sidang Munaqasyah

Dekan/ Pembantu Dekan l/

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota

H. Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si

NIP. 130 885 552 NIP. 19561223 198303 2 001

Anggota :

S.Evangeline I. Suaidy, M.Psi.,Psi Drs. Rachmat Mulyono, M.Si.,Psi

NIP. 150 411 217 NIP. 19650220 199903 1 003

Ikhwan Lutfi, M.Si Gazi. M.Si


(4)

Persembahan dari hati untuk

Papa, Drs. M. Sobri Gani GM dengan seribu kata pedas yang sarat dengan

sejuta kasih sayang

Mama, Dra. Hj. Rumadani Sagala M.Ag, yang begitu hebat semangat

juangnya

Kakak, Iin Kandedes S.hum, M.Ag, yang mendidik dengan kesuksesan

Abang, Jaelani dengan kesabarannya

Adik, M. Fadil, smoga cepat dewasa

Raisya, yg lucu dan ngangenin

Hidup adalah perjuangan,

maka menyerah adalah pemerkosaan

terhadap jati diri


(5)

ABSTRAK

(A)Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B)September 2010

(C)Yoga Toga Mala

(D)Perbedaan Tingkat Religiusitas Dan Kunjungan Keluarga Pada Residen Di Pusat Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido-Sukabumi

(E)Halaman : xi + 61 halaman + lampiran

(F) Saat residen menjalani program rehabilitasi, mereka dipaksa untuk menjalani semua program yang ada di lembaga. Pecandu narkoba selayaknya manusia biasa memiliki keterbatasan kesabaran, beratnya program perawatan yang dijalani serta disiplin yang harus ditaati sering kali membuat mereka putus asa. Hal ini terkadang membuat mereka tergoda untuk kembali menggunakan narkoba. Disaat hal itu terjadi, agama dan dukungan keluarga dipercaya sebagai terapi terbaik untuk membantu residen narkoba untuk lepas dari ketergantungan mereka terhadap zat-zat adiktif tersebut (BNN, 2004).

Bentuk dorongan dan perhatian yang diberikan keluarga akan membantu residen untuk pemulihan (recovery). Dampaknya adalah tumbuh rasa aman, percaya diri, dan rasa tanggung jawab klien terhadap diri dan keluarga.Sedangkan agama menjadi sumber sugesti dan motivasi yang kuat dalam diri pasien untuk hidup secara positif. Tingkat religiusitas residen diukur dari pengamalan-pengamalan agamanya berdasarkan dimensi-dimensi religiusitas Glock & Stark (1974).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat religiusitas antara residen narkoba yang mendapat kunjungan keluarga dan yang tidak mendapat kunjungan keluarga.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode komparatif untuk mengetahui peredaan tingkat religiusitas. Penelitian ini menggunakan tekhnik purposive sampel. Sampel penelitian ini terdiri dari 60 responden yang masing-masing responden diberikan kuesioner dengan jumlah item sebanyak 36 item skala religiusitas dengan proporsi 30 residen yang mendapat kunjungan keluarga dan 30 residen yang tidak mendapat kunjungan keluarga. Residen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah residen pada Tahap Awal (Primary Stage) yaitu residen yang sudah menjalani rehabilitasi dalam rentang waktu 6-9 bulan dengan intensitas kunjungan lebih dari sekali dalam satu bulan, data kunjungan diperoleh dari buku tamu. Pengumpulan data


(6)

  vi

menggunakan model skala Likert, dengan aspek dimensi-dimensi religiusitas Glock & Stark (1974).

Dari hasil pengolahan data menggunakan uji t didapati bahwa terdapat perbedaan tingkat religiusitas pada residen yang mendapat kunjungan keluarga dan yang tidak mendapat kunjungan keluarga. Dimana residen yang mendapat kunjungan keluarga tingkat religiusitasnya lebih tinggi dari pada residen yang tidak mendapat kunjungan keluarga.

Saran yang diajukan dalam penelitian ini, bagi peneliti yang akan melakukan penelitian di lembaga atau permasalahan yang sama dapat melengkapinya dengan mengambil data dari observasi dan wawancara.

Kata Kunci : tingkat religiusitas, residen narkoba. (G) Daftar Bacaan : 28 buku (1974-2009).


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya dipersembahkan kehadirat Allah swt, yang selalu melimpahkan nikmat, taufik dan hidayah kepada hambaNya. Segala shalawat, salam dan berkah semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan umat Nabi Besar Rosulullah saw beserta keluarganya, para sahabat dan siapa saja yang selalu berusaha melaksanakan sunahnya.

Akhirnya, berakhir juga langkah awal dari sebuah perjuangan panjang yang penuh kerja keras dan doa. Meskipun penulis menemui banyak hambatan dan rintangan dalam proses penyusunan skripsi yang ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana psikologi karena berkat rahmat dan hidayah-Nya lah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Perbedaan Tingkat Religiusitas dan Kunjungan Keluarga Pada Residen Di Pusat Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido-Sukabumi”.

Dalam menyusun skripsi ini, penulis juga tidak luput dari berbagai masalah dan menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan yang diperoleh bukanlah semata-mata hasil usaha penulis sendiri, melainkan berkat dukungan, bantuan, dorongan dan bimbingan yang tidak ternilai harganya dari pihak-pihak lain. Ucapan terimakasih tak terhingga, penulis sampaikan kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jahja Umar, Ph.D. Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si., Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Psikologi. Dosen pembimbing akademik Dra Zahrotun Nihayah M.Psi, yang baik hati. Dosen penyemangat hati, Rahman Shaleh, semoga jadi Haji yg mabrur.

2. Dosen pembimbing I,Ikhwan Lutfhi, M.Psi, dan dosen pembimbing II Gazi S,M.Si, terima kasih sedalam-dalamnya atas segala kemurahan hati dan kesabaran, malu rasanya menerima begitu banyak kebaikan ini.

3. Penguji I, S.Evangeline I. Suaidy, M.Psi.,Psi dan penguji II, Drs. Rachmat Mulyono, M.Psi.,Psi. Yang memberi pencerahan.

4. Mama dan Papa, Dra Hj Rumadani Sagala M.Ag, dan Drs M Sobri Gani GM yang senantiasa mendoakan, mendukung dan menyayangi dengan stok


(8)

  viii

sabar yang selalu terisi penuh. Kakak & adik, Iin Kandedes S.hum, M.Ag dan M. Fadil atas wejangan dan doanya.

5. Neneng, Pandi, Nenden, pahlawan dibalik layar yang sudah membantu dengan segenap kesabaran cadangan, tanpa kalian skripsi ini takkan selesai. 6. Dwi, Rita,Chami, QQ, Munajat, Lala, lima hari penuh air mata, smua ini

bagai mimpi. Alin dan Ndi, my cheers team. Nining dan Rika yang ikhlas memberi bahan-bahan penunjang penelitian. Fa, tetep semangat!

7. Pelatih-pelatih Taekwondo, Sabeum Fajar Abdi Wibawa untuk dukungan, petuah, sikap tegas, pengertian, kesabaran dan kepercayaannya, Ibu suri yang selalu menyelamatkan, Sabeum Arman, Sabeum Adi, Sabeum Tomy, Sabeum Isma, untuk kuliah kehidupannya selama ini.

8. Seluruh staf akademik dan pengurus perpustakaan yang telah membantu dengan tulus dan tanpa pamrih, Mbak Rini, Pak Ayung (dady), Bu Syariah, Pak Haidir, Pak Baidawi, Bu Nur yang senantiasa mendengarkan keluh kesah dan bergelas-gelas air putih pelepas deg-degan.

9. Bang Briptu Indra Triznawan, Bang Brigadir Pitong atas bantuannya selama penelitian, dan semua Residen BNN UTR Lido yang telah bersedia mengisi angket yang telah diberikan.

10. Seluruh pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi namun tak dapat tersebut satu persatu, terimakasih banyak. Semoga kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat ridho dan pahala dari Allah SWT, Amin.

Mengingat kemampuan dan pengalaman penulis yang masih terbatas, maka penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Jakarta Desember 2010 Yoga Toga Mala


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Motto ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1-12 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitan ... 10

1.2.1. Batasan Masalah ... 10

1.2.2. Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 11

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 11

1.4 Sistematika Penulisan ... 11

BAB 2 KAJIAN TEORI ... 13-36 2.1 Religiusitas ... 13

2.1.1 Pengertian Religiusitas ... 13

2.1.2 Fungsi Religiusitas ... 14

2.1.3 Dimensi-dimensi Religiusitas ... 22

2.1.4 Sumber-sumber munculnya Religiusitas ... 24

2.2 Kunjungan Keluarga ... 25

2.3 Religiusitas Residen ... 30

2.4 Kerangka Berfikir ... 35

2.5 Hipotesis Penelitian ... 36

 


(10)

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 37-46

3.1 Pendekatan Dan Metode Penelitian ... 37

3.2 Variabel Penelitian ... 37

3.3 Devinisi Konseptual dan Definisi Operasional Variabel ... 38

3.4 Subjek Penelitian ... 38

3.4.1. Populasi ... 38

3.4.2. Sampel ... 38

3.4.3. Teknik Pengambilan Sampel ... 39

3.5 Pengumpulan Data dan Instrumen Pengumpulan Data ... 39

3.6 Penilaian dan Skoring Instrumen ... 42

3.7 Uji Reliabilitas Skala ... 43

3.8 Teknik Analisa Data ... 44

3.9 Prosedur Penelitian ... 45

BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA ... 47-60 4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian ... 47

4.2 Deskripsi Skor Responden ... 48

4.2.1 Deskripsi Skor Tingkat Residen Yang Mendapat Dukungan Keluarga ... 49

4.2.2. Deskripsi Skor Tingkat Residen Yang Tidak Mendapat Dukungan Keluarga ... 50

4.3 Hasil Umum Penelitian ... 52

4.4 Hasil Utama Penelitian ... 53

BAB 5 PENUTUP ... 61-64 5.1 Kesimpulan ... 61

5.2 Diskusi ... 61

5.3 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

 


(11)

 

  xi

DAFTAR TABEL

Gambar 1 Bagan Kerangka berpikir ... 35

Tabel 3.1 Bobot Nilai ... 41

Tabel 3.2 Skala Tingkat Relgiusitas ... 41

Tabel 3.3 Kaidah Koefisien Reliabilitas Guilford ... 43

Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47

Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia ... 48

Tabel 4.3 Descriptive Statistic ... 49

Tabel 4.4 Skor perolehan tingkat religiusitas yang mendapat dukungan dari keluarga ... 49

Tabel 4.5 Tingkat Religiusitas Residen Yang Mendapat Dukungan Keluarga ... 50

Tabel 4.6 Skor perolehan tingkat religiusitas yang tidak mendapat dukungan dari keluarga ... 51

Tabel 4.7 Tingkat Religiusitas Residen Yang Tidak Mendapat Dukungan Keluarga ... 51

Tabel 4.8 Nilai Uji t ... 52

Tabel 4.9 Group Statistics Keyakinan ... 54

Tabel 4.10 Independent Samples Test Keyakinan ... 54

Tabel 4.11 Group Statistics Praktik Ibadah ... 55

Tabel 4.12 Independent Samples Test Praktik Ibadah ... 56

Tabel 4.13 Group Statistics Pengetahuan Agama ... 56

Tabel 4.14 Independent Samples Test Pengetahuan Agama ... 57

Tabel 4.15 Group Statistics Ritualistik ... 58

Tabel 4.16 Independent Samples Test Ritualistik ... 58

Tabel 4.17 Group Statistics Pengamalan ... 59


(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dipaparkan tentang latar belakang masalah penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian

1.1 Latar Belakang Masalah

Napza adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan bahan adiktif lainnya. Suatu nama tunggal untuk merujuk semua jenis bahan atau zat yang berkhasiat menghilangkan rasa sakit (narkotika), menimbulkan perubahan suasana batin (psikotropika), sedative hipnotika (zat yang member efek hipnotis/penenang/bius/tidak sadar), halusinogen atau bahan adiktif lainnya. Napza adalah seperti kata “dadah” di Malaysia, atau “drus” di Amerika (BNN, 2004).

