Metode Theapeutic community bagi residen narkotika di unit terapi dan rehabilitasi badan narkotika Nasional Lido-Bogor

(1)

LIDO-BOGOR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh: Maria Ulfah 107052000463

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H./2011 M.


(2)

LIDO-BOGOR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh: Maria Ulfah 107052000463

Dibawah bimbingan

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H./2011 M.


(3)

(4)

i

“Metode Therapeutic Community bagi Residen Narkotika di Unit Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, Lido-Bogor”

Pemakai narkotika dewasa ini semakin hari semakin bertambah, dari hari ke hari. Semua terjerat dengan barang haram tersebut. Dengan berbagai alasan ada yang hanya karena masalah, diajak oleh teman, dan gaya hidup modern seperti sekarang ini. Semua seakan berlomba-lomba demi mencoba barang haram tersebut. Padahal semua tahu akan bahaya yang ditimbulkan dari narkotika tersebut. Korbannya pun mulai berjatuhan dan tidak pernah pandang bulu dari semua pemakainya dan lebih mirisnya aparat pemerintah kita pun ada yang menggunakan barang haram tersebut. Dan akhirnya mereka semua harus berupaya menyembuhkan diri sendiri.

Therapeutic community merupakan program ataupun treatment untuk

menyembukan dan memulihkan para pemakai narkotika. man helf man to help

himself, yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya, itulah yang

ditanamkan dalam metode Therapeutic Community (TC) ini. Adapun penelitian ini dengan maksud mengetahui bagaimana penerapan TC di Unit Terapi dan Rehabilitasi BNN, lido, keunggulan serta kelemahan dan bagaimana respon para residen dari program TC.

Jenis penelitian ini adalah kualitatif melalui pendekatan deksriptif. Dan dengan teknik analisis data melalui reduksi data, menampilkan data dan verifikasi data. Pada penelitian ini penulis bermaksud melihat langsung bagaimana penerapan metode TC ini, serta melihat langsung keunggulan serta kelemahan dan respon para residen setelah melalui program TC. Dalam hal ini, penulis melakukan observasi, wawancara langsung dengan para konselor serta para residen korban narkotika.

Hasil dari therapeutic community (TC) yang dilakukan di Unit Terapi dan Rehabilitasi BNN, Lido. Antara lain dapat diketahui, yakni: semua metode TC ini dalam penerapannya oleh para konselor sesuai dengan metode therapeutic

community dari beberapa sumber tentang TC. Dari mulai kegiatan dan

pertemuan-pertemuan morning meeting, morning briefing, open house dan lain-lain. Keunggulan dan kelemahan dari metode therapeutic community (TC) ini dirasakan langsung oleh para residen, keunggulannya memberikan perubahan tingkah laku menjadi lebih baik, dapat mengontrol emosi, dapat bersosialisasi dengan baik dan menambah kepercayaan diri yang sebelumnya kurang. Kelemahan dari metode TC dirasakan tidak ada, hanya kelemahan dari dalam diri residen tetapi dapat mereka atasi sendiri. Respon para residen tentang metode

therapeutic community baik karena perubahan yang terasa langsung dalam diri


(5)

ii

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan iman, islam serta ihsan serta sehat wal’afiat yang tak terkira kepada

penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul

“Metode Therapeutic Community bagi Residen Narkotika di Unit Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, Lido-Bogor”. Shalawat dan salam semoga senantiasa selalu tercurahkan kepada kekasih Allah, yang telah memperjuangkan serta membawa umatnya dari zaman kebodohan sampai zaman terang benderang dengan berbagai ilmu yakni Nabi besar Muhammad SAW.

Hidup adalah perjuangan, begitupun dalam menyelesaikan tugas akhir ini banyak sekali hambatan-hambatan yang dihadapi dan dirasakan. Mulai dari persiapan pelaksanaan penelitian sampai dengan penulisan skripsi ini, akan tetapi berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dengan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Dan penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya terutama kepada:

1. Bapak Dr. H. Arif Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta para pembantu dekan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si, dan Bapak Sugiharto selaku Ketua dan Sekertaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.


(6)

iii

dan senantiasa meluangkan waktu, tenaga baik moril maupun materi selama proses penyelesaian skripsi.

4. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama menempuh pendidikan di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Khususnya kepada seluruh dosen jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang telah memberi penulis banyak ilmu yang sangat bermanfaat. 5. Seluruh Staff Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah

dan Ilmu Komunikasi serta Perpustakaan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia yang telah melayani peminjaman buku-buku literatur sebagai referensi dalam penyusunan skripsi ini. Serta seluruh staff akademik baik tata usaha, satpam, dan office boy Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

6. Kepala dan staff unit terapi dan rehabilitasi. Khususnya Bapak. Bambang, Sis Wipi, Bru Nanda, selaku terapis di Unit Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini khususnya dalam program Therapeutic

Community.

7. Orangtua tersayang Umi Nurhasanah dan Bapak Suhardi yang telah

senantiasa membesarkan dengan cinta, sayang, dan do’a kepada penulis

yang tiada pernah tergantikan dengan apapun. Penulis hanya dapat

memberikan do’a yang indah disetiap sujud “Allahumagfirli dzunubi


(7)

iv

materi ataupun non materi juga keponakan-keponakan yang terlucu yang selalu memberikan kecerian saat penulis merasa jenuh.

9. Teman-teman kelas yang sangat baik dan selalu memberikan motivasi kepada penulis Melia, Apri, Wahyudi, Ade, Handi juga semua teman BPI 2007 yang telah menemani penulis dalam mencari ilmu dan menemani hari-hari terindah di BPI. Juga kakak-kakak kelas di BPI angkatan 2005, angkatan 2006, adik-adik kelas angkatan 2008, 2009, dan 2010 telah sama-sama memperjuangkan BPI dalam setiap kegiatan juga semua pengurus BEMJ BPI. Serta semua teman-teman serta adik kelas dari jurusan KPI, MD, PMI dan konsentrasi Jurnalistik, KESSOS, dan MHU.

10.Bapak dan Ibu kostan. Sarbini yang telah menyediakan tempat tinggal yang sangat nyaman sehingga dapat berkonsetrasi dalam mencari ilmu. 11.Teman-teman kostan Kak Mimi, Kak Fuji, Kak Cha-cha, Kak Iki, Ida, Sri,

Mela, Nita dan teman sekamar penulis Kokom yang telah banyak memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Teman-teman organisasi penulis IKBAS JAYA RAYA, PERMASI JAYA RAYA, PERMATA BANDUNG, HMI, BEMF FIDKOM, BEMJ seluruh Fakultas. Khususnya Asep Ridwan, Kak Tasya, Adilah, Abir, Arif, Agus, Lini, Kak Sabir, Kak Abeng dan yang lainnya yang telah memotivasi juga menambah ilmu berorganisasi juga ilmu di setiap kajian.

13.Keluarga baru penulis di Bogor mamah, bapak, a basith, a faisal, uwes, wiwi, dede ndu yang telah memberikan penulis kebersamaan dan motivasi saat penelitian.


(8)

v

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahman, Rahim dan Rahmat kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan dan dukungannya kepada penulis.

Akhir kata, penulis menyadari penelitian skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya dan khususnya bagi segenap keluarga besar jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Ciputat, Juni 2011


(9)

vi

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Metode Therapeutic Community ... 16

1. Pengertian Metode ... 16

2. Konsep Therapeutic ... 17

3. Karakteristik Metode Therapeutic Community ... 21

B. Narkotika ... 26

1. Pengertian Narkotika ... 26

2. Jenis-jenis Narkotika ... 28

3. Penyebab Penyalahgunaan Narkotika ... 30

4. Bahaya Narkotika ... 38

C. Metode Therapeutic Community dan Penyalahgunaan Narkotika ... 42


(10)

vii

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 55

D. Teknik Sampling ... 55

E. Teknik Pengumpulan Data ... 55

F. Sumber Data ... 58

G. Teknik Analisa Data ... 59

H. Teknik Penulisan ... 60

I. Tinjauan pustaka ... 60

BAB IV: TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISIS A. Gambaran Umum UNITRA BNN ... 61

B. Temuan Penelitian ... 67

C. Analisis Metode Therapeutic Community ... 97

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 103 LAMPIRAN


(11)

1 A. Latar Belakang Masalah

Pada zaman modern ini, manusia selalu berusaha memajukan serta memenuhi kebutuhan mereka baik kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Serta memajukan perkembangan tekhnologi dan informasi. Dari semua kemajuan itu berdampak positif dan negatif terhadap manusia. Seperti hal nya narkotika yang muncul bersamaan dengan kemajuan zaman, dan hal ini bagi sebagian agama sangat dilarang karena memiliki pengaruh yang buruk terhadap manusia.

