Dimensi religiusitas dan resiliensi pada residen narkoba di Bnn Lido

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Disusun oleh : MAHESTI PERTIWI

NIM: 107070002664

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ii

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

MAHESTI PERTIWI NIM: 107070002664

Di bawah bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag S. Evangeline I. Suaidy, M.Si., Psi NIP. 19680614 199704 1 001 NIP. 150 411 217

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433H/2011M


(3)

iii

munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 6 Desember 2011

Sidang Munaqasyah

Dekan/Ketua

Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522

Pembantu Dekan/Sekretaris

Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 19561223 198303 2 001 Anggota

Neneng Tati Sumiati, M.Si., Psi NIP. 19730328 200003 2 003

Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si NIP. 19620724 198903 2 001

Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag NIP. 19680614 199704 1 001

S.Evangeline. I. Suaidy, M.Si., Psi NIP. 150 411 217


(4)

iv NIM : 107070002664

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “DIMENSI RELIGIUSITAS DAN RESILIENSI PADA RESIDEN NARKOBA DI BNN LIDO” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalama penyususnan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 23 November 2011

Mahesti Pertiwi NIM: 107070002664


(5)

v

“have faith in ALLAH.”

“every person has their own strength to live, struggle and compete in this world, but only the resilient one who can be tough and survive until the end.” Be a resilient people! Everyone can become resilient.

“GOD, grant me the serenity to accept the things I cannot change; courage to change the things I can; and wisdom to know the difference.”

PERSEMBAHAN :

Karya sederhana ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya tercinta, Ibu dan Yayah yang menyayangi saya dengan sepenuh hati, serta selalu


(6)

vi C) Mahesti Pertiwi

D) Dimensi Religiusitas Dan Resiliensi Pada Residen Narkoba Di BNN Lido E) xii + 88 Halaman (belum termasuk lampiran)

F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dimensi religiusitas terhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda, yang melibatkan sampel sebanyak 124 orang yang terdiri dari 64 residen primary green, 31 residen primary hope, dan 29 residen reentry. Penelitian ini dilaksanakan di BNN Lido dengan teknik pengambilan sampel bersifat non-probablity sampling.

Alat ukur resiliensi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala likert, dengan alat ukur resiliensi yang didasari oleh teori Grotberg (2003), sedangkan alat ukur dimensi religiusitas didasari oleh teori Kendler (2003).

Hasil atau kesimpulan yang terdapat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan, yaitu sebesar 0,248 atau 24,8%.

Terdapat variabel dimensi religiusitas thankfulness yang memberikan pengaruh secara signifikan terhadap resiliensi. Pada masing-masing fase, primary green,

primary hope, dan reentry, ditemukan terdapat pengaruh yang signifikan dimensi religiusitas terhadap resiliensi, dan terdapat hasil yang sama bahwa dimensi religiusitas thankfulness yang memberikan pengaruh, serta pada fase primary green, ditemukan dimensi religiusitas social religiosity yang juga memberikan pengaruh.

Kesimpulanya terdapat pengaruh yang signifikan dari dimensi religiusitas terhadap resiliensi residen BNN Lido. Untuk penelitian selanjutnya mengenai resiliensi, diharapkan melibatkan variabel lain yang dapat memberikan pengaruh terhadap resiliensi, misalnya dengan melibatkan faktor eksternal atau faktor internal lainnya yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi.


(7)

vii

Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti amat berharap siapapun yang membaca penelitian ini dapat memberikan masukan guna perbaikan dan penyempurnaan di masa yang akan datang.

Melalui penelitian ini peneliti mendapatkan pelajaran berharga bahwa setiap orang memiliki potensi karakter-karakter positif di dalam dirinya walaupun dalam taraf yang berbeda-beda dan merupakan seseorang yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Implikasinya, setelah selesai melakukan penelitian, peneliti menemukan cara pandang yang berbeda dalam melihat orang lain. Karena berangkat dari hasil penelitian yang peneliti peroleh, peneliti mengambil kesimpulan bahwa seburuk-buruk perangai atau karakter yang dimiliki seseorang, pasti terdapat potensi karakter positif yang perlu dan bisa dilatih. Demikianlah, peneliti sampaikan hikmah yang peneliti dapatkan melalui penelitian ini. Kiranya dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi siapapun yang membacanya.

Penelitian ini melibatkan banyak pihak, terutama dari responden yang telah bersedia membantu peneliti melakukan penelitian serta memberikan pelajaran tidak langsung kepada peneliti melalui penelitian ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya peneliti ucapkan kepada:

1. Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi, beserta seluruh jajaran dekanat lainnya, yang Insya Allah tiada henti berusaha menciptakan lulusan-lulusan Fakultas Psikologi yang semakin baik dan berkualitas. 2. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag. Dosen pembimbing satu, yang selalu dapat

memberikan solusi-solusi cerdas mengenai hal-hal yang saya belum tahu dan yang saya bingungkan berkaitan dengan penelitian. Terimakasih telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukan bapak yang sangat padat untuk berdiskusi dan memberikan masukan yang sangat berarti, serta dengan sabar mau membantu dan menolong saya.

3. Sitti Evangeline I. Suaidy, M.Si., Psi. Dosen pembimbing dua, yang mengajarkan banyak nilai-nilai baru dan hal-hal bermanfaat yang bermakna berkaitan dengan penelitian sehingga membuka cakrawala baru dalam ranah berpikir saya. Terimakasih telah meluangkan waktu di sela-sela jadwal ibu yang padat untuk berdiskusi dan memberikan masukan yang sangat berarti. Terimakasih telah sabar membimbing saya selama semprop, KKL, dan skripsi.

4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan berharga kepada saya, baik dalam hal akademis maupun aplikasi dalam menjalani hidup sehari-hari. 5. Seluruh warga fakultas psikologi UIN Jakarta. Seluruh staff perpustakaan,


(8)

viii

Topan yang telah membantu dan mendukung secara emosional dan spiritual.

7. Para responden saya, para residen di BNN Lido. Anda semua telah menunjukkan bagaimana kerasnya usaha untuk memperoleh hal-hal yang pada umumnya dipandang remeh oleh orang lain.

8. M. Fierza Mucharom Nasution, M.Si., Psi, CHt., beserta seluruh tim psikologi, Mas Rizal, Mba Dewi, dan Mbak Fieka, yang telah bersedia mengizinkan dan banyak membantu saya melakukan penelitian di BNN Lido.

9. Tidak lupa kepada re-entry program manager Bro Chicco, primary program manager Bro Aldi, entry program manager Bro Dian, female program manager Sist Wipi, dan clinical staff Bro Mommy. Tanpa izin dan bantuan dari Anda semua saya tidak mungkin bisa melakukan penelitian secara efektif pada tiap fase.

10.Teman-teman saya di Fakultas Psikologi (angkatan 2007) pada umumnya dan kelas C khususnya yang telah menjadi teman dalam berjuang, belajar, bersenda gurau, berkonsultasi, baik dalam senang maupun susah. Dan kepada teman-teman seperjuangan bimbingan semprop dan bimbingan skripsi. Tetap semangat dan terus berjuang. Dan khususnya kepada sahabat saya Farah dan Ayas, serta Epi, Winda, Uty, Lala, Rara, Nuran, Fitri. Teman-teman KKL BNN kelompok satu, Kiki, Aya, Ane, Afit, Nung, dan Imas. Dan juga sahabat saya Reny K Sari.

11.Kak Nining, yang senantiasa bersedia mendengarkan keluh kesah saya dan memberikan masukan mengenai penelitian ini. Kak Firanti dan kak Eja yang bersedia meluangkan waktu untuk sharing dengan saya terkait penelitian ini. Mister Adiyo yang telah sangat sabar bersedia mengajarkan dan menjelaskan kepada saya mengenai olah data yang saya tidak pahami sebelumnya.

Penelitian ini tidak akan berarti tanpa kehadiran dan kontribusi dari semua pihak yang telah disebutkan sebelumnya. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi banyak orang. Amin.

Jakarta, 23 November 2011


(9)

ix

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1-15 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 10

1.2.1 Pembatasan Masalah ... 10

1.2.2 Perumusan Masalah ... 12

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 13

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 13

1.4 Sistematika Penelitian ... 14

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ... 16-41 2.1 Resiliensi ... 16

2.1.1 Definisi Resiliensi ... 16

2.1.2 Aspek-aspek Resiliensi ... 18

2.1.3 Faktor-faktor Resiliensi ... 25

2.2 Religiusitas ... 27


(10)

x

2.5 Hipotesis ... 40

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 42-54 3.1 Populasi dan Sampel ... 42

3.1.1 Populasi Sampel ... 42

3.1.2 Sampel ... 42

3.1.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 43

3.2 Variabel Penelitian ... 43

3.2.1 Definisi Operasional ... 44

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.3.1 Instrumen Penelitian ... 44

3.4 Uji Instrumen ... 48

3.4.1 Uji Validitas ... 48

3.4.2 Uji Reliabilitas ... 49

3.5 Prosedur Penelitian ... 50

3.6 Teknik Analisa Data ... 52

BAB 4 ANALISA DATA ... 55-75 4.1 Analisis Deskriptif ... 55

4.1.1 Gambaran Umum Responden Penelitian ... 56

4.2 Hasil Uji Hipotesis ... 58

4.2.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian ... 58

4.2.2 Pengujian Sumbangan Masing-Masing IV ... 63

4.2.3 Analisis Uji Beda Berdasarkan Fase ... 64

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 76-92 5.1 Kesimpulan ... 76


(11)

xi

5.3.2 Saran Praktis ... 88 DAFTAR PUSTAKA ... 89 LAMPIRAN


(12)

xii

Tabel 3.2 Blue Print Skala Dimensi Religiusitas

Tabel 3.3 Skala Penilaian Likert

Tabel 4.1 Responden Berdasarkan Fase

Tabel 4.2 Deskripsi umum hasil penelitian

Tabel 4.3 Rumus kategorisasi

Tabel 4.4 Kategorisasi skala resiliensi

Tabel 4.5 Kategorisasi skala dimensi religiusitas

Tabel 4.6 R square ‘Dimensi Religiusitas terhadap Resiliensi’

Tabel 4.7 Tabel ANOVAb

Tabel 4.8 Tabel Koefisien Regresi

Tabel 4.9 Pengujian sumbangan masing-masing independent variable


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian resiliensi residen narkoba, pembatasan dan perumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Masalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, yang lebih dikenal dengan istilah napza atau narkoba, dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukkan kecenderungan peningkatan yang sangat pesat. Menurut data terakhir United Nations Drugs Control Programme (UNDPC), saat ini kurang lebih 200 juta orang diseluruh dunia telah menggunakan jenis barang berbahaya ini, dari jumlah tersebut kurang lebih sebanyak dua juta orang berada di Indonesia (Badan Narkotika Nasional R.I. & Departemen Sosial R.I. 2004).