Napza atau secara umum lebih dikenal sebagai narkoba adalah bahan atau zat atau obat yang apabila masuk ke dalam tubuh manusia, akan mempengaruhi tubuh, terutama otak atau susunan syaraf pusat (disebut psikoaktif), dan menyebabkan gangguan kesehatan jasmani, mental-emosional dan fungsi sosial lainnya, karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) dan ketergantungan (dependensi) terhadap narkoba (Thanthowi, 2003)

Penggunaan napza biasanya bermula dari rasa ingin tahu, ingin mencoba, dan agar diterima lingkungan sosialnya. Penyalahgunaan napza sering disebut


(13)

2

penyakit sosial (social disease), artinya penyalahgunaan ini muncul akibat berinteraksi dengan masyarakat yang menggunakan napza atau akibat pertemanan dengan pecandu narkoba aktif. Penyakit ini umumnya bersifat menular, bila individu tidak dibentengi oleh sistem moral diri yang kuat. Sistem moral ini dibangun melalui pola pengasuhan, pendidikan keagamaan dan norma sosial yang kuat dari keluarga dan masyarakat, yang nantinya diaplikasikan melalui perilaku (BNN,2009).

Penyalahgunaan napza biasanya diawali oleh penggunaan coba-coba sekedar mengikuti teman, untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri, kelelahan, ketegangan jiwa, sebagai hiburan, atau untuk pergaulan. Bila taraf coba-coba tersebut diajukan secara terus-menerus akan berubah menjadi ketergantungan (BNN, 2004).

Sementara itu, situasi kehidupan masyarakat yang penuh pancaroba, krisis, ketidak pastian, dan kesenjangan sosial, pertumbuhan perkotaan dan makin heterogennya masyarakat. Demikian pula melemahnya homogenitas dan pengawasan sosial masyarakat, serta timbulnya kebutuhan akan jati diri dan kelompok sosial. Situasi kehidupan demikian pada gilirannya menimbulkan kerentanan terhadap penyalahgunaan napza.

Penyalahgunaan narkoba adalah gangguan perilaku dan perbuatan anti sosial seperti: berbohong, membolos, minggat, malas, sex bebas, melanggar aturan, dan disiplin, merusak, melawan orang tua, mencuri, suka mengancam, dan suka berkelahi, sehingga mengganggu ketertiban, ketentraman serta keamanan masyarakat. (BNN, 2004).


(14)

3

Setiap orang termasuk remaja yang normal mempunyai berbagai kebutuhan, meliputi kebutuhan biologis (minum, makan, pakaian, tempat tinggal dan sex), kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan akan perwujudan diri. Tidak terpenuhinya salah satu atau semua kebutuhan tersebut dapat menimbulkan perasaan tertekan yang selanjutnya dapat memicu penyalahgunaan napza (BNN,2004) Pada umumnya, penyalahguna napza baru memiliki keinginan untuk berhenti bila keadaan sudah terlambat, yaitu saat mereka sudah berada dalam cengkraman “gurita” ketergantungan napza yang sudah tidak bisa dilepaskan lagi. Hal ini terjadi karena begitu penyalahguna napza mulai mencoba-coba, tanpa sadar mereka langsung terseret sampai pada taraf ketergantungan.

Besarnya kerusakan yang ditimbulkan akibat perilaku penyalahgunaan napza sangatlah kompleks. Meliputi segala aspek kehidupan baik biologis, psikologis dan sosial. Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV) disebutkan bahwa adiksi atau ketergantungan terhadap napza merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami ketergantungan baik secara fisik dan psikologis terhadap suatu zat adiktif dan menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut, yaitu adanya toleransi dimana individu membutuhkan napza dalam jumlah yang semakin lama semakin besar untuk mencapai keadaan fisik dan psokologis seperti yang diinginkan. Selain itu ketergantungan napza juga mempunyai ciri adanya gejala putus zat (withdrawal syndrome) yang biasa juga dikenal dengan istilah sakaw yaitu keadaan dimana muncul gejala-gejala fisik dan psikologis yang tidak nyaman apalagi penggunaan zat dihentikan.


(15)

4

Tahun 2004, hasil Survey Nasional Penyalahgunaan dan Pengedaran Gelap Napza yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Narkotika (BNN) bekerjasama dengan Pusat Penelitian “Pranata Pembangunan” Universitas Indonesia, terhadap sample 13.710 orang siswa SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi di 30 ribu Kota Propinsi seluruh Indonesia menunjukkan bahwa 3,9% dari siswa tersebut mengaku melakukan penyalahgunaan napza selama setahun terakhir

Denpasar - Kasus perkembangan napza di Indonesia meningkat pesat. Dalam enam tahun terakhir kasus napza melonjak hingga 300 persen. Demikian disampaikan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Gories Mere di sela menggelar pertemuan dengan Badan Narkotika se-ASEAN di Hotel Melia, Nusa Dua, Bali, Senin (28/6/2010). Pertemuan ini diprakarsai oleh BNN dan Badan Narkotika Republik Korea Selatan. Hadir dalam pertemuan tersebut badan narkotika di kawasan ASEAN, di antaranya Philipina, Malaysia, Vietnam, Laos dan Kamboja. Gories menilai perkembangan konsumsi napza juga telah bergeser dari trend konsumsi. Pengedaran dan konsumsi napza beralih dari jenis heroin dan kokain ke jenis sabu-sabu. Hal ini dibuktikan dalam setahun terakhir Indonesia menjadi tujuan pengedar sabu-sabu dari Iran. “Di Iran, harga sabu-sabu hanya Rp 100 juta per kilogram, sedangkan di Indonesia bisa sampai Rp 2 miliar per kilogram. Jadi keuntungannya mencapai 2 ribu persen,” ungkap Gories. Meningkatnya pengguna napza di Indonesia juga ditopang oleh banyaknya pabrik sabu-sabu yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, terutama Jawa dan Kalimantan.


(16)

5

Menurut Alatas & Bambang (2006) masalah penyalahgunaan nakoba bukan hanya sekedar pemakaian obat dan zat kimia yang masuk kedalam tubuh dan menyangkut kesehatan saja, melainkan merupakan permasalahan manusia dalam lingkungan budayanya. Sehingga penanganan pengguna napza harus juga sampai kepada konflik intra psikis (termasuk aspek keagamaan) dan tekanan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, pendekatan penanganan pengguna napza harus komprehensif dan holistic menyangkut dimensi fisik (neurobiologist), psikologis (kepribadian), sosial (tekanan lingkungan dan pergaulan), dan agama (makna hidup).

Untuk dapat berhasil sepenuhnya dalam penanganan pengguna napza baik dari segi pencegahan (preventif), terapi maupun rehabilitasi, maka keempat dimensi secara komprehensif dalam suatu unit terapi dan rehabilitasi guna memulihkan ketergantungan penggunaan narkotika kepada keadaan yang normal. Dimensi fisik (neuorobiologis) menekankan pada penanganan medis (terutama pada susunan saraf pusat dan sistem neurotransmitter) bagi pengguna napza. Dimensi sosial menekankan pada hubungan dengan orang lain, menghargai dan menolong orang lain, komunikasi dan sebagainya. Dimensi keagamaan dengan penekanan pada tanggung jawab manusia sebagai hamba dan khalifah Tuhan, nilai-nilai hidup, makna hidup (meaning life), dan sebagainya.

Kunci utama dalam usaha pemulihan terhadap ketergantungan obat-obatan terlarang adalah keinginan dalam diri dengan tekad yang kuat untuk pulih. Dalam usaha pemulihan ketergantungan napza banyak lembaga yang memiliki beberapa program rehabilitasi sebagai upaya untuk membantu para jungky (pengguna


(17)

6

napza) dalam proses pemulihan. Bentuk program yang dijalankan untuk rehabilitasi penyalahgunaan napza adalah Therapeutic Community (TC), terapi religi dan ada juga program khusus yang terdapat pada pusat rehabilitasi yang menangani residen (pasien ketergantungan napza) yang mengalami gangguan psikotik seperti halusinasi, delusi,waham,dsb.

Tidak semua residen menjalani rehabilitasi dengan sukarela. Sebagian besar dari mereka terpaksa melakukannya karena misalnya terjerat penyelidikan dan penangkapan penyalahguna narkoba yang dilakukan oleh tim kepolisian. Apapun alasan residen menjalani rehabilitasi, mereka telah dipaksa untuk keluar dari zona aman. Perubahan fungsi-fungsi dan disiplin yang terpaksa mereka jalani seringkali menimbulkan rasa putus asa dan frustrasi.

Dulu ada anggapan bahwa HIV/AIDS hanya menular di lingkungan pelaku penyimpangan seksual (pelacur dan homoseksual), tetapi sekarang ternyata bahwa tidak sedikit yang tertular HIV karena transfusi darah dan penggunaan jarum suntik secara bergilir diantara pecandu narkoba/IDU (Injecction DrugUse). Angka kejadian ketularan HIV dikalangan pecandu narkoba yang menggunakan jarum suntik (IDU) secara bergilir cukup tinggi. Penelitian diantara para IDU di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta, menunjukkan bahwa 90% dari para pecandu narkoba IDU tertular HIV (BNN, 2004).