Dan dijelaskan Al-khamru maa khaamaral’aqla (khamar ialah semua bahan yang dapat menutup akal), sesuatu ungkapan yang pernah dikatakan oleh umar Ibnu-Khattab dari atas mimbar Rasulullah SAW. Kalimat ini memberikan pengertian yang tajam sekali tentang apa yang dimaksud khamar itu. Dengan demikian tidak banyak lagi pertanyaan-pertanyaan dan kesamaran. Demikianlah, setiap yang dapat mengganggu pikiran dan mengeluarkan akal dari tabiatnya yang sebenarnya disebut arak yang dengan tegas telah diharamkan Allah dan Rasul sampai hari kiamat nanti.1

Oleh karena itu, semua bahan yang kini dikenal dengan nama narkotik, seperti ganja atau mariyuana yang sudah dikenal pengaruhnya

1

Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, ( Surabaya: PT. Bina ilmu, Surabaya), h. 98-100.


(12)

terhadap perasaan dan akal pikiran sehingga yang jauh menjadi dekat dan yang dekat menjadi jauh, dapat melupakan suatu kenyataan, dapat mengkhayal yang tidak akan terjadi, serta orang bisa tenggelam dalam mimpi dan lamunan yang bukan-bukan. Orang yang minum bahan ini dapat melupakan dirinya, agama dan dunianya serta tenggelam dalam lembah khayal. Belum lagi apa yang akan terjadi pada tubuh manusia, yakni bahwa narkotik dapat melumpuhkan anggota tubuh manusia dan menurunkan kesehatan.

Lebih dari itu, narkotika dapat mengganggu kemurnian jiwa, menghancurkan moral, menurunkan iradah, dan melemahkan perasaan untuk melaksanakan kewajiban yang oleh pecandu-pecandu dijadikan sebagai alat untuk meracuni tubuh masyarakat.

Di balik itu semua, narkotika dapat menghabiskan uang dan merobohkan rumah tangga. Uang yang dipakai untuk membeli bahan tersebut adalah biaya hidup rumah tangga yang mungkin juga oleh pecandu-pecandu narkotik akan diambilnya dari harta biaya hidup anak-anaknya. Mungkin juga dia akan berbelok ke jalan yang tidak baik untuk mengambil keuntungan dari penjualan narkotik.

Kalau di atas disebutkan bahwa perbuatan haram itu dapat membawa pada keburukan dan bahaya, bagi kita sudah cukup jelas tentang haramnya bahan yang amat jelek ini, jiwa, moral, masyarakat dan perekonomian.

Haramnya narkotika ini telah disepakati oleh ahli-ahli fiqih yang pada zamanya dikenal dengan nama alkhabaits (yang jelek-jelek).


(13)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam tinjauannya mengatakan, “ ganja

(hasyisy) adalah bahan haram, baik orang yang merasakan itu mabuk

ataupun tidak. Hasyisy ini biasa dipakai oleh orang-orang jahat karena di dalamnya mengandung unsur-unsur memabukkan dan menyenangkan. Biasanya dicampur dengan minuman-minuman yang memabukkan.”2

Bedanya hasyisy dengan arak adalah bahwa arak dapat menimbulkan reaksi dan pertentangan. Tetapi hasyisy dapat menimbulkan krisis dan kelemahan. Oleh karena itu, dia dapat merusak pikiran dan membuka pintu syahwat serta hilangnya perasaan cemburu (ghirah).