Di Indonesia, masalah penyalahgunaan narkoba tersebut telah berada pada tahap yang mengkhawatirkan. Betapa tidak, data Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan adanya kecenderungan yang terus meningkat, rata-rata angka pengguna napza meningkat 15% per-tahunnya. Data BNN juga menyebutkan bahwa 80% pengguna napza merupakan generasi muda dengan kisaran usia 15-39 tahun. Permasalahan tersebut telah menimbulkan banyak korban, terutama kalangan muda yang termasuk klasifikasi usia produktif. Masalah ini bukan hanya berdampak negatif terhadap diri korban atau pengguna, tetapi lebih luas lagi berdampak negatif terhadap kehidupan keluarga, masyarakat,


(14)

perekonomian, kesehatan nasional (HIV dan hepatitis), mengancam dan membahayakan keamanan, ketertiban, bahkan lebih jauh lagi mengakibatkan terjadinya biaya sosial yang tinggi (social high cost) dan generasi yang hilang (lost generation) (BNN R.I. & Depsos R.I., 2004).

Peran BNN dalam upaya penanggulangan permasalahan di atas, tidak hanya menekankan pada pencegahan penyalahgunaan narkoba di masyarakat. Hal yang juga penting adalah pemulihan bagi para pecandu untuk mempertahankan keadaan bebas bersih dari narkoba atau keadaan bebas zatnya (abstinensia), sehingga mereka dapat melanjutkan hidupnya. NIDA (National Institute on Drug Abuse) tahun 2000 melaporkan bahwa perubahan perilaku yang signifikan terjadi setelah masa perawatan minimal tiga bulan, artinya program rawat inap jangka panjang diharapkan dapat mengatasi masa kritis penderita untuk kembali menggunakan narkoba. Oleh karena itu diperlukan program rehabilitasi bagi penyalahguna narkoba (BNN R.I. & Depsos R.I. 2004). Ini sesuai dengan upaya BNN, dimana pada tahun 2007 telah membangun Unit Pelaksana Teknis Terapi dan Rehabilitasi (UPT T&R) atau yang lebih dikenal dengan BNN Lido, yang memberikan pelayanan terapi dan rehabilitasi secara komprehensif dan integratif.

Pendekatan pemulihan dalam penanganan penyalahguna napza harus secara komprehensif dan integratif. Untuk itu tujuan pemulihan menyangkut dimensi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual, ini dikarenakan penyalahguna narkoba biasanya terganggu atau menderita secara fisik, mental, sosial, dan spiritual. Maka tujuan dari program rehabilitasi adalah memotivasi pecandu untuk melakukan perubahan ke arah positif, yang terdiri atas upaya-upaya medik,


(15)

bimbingan mental, psikososial, pendidikan, latihan vokasional, dan keagamaan, untuk meningkatkan kemampuan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki, dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi mereka, yang pada akhirnya diharapkan dapat kembali berinteraksi dengan masyarakat secara wajar.

Program rehabilitasi di BNN dimulai dari fase detoksifikasi, yaitu ditujukan untuk membantu residen menghilangkan racun-racun dalam tubuhnya akibat dari pemakaian zat adiktif. Umumnya pada fase ini, residen menetap selama ± 2 minggu dalam ruangan khusus dan terisolasi. Selanjutnya adalah fase

Entry Unit yang merupakan tahap lanjutan dari fase detoksifikasi, dimana pada fase ini merupakan fase “istirahat” bagi residen untuk mempersiapkan fisik dan mentalnya guna mengikuti program selanjutnya. Pada umumnya fase Entry Unit

berlangsung selama ± dua minggu, tergantung kemajuan residen dalam proses rehabilitasi. Selanjutnya adalah Primary Program yaitu tahap awal (Primary Stage) program rehabilitasi melalui pendekatan Therapeutic Community (TC) dimana dilakukan stabilitasi fisik, emosi dan menumbuhkan motivasi residen untuk melanjutkan tahap terapi selanjutnya, primary unit dibagi menjadi dua rumah, yaitu house of hope dan green house, pada umumnya fase primary green

dan primary hope sama, namun dalam penerapannya, fase primary hope

mengkombinasikan TC (Therapeutic Community) dengan NA (12 langkah), dan yang terakhir adalah Re-entry Stage yaitu tahapan program rehabilitasi melalui pendekatan Therapeutic Community setelah residen mengikuti tahapan program primer, dimana dilakukan upaya pemantapan kondisi psikologis dalam dirinya,


(16)

mendayagunakan nalarnya dan mampu mengembangkan keterampilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam menjalankan program rehabilitasi di BNN, terdapat komponen yang disebut sebagai empat struktur dan lima pilar (four structures and five pillars) (BNN R.I. & Depsos R.I. 2004). Kategori empat struktur, yaitu behavior management shaping (pembentukan tingkah laku); adalah perubahan perilaku yang diarahkan pada kemampuan untuk mengelola kehidupannya sehingga terbentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan masyarakat. Emotional and psychological (pengendalian emosi dan psikologi); yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan penyesuaian diri secara emosional dan psikologis, seperti murung, tertutup, cepat marah, perasaan bersalah, dan lain-lain ke arah perilaku yang positif. Intelectual and spiritual (pengembangan pemikiran dan kerohanian); yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan aspek pengetahuan, sehingga mampu menghadapi dan mengatasi tugas-tugas kehidupannya serta didukung dengan nilai-nilai spiritual, etika, estetika, moral dan sosial. Vocational and survival

(keterampilan kerja dan keterampilan bersosialisasi serta bertahan hidup); yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan dan keterampilan residen yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan tugas-tugas sehari-hari dan tugas-tugas kehidupannya. Sedangkan kategori lima pilar (5 tonggak dalam program), yaitu family milieu concept (konsep kekeluargaan); adalah suatu metode yang menggunakan konsep kekeluargaan dalam proses dan pelaksanaannya. Peer pressure (tekanan rekan sebaya); yaitu suatu metode yang


(17)

menggunakan kelompok sebagai metode perubahan perilaku. Therapeutic session

(sesi terapi); yaitu suatu metode yang menggunakan pertemuan sebagai media penyembuh. Religious session (sesi agama); yaitu suatu metode yang memanfaatkan pertemuan-pertemuan keagamaan untuk meningkatkan nilai-nilai kepercayaan atau spiritual residen. Role modeling (ketauladanan); yaitu suatu metode yang menggunakan tokoh sebagai model atau panutan.

Prinsip yang mendasari konsep rehabilitasi di BNN adalah bahwa setiap orang itu pada prinsipnya dapat berubah, yaitu dari perilaku negatif ke arah prilaku yang positif. Dalam proses perubahan seperti ini, seseorang sangat memerlukan bantuan dari pihak lain termasuk kelompok. Oleh karena itu dalam proses pengubahan perilaku tersebut, mereka dianggap sebagai keluarga besar (BNN R.I. & Depsos R.I. 2004).

Namun ternyata upaya-upaya tersebut tidak menjamin kesembuhan mereka dari ketergantungan narkoba dan kepastian bahwa mereka tidak akan pernah relapse (kambuh). Relapse atau kambuh adalah suatu proses yang terjadi karena beberapa faktor pemicu dimana seseorang yang telah dinyatakan

abstinence (bertahan bebas zat) lalu kembali menggunakannya, biasanya dimulai dengan suatu perubahan pada pikiran, perasaan, atau perilaku.

Penyebab dari kekambuhan berdasarkan dari riset Marlaat dan Gordon (dalam BNN, 2009) adalah keadaanmoodnegatif; seperti kebosanan atau depresi, adanya konflik interpersonal, tekanan sosial, ketidaknyamanan fisik, dan adanya dorongan-dorangan atau godaan untuk kembali menggunakan narkoba. BNN menyebutkan penyebab dari kekambuhan diantaranya adalah apabila penderita


(18)

kembali pada pola perilaku lamanya (seperti kembali ketempat dimana ia biasa mendapatkan narkoba; bersentuhan kembali pada barang-barang yang berhubungan dengan narkoba; dan bergaul dengan orang-orang yang juga menyalahgunakan narkoba), kemampuan bertahan yang tidak terpenuhi (yaitu kurangnya kemampuan untuk mengatasi masalah dan tekanan), serta kebutuhan spiritual dan emosional yang tidak terpenuhi (misalnya terlalu sensitif, hilang kepercayaan terhadap Tuhan, dan sebagainya) (BNN R.I. & Depsos R.I. 2004).

Data menunjukkan bahwa tingkat kekambuhan masih sangat tinggi. BKKBN (2003) menyatakan bahwa tingkat kambuh mencapai 80-90%. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang diadakan oleh YCAB (Yayasan Cinta Anak Bangsa) tahun 2010, dimana hasil yang diperoleh ialah angka kekambuhan yang mencapai 90% dari yang dinyatakan telah pulih, kemudian kambuh kembali, berarti kira-kira hanya 10% yang berhasil mempertahankan keadaan bebas zatnya (abstinence). Penelitian Hawari (2003) juga menunjukkan bahwa kekambuhan pada mantan pecandu disebabkan oleh faktor teman (58,36%), faktor sugesti (23,21%), dan faktor frustrasi atau stres (18,43%).

Data-data tersebut di atas semakin diperkuat dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada beberapa residen di BNN, dimana mayoritas dari mereka telah mengkonsumsi narkoba selama lebih dari 10 tahun, dan mereka sudah sering keluar masuk panti rehabilitasi, karena setelah keluar dari rehabilitasi mereka kembali masuk dikarenakan relapse. Secara jujur mereka mengakui hal tersebut terjadi dikarenakan dorongan untuk menggunakan kembali masih merupakan pergumulan dalam alam pikiran mereka. Ada situasi atau benda-benda


(19)

tertentu yang dapat merangsang mereka untuk kembali menggunakan narkoba, maka tidak heran bila beberapa residen sedang mengikuti rehabilitasi untuk yang kesekian kalinya. Selain itu, hasil wawancara dengan salah seorang staff ahli BNN yang merupakan Primary Program Manager (Primary Program Manager

merupakan unsur pimpinan yang bertanggung jawab penuh pada keseluruhan program primer serta seluruh fasilitas yang digunakan oleh residen tahap primer (BNN R.I. & Depsos R.I. 2004)) di BNN menunjukkan bahwa dari 100 residen yang kabur, 97 diantaranya pastirelapse. Jadi, dapat dilihat bahwa dibandingkan dengan residen yang menyelesaikan programnya di BNN secara utuh, residen yang kabur dan kambuh jumlahnya jauh lebih banyak.