Pengguna Napza bukan hanya tidak sesuai dengan tatanan agama (Q.S. Al Baqarah, 2. 219, dan Q.S. Al Quran Al Maidah, 5, 91), tetapi juga merupakan pelanggaran hukum (Pasal 59, Undang-undang No.5, Tahun 1997, tentang


(18)

7

Psikotropika; Pasal 84, 85, dan 86, Undang-undang No. 22, Tahun 1997 tentang Napza).

Perubahan disiplin hidup yang tiba-tiba harus residen jalani menimbulkan ketakutan-ketakutan. Takut menjalani rangkaian disiplin, takut menghadapi masa depan, juga ketakutan-ketakutan lain yang sebagian besar dihasilkan oleh halusinasi yang mereka ciptakan sendiri.

Pecandu napza selayaknya manusia biasa memiliki keterbatasan kesabaran, beratnya program perawatan yang dijalani serta disiplin yang harus ditaati sering kali membuat mereka putus asa. Hal ini terkadang membuat mereka tergoda untuk kembali menggunakan napza. Disaat hal itu terjadi, agama dan dukungan keluarga dipercaya sebagai terapi terbaik untuk membantu residen napza untuk lepas dari ketergantungan mereka terhadap zat-zat adiktif tersebut (BNN, 2004).

Ada semacam hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan keluarganya. Peran dari keluarga sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarga secara individu, mulai dari strategi-strategi hingga fase rehabilitasi. Mengkaji serta memberikan motivasi merupakan hal yang penting dalam membantu setiap anggota kelompok untuk mencapai suatu keadaan sehat (wellness) sehingga tingkat optimum (Friedman dkk, 1998).

Beratnya menjalani rehabilitasi, beradaptasi dengan program-program dan disiplin di pusat rehabilitasi serta keadaan saat putus zat (sakaw) terkadang mengelapkan mata residen. Kunjungan keluarga, interaksi dengan orang tua yang


(19)

8

disertai dengan support merupakan salah satu sumber kekuatan bagi residen untuk terus menjalani tahapan rehabilitasi.

Gunarsa dan Gunarsa (2001) dalam Jurnal Provitae mengemukakan segi-segi keluarga yang sangat penting dalam perkembangan remaja yaitu keluarga memenuhi keakraban dan kehangatan, sebagai tempat pemupukan kepercayaan diri yang menimbulkan adanya perasaan aman, sebagai tepat melatih kemandirian remaja dalam membuat keputusan dan melakukantindakan. Ia juga menambahkan bahwa hubungan orang tua dengan anak turut menentukan persiapan remaja dalam menjalankan perubahan peran sosial. Dalam kasus ini perubahan menuju kesembuhan dari ketergantungan napza.

Menurut Sudarma (2008) bila bantuan professional dan bantuan sosial berupa dukungan keluarga sudah diperoleh residen dalam upaya kesembuhannya dari ketergantungan napza, dibutuhkan agama sebagai sumber sugesti dan motivasi yang kuat dalam diri residen. Karena pada dasarnya manusia membutuhkan kekuatan yang besar di luar dirinya untuk mengatasi persoalan hidup yang dihadapi yaitu Tuhan, dengan kembali kepada Sang Khalik dan memasrahkan segala persoalan hidup yang dihadapi, manusia memiliki pelindung untuk memberikan kekuatan dan menuntunnya dalam mengatasi segala permasalah yang menimpanya. Dukungan keluarga dan mendekatkan diri kepada Tuhan dipandang sebagai faktor pendukung yang sangat potensial untuk membantu proses pemulihan residen napza.

Namun agama tidak boleh dilepaskan dari religiusitas, karena agama hanyalah sarana belaka, agar manusia lebih mudah menemukan jalan menuju


(20)

9

Tuhan. Sedangkan religiusitas lebih melihat aspek yang didalam lubuk hati, riak getaran nurani pribadi, sikap personal yang sedikit banyak misteri bagi orang lain karena menapaskan intimitas jiwa, ‘du Coeur dalam bahasa Pascal, yakni cita rasa yang mencakup totalitas (termasuk rasio dan rasa manusiawi) kedalaman si pribadi manusia. Dan karena itu, pada dasarnya religiusitas mengatasi atau lebih dalam dari agama yang tampak, formal, resmi (Jacobs, 2002).

Dister (1992) menjelaskan bahwa religiusitas adalah keadaan dimana individu merasakan dan mengakui adanya kekuatan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia, dan hanya kepada-Nya manusia merasa bergantung dan berserah diri. Semakin manusia mengakui adanya Tuhan dan kuasa-Nya, maka semakin tinggi tingkat religiusitasnya.

Glock & Stark (1974) mengatakan bahwa ada lima dimensi keberagamaan, yaitu keyakinan (ideologis), penghayatan atau pengalaman (eksperiensial), peribadatan atau praktik beragama (ritualistik), pengetahuan agama (intelektual), dan pengamalan (konsekuensi).

Dari penjelasan di atas maka penulis tertarik untuk meneliti masalah ini, oleh karena itu penulis ingin meneliti bagaimana Tingkat Religiusitas Dan Kunjungan Keluarga Residen Di Pusat Rehabilitasi Badan Narkotika


(21)

10

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitian

1.2.1. Pembatasan Masalah

Untuk lebih memudahkan penelitian ini peneliti memfokuskan pembatasan permasalahan penelitian sebagai berikut :

1. Tingkat religiusitas yang dimaksud peneliti adalah tingkat religiusitas yang dikemukakan oleh Glock dan Stark (1974) meliputi : keyakinan, praktek agama, pengetahuan agama, pengamalan, dan pengalaman agama,

2. Subyek penelitian disini adalah residen (pemakai napza : narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya) yang sedang menjalani rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido-Sukabumi.

3. Kunjungan keluarga adalah kunjungan dilakukan oleh orang tua dan keluarga residen yang sesuai dengan program Therapeutic Community (TC) pada tahap awal (Primary Stage) yakni dua minggu satu kali.

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu : apakah ada tingkat perbedaan religiusitas pada residen napza di Badan Narkotika Nasional yang mendapat kunjungan keluarga dan yang tidak mendapat kunjungan keluarga?


(22)

11

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan tingkat religiusitas antara residen napza di badan narkotika nasional yang mendapatkan kunjungan keluarga dan yang tidak mendapatkan kunjungan keluarga.

1.3.2 Manfaat penelitian

Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan menjadi tambahan pengetahuan bagi kalangan akademisi khususnya psikologi, juga menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.

Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat member gambaran mengenai tingkat religiusitas residen BNN.

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini mengacu pada pedoman penyusunan dan penulisan skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan penelitian ini dibagi menjadi beberapa bahasan seperti yang akan digambarkan berikut ini : BAB 1 : Pendahuluan

Dalam bab pertama yang merupakan pendahuluan ini berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.


(23)

12

BAB 2 : Kajian Pustaka

Bab 2 yang berisi kajian teori ini berupa pengertian religiusitas, fungsi religiusitas, dimensi-dimensi religiusitas, Sumber-sumber munculnya religiusitas, pengertian napza, residen ketergantungan napza, rehabilitasi bagi pecandu napza,dukungan keluarga, kerangka berpikir, serta hipotesis.

BAB 3 : Metode Penelitian

Bagian ini berisi tentang metode penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian, meliputi pendekatan penelitian, metode penelitian, definisi variabel dan operasional variabel, populasi dan sampel,teknik pengambilan sampel, pengumpulan data dan instrument pengumpulan data, penilaian dan scoring instrument, teknik analisa data, dan prosedur penelitian.

BAB 4 : Hasil Penelitian

Berisi gambaran umun responden, deskripsi skor responden, dan uji hipotesis.

BAB 5 : Kesimpulan, diskusi dan saran. Daftar Pustaka


(24)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini membahas tentang teori-teori pendukung yang berkaitan dengan tingkat religiusitas residen dipusat rehabilitasi BNN Lido-Sukabumi. Secara rinci bab ini akan mengulas tentang teori religiusitas meliputi pengertian religiusitas, fungsi religiusitas, dimensi-dimensi religiusitas, sumber-sumber religiusitas, kunjungan keluarga, religiusitas residen, kerangka berfikir dan hipotesis penelitian.

2.1 Religiusitas

2.1.1 Pengertian Religiusitas

Religi dari bahasa Latin relegare yang berarti mengumpulkan/membaca, dan religare yang berarti mengikat. Artinya agama merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan dan sifatnya mengikat bagi manusia, yaitu ikatan antara roh manusia dengan Tuhan (Nasution, 1985).

Dister (1992), juga menjelaskan bahwa religiusitas adalah keadaan dimana individu merasakan dan mengakui adanya kekuatan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia, dan hanya kepada-Nya manusia merasa bergantung dan berserah diri. Semakin anusia mengakui adanya Tuhan dan kuasa-Nya, maka semakin tinggi tingkat religiusitasnya.

Sedangkan Nashori dan Mucharram (2002), menjelaskan tentang definisi religiusitas yaitu seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa


(25)

  14

besar pelaksanaan ibadah dan kaidah, dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya.

Menurut Jalaludin (2005) religiusitas merupakan bentuk pengalaman baik berupa sikap maupun tindakan dari keberagamaan seseorang. Religiusitas adalah keadaan dimana individu merasakan dan mengakui adanya kekuatan tertinggi yang menanungi kehidupan manusia, dan hanya kepada-Nya manusia bergantung dan berserah diri. Semakin manusia mengakui adanya kekuatan Tuhan dan kekuasaan-Nya, maka akan semakin tinggi religiusitasnya.

Menurut Hidayat (2006), religiusitas merupakan penghayatan dan sikap hidup seseorang berdasarkan nilai-nilai keagamaan yang diyakininya.

Pruyser (dalam Dister, 1988) berpendapat bahwa religiusitas lebih bersifat personal dan mengatas namakan agama. Agama mencakup ajaran-ajaran yang berhubungan dengan Tuhan, sedangkan Tingkat Religiusitas adalah perilaku manusia yang menunjukkan kesesuaian dengan ajaran agamanya. Jadi berdasarkan agama yang dianut maka individu berlaku secara religius.