Hasyisy lebih berbahaya daripada minuman keras (miras).3

Dan ada orang yang berpendapat bahwa ganja lebih tegas diharamkannya daripada khamar, karena khamar hanya menghilangkan akal, sedang ganja dapat menghilangkan akal, jiwa dan harta. Bahkan didalamnya terkumpul tiga dosa, yaitu:

1. Ia menghilangkan akal, karena ia tidak hanya memabukkan saja, tetapi dapat menyebabkan gila, maka ia diharamkan.

2. Ia menghilangkan harta, karena ia mendorong terjadinya pengangguran dan karena ganja lebih disukai daripada khamar.

3. Ia merusak jiwa, karena ganja mendorong untuk menjadi pecandu dan membawa kepada kematian, oleh karena itu ia haram hukumnya.4

2

Ibid.,h.99.

3

Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, h. 98-100.

4

Ahmad Syauqi Al-Banjari, Nilai Kesehatan dalam Syari’at Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 242.


(14)

Dari wacana Islam di atas kita dapat mengetahui bahwa, sangat teramat bahayanya narkotika. Penyalahgunaan narkotika dewasa ini sudah sangat kompleks dan menimbulkan banyak permasalahan. Dalam kehidupan modern sekarang ini banyak hal-hal baru yang timbul dan muncul ke permukaan, seiring dengan bertambah pintarnya manusia yang diciptakan tekhnologi-tekhnologi serangkaian konsekuensi yang sulit dihindari. Benturan-benturan nilai budaya kerap terjadi dan terbawa dalam kerjasama global, hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan sosial dan budaya.

Dalam kehidupan sehari-hari menjadi mudah terprovokasi melakukan kegiatan-kegiatan negatif, seperti halnya mudah terjerumus kepada gaya hidup hedonis, yaitu kegiatan yang semata-mata memuja kenikmatan dunia, yang sudah barang tentu akrab dengan narkotika.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Dadang Hawari telah dapat dibuktikan bahwa sebenarnya seorang penyalahguna/ ketergantungan narkotika adalah seorang yang mengalami gangguan kejiwaan, orang yang sakit, seorang pasien, yang memerlukan pertolongan terapi serta rehabilitasi dan bukannya hukuman. Adapun perbuatan penyalahguna/ ketergantungan narkotika dengan segala dampaknya itu (kriminalitas dan perilaku anti sosial lainnya) adalah merupakan perkembangan lanjut dari


(15)

gangguan kejiwaanya. Oleh karena itu seyogyanya penanganan seorang penyalahguna/ ketergantungan narkotika pada tahap rehabilitasi.5

Dan penelitian yang dilakukan Dadang Hawari membuktikan bahwa penyalahgunaan narkotika menimbulkan dampak antara lain merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang halal dan mana yang haram, perubahan mental dan perilaku menjadi anti sosial (psikopat), merosotnya produktivitas kerja, gangguan kesehatan, mempertinggi kecelakaan lalu lintas, kriminalitas, dan tindak kekerasan lainnya baik kuantitatif dan akhirnya kematian sia-sia.6

Penyalahgunaan narkotika adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis narkotika secara berkala atau teratur di luar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial.7

Sedangkan pengguna narkoba adalah seseorang yang benar-benar hanya menggunakan narkoba atau alkohol untuk sekedar bersenang-senang, berekreasi, bersantai dan menghilangkan stress atau kecemasan, hanya menggunakan pada perayaan atau acara-acara khusus, atau untuk hiburan. 8

5

Dadang hawari, psikater, Al-Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), Edisi 3, h. 2-3.

6

Ibid,. h. 267-268.

7

Astwin, Pengertian Narkoba,artikel ini diakses pada tanggal 31 mei 2011dari http://astwin. Blogspot.com/ 2009/03 pengertian -narkoba

8

David & Joyce Djaelani Gordon, Mengadapi & mencari solusi terhadap masalah penggunaan, penyalahgunaan & adiksi narkoba & sekolah-sekolah di Indonesia, h. 20.