Pernyataan-pernyataan tersebut di atas menunjukkan bahwa pada fase rehabilitasi para pecandu memiliki kesulitan mempertahankan diri untuk bersih dari narkoba. Hal ini senada dengan pernyataan Gories Mere (2010) bahwa tantangan dan hambatan yang dihadapi para pecandu menuju kepulihan sangat lah berat. Dimana tingkat kekambuhan para pecandu yang menjalani rehabilitasi masih tinggi. Pernyataan tersebut didukung beberapa penelitian sebelumnya, diantaranya yang dikemukakan oleh Doweiko, bahwa 90 hari setelah masa detoksifikasi adalah masa yang paling tinggi angka kekambuhannya (BNN R.I. & Depsos R.I. 2004).

Untuk dapat mempertahankan diri agar tidakrelapsedan mempertahankan kepulihannya selama menjalani maupun pasca rehabilitasi, maka dibutuhkan adanya suatu kekuatan. Dalam hal ini kekuatan dimana mereka dituntut untuk bisa lepas dan bersih dari narkoba dan bertahan agar tidak relapse, serta dapat


(20)

menjalani serangkaian program rehabilitasi yang penuh tekanan, yang menuntut kualitas yang ada pada diri mereka untuk tetap pulih, agar dapat melanjutkan hidupnya, sekaligus mampu memiliki pandangan positif terhadap kehidupan dan diri mereka sendiri. Kekuatan untuk tetap mampu bertahan dalam menghadapi, mengatasi, mempelajari kesulitan dalam hidup, dan bahkan ditransformasi oleh kesulitan tersebut dinamakan resiliensi (Grotberg, 2003).

Resiliensi merupakan faktor yang berperan penting untuk dapat bertahan dalam mengatasi masalah dan mempertahankan diri dalam situasi yang menekan, serta mampu beradaptasi dan belajar dalam situasi tersebut. Individu yang berhasil mengatasi situasi yang penuh tekanan dikatakan memiliki tingkat resiliensi yang tinggi (Garmezy & Michael dalam Benard, 2004). Rutter menuliskan bahwa kemampuan resiliensi dapat membantu seseorang dalam mengatasi masalah hidupnya (Benard, 1991), sedangkan Connor & Davidson (2003) menyatakan bahwa resilensi mencakup kualitas seseorang yang membuat orang tersebut dapat menghadapi kesulitan. Lazarus (dalam Tugade & Fredrikson, 2004), menganalogikan resiliensi dengan kelenturan pada logam. Misalnya, besi cetak yang banyak mengandung karbon sangat keras tetapi getas atau mudah patah (tidak resilien) sedangkan besi tempa mengandung sedikit karbon sehingga lunak dan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan (resilien). Perumpaan tersebut bisa diterapkan untuk membedakan individu yang memiliki daya tahan dan yang tidak saat dihadapkan pada tekanan psikologis yang dikaitkan dengan pengalaman negatif. Selain itu, beberapa studi juga menunjukkan bahwa masalah dalam keterampilan resiliensi menjadi komponen terbesar dalam gangguan adiksi,


(21)

depresi, skizofrenia, serta masalah anak-anak dan remaja (Kellam, et al., dalam Benard, 1991).

Mengembangkan resiliensi merupakan salah satu aspek penting dalam membantu terwujudnya proses pemulihan yang berhasil. (Allegheny County

Coalition for Recovery Child and Family Committee, 2006). Dalam

mengembangkan resiliensi, peran religiusitas ternyata cukup penting, karena salah satu faktor internal yang mempengaruhi resiliensi seseorang adalah spiritual. Hal tersebut dapat terlihat dari hasil penelitian Bogar & Killacky (2006) yang mengidentifikasikan lima determinan dari resiliensi, diantaranya yaitu spiritualitas dan religiusitas, yang merupakan komponen yang penting bagi resiliensi seseorang, dimana kepercayaan ini dapat menjadi sandaran bagi individu dalam mengatasi berbagai permasalahan saat peristiwa buruk menimpa. Mendukung penelitian tersebut, Handayani (2010) menemukan bahwa salah satu kekuatan karakter yang mempengaruhi resiliensi adalahspirituality.

Data-data di atas menunjukkan bahwa religiusitas memiliki pengaruh yang penting dalam mengembangkan resiliensi. Dari yang telah dipaparkan di atas, terlihat bahwa peran religiusitas penting dalam resiliensi seseorang. Religiusitas dibutuhkan dalam mengembangkan resiliensi residen dalam menghadapi berbagai macam tantangan selama proses penyembuhan. Resiliensi memungkinkan residen untuk dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi, sehingga dapat mengurangi risiko kekambuhan serta dapat hidup secara normal kembali, seperti melanjutkan kuliah, mendapat pekerjaan yang layak, atau membina keluarga. Untuk itu lah peneliti tertarik untuk mengkaji keterkaitan antara resiliensi dan religiusitas, dimana


(22)

dalam penelitian ini yang akan dikaji bukan hanya religiusitas saja, namun juga dimensi-dimensinya, yaitu dimensi religiusitas general religiosity, dimensi religiusitas social religiosity, dimensi religiusitas involved God, dimensi religiusitas forgiveness, dimensi religiusitas God as judge, dimensi religiusitas

unvengefulness, dan dimensi religiusitas thankfulness. Sehingga peneliti mengangkat judul dalam penelitian ini, yakni penelitian yang berjudul “DIMENSI RELIGIUSITAS DAN RESILIENSI PADA RESIDEN NARKOBA DI BNN LIDO”.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan masalah

Untuk menghindari terjadinya kesalah pahaman dan kerancuan dalam penggunaan istilah serta untuk melihat masalah penelitian ini lebih fokus, maka peneliti memberikan batasan masalah sebagai berikut:

1. Religiusitas adalah perwujudan individu penganut agama yang menggambarkan bagaimana hubungan individu dengan Tuhannya (dimensi religiusitas general religiosity), bagaimana individu dalam membina hubungan dengan individu lain maupun sesama penganut agamanya (dimensi religiusitas social religiosity), bagaimana individu melambangkan Tuhannya yang mencerminkan kepercayaan dan keyakinannya terhadap keterlibatan Tuhan dalam urusannya (dimensi religiusitas involved God), bagaimana individu menggambarkan pendekatan kepedulian; rasa kasih sayang; dan saling memaafkan terhadap sekitar (dimensi religiusitas forgiveness), bagaimana individu menggambarkan kekuasaan yang


(23)

dimiliki Tuhan dan mempersepsi bahwa Tuhan lah sebagai Penetap Takdir (dimensi religiusitasGod as judge), bagaimana individu menggambarkan perilaku yang tidak menyimpan rasa dendam (dimensi religiusitas unvengefulness), dan bagaimana individu tersebut bersyukur (dimensi religiusitas thankfulness) (Kendler, et al., 2003). Religiusitas dalam penelitian ini adalah bagaimana dimensi-dimensi religiusitas tersebut pada residen narkoba.

2. Resiliensi adalah kapasitas manusia untuk menghadapi, mengatasi, mempelajari kesulitan dalam hidup dan bahkan ditransformasi oleh kesulitan dalam hidup tersebut (Grotberg, 2003). Resiliensi dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dimiliki residen narkoba untuk mampu bertahan pada situasi sulit, menghadapi program rehabilitasi yang penuh tekanan, yang menuntut kualitas yang ada pada diri mereka untuk tetap pulih dan bertahan agar tidak relapse (kambuh), serta mampu belajar dan beradaptasi dalam kondisi dan situasi tersebut, agar dapat melanjutkan hidupnya.

3. Residen narkoba adalah sebutan untuk klien yang sedang mengikuti program rehabilitasi. (BNN R.I. & Departemen Sosial R.I. 2004). Residen yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah residen yang sedang mengikuti rehabilitasi di Badan Narkotika Nasional Lido (Unit Pelaksana Teknis (UPT) Terapi dan Rehabilitasi (T&R)), yakni residen primary green, primary hope, dan reentry;


(24)

1.2.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi religiusitas terhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido?

2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi religiusitas general religiosityterhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido?

3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi religiusitassocial religiosity

terhadap resiliensi residen narkoba di BNN Lido?

4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi religiusitas involved God

terhadap resiliensi residen narkoba di BNN Lido?

5. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi religiusitas forgiveness

terhadap resiliensi residen narkoba di BNN Lido?

6. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi religiusitas God as judge

terhadap resiliensi residen narkoba di BNN Lido?

7. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi religiusitas unvengefulness

terhadap resiliensi residen narkoba di BNN Lido?

8. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi religiusitas thankfulness


(25)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh dimensi religiusitas, yaitu dimensi religiusitas general religiosity, dimensi religiusitas social religiosity, dimensi religiusitas involved God, dimensi religiusitas forgiveness,

dimensi religiusitas God as judge, dimensi religiusitas unvengefulness dan dimensi religiusitasthankfulnessterhadap resiliensi residen narkoba di BNN Lido.

1.3.2 Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu:

Manfaat teoritis:

Dapat menambah kajian teori mengenai religiusitas, khususnya dimensi-dimensi religiusitas (general religiosity, social religiosity, involved God, forgiveness, God as judge, unvengefulnessdan thankfulness)dan resiliensi dalam kajian psikologi positif, psikologi klinis, psikologi adiksi, dan psikologi agama. Manfaat praktis:

Bagi residen dapat membuka dan menambah wawasan mengenai religiusitas dan khususnya dimensi religiusitas, yakni general religiosity, social religiosity, involved God, forgiveness, God as judge, unvengefulness dan

thankfulness, dan peran nya dalam proses pemulihan mereka, serta resiliensi, guna membantunya dalam proses pemulihan untuk tetap dapat bertahan, agar tidak


(26)

kembali menggunakan narkoba, dan menjalani serangkaian kegiatan dalam rehabilitasi, serta dapat melanjutkan hidupnya secara positif.

Bagi lembaga terkait dapat memberikan kontribusi positif dan diharapkan dapat lebih membantu dalam program, khususnya terkait dengan religiusitas dan dimensi religiusitas serta resiliensi. Agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan berkaitan dengan penanganan pemulihan bagi para residen.

Bagi praktisi pendidikan dapat memberikan sumbangsih dan wawasan baru bagi praktisi pendidikan mengenai dimensi religiusitas, resiliensi, dan narkoba.

1.4. Sistematika Penelitian

Laporan penelitian (Skripsi) ini terdiri dari lima bab. Perincian setiap bab adalah sebagai berikut:

BAB 1 Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang dilakukannya penelitian mengenai hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido, pembatasan dan perumusan masalah, tujaun dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian.