Glock dan Stark (1974) menegaskan bahwa tingkat religius adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning)

2.1.2 Fungsi religiusitas

Fungsi religiusitas bagi manusia erat kaitannya dengan agama. Dister (1988) mengemukakan ada empat fungsi (emosional-efektif, sosio-moral, intelektual-kognitif dan psikologis) dari religiusitas, yaitu :


(26)

  15

1. Untuk mengatasi frustrasi

Tidak semua residen menjalani rehabilitasi dengan sukarela. Sebagian besar dari mereka terpaksa melakukannya karena misalnya terjerat penyelidikan dan penangkapan penyalahguna narkoba yang dilakukan oleh tim kepolisian. Apapun alasan residen menjalani rehabilitasi, mereka telah dipaksa untuk keluar dari zona aman. Perubahan fungsi-fungsi dan disiplin yang terpaksa mereka jalani seringkali menimbulkan rasa putus asa dan frustrasi.

Psikologis mengobservasikan bahwa keadaan frustasi dapat menimbulkan perilaku keagamaan. Orang yang mengalami frustasi berusaha mengatasi frustasi dengan membelokkan arah kebutuhan dan keinginkan yang dimiliki dari yang bersifat keduniawian menuju keinginan kepada Tuhan, lalu mengharapkan pemenuhan keinginan tersebut dari Tuhan. Manusia akan merasa tenang apabila telah berserah diri kepada Tuhan karena merasa yakin bahwa Tuhan akan selalu menolong setiap hamba yang membutuhkan sehingga dapat memberikan ketentraman dihati setiap manusia yang sedang mengalami masalah. Disini keyakinan tersebut ada karena seseorang memiliki kualitas pemahaman keagamaan yang baik. Dengan adanya keyakinan seperti itu maka kehidupan yang dilewati akan menjadi lebih tenang dan bahagia.

2. Untuk menjaga kesusilaan serta tata tertib masyarakat

Dulu ada anggapan bahwa HIV/AIDS hanya menular di lingkungan pelaku penyimpangan seksual (pelacur dan homoseksual), tetapi sekarang ternyata bahwa tidak sedikit yang tertular HIV karena transfusi darah dan penggunaan jarum suntik secara bergilir diantara pecandu narkoba/IDU (Injecction DrugUse).


(27)

  16

Angka kejadian ketularan HIV dikalangan pecandu narkoba yang menggunakan jarum suntik (IDU) secara bergilir cukup tinggi. Penelitian diantara para IDU di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta, menunjukkan bahwa 90% dari para pecandu narkoba IDU tertlar HIV (BNN, 2004).

Manusia wajib untuk hidup bermoral, bukan hanya karena kehendak Tuhan, tetapi juga demi diri dan suara hati manusia itu sendiri. Nilai-nilai moral bersifat otonom, artinya nilai-nilai seperti keadilan, kejujuran dan keteguhan hati tetap berlaku tidak tampil dalam wujud fisik yang Nampak oleh mata. Ini berarti manusia tidak dapat bergaul dengan Tuhan kalau manusia tidak hidup sesuai dengan norma-norma moral. Oleh sebab itu, seseorang perlu menginternalisasikan nilai-nilai agama agar dapat menciptakan dan mengamalkan nilai-nilai moral yang otonom dan religiusitas yang berfungsi sebagai pengendali suara hati.

Pengguna Napza bukan hanya tidak sesuai dengan tatanan agama (Q.S. Al Baqarah, 2. 219, dan Q.S. Al Quran Al Maidah, 5, 91), tetapi juga merupakan pelanggaran hukum (Pasal 59, Undang-undang No.5, Tahun 1997, tentang Psikotropika; Pasal 84, 85, dan 86, Undang-undang No. 22, Tahun 1997 tentang Napza).

3. Untuk memuaskan intelektual yang ingin tahu

Terdapat sumber kepuasan dapat ditemukan dalam agama oleh intelek yang ingin tahu, yaitu:

Agama dapat menyajikan pengetahuan rahasia yang menyelamatkan manusia dari kejasmanian yang dianggap menghambat dan mengantarkan manusia kepada kebosanan. Dengan menyajikan suatu moral agama memuaskan intelek yang ingin


(28)

  17

mengetahui apa yang harus dilakukan manisia dalam hidup agar mencapai tujuan kehidupan manusia. Agama dapat memuaskan keinginan manusia yang mendalam agar hidup manusia bermakna, sehingga manusia sekurang-kurangnya ikut menyetir hidup yang dijalani dan tidak hanya diombang ambingkan saja oleh gelombang kehidupan dan terbawa arus.

4. Untuk mengatasi ketakutan

Ketakutan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu ketakutan yang ada objeknya seperti takut pada seseorang, hewan atau benda tertentu dan ketakutan yang tidak ada objeknya seperti cemas hati. Ketakutan tanpa objek inilah yang membingungkan manusia, namun apabila ketakutan itu menyertai frustasi, maka secara langsung ketakutan tersebut mempengaruhi timbulnya kelakuan keagamaan. Jadi ketakutan erat hubungannya dengan tendensi-tendensi manusiawi yang dapat menimbulkan perilaku agama itu sehingga orang meyakini bahwa Tuhan akan selalu dekat dengan setiap hambanya dan dapat melenyapkan segala kecemasan hati.

Selain itu fungsi dari agama juga sebagai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang ada didalam individu seperti yang di ungkapkan oleh Daradjat (1982) yaitu agama sebagai kebutuhan psikis yang perlu dipenuhi.

Berbagai macam kebutuhan psikis yang perlu di penuhi dan berhubungan dengan agama antara lain adalah :

a. Rasa kasih sayang

Merasa bahwa kita disayangi dan di cintai orang, akan membawa kepada rasa bahagia. Tandanya bahwa kita dicintai orang antara lain kita diperhatiakan


(29)

  18

orang, dihargai, dan di tolong apabila kita mengalami kesusahan. Maka residen yang merasa dicintai oleh orang banyak itu, akan merasa cintai pula kepada orang pada umumnya, hidupnya tenang, karena ia tidak merasa dibenci dan dimusuhi. Tapi bagi residen yang merasa tidak dicintai orang, hidupnya akan penuh dengan kecurigaan, ia akan curiga kepada setiap tindakan orang, baik tindakan-tindakan orang itu terlihat merugikan atau menguntungkannya. Karena ia berkeyakinan bahwa orang tidak akan berbuat baik kepada orang yang dibencinya. Maka dalam kesepian atau kehilangan kecintaan orang lain, residen akan merasa gelisah, sedih, bahkan mungkin terganggu kesehatan jiwanya. Dalam keadaan seperti ini dia membutuhkan seseorang yang berkuasa, yang cinta kepadanya untuk mengimbangi kecintaan orang banyak yang telah hilang. Hal itulah yang mendorong residen mencari yang berkuasa dan penyayang diluar dirinya sendiri. Bagi residen yang telah mempunyai kepercayaan kepada Tuhan, persoalan itu akan mudah, karena dalam agama, Tuhan tetap Maha Kuasa dan Maha Pengasih. Itulah sebabnya, maka dalam Islam orang dianjurkan untuk membaca bismillah, setiap memulai pekerjaan, untuk mengingatkan kepada dirinya, bahwa Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang. Kepada Tuhanlah ia mengharapkan kasih sayang dan memohon perlindungan dari segala kejahatan.

b. Rasa aman

Rasa aman adalah kebutuhan jiwa yang paling penting dalam kehidupan manusia. Setiap orang ingin merasa bahwa tidak ada ancaman apapun terhadap dirinya. Disinilah peran agama sangat penting, ajaran agama memberikan jalan kepada manusia untuk mencapai rasa aman, rasa tidak takut/cemas menghadapi


(30)

  19

hidup ini. Ajaran-ajaran agama menunjukkan cara-cara yang harus dilakukan dan menjelaskan pula hal-hal yang harus ditinggalkan, supaya residen dapat mencapai rasa aman selama hidup ini dan selanjutnya pula diajarkan bagaimana mempersiapkan diri dengan perbuatan-perbuatan baik dan menjauhi tindakan-tindakan yang menganggu kesenangan orang lain, supaya rasa aman nanti dialam kedua tetap terjamin. Percaya dengan adanya Tuhan dan bahwa kekuasaan Tuhan itu melebihi kekuasaan apapun di dunia ini, memberikan rasa aman kepada orang yang percaya, bahwa Tuhan akan melindunginya dari segala bahaya, karena Tuhan itu Maha Penyayang dan Pengasih. Inilah sebabnya maka residen yang percaya Tuhan terlihat lebih tenang, tentram dan tidak merasa takut karena ia merasa ada Tuhan yang akan melindunginya.

c. Rasa harga diri

Bagi residen yang percaya kepada Tuhan ia merasa bahwa dirinya dekat dengan Tuhan, karena itu dengan sendirinya ia tidak akan kehilangan harga diri, sebab ia berada dekat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Tinggi. Kurangnya penghargaan orang lain tidak akan banyak menyusahkan pikirannya yang penting baginya, supaya ia selalu dapat memelihara perhatian Tuhan, maka ia akan mencari kepuasan dengan berserah diri kepada Tuhan. Sedangkan bagi orang yang berkuasa dan berpengaruhpun masih tetap membutuhkan kepercayaan kepada Tuhan supaya ia dapat dengan tenang menghadapi orang-orang yang kurang menghargainya.


(31)

  20

Orang yang sering memendam perasaan karena ketidakmampuan atau ketakutannya dalam mengemukakan pendapat merupakan orang yang tidak bebas.perasaan-perasaan semacam inilah yang membuat manusia yang tidak mempunyai dasar agama yang kuat untuk mencari pelampiasan pada hal diluar Tuhan, dalam hal ini melarikan diri pada Napza. Bagi orang yang mempunyai kepercayaan kepada Tuhan akan dapatlah ia mengadukan perasaannya itu kepada Tuhan, ia dapat berkata-kata langsung kepada Tuhan dalam sembahyang dan do’anya, dia merasa bebas berbicara dengan yang paling berkuasa yaitu Tuhan. Maka tekanan-tekanan perasaan yang mungkin dihadapinya dalam hidupnya sehari-hari itu tidak akan membawanya kepada kegelisahan yang mendalam dan menjatuhkannya kepada gangguan jiwa.

e. Rasa ingin mengenal

Kebutuhan akan mengenal itulah yang membawa kemajuan, yang mendorong orang untuk mempelajari sesuatu yang bertemu dalam hidupnya, itulah yang mendorong ahli-ahli, mahasiswa-mahasiswa, untuk membuat sebuah penelitian supaya terjawab semua yang diragukan.

Namun masih banyak hal-hal yang tidak bisa dijawab dengan penganalisaan ilmiah, misalnya mengapa orang tidak bisa memperpanjang umur orang, tidak bisa mencapai apa yang diinginkannya (misalnya bentuk anak, laki-laki atau perempuan, batas-batas kemampuan otak dan bakat).