(16)

Ada upaya untuk menangani para penyalahguna narkotika yakni salah satunya dengan rehabilitasi. Agar para penyalahguna narkotika dapat memantapkan kepribadian untuk kembali bersosialisasi dengan masyarakat. Dijelaskan rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna atau ketergantungan napza agar kembali sehat, dalam arti sehat fisik, psikologik, sosial dan spiritual agama.9

Berbagai program rehabilitasi narkotika menjadi salah satu langkah yang serius dalam penanganan penyalahgunaan narkotika. Adanya program rehabilitasi di Indonesia sesuai dengan pasal 45 UU No. 22/ 1997 tentang narkotika yang menyebutkan bahwa pecandu narkotika wajib menjalani pengobatan dan atau perawatan.10

Salah satu tempat rehabilitasi yang ada di Indonesia adalah UNITRA (Unit Terapi dan Rehabilitasi), Lido, Bogor, Jawa Barat, merupakan tempat rehabilitasi yang berada di bawah pengawasan langsung Badan Narkotika Nasional (BNN) yang menampung pecandu narkoba secara gratis. Kampus tempat orang-orang menjalani rehabilitasi ini menggunakan metode terapi medical base, sosial base, faith base dan

alternative base. Dan Sosial Base meliputi Therapeutic Community. Yakni

sebuah terapi yang meliputi perhatian, perlindungan serta dukungan

9

Dadang hawari, 2000, Penyalahguna dan Ketergantungan Napza, ( Jakarta: FKUI), h. 132.

10


(17)

perkembangan secara fisik, mental, emosional dan spiritual yang seimbang.11

Metode Therapeutic Community (TC) yaitu suatu metode rehabilitasi sosial yang ditujukan kepada korban penyalahguna narkotika,

yang merupakan sebuah “keluarga” terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah yang sama dan memiliki tujuan yang sama, yaitu menolong diri sendiri dan sesama yang oleh seseorang dari mereka, sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari negatif ke arah tingkah laku yang positif.12

Peneliti sangat tertarik dengan metode serta tempat rehabilitasi yang ada di bawah Badan Narkotika Nasional. Maka peneliti akan meneliti dengan judul “ Metode Therapeutic Community Residen Narkotika di Unit Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, Lido- Bogor” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, dalam upaya rehabilitasi di UNITRA, menawarkan beberapa pelayanan dan program , diantaranya terapi Medical Base, Sosial Base, Faith Base dan Alternative Base. Dan pembatasan penelitian ini adalah pada Sosial Base yang didalamnya terdapat program Therapeutic Community. Melihat permasalahan yang dihadapi berkenaan dengan judul di atas, maka penulis membatasi masalah

11Masbar, “ Mengenal Kampus UNITRA (Unit Terapi dan Rehabilitasi Narkoba) Milik BNN…Gratis Gan!!”, artikel ini diakses pada 2 Februari 2011 dari http://www. Kaskus.us/ showthread. Php2t= 386321.

12Winanti,“Pendahuluan Therapeutic Community (TC)”, artikel ini diakses pada

28 April 2011 dari lapas narkotika. files.wordpress.com/2008/07 therapeutic community.rev1_1doc.pdf.


(18)

agar arah, tujuan dan sasaranya lebih jelas dan tepat. Maka penulis membatasi permasalahan pada metode Therapeutic Community bagi residen narkotika di UNITRA.

2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, penulis merumuskan masalah pada proses seorang residen mengikuti Therapeutic Community: a. Bagaimana metode Therapeutic Community ini diterapkan?

b. Apa saja keunggulan dan kelemahan metode Therapeutic Community ? c. Bagaimana respon para residen terhadap metode Therapeutic

Community?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan metode Therapeutic

Community ini diterapkan

b. Untuk mengetahui dan menganalisis keunggulan dan kelemahan dari metode Therapeutic Community

c. Untuk mengetahui dan menganalisis respon para residen terhadap metode Therapeutic Community


(19)

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

1) Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada metode therapeutic community bagi residen narkotika.

2) Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya pada kajian yang sama tetapi pada ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam di dalam metode therapeutic community.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi peneliti, dapat menambah pengalaman dalam metode

therapeutic community.

2) Bagi lembaga/rehabilitasi dapat dijadikan pedoman dalam metode

therapeutic community.

3) Bagi jurusan, penelitian ini dapat menambah koleksi tentang kajian metode therapeutic community.

4) Bagi akademik, dapat menambah wawasan, informasi dan pengetahuan tentang metode therapeutic community bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan khususnya di Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.


(20)

D. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan dalan skripsi ini penulis menguraikan dalam beberapa bab, yaitu:

BAB I, Pendahuluan, yang membahasa tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II, menguraikan Landasan Teori, yang tercakup didalamnya pengertian metode, Konsep Therapeutic, karakteristik metode therapeutic

community, pengertian narkotika, jenis-jenis narkotika, penyebab

penyalahguna narkotika, bahaya narkotika, dan metode therapeutic

community dan penyalahguna narkotika.