BAB 2 Kajian Pustaka, menguraikan tentang pengertian resiliensi, aspek-aspek dalam resiliensi, faktor-faktor resiliensi, karakteristik resiliensi, pengertian religiusitas, dimensi-dimensi religiusitas, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.


(27)

BAB 3 Metodologi Penelitian, menguraikan tentang populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, definisi konseptual dan operasional, teknik pengumpulan data, uji instrumen, prosedur penelitian, dan teknik analisa data. BAB 4 Presentasi dan Analisa Data, menguraikan tentang hasil pengolahan dari data yang terkumpul dari penelitian ini, meliputi gambaran umum responden, serta hasil penelitian yang telah dilaksanakan.

BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran, pada bagian ini menguraikan tentang kesimpulan, diskusi dan saran, dari hasil penelitian.


(28)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini akan memaparkan tentang teori yang digunakan dalam penelitian ini, pengukuran nya, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

2.1 Resiliensi

2.1.1 Definisi resiliensi

Ada individu yang mampu bertahan dan pulih dari situasi negatif secara efektif sedangkan individu lain gagal karena mereka tidak berhasil keluar dari situasi yang tidak menguntungkan. Kemampuan untuk melanjutkan hidup setelah ditimpa kemalangan atau setelah mengalami tekanan yang berat bukanlah sebuah keberuntungan, tetapi hal tersebut menggambarkan adanya kemampuan tertentu pada individu yang dikenal dengan istilah resiliensi (Tugade & Fredrikson, 2004).

Lazarus (dalam Tugade & Fredrikson, 2004), menganalogikan resiliensi dengan kelenturan pada logam. Misalnya, besi cetak yang banyak mengandung karbon sangat keras tetapi getas atau mudah patah (tidak resilien) sedangkan besi tempa mengandung sedikit karbon sehingga lunak dan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan (resilien). Perumpaan tersebut bisa diterapkan untuk membedakan individu yang memiliki daya tahan dan yang tidak saat dihadapkan pada tekanan psikologis yang dikaitkan dengan pengalaman negatif.

Menurut Grotberg (1995), reseliensi adalah kemampuan manusia untuk menghadapi, mengatasi dan bahkan diperkuat oleh kemalangan dalam hidup (dalam Grotberg, 2004). Resiliensi adalah kapasitas manusia untuk menghadapi,


(29)

mengatasi, mempelajari kesulitan dalam hidup dan bahkan ditransformasi oleh kesulitan dalam hidup tersebut (Grotberg, 2003). Menurut Gortberg (2000), resiliensi merupakan kapasitas yang bersifat universal dan dengan kapasitas tersebut, individu, kelompok ataupun komunitas mampu mencegah, meminimalisir ataupun melawan pengaruh yang bisa merusak saat mereka mengalami musibah atau kemalangan (dalam Parinyaphol & Chongruksa, 2008).

Menurut Joseph (1994), resiliensi lebih kepada kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi terhadap perubahan, tuntutan, dan ketidakpuasan yang muncul di dalam kehidupan, sedangkan Hawley & DeHaan (1996), menyatakan bahwa resiliensi timbul melalui penderitaan, kemudian Luthar, et al., (2000) resiliensi lebih kepada sebuah proses dinamika meliputi adaptasi positif di dalam konteks kesulitan yang signifikan, sementara Lasarus (2004), mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan untuk mengatasi rintangan dan tekanan dengan menggunakan strategi coping yang adaptif dalam rangka menjaga suatu tingkat efektif atas penyesuaian diri dan kegunaan (dalam Parinyaphol & Chongruksa, 2008).

Berdasarkan dari pengertian di atas, maka dalam penelitian ini resiliensi dapat diartikan sebagai kapasitas manusia untuk bertahan dalam menghadapi, mengatasi, mempelajari kesulitan dalam hidup, dan bahkan ditransformasi oleh kesulitan tersebut.


(30)

2.1.2 Aspek resiliensi

Menurut Grotberg (2003), dalam Resilience for today: gaining strength from adversity,terdapat tiga aspek resiliensi, yaitu:

1.External Supports

Aspek external supports, yang disebut oleh Grotberg dengan istilah “I Have” merupakan bantuan dan sumber dari luar yang dapat meningkatkan resiliensi. Aspek-aspek ini termasuk didalamnya yaitu, memiliki orang yang dapat dipercaya (baik anggota keluarga maupun bukan) yang bisa diandalkan kapanpun dan dalam keadaan apapun. Jika seseorang memiliki orang yang ia percaya, maka hal ini dapat memunculkan bahkan meningkatkan resiliensinya.

Selain memiliki orang yang dapat dipercaya, mempunyai orang yang memberi semangat untuk mendorong individu agar mandiri juga termasuk dalam aspek ini. Kemudian, bisa mendapatkan pelayanan seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, atau pelayanan lain yang sejenis, dan memiliki batasan dan aturan dalam berperilaku juga merupakan aspek dalam I Have ini.

Memiliki panutan yang baik (role models) juga merupakan sumber dari aspek I Have, yaitu orang yang menjadi panutan individu, yang dapat menunjukkan apa yang harus dilakukan, seperti misalnya memberikan informasi mengenai sesuatu yang dapat memberi inspirasi agar individu mengikutinya, maupun sharing ketika individu sedang menghadapai kesulitan. Sumber yang terakhir adalah mempunyai hubungan yang baik, dalam keluarga dan komunitas yang stabil.


(31)

2.Inner Strengths

Aspek inner strengths, yang disebut oleh Grotberg dengan istilah “I Am” merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri, seperti perasaan, tingkah laku dan kepercayaan yang terdapat dalam diri seseorang. Aspek ini terdiri dari beberapa bagian, antara lain yaitu individu merasa seperti orang-orang pada umumnya, yang dapat menyukai dan mencintai. Perasaan dicintai dan memiliki sikap yang menarik, yaitu tenang dan baik hati, serta peraih kesuksesan dan perencana masa depan.

Menghargai dan bangga pada diri sendiri, yaitu dimana individu mengetahui bahwa mereka adalah seorang yang penting dan merasa bangga akan siapakah mereka itu dan apapun yang mereka lakukan atau akan dicapai, individu itu tidak akan membiarkan orang lain meremehkan atau merendahkan mereka. Ketika individu mempunyai masalah dalam hidup, kepercayaan diri dan self esteem ini membantu mereka untuk dapat bertahan dan mengatasi masalah tersebut, serta selain menghargai dirinya sendiri, individu juga dapat menghargai orang lain.

Selain itu, berempati dan peduli terhadap orang lain juga merupakan sumber dari I Am. Individu dapat mencintai, empati, peduli, yaitu ketika seseorang mencintai orang lain dan mengekspresikan cinta itu dengan berbagai macam cara. Individu peduli terhadap apa yang terjadi pada orang lain dan mengekspresikannya melalui berbagai perilaku atau kata-kata. Individu berempati dengan merasakan ketidaknyamanan dan penderitaan orang lain dan ingin


(32)

melakukan sesuatu untuk menghentikan atau berbagi penderitaan maupun memberikan kenyamanan.

Individu juga memiliki kepercayaan diri, optimis, dan penuh harapan, ia percaya ada harapan bagi mereka, serta orang lain dan institusi yang dapat dipercaya. Individu merasakan mana yang benar maupun salah, dan ingin ikut serta di dalamnya. Individu mempunyai kepercayaan diri dan iman dalam moral dan kebaikan. Bagian yang terakhir dari aspek I Am adalah mandiri dan bertanggung jawab, serta menerima konsekuensi atas perilaku nya. Individu dapat melakukan berbagai macam hal menurut keinginan mereka dan menerima berbagai konsekuensi dan perilakunya. Individu merasakan bahwa ia bisa mandiri dan bertanggung jawab atas hal tersebut.

3.Interpersonal and Problem-Solving Skills

Aspek interpersonal and problem-solving skills, yang disebut oleh Grotberg dengan istilah “I Can” adalah merupakan kompetensi sosial dan interpersonal seseorang. Bagian-bagian dari aspek ini adalah dimana individu mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan baik, yaitu keterampilan dalam berkomunikasi. Individu mampu mengekspresikan berbagai macam pikiran dan perasaan kepada orang lain dan dapat mendengar apa yang orang lain katakan serta merasakan perasaan orang lain. Ia pun mampu mengukur temperamen diri sendiri dan orang lain, dimana individu memahami temperamen mereka sendiri (bagaimana bertingkah, merangsang, dan mengambil resiko atau diam, reflek dan berhati-hati) dan juga terhadap temperamen orang lain. Hal ini menolong individu untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk berkomunikasi,


(33)

membantu individu untuk mengetahui kecepatan untuk bereaksi, dan berapa banyak individu mampu sukses dalam berbagai situasi.

Bagian lainnya ialah kemampuan memecahkan masalah (problem solving). Individu dapat menilai suatu masalah serta mengetahui apa yang mereka butuhkan agar dapat memecahkan masalah tersebut. Individu dapat membicarakan berbagai masalah dengan orang lain, dan menemukan penyelesaian masalah yang paling tepat. Selain itu, ia pun mampu menyelesaikan berbagai macam masalah didalam berbagai setting kehidupan (pekerjaan, akademis, pribadi, sosial, dan sebagainya), serta mampu untuk dapat mengerjakan pekerjaannya hingga selesai. Kemudian juga dapat menghasilkan ide-ide dan cara-cara baru untuk melakukan sesuatu yang juga dapat membantunya dalam menghadapi kesulitan.

Selain itu, ia pun juga mampu melihat sisi lucu dari kehidupan, terutama saat mengalami kesulitan ia masih memiliki sense of humor dalam menghadapinya. Ia mampu memanage perilakunya, mengatur berbagai perasaan dan rangsangan. Dimana individu dapat mengenali perasaan mereka, mengenali berbagai jenis emosi, dan mengekspresikannya dalam kata-kata dan tingkah laku, namun tidak menggunakan kekerasan terhadap perasaan dan hak orang lain maupun diri sendiri. Ia mampu mengendalikan perilaku nya, termasuk didalamnya perasaan-perasaan nya, dorongan-dorongan dari dalam diri, serta tindakan nya. Bagian yang terakhir ialah kemampuan menjangkau pertolongan. Mencari hubungan yang dapat dipercaya dimana individu dapat menemukan seseorang untuk meminta pertolongan, berbagi perasaan dan perhatian, guna mencari cara


(34)

terbaik untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah personal maupun interpersonal.