Dalam hal ini, kepercayaan akan kebijaksanaan dan kekuasaan Tuhan dibutuhkan, supaya orang bisa merasa tenang dan tenteram. Ia tidak akan


(32)

  21

menyebabkan kesehatan mentalnya terganggu, kalau banyak dari perhitungannya secara logika gagal. Dan ia tidak pula menimbulkan kesalahan pada orang lain. f. Rasa sukses

Setiap kegagalan membawa kepada rasa tidak enak, baik kegagalan itu mengenai hal yang kecil dan remeh terlihatnya. Misalnya kegagalan dalam bidang sehari-hari, baik dalam keluarga, dalam dinas maupun dalam masyarakat. Kegagalan yang berulang-ulang itu akan membawa orang kepada rasa pesimis dan putus asa, perasan putus asa itu akan membawa kepada hilangnya ketenangan jiwa dan hilangnya pula rasa bahagia.

Bagi orang yang percaya kepada Tuhan, akan lebih mudah baginya menghadapi kegagalan dari pada orang yang tidak berTuhan. Karena tugas orang yang berTuhan lebih ringan, ia tidak usah gelisah dan mengamuk ke sana-ke mari atas kegagalan yang dialaminya, cukuplah ia kembali kepada kekuasaan Tuhan. Mungkin ada hikmahnya dari Tuhan, makanya ia tidak berhasil pada waktu tertentu.

Robert Nutin (dalam Mardiyatu, 2002) mengatakan bahwa manusia merupakan makhluk religius, melakukan dan bertingkah laku sesuai dengan agamanya. Individu yang beragama berarti memenuhi kebutuhannya, sehingga menjadi puas, tenteram dan aman, individu yang demikian adalah individu yang sehat. Individu yang sehat lebih mudah untuk melakukan penyesuaian diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk dan menimbulkan ketegangan dan kecemasan pada dirinya serta menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran dikemudian hari.


(33)

  22

2.1.3 Dimensi-Dimensi Religiusitas

Glock & Stark (1974) mengatakan bahwa ada lima dimensi keberagamaan, yaitu keyakinan (ideologis), penghayatan atau pengalaman (eksperiensial), peribadatan atau praktik beragama (ritualistik), pengetahuan agama (intelektual), dan pengamalan (konsekuensi).

1. Dimensi Keyakinan

Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi seringkali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama. Oleh karena itu hal ini mengindikasikan bahwa keyakinan adalah sebuah dimensi dari sebuah agama bukan hanya untuk pegangan tapi juga sebagai fondasi untuk meyakininya.

2. Dimensi Praktik Beragama

Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang-orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua kelas penting, yaitu: ritual dan ketaatan.


(34)

  23

Pertama, ritual. Mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci yang semua mengharapkan para pemeluk melaksanakan.

Kedua, ketaatan. Ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan air, meski ada perbedaan penting. Apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas publik, semua agama yang dikenal juga mempunyai perangkat tindakan persembahan dari kontemplasi personal yang relatif spontan, informal, dan khas pribadi.

3. Dimensi Pengalaman

Dimensi ini berkaitan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir (kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supranatural). Seperti yang telah kita kemukakan, dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi dan sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan (atau suatu masyarakat) yang melihat komunikasi walaupun kecil, dalam suatu esensi ketuhanan, yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir dengan otoritas transendental.

4. Dimensi Pengetahuan Agama

Dimensi pengetahuan agama mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah pengetahuan mengenai


(35)

dasar-  24

dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan tradisi-tradisi. Dimensi pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi penerimanya. Walaupun demikian, keyakinan tidak perlu diikuti oleh syarat pengetahuan, juga pengetahuan agama tidak selalu bersandar pada keyakinan.

5. Dimensi Konsekuensi Atau Pengamalan

Konsekuensi komitmen agama berlainan dari keempat dimensi yang telah dibahas diatas. Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Walaupun agama banyak menggariskan bagaimana seharusnya berpikir dan bertindak dalam kehidupan seseorang, tidak sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensi-konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari agama.

2.1.4 Sumber-sumber munculnya religiusitas

Melalui teori The Four Wishes yang dikutip oleh Jalaludin (1996) mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah empat macam keinginan dasar yang ada dalam jiwa manusia, yaitu :

a. Keinginan untuk selamat (security)

Keinginan untuk memperoleh perlindungan atau penyelamatan dirinya baik berbentuk biologis maupun non biologis. Misalnya mencari makan, perlindungan diri dan sebagainya.


(36)

  25

Keinginan ini merupakan dorongan yang menyebabkan manusia mendambakan adanya rasa ingin dihargai dan di kenal orang lain. Serta mendambakan dirinya untuk selalu menjadi orang yang terhormat dan dihormati.

c. Keinginan untuk ditanggapi (Response)

Keinginan ini menimbulkan rasa ingin mencintai dan dicintai dalam pergaulan

d. Keinginan akan pengetahuan atau pengalaman baru (New experience) Keinginan ini menyebabkan manusia mengeksplorasi dirinya, serta selalu ingin mencari pengetahuan dan pengalaman baru yang belum diketahui.

2.2 Kunjungan Keluarga

Metode TC (Therapeutic Community) merupakan salah satu modalitas terapi dalam bentuk rehabilitasi residen jangka panjang yang dapat mencapai jangka waktu satu tahun atau lebih (BNN, 2004).

Sasaran pelayanan rehabilitasi sosial melalui metode TC adalah: 1. Residen atau penyalahguna narkoba

2. Keluarga :

• Ayah, ibu, dan saudara-saudara residen

• Co-dependent, yaitu orang atau pihak lain yang saling terkait/tergantung dengan residen


(37)

  26

Dalam menjalani program TC ini setiap residen akan melewati 4 (empat) tahapan dimana setiap tahapan akan dilakukan suatu evaluasi, untuk mengetahui kemajuan dari masing-masing residen untuk masuk ke tahapan berikutnya.

Pudji Hastuti (2003) menjelaskan proses pemulihan dari ketergantungan zat merupakan proses yang harus dijalani seumur hidup seorang pecandu (long life proses). Proses pemulihan itu sendiri melewati empat periode, yaitu:

1. Proses penerimaan (intake proses)

Pada proses ini residen datang ke panti dengan membawa tes urine negatif, maka langsung dilakukan sesi wawancara, mengisi perjanjian yang telah disepakati oleh orangtua dan residen lalu dilakukan penggeledahan barang bawaan residen (SPOT CHECK).

2. Tahap Awal (Primary Stage)

Tahap ini dilakukan selama kurang lebih 6-9 bulan yang terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut :

a) Younger member

Pada tahap ini residen diwajibkan mengikuti aturan-aturan yang ada dan bila melakukan kesalahan akan diberikan sangsi tapi masih diberikan toleransi-toleransi dengan batasan tertentu.

Pada tahap ini residen boleh dikunjungi keluarganya selama 2 minggu satu kali dan menerima telepon dengan didampingi salah satu senior atau pekerja sosial.


(38)

  27

Pada tahap ini residen telah diberikan sanksi sepenuhnya dan dapat berperan sebagai pendamping (buddy) bagi residen yang baru masuk.

Pada tahap ini residen boleh meninggalkan panti dengan didampingi orang tua dan senior secara bertahap mulai 4-12 jam.

c) Older Member

Pada tahap ini, bila melakukan kesalahan sanksi yang diberikan dilaksanakan sepenuhnya tanpa toleransi.

Pada tahap ini residen sudah boleh meninggalkan panti selama 24 jam dengan didampingi keluarga dan senior pendamping (weekend with companion), atau dengan teman satu angkatan maksimal 8 jam (day with peers), boleh juga selama 24 jam bersama orang tua saja (weekend alone) 3. Tahap Lanjutan (Re-entry Stage)

Tahap ini merupakan proses lanjutan setelah tahap primer dengan tujuan mengembalikan residen kedalam kehidupan masyarakat (resosialisasii) pada umumnya. Tahap ini dilaksanakan selama 3 sampai dengan 6 bulan.

4. Bimbingan Lanjutan (Aftercare Program)

Program yang ditujukan bagi eks residen /alumni program ini dilakukan diluar panti dan diikuti oleh semua angkatan di bawah suvervisi dari staf re-entry. Tempat pelaksanaan disepakati bersama.

Peran keluarga maupun masyarakat diperlukan dalam proses rehabilitasi. Hal ini sangat penting mengingat pada akhirnya mereka harus kembali kepada keluarga dan masyarakat yang dekat dalam kehidupannya.


(39)

  28

Peran keluarga maupun orang-orang terdekatnya dibagi menjadi 3 (tiga) bentuk kegiatan yaitu :

a) Family Visit (kunjungan keluarga)

Dalam kegiatan ini residen yang sudah disetujui untuk bertemu dengan orang tua, boleh dikunjungi oleh orang tua/wali sesuai waktu yang telah ditentukan pada umumnya 2 (dua) minggu sekali.

b) Family Support Group/FSG (kelompok dukungan keluarga)

Kegiatan ini merupakan pertemuan antara orang tua residen saja, di mana mereka dapat berbagi perasaan, pengalaman dan harapan mereka pada umumnya dilakukan 2 (dua) minggu sekali.

c) Family Saturday (hari sabtu bersama keluarga)

Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh orang tua/wali residen dengan seluruh staf. Kegiatan berbentuk seminar dan kelompok-kelompok diskusi dengan topic-topik seputar masalah ketergantungan dan hubungan keluarga, dilakukan sekali sebulan pada hari sabtu.

Hampir setiap masalah yang dialami individu timbul saat berhubungan dengan konteks sosial, baik dalam pergaulan, pekerjaan maupun dalam keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dari suatu komunitas, sehingga jika ada salah seorang yang mengembangkan suatu masalah, maka setiap orang akan terpengaruh. Karena itu, kalau permasalahan berkembang, maka akan diperlukan terapi sebagai suatu unit usaha untuk menanganinya.

Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia (Gerungan, 2004).


(40)

  29

Menurut Rodin & Salovet (dalam Smet, 1994) pasangan hidup dan keluarga merupakan sumber dukungan sosial yang paling penting. Oleh karena itu, dalam penelitian ini kunjungan keluarga yang dimaksud adalah seberapa besar perhatian yang diberikan keluarga dalam bentuk kunjungan ke pusat rehabilitasi Badan Narkotika Nasional tempat residen menjalani rehabilitasinya.

Seseorang sangat membutuhkan dukungan sosial dalam proses penyembuhan atau pemulihan, apalagi seseorang yang sedang menjalani rehabilitasi ketergantungan narkoba. Harry Stack Sullivan (dalam Jalaludin, 2005) memaparkan bahwa jika kita diterima orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan menyenangi diri kita.