BAB III, metodologi penelitian, yang mencakup jenis metode penelitian, lokasi dan waktu penelitian, subyek dan objek penelitian, teknik pengumpulan data, sumber data dan teknik analisa data.

BAB IV, memaparkan Gambaran Umum Unit Terapi dan Rehabilitasi BNN,Temuan dan Analisa yakni, bagaimana metode

Therapeutic Community diterapkan, apa saja keunggulan dan kelemahan

metode Therapeutic Community dan bagaimana respon para residen yang mengikuti program Therapeutic Community.

BAB V, adalah Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Secara keseluruhan penulisan skripsi ini diawali dengan abstrak, kata pengantar dan daftar isi, serta diakhiri dengan daftar pustaka dan lampiran.


(21)

16 A. Metode Therapeutic Community

1. Pengertian Metode

Metode atau cara sering sekali didengar di manapun, karena dalam berbagai kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan kita selalu menggunakan metode atau cara. Baik dalam kehidupan yang sederhana maupun yang sulit sekalipun.

Sedangkan metode secara etimologi adalah berasal dari dua kata yaitu meta artinya melalui dan hodos artinya jalan, cara. Dalam bahasa Yunani metode berasal kata methadhos (jalan), yang dalam bahasa arab berarti thariq.1 Dalam pengertian yang lebih luas, metode bisa pula

diartikan sebagai “segala sesuatu atau cara yang digunakan untuk

mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan”.2

Dengan demikian dapat diartikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan dengan hasil yang efektif dan efesien. Efektif artinya antara biaya, tenaga dan waktu seimbang. Dan efisien artinya sesuatu yang berkenaan dengan pencapaian suatu hasil.3

1

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Cet Ke-1, h. 61.

2

M. Luthfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 120

3

Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 99.


(22)

Metode adalah satu pelayanan, suatu jalan atau alat saja.4 K. Prente

menerjemahkan “methodus” sebagai cara mengajar.5 Dalam bahasa inggris

disebut method yang artinya cara, yaitu suatu cara untuk mencapai suatu cita-cita.6

Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat dipahami bahwa pengertian metode yang dimaksud adalah cara atau jalan dengan sistematis untuk mencapai hasil yang sempurna.

2. Konsep Therapeutic

Kata terapi sering sekali didengar dalam berbagai bentuk pengobatan dan penyembuhan baik pengobatan medis ataupun non-medis. Dan terapi telah banyak digunakan di pusat-pusat penelitian, rehabilitasi, rumah sakit dan departemen kesehatan.

Secara etimologi (harfiyah) perkataan „terapi’ berasal dari bahasa

Inggris, yakni “therapy”, dalam bahasa Indonesia dimaknai dengan

“pengobatan, perawatan dan penyembuhan”, dalam kamus istilah Konseling

dan Terapi, Therapeutic ialah menunjuk pada sifat menyembuhkan, atau menyehatkan; atau sesuatu benda atau aktivitas yang memiliki potensi atau sifat menyembuhkan atau menyehatkan.7 Sedangkan dalam bahasa Arab, kata

therapy” padanan artinya menggunakan istilah istasyfa yang berasal dari

penggalan lafadz syafa-yasyfi-syifaan, dan berarti “menyembuhkan”.8

4

Ibid,. h. 100.

5

Woyo Wasito, Kamus Inggris- Indonesia, (Jakarta: CV Press, 1974), h. 208.

6

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, ( Jakarta: Logos, 1997), Cet Ke-1, h. 59.

7

Andi Mappiare A.T, Kamus Istilah Konseling dan Terapi, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 334.