Sedangkan Reivich dan Shatté (2002) memaparkan tujuh aspek dari resiliensi, yaitu: kemampuan dalam mengatur emosi (emotion regulation), mengatur dorongan (impulse control), optimis, empati, menganalisa sebab-akibat (causal analysis), self-efficacy, dan berinteraksi dengan lingkungan (reaching out). Adapun penjelasannya, yaitu:

1.Emotion Regulation

Menurut Reivich dan Shatté, regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan. Individu yang memiliki kemampuan meregulasi emosi dapat mengendalikan dirinya apabila sedang kesal dan dapat mengatasi rasa cemas, sedih, atau marah sehingga mempercepat dalam pemecahan suatu masalah. Pengekspresian emosi, baik negatif ataupun positif, merupakan hal yang sehat dan konstruktif asalkan dilakukan dengan tepat. Pengekspresian emosi yang tepat merupakan salah satu kemampuan individu yang resilien.

2.Impuls Control

Reivich dan Shatté mendefinisikan pengendalian impuls sebagai kemampuan mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri seseorang.

3. Optimis

Individu yang resilien adalah individu yang optimis.Mereka memiliki harapan di masa depan dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol arah


(35)

hidupnya. Dalam penelitian yang dilakukan, jika dibandingkan dengan individu yang pesimis, individu yang optimis lebih sehat secara fisik, dan lebih jarang mengalami depresi, lebih baik di sekolah, lebih produktif dalam kerja, dan lebih banyak menang dalam olahraga.

4. Empati

Empati merepresentasikan bahwa individu mampu membaca tanda-tanda psikologis dan emosi dari orang lain. Empati mencerminkan seberapa baik individu mengenali keadaan psikologis dan kebutuhan emosi orang lain. Seseorang yang memiliki kemampuan berempati cenderung memiliki hubungan sosial yang positif.

5.Causal Analysis

Seligman (dalam Reivich & Shatté, 2002) mengungkapkan sebuah konsep yang berhubungan erat dengan analisis penyebab masalah yaitu gaya berpikir. Gaya berpikir adalah cara yang biasa digunakan individu untuk menjelaskan sesuatu hal yang baik dan buruk yang terjadi pada dirinya. Gaya berpikir dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu:

1) personal (saya-bukan saya), individu dengan gaya berpikir ‘saya’ adalah individu yang cenderung menyalahkan diri sendiri atas hal yang tidak berjalan semestinya. Sebaliknya, Individu dengan gaya berpikir ‘bukan saya’, meyakini penjelasan eksternal (di luar diri) atas kesalahan yang terjadi.

2) permanen (selalu-tidak selalu), individu yang pesimis cenderung berasumsi bahwa suatu kegagalan atau kejadian buruk akan terus berlangsung. Sedangkan individu yang. optimis cenderung berpikir bahwa ia dapat melakukan suatu hal


(36)

lebih baik pada setiap kesempatan dan memandang kegagalan sebagai ketidakberhasilan sementara.

3) pervasive (semua-tidak semua), individu dengan gaya berpikir ‘semua’, melihat kemunduran atau kegagalan pada satu area kehidupan ikut menggagalkan area kehidupan lainnya. Individu dengan gaya berpikir ‘tidak semua’, dapat menjelaskan secara rinci penyebab dari masalah yang ia hadapi. Individu yang paling resilien adalah individu yang memiliki fleksibilitas kognisi dan dapat mengidentifikasi seluruh penyebab yang signifikan dalam permasalahan yang mereka hadapi.

6.Self-Efficacy

Reivich dan Shatté mendefinisikan self efficacy sebagai keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif.Self efficacyjuga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses. Individu dengan self efficacy tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil.

7.Reaching Out

Menurut Reivich dan Shatté, resiliensi merupakan kemampuan yang meliputi peningkatan aspek positif dalam hidup. Individu yang meningkatkan aspek positif dalam hidup, mampu melakukan dua aspek ini dengan baik, yaitu: mampu membedakan resiko yang realistis dan tidak realistis, dan memiliki makna dan tujuan hidup serta mampu melihat gambaran besar dari kehidupan. Individu yang selalu meningkatkan aspek positifnya akan lebih mudah dalam mengatasi


(37)

permasalahan hidup, serta berperan dalam meningkatkan kemampuan interpersonal dan pengendalian emosi.

Berdasarkan dari pembagian aspek-aspek di atas, maka dalam penelitian ini resiliensi terdiri dari aspek External support(I Have),Inner strengths(I Am), danInterpersonal and problem-solving skills(I Can).

2.1.3 Faktor-faktor resiliensi

Mampane & Bouwer (2006) mencoba mengumpulkan faktor-faktor resiliensi melalui penelitian-penelitian terdahulu. Didapatkan bahwa secara keseluruhan terdapat dua faktor resiliensi, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitucognitive, spiritual, emotional, physical,danbehavioral. Sedangkan faktor eksternal, adalah faktor lingkungan, yaitu family, culture, community, school,danpeers.

Bagan framework resiliensi menurut Kumpfer (1999) dalam Mampane & Bouwer (2006), sebagai berikut:


(38)

Environmental Internal

Context resiliency

factors

Stressor

Person-or Environmental

Challenges transactional

process

Frameworkresiliensi (Kumpfer, 1999)

risk factor

family, culture, community

, school, peers

protective factors

physical spiritual emotional

behavioral cognitive

Resiliency Process Resilient Reintegration

Adaptation


(39)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan aspek resiliensi menurut Grotberg (2003), yaitu aspek External Support (I Have), Inner Strengths (I Am), danInterpersonal and Problem-Solving Skills(I Can) sebagai alat ukur.

2.2 Religiusitas

2.2.1 Definisi religiusitas

Harun Nasution (dalam Jalaluddin, 2000), merunut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu al-Din, religi (relegare, religere), dan agama. Al-Din (Semit) berarti undang-undang atau hukum. Kemudian dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata religi (latin) atau relegare berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudianreligareberarti mengikat. Adapun kata agama tediri dari a = tidak; gam= pergi mengandung arti tidak pergi, tetap di tempat atau diwarisi turun temurun.

Bertitik tolak dari pengertian kata-kata tersebut menurut Harun Nasution, intisarinya adalah ikatan. Karena itu agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan pancaindera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari (dalam Jalaluddin, 2000). Sedangkan menurut Thouless (1995) agama adalah hubungan praktis yang dirasakan dengan apa yang dipercayai sebagai makhluk atau wujud yang lebih tinggi dari manusia.


(40)

Nashori & Mucharam (2002), mengemukakan bahwa ciri umum agama adalah adanya keyakinan terhadap Tuhan dan adanya aturan tentang perilaku hidup manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, dikenal istilah religi (religio, bahasa latin; religion, bahasa Inggris), agama, dan din (al-diin, bahasa Arab). Glock & Stark menandaskan bahwa religi adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai sesuatu yang paling maknawi (dalam Nashori & Mucharam, 2002).

Dari istilah agama dan religi muncul istilah keberagamaan dan religiusitas (religiosity). Pengertian religiusitas adalah seberapa jauh pengetahuan, kokohnya keyakinan, pelaksanaan ibadah dan kaidah, serta penghayatan atas agama yang dianutnya (Nashori, 2002).

Religiusitas dapat mempengaruhi manusia dalam bertindak dan bertingkah laku, semakin kuat religiusitas seseorang, semakin kuat pula seseorang tersebut dalam mengontrol setiap tindakan dan tingkah lakunya (Thouless, 1995).

Menurut Glock and Stark (1974) ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu dimensi keyakinan, dimensi peribadatan atau praktek agama (ritualistik), dimensi pengalaman (eksperiensial), dimensi pengetahuan agama (intelektual) dan dimensi pengamalan (konsekuensial).

Menurut Fetzer (1999) definisi religiusitas adalah seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience), mengalami kebermaknaan hidup dengan beragama (religion meaning), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai (value), meyakini


(41)

ajaran agamanya (belief), memaafkan (forgiveness), melakukan praktek beragama (ibadah) secara menyendiri (private religious practice), menggunakan agama sebagaicoping (religious/spiritual coping), mendapat dukungan penganut sesama agama (religious support), mengalami sejarah keberagamaan (religious/spiritual history), komitmen beragama (commitment), mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religiusness) dan meyakini pilihan agamanya (religious preference).

Kendler, et al., (2003) mengukur religiusitas secara luas, dengan mencoba mengembangkan teknik analisis keberagaman menjadi lebih mudah dengan menguraikannya menjadi beberapa dimensi untuk mendapatkan hasil yang lebih representatif. Yaitu adalah perwujudan individu penganut agama yang menggambarkan, bagaimana hubungan individu dengan Tuhannya (general religiosity), bagaimana individu tersebut membina hubungannya dengan individu sesama penganut agamanya (social religiosity), segala sesuatu yang menurut manusia melambangkan Tuhan yang mencerminkan kepercayaan dan keyakinan terhadap keterlibatan Tuhan dalam urusan manusia (involved God), bagaimana mengambarkan pendekatan kepedulian, rasa kasih sayang, dan saling memaafkan pada dunia (forgiveness), mengambarkan kekuasaan yang dimiliki Tuhan (God as

judge), mengambarkan perilaku individu yang tidak mendendam

(unvengefulness), dan bagaimana individu mengambarkan rasa syukur nya (thankfulness).

Dapat disimpulkan, religiusitas adalah perwujudan individu penganut agama dalam merefleksikan bagaimana hubungan individu dengan Tuhannya,


(42)

bagaimana individu dalam membina hubungan dengan individu lain maupun sesama penganut agamanya, bagaimana individu melambangkan Tuhannya yang mencerminkan kepercayaan dan keyakinannya terhadap keterlibatan Tuhan dalam urusannya, bagaimana individu menggambarkan pendekatan kepedulian; rasa kasih sayang; dan saling memaafkan terhadap sekitar, bagaimana individu menggambarkan kekuasaan yang dimiliki Tuhan dan mempersepsi bahwa Tuhan lah sebagai Penetap Takdir, bagaimana individu menggambarkan perilaku yang tidak menyimpan rasa dendam, dan bagaimana individu tersebut bersyukur.

2.2.2 Dimensi-dimensi religiusitas

Menurut Kendler, et al. (2003), dalam jurnal Dimension of Religiosity and Their Relationship to Lifetime Psychiatric and Substance Use Disorders, ada tujuh dimensi religiusitas, yaitu:

1. Dimensi religiusitasgeneral religiosity

Dimensi yang pertama ini adalah dimensi yang menggambarkan bagaimana hubungan individu dengan Tuhannya. Dimensi general religiosity

merefleksikan tentang perhatian dan keterlibatan individu dengan hal-hal yang berkaitan dengan spiritual, termasuk perasaan (sense) tempat mereka selama didunia; dan keterlibatan aktif dengan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari maupun saat mengalami keadaan bermasalah (krisis).