Dalam BNN (2004), pengobatan dan rehabilitasi narkoba juga membutuhkan dukungan dalam penelitian ini diwujudkan dalam bentuk kunjungan keluarga terhadap residen selama menjalani proses rehabilitasi, perhatian serta keterlibatan orang tua residen.

Dalam banyak kasus, bahkan mungkin hampir semua, kebanyakan pecandu narkoba tidak berusaha mencari penanganan bagi diri mereka sendiri. Mereka yang tidak berusaha mendapatkan penanganan cenderung menjadi penyalahguna berat yang menyangkal dampak negatif kokain bagi hidup mereka dan terperangkap dalam lingkungan sosial yang gagal mendukung mereka untuk sembuh. Saat mereka datang untuk penanganan, membantu mereka melewati gejala putus zat biasanya cukup mudah seperti yang kita lihat. (Nevid, 2005).


(41)

  30

2.3 Religiusitas Residen

Sesi agama merupakan salah satu dari 5 pilar (five pillars) dalam program Therapeutic Community yang ada dalam program rehabilitasi pada pusat rehabilitasi BNN Lido-Sukabumi. Religious session atau sesi agama merupakan suatu metode untuk meningkatkan nilai-nilai dan pemahaman agama dengan memanfaatkan pertemuan-pertemuan keagamaan. (BNN, 2009).

Spiritualitas dalam TC berkembang secara alami dan bukan desain. Ini merupakan tanggapan atas desakan batin dari residen untuk mencari iman yang lebih besar dimana ia dapat temukan jangkar keyakinan barunya di kekuatan positif kehidupan.

Dalam meninjau kembali kehidupan residen, mudah menemukan bahwa ini adalah kehidupan yang penuh kehampaan, khususnya untuk yang lebih mementingkan mengejar kepuasan pribadi yang sudah diluar kendali. Untuk meringankan perasaan bersalah yang luar biasa dan rasa malu yang biasanya menyertai gaya hidup residen, ia hidup dari penyangkalan lengkap dari ketidak berdayaan dan kesia-siaan mengejar realitas. Residen yang tertangkap dalam jarring kecanduan akan menghabiskan hari-harinya dan berputar terletak pada dirinya sendiri untuk membnarkan keberadaanya. Dia hidup di kehidupan yang statis dan tanpa kualitas. Dengan adanya latar belakang keberadaan residen masa lalu, itu agak mudah untuk memahami keinginan memeluk suatu ideal yang lebih besar dari dirinya sendiri, ketika ia akhirnya secara serius memulai kedalam kehidupan yang tenang.


(42)

  31

Ada tiga tahap pembangunan spiritual yang diterapkan pada program TC (BNN, 2009):

1. Membumi

2. Pengondisian yang diciptakan oleh struktur kaku TC membentuk fondasi bagi residen dapat belajar untuk berfungsi secara efektif dalam “tujuan dan hasil” lingkungan berorientasi TC.

3. Penebusan Kembali

Pada tahap ini, residen telah menetap ke rutinitas masyarakat. Menyediakan latar belakang bagi residen untuk berdamai dengan dirinya sendiri dan dengan masa lalunya.

4. Pencarian

Ini periode refleksi diri, pertanyaan yang lebih besar arti dan tujuan hidup seseorang: sebuah pencarian makna pribadi, untuk sebuah daya dorong yang mungkin lebih memiliki kepatuhan akan kekuasaan dari pada mengejar neorotik obat tinggi.

5. Pencarian Untuk Hubungan

Residen telah menemukan dirinya, dia telah sesuai dalam naik-turunnya kehidupan, tetapi ia telah belajar untuk menerima mereka sebagai bagian dari realitas dan menangani penderitaannya dengan tepat, mencari bantuan jika diperlukan atau bergantung pada dirinya sendiri jika dia bisa.

Untuk menjaga apa yang diberikan, residen harus pergi kepada orang lain dalam semangat berbagi. Tingkat partisipasi keluarga dapat ditempatkan pada bayangan terakhir sekali yang selalu terlibat.


(43)

  32

Pemulihan pecandu narkoba menurut Wilis (2001) adalah dengan melibatkan elemen keluarga atau orang-orang terdekat. Pemulihan pecandu narkoba dengan mengoptimalkan fungsi keluarga itu memungkinkan hasil-hasil sebagai berikut : tumbuh pada diri klien perasaan percaya diri, tidak menyalahkan pihak luar, mengambil tanggung jawab atas perbuatan sendiri dengan sadar atas resikonya, mendapat penghargaan dari lingkungan sehingga tumbuh motivasi untuk hidup baik, merasa sebagai anggota masyarakat yang beragama, dan akhirnya tumbuh sifat kepemimpinan terhadap diri, keluarga dan masyarakat dengan moral-religius yang baik.

2.4 Kerangka Berfikir

Sesuatu yang memabukan jika dipandang dari sudut religiusitas adalah sebagai sesuatu yang haram dan harus dihindarkan karena selain mengganggu kejiwaan juga berdampak buruk pada fisik.

Indonesia sebagai Negara pancasila adalah Negara beragama yang tergambarkan pada pancasila sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap warga negara diberi kebebasan untuk memeluk agamanya masing-masing. Dalam masa perkembangan individu di Indonesia yang memiliki semangat religiusitas, rata-rata individu sudah mendapatkan bekal dan nilai religiusitas baik dari sekolah maupun orang tua.

Saat penyalahguna narkoba memutuskan untuk menjalani program pemulihan atau rehabilitasi , banyak permasalahan baru yang harus dihadapinya. Diantaranya masalah psikis yang terjadi saat seorang penyalahguna narkoba atau


(44)

  33

residen mengalami masa putus zat, atau saat residen harus beradapasi dengan lingkungan baru. Masa-masa peralihan atau perawatan yang dijalaninya, residen membutuhkan kunjungan baik moral maupun spiritual untuk dapat melewati kondisi berat itu.

Kunjungan keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembalikan kesehatan fisik dan mental seseorang. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan baik agama maupun social budaya, yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Tidak hanya sehat secara jasmani namun juga rohaninya agar tidak ada keinginan untuk kembali menggunakan narkoba setelah residen dinyatakan sembuh serta kembali pada lingkungannya semula.

Sebagai makhluk yang ber-Tuhan, maka menuju agama merupakan suatu cara atau usaha yang dapat dilakukan individu untuk mengatasi tuntutan yang ada. Menurut Ancok (1994) religiusitas adalah pembicaraan mengenai pengalaman atau fenomena yang menyangkut hubungan antar agama dengan penganutnya atau suatu keadaan yang ada didalam diri seseorang (penganut agama) yang mendorongnya untuk bertingkah laku yang sesuai dengan agamanya. Karena religiusitas seseorang tidak hanya dinilai dari apa yang dilakukannya secara ritual semata, akan tetapi dilihat dari perilaku yang muncul dan nampak sehari-hari, dari sini maka akan nampak religiusitas seseorang. Religiusitas seseorang dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu dimensi keyakinan, dimensi praktek agama, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan agama, dimensi pengamalan.


(45)

  34

Dengan adanya kunjungan keluarga, diharapkan tingkat religiusitas pecandu narkoba atau residen dapat berkembang. Dimana adanya harmonisasi antara kunjungan keluarga dan bertambahnya tingkat religiusitas residen akan semakin memudahkan proses penyembuhan residen itu sendiri.

Sadar akan fenomena ini dan betapa pentingnya kaitan antara tingkat religiusitas dan dukungan dari keluarga dalam mencegah individu di balai rehabilitasi untuk kembali menggunakan narkoba.

Dari uraian di atas tergambar jelas bahwa seharusnya tingkat religiusitas dan dukungan dari keluarga dapat mencegah individu yang mengalami ketergantungan narkoba untuk kembali menggunakannya.


(46)

  35

2.1. Bagan kerangka berfikir

Residen Narkoba di Badan Narkotika Nasional (BNN)

Lido-Sukabumi

Kunjungan keluarga Dilihat dari intensitas kunjungan keluarga selama

sebulan (lebih dari 1x)

fungsi religiusitas residen

1. untuk mengatasi frustrasi.

2. untuk menjaga kesusilaan serta tata tertib masyarakat.

3. untuk memuaskan intelektual yang ingin tahu.

4. untuk mengatasi ketakutan.

Tingkat Religiusitas Residen diukur dengan dimensi-dimensi

agama Glock&Stark(1974) 1. Keyakinan

2. Praktik ibadah 3. Ritualistik

4. Pengetahuan agama 5. Pengamalan

Perbedaan Religiusitas Residen Narkoba Di Badan Narkotika Nasional Lido Sukabumi yang mendapat

kunjungan keluarga dan yang tidak mendapat kunjungan keluarga


(47)

  36

2.5. Hipotesis

Berdasarkan uraian teoritik di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Hipotesis alternatif (Ha) : “Ada perbedaan tingkat religiusitas antara residen napza yang mendapat kunjungan dari keluarga dengan yang tidak mendapat kunjungan dari keluarga”

Hipotesis nihil (Ho): “Tidak ada perbedaan tingkat religiusitas antara residen napza yang mendapat kunjungan dari keluarga dengan yang tidak mendapat kunjungan dari keluarga”


(48)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dijelaskan jenis penelitian yang digunakan, meliputi pendekatan penelitian dan metode penelitian, variable penelitian, pengambilan sampel, serta pengumpulan data, teknik analisa data, dan prosedur penelitian.

3.1 Pendekatan Dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan dimana data yang dihasilkan dari hasil penelitian adalah berwujud data kuantitatif atau berbentuk bilangan (Arikunto, 2002). Tujuan menggunakan pendekatan penelitian ini adalah untuk menarik kesimpulan dari variabel penelitian dengan menggunakan statistik.

Adapun metode penelitian yang dilakukan adalah komparatif, yaitu untuk melihat perbedaan tingkat religiusitas residen narkoba di Badan Narkotika Nasional yang mendapat kunjungan dari keluarga dan yang tidak mendapat kunjungan keluarga.

3.2 Variable penelitian

Variabel adalah objek atau sesuatu yang menjadi pusat perhatian pada sebuah penelitian (Arikunto, 2002).

Variabel-variabel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Y : Tingkat religiusitas residen

X : Kunjungan keluarga


(49)

38

3.3 Definisi konseptual dan definisi operasional variabel

Tingkat religiusitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil skor yang diperoleh dari respon terhadap skala tingkat religiusitas yang berdasarkan 5 dimensi yang diambil dari teori Glock dan Stark, yaitu dimensi keyakinan, praktek agama, pengetahuan agama, pengamalan, dan pengalaman agama/ ritualistik.

Kunjungan keluarga yaitu kunjungan yang dilakukan keluarga selama residen menjalani rehabilitasi sesuai dengan program rehabilitasi yaitu sekali selama dua minggu.