8

M. Lutfi, Nuansa-Nuansa Terapi dalam Konseling Islam, Dakwah VIII, no.1 (Jakarta: 2009), h. 53.


(23)

Therapeutic Community merupakan salah satu teknik dalam penyembuhan atau rehabilitasi penyalahguna narkotika. Therapeutic

Community atau yang biasa disebut TC adalah komunitas mantan pecandu

yang satu dengan yang lainnya saling membantu untuk pulih dan tetap berhenti dari obat-obatan. Kurangnya respon yang efektif dari para profesional pada pecandu obat dan ketergantungan mereka pada obat-obat ringan untuk menghilangkan rasa sakit menimbulkan kekecewaan. Hingga adanya TC yang sumber penyembuhan utamanya tidak tergantung pada individu tetapi pada dorongan kekuatan kelompok/komunitas. Konsep dasar TC memilih untuk mengembangkan sistem hirarki yang ketat pada organisasi sosial.

Konsep dasar TC adalah model pendekatan yang sukses untuk merawat klien dengan gangguan perilaku dan kecanduan.Konsep kepercayaan wewenang yang memancar dari masyarakat dan diwakilkan oleh hirarki TC adalah perlunya mekanisme pengendalian sosial bagi populasi dengan mengabaikan riwayat serius untuk peraturan formal dan bentuk kewenangan. Hingga saat ini metode TC masih digunakan oleh Unit Pelaksana Teknis Terapi & Rehabilitasi di Lido sebagai salah satu cara untuk menyembuhkan/merehabilitasi penyalahguna narkotika.9

De leon menyebutkan bahwa therapeutic community memiliki empat kerangka teori. Kerangka teori ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi

9 Agung bnn, “

Therapeutic Community”, artikel ini diakses pada 29 April 2011 dari

http://www.bnn.go.id/portal/index.php/konten/detail/deputi-rehabilitasi/artikel/3031/therapeutic-community


(24)

kepentingan klinis, penelitian dan pengembangan program dalam ruang lingkup adiksi dan masalah-masalah yang menyertainya.10

Pertama, therapeutic community (TC) didefinisikan sebagai suatu bentuk self-help approach yang unik. Therapeutic memiliki makna menggunakan pendekatan interaksi sosial dan psikologikal sebagai tujuan utamanya dalam merubah gaya hidup dan identitas individu sedangkan makna dari community merupakan metode yang digunakan dalam mencapai perubahan yang diinginkan dalam tiap individu.

Kedua, secara esensi, therapeutic community dibentuk dari kumpulan konsep-konsep, kepercayaan, asumsi-asumsi, dan pengetahuan klinis yang telah melalui proses penelitian dan observasi lebih dari 30 tahun yang memiliki fokus terhadap adiksi dan ilmu kejiwaan.11

Ketiga, therapeutic community diatur ke dalam tiga komponen, meliputi: perspektif, model dan metode. Secara perspektif menggambarkan bagaimana TC memandang gangguan penyalahgunaan narkoba, individu yang menyalahgunakan narkoba, proses pemulihan yang dijalani dan dinilai hidup yang dianut. Secara model menjelaskan bahwa TC merupakan program perawatan yang terstruktur yang merupakan organisasi sosial, dan mencakup aktifitas keseharian. Yang dimaksud metode adalah community as method di mana orang-orang yang berada dalam perawatan program TC dilatih atau diajarkan bagaimana mereka belajar untuk lebih mengenal diri mereka melalui interaksi sosial denga rekan sebaya dan komunitas.

10 Tino Hapsoro Tetranto, “ Gambaran Status Depresi Pada Pecandu Narkoba yang Berada dalam Pusat Rehabilitasi (12 Steps dan Therapeutic Community),” (Skripsi S1 Fakultas

Psikologi, Universitas Indonesia, 2008), h. 23.

11


(25)

Keempat,menjelaskan bagaimana ketiga komponen utama (perspektif, model, dan metode) bekerja secara bersama dan saling berhubungan dalam proses perubahan yang dialami. Ketiga elemen tersebut bertujuan untuk memfasilitasi perubahan gaya hidup dan identitas individu. Untuk memperoleh perubahan yang optimal membutuhkan respon dari interaksi individu dalam komunitas dan internalisasi dalam proses belajar.12

TC merupakan program rumahan yang memiliki perencanaan tinggal selama 15 sampai 24 bulan. Programnya berfokus pada resosialisasi dari individu dan komunitas sebagai saran perubahan yang dilakukan oleh resident, staff dan lingkungan sosial sebagai komponen aktif dari treatmen tersebut. Hoolbrook & pearce menyebutkan bahwa tujuan utama dari TC adalah perubahan gaya hidup secara menyeluruh, meliputi abstinansi penggunaan narkoba, eliminasi perilaku anti sosial, mempertinggi pendidikan, pengembangan pekerjaan dan pengembangan perilaku serta nilai-nilai prososial.