2. Dimensi religiusitassocial religiosity

Dimensi religiusitas social religiosity adalah bagaimana individu tersebut membina hubungannya dengan individu sesama manusia, lebih khususnya dengan


(43)

sesama penganut agamanya. Dimensi ini selain merefleksikan tingkat interaksi dengan individu religious lainnya, juga menggambarkan bagaimana frekuensi kehadiran individu di tempat beribadah, dan kaitannya dengan sikap dalam memandang dan menggunakan obat-obatan terlarang.

3. Dimensi religiusitasinvolved God

Dimensi religiusitas involved God, yaitu segala sesuatu yang menurut manusia melambangkan Tuhan. Dimensi ini mencerminkan sebuah kepercayaan dan keyakinan terhadap keterlibatan Tuhan yang secara aktif dan positif dalam urusan manusia.

4. Dimensi religiusitasforgiveness

Dimensi religiusitas forgiveness, bagaimana mengambarkan pendekatan kepedulian, rasa kasih sayang, dan saling maaf–memaafkan. Dimensi ini merefleksikan sikap, perhatian, kasih sayang, dan pendekatan memaafkan kepada dunia.

5. Dimensi religiusitasGod as judge

Dimensi ini mengambarkan kekuasaan yang dimiliki Tuhan. Mencerminkan persepsi Tuhan sebagai Penetap Takdir, juga menegaskan tentang takdir, serta hukum dan nilai-nilai dari Tuhan.

6. Dimensi religiusitasunvengefulness

Dalam dimensi ke enam ini, mengambarkan perilaku individu yang tidak mendendam. Dimana dimensi religiusitas unvengefulness mencerminkan suatu perilaku yang tidak menaruh rasa dendam terhadap dunia.


(44)

7. Dimensi religiusitasthankfulness

Dimensi yang terakhir ini adalah bagaimana individu mengambarkan rasa syukur (thankfulness). Dimensi ini merefleksikan perasaan berterimakasih, yang berlawanan dengan marah terhadap kehidupan dan Tuhan.

Sedangkan dalam sebuah laporan penelitian yang diterbitkan oleh Fetzer (1999) yang berjudul Multidimensional Measurement Of Religiousness, Spiritually For Use In Health Research menjelaskan 12 dimensi religiusitas, yaitu : Daily Spiritual Experience, Meaning, Values, Beliefs, forgiveness, Private Religious Practices, Religious/Spiritual Coping, religious support, Religious/Spiritual History, Commitment, Organizational Religiousness, dan Religious Preference.

1.Daily Spiritual Experience

Merupakan dimensi yang memandang dampak agama dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini Daily Spiritual Experiences merupakan persepsi individu terhadap sesuatu yang berkaitan dengan transenden dalam kehidupan sehari-hari dan persepsi terhadap interaksinya pada kehidupan tersebut, sehingga Daily spiritual Experiences lebih kepada pengalaman dibandingkan kognitif, Underwood (dalam Fetzer, 1999).

2.Meaning

Konsep meaningdalam hal religiusitas sebagaiman konsep meaning yang dijelaskan oleh Fiktor Vrankl yang biasa disebut dengan istilah kebermaknaan hidup. Adapun meaning yang dimaksud disini adalah yang berkaitan dengan


(45)

religiusitas atau disebutreligion-meaningyaitu sejauh mana agama dapat menjadi tujuan hidupnya. Pargament (dalam Fetzer, 1999)

3.Value

Konsep value menurut Idler (dalam Fetzer Institute,1999) adalah pengaruh keimanan terhadap nilai-nilai hidup, seperti mengajarkan tentang nilai cinta, saling menolong, saling melindungi dan sebagainya.

4.Belief

Konsep belief menurut Idler (dalam Fetzer, 1999) merupakan sentral dari religiusitas. Religiusitas merupakan keyakinan akan konsep-konsep yang dibawa oleh suatu agama.

5.Forgiveness

Dimensi Forgiveness menurut Idler (dalam Fetzer, 1999) mencakup 5 dimensi turunan, yaitu: pengakuan dosa, merasa diampuni oleh Tuhan, merasa dimaafkan oleh orang lain, memaafkan orang lain, dan memaafkan diri sendiri. 6.Private Religious Practice

Private religious practice menurut Levin (dalam Fetzer, 1999) merupakan perilku beragama dalam praktek agama meliputi ibadah, mempelajari kitab, dan kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan religiusitasnya.

7.Religious / Spiritual Coping

Religious / Spiritual Coping menurut Pargament (dalam Fetzer, 1999) merupakan coping stress dengan menggunakan pola dan metode religious. Seperti dengan berdoa, beribadah untuk menghilangkan stress, dan sebagainya. Menurut


(46)

Pargament (dalam Fetzer, 1999) menjelaskan bahwa ada tiga jenis coping secara religious, yaitu:

a. Deferring Style, yaitu meminta penyelesian masalah kepada tuhan saja. Yaitu dengan cara berdoa dan meyakini bahwa Tuhan akan menolong hamba-Nya dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan.

b. Colaborative Style, yaitu hamba meminta solusi kepada Tuhan dan hambanya senantiasa berusaha untuk melakukancoping.

c. Self-Directing Style, yaitu individu bertanggung jawab sendiri dalam menjalankancoping.

8. KonsepReligious Support

Konsep Religious Support menurut Krause (dalam Fetzer, 1999) adalah aspek hubungan sosial antara individual dengan pemeluk agama sesamanya. Dalam islam hal semacam ini sering disebut dengan al-Ukhuwah al-Islamiyah. 9.Religious spiritual history

Pengukuran area ini dimaksudkan untuk mengukur sejarah keberagamaan/spiritual seseorang. Terdapat empat aspek yang dapat diukur berkaitan dengan sejarah keberagamaan seseorang: biografi keagamaan, pertanyaan-pertanyaan mengenai sejarah keagamaan/spiritual, pengalaman keagamaan/spiritual yang mengubah hidup, dan kematangan spiritual.

10.Commitment

Konsep Commitment menurut Williams (dalam Fetzer, 1999) adalah seberapa jauh individu mementingkan agamanya, komitmen, serta berkontribusi kepada agamanya.


(47)

11.Organizational Religiousness

Konsep Organizational Religiousness menurut Idler (dalam Fetzer, 1999) merupakan konsep yang mengukur seberapa jauh individu ikut serta dalam lembaga keagamaan yang ada di masyarakat dan beraktifitas didalamnya.

12.Religious Preference

Konsep Religious Preference menurut Ellison (dalam Fetzer, 1999) yaitu memandang sejau mana individu membuat pilihan dan memastikan pilihan agamanya.

Sementara menurut Glock and Stark (1974) ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu dimensi keyakinan, dimensi peribadatan atau praktek agama (ritualistik), dimensi pengalaman (eksperiensial), dimensi pengetahuan agama (intelektual) dan dimensi konsekuensial.

1. Dimensi keyakinan

Dimensi ini terdiri dari pengharapan-pengharapan dimana orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu, dan mengakui kebenaran dari ajaran-ajaran tersebut.

2. Dimensi praktek agama

Dimensi ini mencakup pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua hal yang penting yaitu ritual dan ketaatan. 3. Dimensi pengalaman


(48)

Dimensi ini berisikan bahwa semua agama menganut pengharapan-pengharapan tertentu meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subyektif dan langsung mengenai kenyataan akhir. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan yang melihat adanya komunikasi walaupun kecil dengan esensi ketuhanan, yakni dengan Tuhan, dengan kenyataan akhir atau dengan otoriti transsendental.

4. Dimensi pengetahuan agama

Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki minimal sejumlah pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi.

5. Dimensi konsekuensi

Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Walaupun agama banyak menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari tidak sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensi-konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari agama.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dimensi-dimensi religiusitas Kendler, et al., (2003) yaitu, dimensi religiusitas general religiosity, dimensi religiusitas social religiosity, dimensi religiusitas involved God, dimensi


(49)

religiusitas forgiveness, dimensi religiusitas God as judge, dimensi religiusitas

unvengefulness,dan dimensi religiusitasthankfulness, sebagai alat ukur.

2.3 Residen Narkoba

Residen narkoba adalah sebutan untuk klien yang sedang mengikuti program rehabilitasi. (BNN R.I. & Departemen Sosial R.I. 2004). Residen yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah residen yang sedang mengikuti rehabilitasi di BNN Lido (Unit Pelaksana Teknis (UPT) Terapi dan Rehabilitasi), yakni residen

primary(greendanhope), danreentry;maledanfemale.

BNN (Badan Narkotika Nasional) merupakan sebuah lembaga yang menangani penyalahgunaan narkotika dan memiliki tahapan rehabilitasi yaitu fase detoksifikasi, fase entry unit, fase primary (primary green house dan primary house of hope), dan yang terakhir adalah fasere-entry.

2.4 Kerangka Berpikir

Angka kekambuhan pada residen narkoba yang tinggi mendesak untuk mengupayakan program pemulihan yang komprehensif dan integratif, yaitu pemulihan yang menyangkut dimensi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual, ini dikarenakan pemakai atau pecandu narkoba biasanya terganggu atau menderita secara fisik, mental, sosial, dan spiritual. Namun ternyata hal ini tidak menjamin kesembuhan mereka dari ketergantungan narkoba dan kepastian bahwa mereka tidak akan pernahrelapse(kambuh).


(50)

Untuk dapat mempertahankan diri agar tidakrelapsedan mempertahankan kepulihannya selama menjalani maupun pasca rehabilitasi, maka dibutuhkan adanya suatu kekuatan. Dalam hal ini kekuatan dimana mereka dituntut untuk bisa lepas dan bersih dari narkoba dan bertahan agar tidak relapse, serta dapat menjalani serangkaian program rehabilitasi yang penuh tekanan, yang menuntut kualitas yang ada pada diri mereka untuk tetap pulih, agar dapat melanjutkan hidupnya, sekaligus mampu memiliki pandangan positif terhadap kehidupan dan diri mereka sendiri. Kekuatan untuk tetap mampu bertahan dalam menghadapi, mengatasi, mempelajari kesulitan dalam hidup, dan bahkan ditransformasi oleh kesulitan tersebut dinamakan resiliensi (Grotberg, 2003).