3.4 Subjek Penelitian

3.4.1 Populasi

Populasi menurut Arikunto (2002) adalah keseluruhan subjek penelitian. populasi yang digunakan adalah residen Narkoba di Badan Narkotika Nasional (BNN) Lido-Sukabumi. Penelitian dilaksanakan tanggal 21 September 2010.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti dan dimaksudkan untuk menggeneralisasi atau mengangkat kesimpulan penelitian sebagai sesuatu yang berlaku bagi populasi (Arikunto, 1996). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 60 orang.

Jumlah sampel tersebut sudah dapat mewakili populasi karena menurut Sevilla (1993), bahwa jumlah sampel minimal suatu penelitian kausal komparatif adalah 15 responden perkelompok


(50)

39

3.4.3 Teknik pengambilan sampel

a) Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah Purposive Sampling Technique (pengambilan sampel dengan tujuan tertentu). Sampel bertujuan dilakukan dengan cara pengambilan sampel didasarkan atas tujuan tertentu (Akurinto, 2002). Dalam penelitian ini, jumah sampel yang akan diambil adalah 60 orang residen terdiri dari (1) Fase Younger, yaitu residen yang sudah mengikuti program dengan proaktif, artinya ia telah dengan aktif mengikuti program yang ditetapkan oleh lembaga (2) Fase Middle, yaitu residen sudah bertanggung jawab pada sebagian pelaksanaan operasional lembaga.(Fase Older), yaitu residen sudah bertanggung jawab pada staf dan lebih bertanggung jawab terhadap keseluruhan operasional lembaga dan bertanggung jawab terhadap residen yunior (BNN,2004).

3.5 Pengumpulan Data Dan Instrumen Pengumpulan Data

Arikunto (2002) instrumen pengumpulan data adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Penulis menggunakan skala sebagai instrumen pengumpul data.


(51)

40

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yaitu dengan skala religiusitas. Skala ini disusun oleh peneliti berdasarkan tolak ukur religiusitas yang diambil dari 5 dimensi teori Glock & Stark, yaitu :

1. Keyakinan 2. Praktek agama

3. Pengalaman/penghayatan 4. Pengetahuan agama 5. Pengamalan

Alat yang digunakan sebagai pengumpul data adalah skala model Likert berupa kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006).

Jenis kuesioner yang digunakan bersifat tertutup yang berisi pernyataan, responden dapat langsung memilih jawaban yang telah disediakan. Alternatif jawaban yang tersedia dapat berfungsi untuk memperjelas dimensi yang dicari dalam penelitian serta mendorong responden untuk menentukan jawabannya, sehingga hasil dapat dianalisa dengan cepat dan mudah. Dengan menggunakan skala sikap model Likert, peneliti menetapkan penskoran dari 1-4 dengan tidak menggunakan jawaban tengah (netral atau ragu-ragu). Dalam skala Likert digunakan peneliti membagi dua katagori item pernyataan favorable dan unfavorable dan menentukan bobot nilai.


(52)

41 Tabel 3.1 Bobot nilai KODE BOBOT Favorable Unfavorable

SS 4 1

S 3 2

TS 2 3

STS 1 4

Tabel 3.2

Skala Tingkat Religiusitas

No. Aspek Indikator Item Jumlah

Favorabel Unfav

1. Keyakinan

• Meyakini adanya Tuhan

• Menyakini adanya Nabi dan Rasul. • Menyakini penjelasan didalam kitab-kitab. • Menyakini adanya hari kiamat. 21 3 2, 23 1, 22 24 7

2. Ibadah (Praktek Agama).

• Membaca kitab suci

• Menghadiri peribadahan • Membaca doa

25 5, 27 7, 28 4, 26 6 8 9


(53)

42

3. Pengalaman/ ritualistik

• Perasaan tentram • Bersyukur • Perasaan dekat

dengan Tuhan • Pengakuan terhadap kebesaran Tuhan 9 11 13 14, 30 10 12 29 15 9 4. Pengetahuan Agama/ intelektual • Tradisi-tradisi keagamaan..

16 17, 31

3

5. Pengamalan (Amal).

• Berperilaku baik terhadap sesama • Menolong orang

lain

• Berkata benar atau jujur • Bertanggung jawab 32 34 36 19 33 35 18 20 8 Jumlah 36

3.6 Penilaian dan Skoring Instrumen

Untuk uji instrumen yang telah dibuat, peneliti melaksanakannya di tempat Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional yang terletak di daerah Lido, Sukabumi yang berjumlah 30 responden dengan jumlah item sebanyak 60 butir pada try out yang dilaksanakan pada tangal 28 Agustus 2010, sedangkan pelaksanaan penelitian dilakukan pada tanggal 21 September 2010.


(54)

43

3.7 Uji Reliabilitas Skala

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek belum berubah (Azwar, 2003).

Uji reliabilitas (keajegan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk – konstruk pernyataan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam bentuk kuesioner.

Untuk mengetahui tingkat reliabilitas dari item tersebut, peneliti menggunakan sistem komputerisasi program SPSS 13.0 for Windows. Tinggi atau rendahnya reliabilitas yang dihasilkan dilihat dari kaidah reliabilitas Guilford dan pendapat Azwar (2003) yang menyatakan bahwa semakin tinggi koefisien reliabilitas yang mendekati 1,00 berarti semakin baik, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut terlihat di bawah ini:

Tabel 3.3

Kaidah Koefisien Reliabilitas Guilford

Koefisien Kriteria

> 0,90 Sangat Reliabel 0,70 – 0,89 Reliabel

0,49 – 0,69 Cukup Reliabel 0,20 – 0,39 Tidak Reliabel


(55)

44

Setelah dilakukan uji coba (try out) pada instrument yang telah dibuat, peneliti menyebarkan angket pada residen narkoba di BNN Lido, Sukabumi pada tanggal 28 Agustus 2010, dengan menyebarkan 30 angket pada subyek penilitian.

Dari 60 item yang diuji cobakan terdapat 24 item yang gugur atau tidak valid, antara lain item nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 14, 16, 18, 19, 21, 26, 27, 29, 31, 33, 35, 36, 39, 41, 42, 43, 45, 46, 47, 48, 56, 58, 59, 60.

Setelah diuji cobakan diperoleh item yang memenuhi kriteria dengan jumlah responden 30 dengan taraf signifikansi 5%. Sedangkan item yang valid atau yang dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya berjumlah 36 item, yaitu nomor : 9, 13, 15, 17, 20, 22, 23, 24, 25, 28, 30, 32, 34, 37, 38, 40, 44, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, dan 57.

Berdasarkan data try out diperoleh beberapa item yang valid kemudian diuji reliabilitasnya dengan menggunakan sistem komputerisasi program SPSS 13.0 for windows. Hasil reliabilitas untuk skala tingkat religiusitas ketika try out diperoleh alpha cronbach sebesar 0.853 dan pada penelitian diperoleh 0.844, dengan kata lain kedua nilai reliabilitas termasuk dalam kategori reliabel.

3.8 Teknik Analisa Data

Analisis data dimaksudkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui perbedaan tingkat religiusitas pada residen narkoba yang mendapat kunjungan keluarga dan yang tidak mendapatkan kunjungan keluarga, metode statistik yang digunakan adalah t-test dengan taraf signifikan 5%.


(56)

45

Alasan peneliti menggunakan rumus ini adalah karena t-test atau uji t digunakan untuk mengamati perbedaan antara rata-rata dua sampel yang tidak berhubungan satu sama lain. Uji t digunakan khusus untuk menentukan apakah ada perbedaan yang signifikan rata-rata dari dua kelompok yang diamati (Sevilla, 1993).

3.9 Prosedur Penelitian

Untuk mendapatkan data yang baik maka dibutuhkan suatu prosedur penelitian yang sudah dirancang dengan baik dan se-efisien mungkin, prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

a. dimulai dengan perumusan masalah b. menentukan variabel penelitian

c. melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan landasan teoritis yang tepat mengenai variabel peneliti

d. menentukan, menyusun, dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam landasan penelitian ini. Yaitu skala religiusitas Glock & Stark e. Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan

dalam uji coba penelitian ini, yaitu skala tingkat religiusitas dengan jumlah pernyataan sebanyak 60 item.


(57)

46

2. Tahap pengambilan data

Pelaksanaan try out ini dilakukan selama 1 hari pada tanggal 28 Agustus 2010, sedangkan pelaksanaan penelitian dilakukan pada tanggal 21 September 2010. Berikut ini langkah-langkah penelitian yang dilalui :

a. menentukan sampel penelitian dan melakukan konfirmasi dengan pihak Badan Narkotika Nasional.

b. memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian dan meminta kesediaan responden untuk mengisi angket

c. melaksanakan pengambilan data dengan memberikan angket yang telah disiapkan kepada responden penelitian yang memiliki karakter sesuai dengan kriteria responden. Kuesioner disebarkan kepada 60 responden

3. Tahap pengolahan data

a. melakukan skoring terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden b. menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh, lalu membuat

tabel data

c. melakukan analisis data dengan menggunakan metode statistik, yaitu dengan menggunakan SPSS versi 13.00 untuk menguji hipotesis penelitian.


(58)

BAB 4

PRESENTASI DAN ANALISA DATA

Pada bab ini membahas tentang hasil penelitian religiusitas dan kunjungan keluarga residen narkoba di pusat rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido-Sukabumi. Secara rinci bab ini mengulas mengenai gambaran umum responden, deskripsi skor responden, dan uji hipotesis.

4.1 Gambaran Umum Responden

Responden dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok, yaitu residen yang mendapatkan kunjungan keluarga selama proses rehabilitasi dan yang tidak mendapatkan kunjungan keluarga. Masing-masing kelompok berjumlah 30 responden, sehingga jumlah seluruh responden adalah 60 residen rehabilitasi Badan Narkotika Nasional di Lido, Sukabumi.

Gambaran umum responden dalam penelitian ini akan diuraikan secara rinci di bawah ini berdasarkan jenis kelamin dan usia

Tabel 4.1

Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Mendapat Kunjungan Tidak Mendapat Kunjungan Frekuensi % Frekuensi %

Laki-laki 27 90% 26 86.7%

Wanita 3 10% 4 13.3%

Jumlah 30 100% 30 100%


(59)

   

48

Dari hasil persentase di atas, maka dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini berasal dari jenis kelamin yang berbeda. Terdiri dari 27 orang (90%) berjenis kelamin laki-laki dan 3 orang (10%) berjenis kelamin wanita yang mendapat kunjungan dari keluarga, sedangkan responden yang tidak mendapat kunjungan dari keluarga terdiri dari 26 orang (86.7%) laki-laki, dan 4 orang (13.3%) wanita.