Mengembangkan resiliensi merupakan salah satu aspek penting dalam membantu terwujudnya proses pemulihan yang berhasil (Allegheny County Coalition for Recovery Child and Family Committee, 2006). Hal ini dikarenakan resiliensi merupakan faktor yang berperan penting untuk dapat bertahan mengatasi masalah dan mempertahankan diri dalam situasi yang menekan. Dalam mengembangkan resiliensi, peran religiusitas ternyata cukup penting, karena salah satu faktor internal yang mempengaruhi resiliensi seseorang adalah spiritual. Hal tersebut dapat terlihat dari hasil penelitian Handayani (2010), diperoleh bahwa salah satu kekuatan karakter yang mempengaruhi resiliensi adalah spirituality. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya oleh Bogar & Killacky (2006) yang mengidentifikasikan lima determinan dari resiliensi, diantaranya yaitu spiritualitas dan religiusitas, yang dikatakan bahwa spiritualitas dan religiusitas, keduanya adalah komponen yang penting bagi resiliensi seseorang, dimana kepercayaan ini


(51)

dapat menjadi sandaran bagi individu dalam mengatasi berbagai permasalahan saat peristiwa buruk menimpa.

Religiusitas dibutuhkan dalam mengembangkan resiliensi residen dalam menghadapi berbagai macam tantangan selama proses penyembuhan. Resiliensi memungkinkan residen untuk dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi, sehingga dapat mengurangi risiko kekambuhan serta dapat hidup secara normal kembali, seperti melanjutkan kuliah, mendapat pekerjaan yang layak, atau membina keluarga.

Jadi dalam hal ini, dimensi religiusitas akan berkorelasi positif secara signifikan dengan resiliensi, dimana dimensi religiusitas yang tinggi diikuti pula dengan resiliensi yang tinggi dan dimensi religiusitas yang rendah akan memunculkan penurunan pula pada resiliensi residen.

R E L I G I U S I T A S

Social religiosity

Thankfulness Forgiveness Involved God General religiosity

RESILIENSI

Unvengefulness God as judge


(52)

2.5 Hipotesis Penelitian Hipotesis peneliti

Hipotesis mayor

H1: Ada pengaruh yang signifikan dimensi religiusitas terhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido.

Hipotesis minor

H1.1: Ada pengaruh yang signifikan variabel dimensi religiusitas general religiosityterhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido.

H1.2: Ada pengaruh yang signifikan variabel dimensi religiusitas social religiosityterhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido.

H1.3: Ada pengaruh yang signifikan variabel dimensi religiusitas involved God

terhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido.

H1.4: Ada pengaruh yang signifikan variabel dimensi religiusitas forgiveness

terhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido.

H1.5: Ada pengaruh yang signifikan variabel dimensi religiusitas God as judge unvengefulnessterhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido.

H1.6: Ada pengaruh yang signifikan variabel dimensi religiusitasunvengefulness

terhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido.

H1.7: Ada pengaruh yang signifikan variabel dimensi religiusitas thankfulness


(53)

Hipotesis nihil Hipotesis mayor

H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan dimensi religiusitas terhadap resiliensi pada residen narkoba pada residen narkoba di BNN Lido.

Hipotesis minor

H0.1: Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel dimensi religiusitas general religiosityterhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido.

H0.2: Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel dimensi religiusitas social religiosityterhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido.

H0.3: Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel dimensi religiusitas involved Godterhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido.

H0.4: Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel dimensi religiusitas

forgivenessterhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido.

H0.5: Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel dimensi religiusitas God as judgeterhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido.

H0.6: Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel dimensi religiusitas

unvengefulnessterhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido.

H0.7: Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel dimensi religiusitas


(54)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dipaparkan tentang populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi konseptual dan operasional, teknik pengumpulan data, uji instrumen, prosedur penelitian, dan teknik analisa data.

Pada penelitian ini, yang hendak diteliti adalah apakah ada pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap resiliensi. Pendekatan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut adalah pendekatan kuantitatif, dimana temuan penelitian merupakan kesimpulan yang bersifat statistik.

3.1 Populasi dan sampel 3.1.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan satuan yang ingin diteliti. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah residen narkoba yang berjumlah 238 orang di BNN Lido (Unit Pelaksana Teknis (UPT) Terapi dan Rehabilitasi).

3.1.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang ingin diteliti. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 154 orang residen narkoba di di BNN Lido (Unit Pelaksana Teknis (UPT) Terapi dan Rehabilitasi). Sebanyak 30 orang residen untuktry outpenelitian dan 124 orang residen untuk penelitian lapangan.


(55)

3.1.3 Teknik pengambilan sampel

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang peneliti gunakan non probability purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Secara purpossive sampling, dimana sampel yang diambil adalah sampel yang memiliki ciri-ciri spesifik yang peneliti tentukan. Teknik ini tergolong dalam non-probability sampling yang berarti tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi subjek penelitian. Kriteria tertentu yang telah ditetapkan, yakni tercatat sebagai residen narkoba di BNN Lido, pada:

1. Fase primary green, yang merupakan tahapan program rehabilitasi yang dilaksanakan selama kurang lebih 6 s.d. 9 bulan.

2. Fase primary hope, yang merupakan fase yang sama dengan primary green.

Namun perbedaannya residen pada fase ini memiliki beberapa kriteria yang tidak dimiliki residen pada fase primary green, diantaranya yaitu usia 35 tahun keatas, riwayat pemakaian cukup lama (lebih dari 10 tahun), dan sudah pernah mengikuti rehabilitasi lebih dari satu kali.

3. Fase re-entry, yang merupakan suatu tahapan proses lanjutan setelah tahap primer, yang dilaksanakan selama kurang lebih 3 s.d. 6 bulan.

3.2 Variabel Penelitian

Dependent variable (variabel terikat) ialah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain yang sifatnya tidak dapat berdiri sendiri. Dependent variabel dalam penelitian ini adalah resilensi. Independent variable (variabel bebas) adalah


(56)

variabel yang memengaruhi variabel lain yang sifatnya berdiri sendiri.

Independent variable dalam penelitian ini adalah dimensi religiusitas, yaitu dimensi religiusitas general religiosity, dimensi religiusitas social religiosity,

dimensi religiusitas involved God, dimensi religiusitas forgiveness, dimensi religiusitas God as judge, dimensi religiusitas unvengefulness, dan dimensi religiusitasthankfulness.

3.2.1 Definisi operasional

Definisi operasional dari religiusitas adalah hasil pengukuran dengan skala dimensi religiusitas pada residen narkoba, yang diukur dengan skala dimensi religiusitas, yakni dimensi religiusitas general religiosity, dimensi religiusitas

social religiosity, dimensi religiusitas involved God, dimensi religiusitas

forgiveness, dimensi religiusitas God as judge, dimensi religiusitas

unvengefulness, dan dimensi religiusitasthankfulness.

Definisi operasional dari resiliensi adalah hasil pengukuran dengan skala resiliensi pada residen narkoba, yang diukur dengan skala resiliensi, yakni

external support(I Have),inner strengths(I Am), daninterpersonal and problem-solving Skills(I Can).

3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Instrumen penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan instrumen berupa skala atau kuesioner yang terdiri dari:


(57)

1. Isian biodata subjek penelitian, yang berisi pertanyaan mengenai biodata responden, yaitu jenis kelamin, usia, dan fase dalam rehabilitasi.

2. Skala Resiliensi, yang disusun peneliti sendiri dengan mengadaptasi skala resiliensi Grotberg (2003), yakni external support (I Have), inner strengths (I Am), daninterpersonal and problem-solving Skills(I Can).

3. Skala Dimensi Religiusitas, yang disusun peneliti sendiri dengan mengadaptasi skala dimensi religiusitas Kendler,et al. (2003), yaitu dimensi religiusitasgeneral religiosity, social religiosity, involved God, forgiveness, God as judge,


(58)

Skala resiliensi:

Tabel 3.1

Blue Print Skala Resiliensi

No. Aspek Indikator Skala Jmlh

FAV UNFAV

1. External Supports (I

Have)

Memiliki orang yang dapat dipercaya

1 35 2

Menyadari adanya batasan dan aturan dalam beperilaku

2, 3 36 3

Mempunyai orang yang mendorong untuk menjadi mandiri

4 37 2

Memiliki good role models

(panutan yang baik)

5, 6 38 3

Mendapatkan akses ke berbagai pelayanan

7 39 2

Memiliki keluarga dan komunitas yang stabil

8, 9 40 3

2. Innner Strengths(I Am) Seseorang seperti orang-orang pada umumnya

10 41 2

Tenang dan baik hati 11 42, 43 3

Peraih kesuksesan dan perencana masa depan

12, 13 44 3

Menghargai diri sendiri dan orang lain

14, 15 45 3

Berempati dan peduli terhadap orang lain

16, 17 46 3

Bertanggungjawab dan menerima konsekuensi atas perilaku

18, 19 47 3

Percaya diri, optimis, penuh harapan dan keyakinan

20, 21, 22, 23, 24

48 6

3. Interpersonal and

Problem-Solving Skills

(I Can)

Menghasilkan ide-ide dan cara baru 25 49 2 Mengerjakan pekerjaan hingga

selesai

26, 27 50 3

Mampu melihat sisi lucu kehidupan 28 51 2 Memiliki keterampilan dalam

berkomunikasi

29, 30 52 3

Kemampuan menyelesaikan masalah

31, 32 53 3

Mampu mengendalikan perilaku 33 54 2

Kemampuan menjangkau

pertolongan

34 55 2


(59)

Skala dimensi religiusitas:

Tabel 3.2

Blue Print Skala Dimensi Religiusitas

No. Aspek Indikator Skala Jmlh

FAV UNFAV

1. General religiosity Menggambarkan hubungan

individu dengan Tuhan

1, 2, 4, 11, 14, 16, 17

48 8

Keterlibatan aktif dengan Tuhan dalam sehari-hari

5, 6, 10, 13

49 5

Keterlibatan aktif dengan Tuhan dalam masa krisis/ menghadapi kesulitan

7, 8, 9 50, 51 5

Perhatian dan keterlibatan individu dengan hal-hal yang berkaitan dengan spiritual maupun keagamaan

3, 12, 15, 18

52 5

2. Social religiosity Membina hubungan dengan

individu sesama manusia maupun sesama penganut agama

19, 20, 21

53 4

Kehadiran di tempat beribadah 22, 23 54 3 Sikap dalam memandang dan

menggunakan obat-obatan terlarang

24, 25 55, 56 4

3. Involved God Mempercayai Tuhan 26, 27 57 3

Meyakini Tuhan 28, 29 58 3

4. Forgiveness Memaafkan orang lain dan diri

sendiri

30, 31, 32, 35

60 5

Merasakan kepedulian, rasa kasih sayang, dan saling maaf-memaafkan pada dunia

33, 34 59 3

5. God as judge Mempercayai Tuhan sebagai

penetap takdir

36, 37 61 3

Mempercayai hukum, dan nilai-nilai dari Tuhan

38, 39, 40

62 4

6. Unvengefulness Membebaskan diri dari rasa

dendam

42, 44 63 3

Tidak menaruh rasa dendam terhadap Tuhan dan dunia

41, 43 64, 65 4

7. Thankfulness Merasakan bersyukur 45, 47 66, 67 4

Menggambarkan perasaan

berterimakasih

46 68, 69 3


(60)

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa skala atau kuesioner. Kuesioner yang akan digunakan berupa Skala Model Likert dengan pola pertanyaan tertutup (close question). Pemberian skor pada skala ini menggunakan 4 alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Penilaian yang diberikan pada setiap pernyataan untuk lebih jelasnya akan diuraikan dibawah ini :

Tabel 3.3

Tabel Penilaian Skala Likert

Kategori SS S TS STS

Favorable 4 3 2 1

Unfavorable 1 2 3 4

3.4 Uji Instrumen

Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan uji instrumen dengan 124 item dari 2 skala yaitu skala Dimensi Religiusitas sebanyak 69 item dan Resiliensi sebanyak 55 item. Uji instrumen diberikan kepada 30 residen. Uji instrumen ini dilakukan dengan maksud mengetahui validitas instrumen dan tingkat reliabilitas intrumen yang digunakan.