Tabel 4.2

Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia

No. Usia Frekuensi Persentase

1. 20-30 tahun 33 55%

2. 31-40 tahun 18 30%

3. 41-52 tahun 9 15%

Total 60 100%

Berdasarkan hasil persentase di atas, maka dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini berasal dari rentang usia yang berbeda. Usia dari 20-30 tahun sebanyak 33 orang (55%), usia dari 31-40 tahun sebanyak 18 orang (30%) dan usia 41-52 tahun sebanyak 9 orang (15%) Dalam penelitian ini, responden yang banyak digunakan adalah rentang usia 20-30 tahun.

4.2 Deskripsi Skor Responden

Deskripsi statistik skor skala tingkat religiusitas pada residen yang mendapat kunjungan keluarga dan yang tidak mendapat kunjungan keluarga , yang diperoleh

pada penelitian sebelum dikategorisasikan dapat dilihat pada table berikut : 


(60)

   

49

Table 4.3 Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation

Tingkat Religiusitas

didukung keluarga 30 94.00 123.00 105.5667 8.42710

Tingkat Religiusitas

tidak didukung keluarga 30 78.00 107.00 95.5333 7.45438

Diketahui berdasarkan tabel diatas diketahui pada responden yang mendapat kunjungan keluarga jumlah skor terendah religiusitas residen adalah 94, skor tertinggi 123, dan nilai rata-rata 105.5667. Kemudian skor religiusitas residen yang tidak mendapat kunjungan keluarga terendah adalah 78 dan skor tertinggi adalah 107 dengan nilai rata-rata 95.5333

4.2.1 Deskripsi Skor Tingkat Religiusitas Residen Yang Mendapat

Kunjungan Keluarga

Untuk deskripsi skor tingkat religiusitas residen yang mendapat kunjungan keluarga, peneliti membuat tiga kategori skor yaitu rendah, sedang dan tinggi.

Tabel 4.4

Skor perolehan tingkat religiusitas yang mendapat kunjungan dari keluarga

Skor Perolehan

Skor maksimum 110

Skor minimum 100

Standar deviasi 5


(61)

   

50

Tabel 4.5

Tingkat Religiusitas Residen Yang Mendapat Kunjungan Keluarga

Kategorisasi Klasisfikasi sebaran Interval Frek Persentase

Rendah X ≤ (M - 1SD) X < 100 9 30.0 %

Sedang (M + 1SD) ≤ x ≤ (M – 1SD) 100≤ X ≤110 8 26.7 %

Tinggi X ≥ (M + 1SD) X > 110 13 43.3 %

Total 30 100 %

Berdasarkan tabel responden di atas, apabila responden mendapatkan total skor di bawah 101 maka kategori tingkat religiusitas residen yang mendapat kunjungan keluarga berada pada taraf rendah, apabila skor responden berada pada 102-108, maka responden memiliki tingkat religiusitas yang sedang, dan jika responden berada di atas 109, maka responden memiliki tingkat religiusitas yang tinggi.

Hasil kategorisasi tingkat religiusitas pada residen yang mendapat kunjungan keluarga diperoleh pada kateori rendah 9 orang (30%), kategori sedang 8 orang (26.7%) dan kategori tinggi 13 orang (43.3%).

4.2.2 Deskripsi Skor Tingkat Religiusitas Residen Yang Tidak Mendapat

Kunjungan Dari Keluarga

Untuk deskripsi skor tingkat religiusitas residen yang tidak mendapat kunjungan keluarga, peneliti membuat tiga kategori skor yaitu rendah, sedang dan tinggi.


(62)

   

51

Tabel 4.6

Skor perolehan tigkat religiusitas yang tidak\ mendapat kunjungan dari keluarga

Skor Perolehan

Skor maksimum 99

Skor minimum 91

Standar deviasi 4

Mean 95

Tabel 4.7

Tingkat Religiusitas Residen Yang Tidak Mendapat Kunjungan Dari Keluarga

Kategorisasi Klasisfikasi sebaran Interval Frek Persentase

Rendah X ≤ (M - 1SD) X < 91 12 40.0 %

Sedang (M + 1SD) ≤ x ≤ (M – 1SD) 91≤ X ≤ 99 11 36.7 %

Tinggi X ≥ (M + 1SD) X > 99 7 23.3 %

Total 30 100 %

Berdasarkan tabel responden tersebut, apabila responden mendapatkan total skor di bawah 91 maka kategori tingkat religiusitas residen yang tidak mendapat kunjungan keluarga berada pada taraf rendah, apabila skor responden berada pada 90-98, maka responden memiliki tingkat religiusitas yang sedang, dan jika responden berada di atas 99, maka responden memiliki tingkat religiusitas yang tinggi.

Hasil kategorisasi tingkat religiusitas pada residen yang tidak mendapat kunjungan keluarga diperoleh pada kategori rendah 12 orang (40%), kategori sedang 11 orang (36.7%) dan kategori tinggi 7 orang (23.3%).


(1)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper

Pengamalan Equal variances assumed

2.798 .100 3.599 58 .001 2.46667 .68537 1.09475 3.83858 Equal

variances not assumed

3.599 53.794 .001 2.46667 .68537 1.09246 3.84087

Reliability religiusitas try out

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items


(2)

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

VAR00001 155.9500 162.387 .089 .855

VAR00002 156.2667 158.945 .278 .851

VAR00003 156.2333 156.521 .486 .847

VAR00004 156.2000 163.315 .068 .854

VAR00005 156.2667 158.233 .387 .849

VAR00006 156.2667 163.589 .073 .854

VAR00007 156.0000 164.068 .036 .854

VAR00008 156.1500 162.977 .095 .854

VAR00009 156.6000 161.498 .178 .853

VAR00010 156.0833 158.959 .294 .851

VAR00011 155.8333 163.599 .049 .855

VAR00012 156.1333 162.728 .122 .853

VAR00013 156.3333 156.226 .442 .848

VAR00014 156.4000 157.058 .363 .849

VAR00015 156.3500 159.926 .295 .851

VAR00016 156.5667 167.199 -.167 .858

VAR00017 156.4667 149.440 .625 .843

VAR00018 156.4333 157.470 .408 .849

VAR00019 156.0833 158.654 .279 .851

VAR00020 156.2167 158.071 .413 .849

VAR00021 156.3167 160.796 .208 .852

VAR00022 156.4167 161.434 .215 .852

VAR00023 156.1667 156.921 .465 .848


(3)

VAR00025 156.4167 157.671 .415 .849

VAR00026 156.2333 159.063 .227 .852

VAR00027 156.2167 162.613 .117 .854

VAR00028 156.3167 155.915 .546 .847

VAR00029 156.2667 160.470 .274 .851

VAR00030 156.4000 161.058 .216 .852

VAR00031 156.4500 163.336 .055 .855

VAR00032 156.1167 155.969 .435 .848

VAR00033 156.4500 164.692 -.020 .856

VAR00034 156.4833 156.322 .519 .847

VAR00035 156.7333 160.741 .228 .852

VAR00036 156.8167 155.034 .513 .847

VAR00037 156.4833 152.084 .570 .845

VAR00038 156.5167 156.898 .460 .848

VAR00039 156.0333 160.609 .189 .853

VAR00040 156.5167 161.610 .214 .852

VAR00041 156.0167 162.254 .110 .854

VAR00042 156.5500 161.675 .174 .853

VAR00043 156.1667 164.480 .002 .855

VAR00044 156.5500 158.116 .403 .849

VAR00045 156.6500 161.960 .137 .853

VAR00046 156.4667 163.541 .066 .854

VAR00047 156.6667 163.311 .056 .855

VAR00048 156.1167 161.461 .216 .852

VAR00049 156.3667 158.948 .427 .849

VAR00050 156.4000 157.634 .490 .848

VAR00051 156.4667 159.880 .368 .850

VAR00052 156.2833 156.986 .442 .848


(4)

VAR00054 156.4500 159.947 .318 .850

VAR00055 156.4000 159.261 .372 .850

VAR00056 156.5167 160.186 .233 .852

VAR00057 156.4500 150.218 .682 .842

VAR00058 156.8167 159.339 .214 .853

VAR00059 156.6000 159.803 .355 .850

VAR00060 156.3167 159.847 .290 .851

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items 159.0000 164.814 12.83797 60

Reliability religiusitas penelitian

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.844 36

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

VAR00001 97.5833 82.959 .319 .841

VAR00002 97.7500 81.784 .412 .838

VAR00003 97.6000 81.600 .467 .837

VAR00004 97.7667 81.843 .402 .838


(5)

VAR00006 97.6667 82.904 .379 .839

VAR00007 97.8833 85.562 .105 .846

VAR00008 97.6500 82.604 .313 .841

VAR00009 97.4333 81.267 .416 .838

VAR00010 97.6167 82.884 .383 .839

VAR00011 97.7667 82.182 .320 .841

VAR00012 97.7667 84.487 .250 .842

VAR00013 97.5833 80.383 .419 .838

VAR00014 97.5667 83.097 .347 .840

VAR00015 97.6500 83.621 .245 .843

VAR00016 97.7833 82.308 .415 .838

VAR00017 97.6000 84.007 .266 .842

VAR00018 97.6500 83.214 .319 .840

VAR00019 97.8333 84.345 .250 .842

VAR00020 97.6667 79.107 .511 .834

VAR00021 97.6333 84.677 .207 .843

VAR00022 97.6833 83.000 .363 .839

VAR00023 97.7000 85.027 .171 .844

VAR00024 97.8833 84.342 .196 .844

VAR00025 97.7667 85.402 .147 .845

VAR00026 97.5000 81.610 .438 .837

VAR00027 97.8333 84.243 .278 .841

VAR00028 97.7667 83.945 .230 .843

VAR00029 97.6667 81.006 .487 .836

VAR00030 97.5500 84.353 .192 .844

VAR00031 97.8000 81.519 .422 .838

VAR00032 97.7333 85.080 .198 .843

VAR00033 97.9500 80.726 .505 .835


(6)

VAR00035 97.6333 82.338 .405 .838

VAR00036 97.8167 79.542 .462 .836

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

100.5000 87.305 9.34372 36

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Tingkat Religiusitas didukung .115 30 .200(*) .939 30 .083

tanpa dukungan .225 30 .000 .914 30 .019

* This is a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Religiusitas

didukung keluarga 30 94.00 123.00 105.4667 8.42710 Religiusitas tidak

didukung keluarga 30 78.00 107.00 95.5333 7.45438

Valid N (listwise) 30