3.4.1 Uji validitas

Validitas adalah derajat ketepatan suatu alat ukur tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur. Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur dalam hal ini skala atau kuesioner mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya. Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor masing-masing item dengan skor total.


(61)

Penghitungannya dengan menggunakan program SPSS versi 17.0 untuk memudahkan dalam proses perhitungan.

Suatu item dikatakan valid apabila korelasi Pearson yang didapatkan lebih

dari sama dengan ( ≥ 0,3). Berdasarkan uji validitas yang dilakukan, ditemukan

bahwa dari 55 item pada skala resiliensi yang ditry outkan, terdapat 48 item yang valid dan 7 item yang tidak valid, yaitu item no. 6, 9, 13, 19, 35, 38, dan 40. Sedangkan pada skala dimensi religiusitas, dari 69 item terdapat 59 item yang valid dan 10 item yang tidak valid, yaitu item no. 18, 24, 35, 41, 43, 52, 60, 64, 65, dan 69.

3.4.2 Uji reliabilitas

Suatu tes adalah reliabel apabila tes tersebut mampu memberikan hasil yang konsisten meskipun tes tersebut diberikan dan diskor oleh penilai yang berbeda, atau diberikan pada waktu yang berlainan, atau menggunakan bentuk paralel dari tes tersebut. Dalam penelitian ini, pengukuran reliabilitas akan dihitung dengan cara menghitung koefisien reliabilitas alpha cronbach, dengan menggunakan rumus koefisien alpha. Perhitungannya dengan menggunakan program SPSS 17.0 untuk memudahkan dalam proses perhitungan.

Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas melalui SPSS 17.0, didapatkan nilai koefisienalpha cronbach pada skala resiliensi sebesar 0,946. Uji reliabilitas untuk skala dimensi religiusitas sebesar 0,958. Dengan begitu kedua alat ukur yang terdapat dalam penelitian ini dapat dikatakan reliabel untuk mengukur skala-skala atau alat instrumen tersebut dan dapat digunakan.


(1)

VAR00024 162.3000 375.459 .394 .946

VAR00025 162.5667 375.840 .350 .946

VAR00026 162.4667 365.637 .673 .944

VAR00027 162.3667 372.654 .556 .945

VAR00028 162.3667 371.068 .565 .945

VAR00029 162.4000 372.524 .513 .945

VAR00030 162.4667 375.775 .315 .946

VAR00031 162.6333 367.482 .564 .945

VAR00032 162.6000 368.179 .559 .945

VAR00033 162.6333 371.826 .527 .945

VAR00034 162.6333 369.206 .645 .944

VAR00035* 162.7000 375.597 .190 .948

VAR00036 162.8333 367.523 .443 .945

VAR00037 162.9333 365.720 .525 .945

VAR00038* 162.7667 383.426 .005 .948

VAR00039 162.9333 369.651 .452 .945

VAR00040* 162.6000 374.110 .282 .946

VAR00041 162.9000 366.714 .639 .944

VAR00042 163.1667 370.213 .512 .945

VAR00043 163.3000 374.838 .318 .946

VAR00044 162.6000 360.041 .689 .944

VAR00045 162.5000 368.328 .544 .945

VAR00046 162.4667 365.430 .635 .944

VAR00047 162.5667 366.737 .557 .945

VAR00048 162.6000 363.628 .682 .944

VAR00049 162.7667 365.840 .561 .945

VAR00050 163.1000 371.886 .329 .946

VAR00051 162.8000 365.062 .695 .944

VAR00052 162.8667 366.533 .573 .945

VAR00053 163.0333 365.895 .638 .944

VAR00054 163.0000 372.345 .438 .945

VAR00055 162.7333 358.754 .733 .943


(2)

Uji Reliabilitas dan Validitas Skala Dimensi Religiusitas (30 Responden):

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

.958 69

Item-Total Statistics Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

VAR00001 206.4333 706.392 .684 .957

VAR00002 206.4333 702.323 .742 .957

VAR00003 206.3333 705.126 .683 .957

VAR00004 206.2667 698.133 .753 .957

VAR00005 206.5667 694.323 .799 .956

VAR00006 206.5667 696.875 .785 .957

VAR00007 206.3667 703.275 .760 .957

VAR00008 206.4667 703.499 .654 .957

VAR00009 206.5000 699.224 .738 .957

VAR00010 206.5000 703.086 .626 .957

VAR00011 206.2667 703.099 .736 .957

VAR00012 206.5333 702.189 .735 .957

VAR00013 206.5000 699.845 .720 .957

VAR00014 206.3333 703.609 .662 .957

VAR00015 206.4000 701.628 .748 .957

VAR00016 206.5000 701.155 .827 .957

VAR00017 206.4333 702.323 .742 .957

VAR00018* 207.7333 730.547 -.113 .960

VAR00019 206.5667 702.392 .684 .957

VAR00020 207.2000 713.752 .312 .958

VAR00021 206.6333 707.826 .562 .957

VAR00022 206.5667 704.944 .558 .957


(3)

VAR00024* 207.3667 721.757 .074 .959

VAR00025 206.4000 703.697 .536 .957

VAR00026 206.1333 706.120 .634 .957

VAR00027 206.2000 705.062 .665 .957

VAR00028 206.1667 705.868 .639 .957

VAR00029 206.1333 706.189 .632 .957

VAR00030 206.4333 704.116 .533 .957

VAR00031 206.5000 705.914 .472 .957

VAR00032 206.4667 705.154 .554 .957

VAR00033 206.3000 705.252 .669 .957

VAR00034 206.1667 705.247 .660 .957

VAR00035* 207.7000 722.838 .032 .959

VAR00036 206.3000 700.493 .690 .957

VAR00037 206.2000 704.166 .695 .957

VAR00038 206.3667 700.654 .765 .957

VAR00039 206.3000 705.666 .592 .957

VAR00040 206.2667 702.892 .743 .957

VAR00041* 207.7000 720.079 .082 .959

VAR00042 206.5333 701.982 .741 .957

VAR00043* 207.7000 721.872 .044 .960

VAR00044 206.5333 701.982 .741 .957

VAR00045 206.4333 697.702 .751 .957

VAR00046 206.4000 700.317 .721 .957

VAR00047 206.4333 700.323 .677 .957

VAR00048 206.9000 704.990 .386 .958

VAR00049 206.8667 706.671 .391 .958

VAR00050 206.5667 699.771 .503 .957

VAR00051 206.4667 699.706 .554 .957

VAR00052* 207.7000 713.597 .202 .959

VAR00053 206.6333 701.895 .555 .957

VAR00054 207.0000 699.586 .544 .957

VAR00055 207.4333 708.185 .360 .958


(4)

VAR00057 206.4667 697.706 .525 .957

VAR00058 206.5000 695.500 .575 .957

VAR00059 206.5333 703.361 .463 .957

VAR00060* 207.7000 713.597 .202 .959

VAR00061 206.5333 701.085 .490 .957

VAR00062 206.4667 700.740 .531 .957

VAR00063 206.6000 701.834 .515 .957

VAR00064* 207.7000 720.700 .071 .959

VAR00065* 207.7000 719.390 .095 .959

VAR00066 207.0333 708.723 .300 .958

VAR00067 206.7000 695.459 .586 .957

VAR00068 206.4667 704.189 .507 .957

VAR00069* 206.9333 713.720 .202 .959


(5)

Hasil uji regresi:

Model Summary

Tabel R square ‘Dimensi Religiusitas terhadap Resiliensi’ Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 0,498a 0,248 0,202 8,69733

a. Predictors: (Constant), Thankfulness, Social R., Unvengefulness, Forgiveness, God as judge, General R., Involved God

ANOVAb Model

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 2887,237 7 412,462 5,453 0,000a

Residual 8774,648 116 75,644

Total 11661,885 123

a. Predictors: (Constant), Thankfulness, Social R., Unvengefulness, Forgiveness, God as judge, General R., Involved God

b. Dependent Variable: RESILIENSI

‘Tabel Koefisien Regresi’ Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 23,164 6,583 3,519 0,001

General R. 0,180 0,154 0,178 1,164 0,247

Social R. 0,135 0,112 0,126 1,209 0,229

Involved God 0,021 0,184 0,020 0,111 0,911

Forgiveness 0,205 0,131 0,175 1,569 0,119

God as judge 0,122 0,193 0,116 0,633 0,528

Unvengefulness -0,081 0,086 -0,083 -0,947 0,345

Thankfulness 0,226 0,104 0,202 2,171 0,003


(6)

‘Pengujian sumbangan masing-masingindependent variabel’

IV Rsquare Rsquare

change

Sumbangan Sig. F

change

Sig.

X1 0,019 0,019 1,9% 0,320 Tidak Signifikan

X12 0,022 0,003 0,3% 0,513 Tidak Signifikan

X123 0,028 0,006 0,6% 0,354 Tidak Signifikan

X1234 0,059 0,031 3,1% 0,098 Tidak Signifikan

X12345 0,062 0,003 0,3% 0,501 Tidak Signifikan

X123456 0,067 0,005 0,5% 0,367 Tidak Signifikan

X1234567 0,248 0,181 18,1% 0,000 Signifikan

‘Uji beda berdasarkan fase dalam rehabilitasi’ ANOVA

RESILIENSI

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 336,320 3 112,107 1,188 0,031 Within Groups 11325,564 120 94,380