De Leon menyebutkan bahwa right living atau nilai- nilai sosial bagi yang dianut merupakan filosofi yang tidak tertulis (unwritten philosophy) mengandung unsur yang sangat tinggi dalam pencapaian perubahan, beberapa diantaranya yaitu honesty, responsibility, do your things right and everything else will follow, respect to be respected, sincerity no free lunch, consistency. Semua bentuk right living bersifat aplikatip dalam pelaksanaanya.13

12 Ibid.,h. 24.

13


(26)

3. Karakteristik Metode Therapeutic Community

Teori yang mendasari metode therapeutic community (TC) adalah

pendekatan behavioral dimana berlaku sistem reward

(penghargaan/penguatan) dan punishment (hukuman) dalam mengubah suatu perilaku. Selain itu digunakan juga pendekatan kelompok, dimana sebuah kelompok dijadikan suatu media untuk mengubah suatu perilaku.

TC adalah sekelompok orang dengan masalah yang sama, mereka berkumpul untuk saling bantu dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helf man to help himself, yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya. Dalam program TC kesembuhan diciptakan lewat perubahan persepsi/pandangan alam (the renewal of

worlview) dan penemuan diri (self discovery) yang mendorong pertumbuhan

dan perubahan (growth and change).14

Konsep TC yaitu menolong diri sendiri, dapat dilakukan dengan adanya:

a. Setiap orang bisa berubah.

b. Kelompok bisa mendukung untuk berubah. c. Setiap individu harus bertanggung jawab.

d. Program terstruktur dapat menyediakan lingkungan aman dan kondusif bagi perubahan.

e. Adanya partisipasi aktif.15

14Winanti, “Pendahuluan

Therapeutic Community (TC)”,

15Winanti, “Pendahuluan


(27)

TC merupakan suatu wujud kehidupan nyata dalam bentuk simulasi. Di dalam TC ada berbagai norma-norma dan falsafah yang dianut untuk membentuk perilaku yang lebih baik. Norma-norma dan falsafah yang ditanamkan dalam TC tersebut kemudian berkembang menjadi suatu budaya TC, yang di dalamnya mencakup:

a. The Creed (Philosophy)

Merupakan filosofi atau falsafah yang dianut dalam TC. Falsafah ini merupakan kerangka dasar berpikir dalam program TC yang harus dipahami dan dihayati oleh seluruh residen.

b. Unwritten Philosophy

Merupakan nilai-nilai dasar yang tidak tertulis, tetapi harus dipahami oleh seluruh residen. Karena, inilah nilai-nilai atau norma-norma yang hendak dicapai dalam program. Dengan mengikuti program TC ini, residen dapat membentuk perilaku baru yang sesuai dengan unwritten philosophy.

c. Cardinal Rules

Cardinal rules merupakan peraturan utama yang harus dipahami dan

ditaati dalam program TC, yaitu:

a) No Drugs (tidak diperkenankan menggunakan narkoba).

b) No Sex (tidak diperkenankan melakukan hubungan seksual dalam

bentuk apapun).

c) No Violence (tidak diperkenankan melakukan kekerasan fisik).

d. Four Structure Five Pillars dalam TC

1) 4 kategori struktur program tersebut ialah:


(28)

Perubahan perilaku yang diarahkan pada kemampuan untuk mengelola kehidupannya sehingga terbentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai, norma-norrma kehidupan masyarakat.

b) Emotional and pshicological (pengendalian emosi dan psikologi)

Perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan penyesuaian diri secara emosional dan psikologis.

c) Intellectual and spiritual (pengembangan pemikiran dan

kerohanian).

Perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan aspek pengetahuan, nilai-nilai spiritual, moral dan etika, sehingga mampu menghadapi dan mengatasi tugas-tugas kehidupannya maupun permasalahan yang belum terselesaikan.

d) Vocational and survival (keterampilan kerja dan keterampilan

bersosial serta bertahan hidup).

Perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan dan keterampilan residen yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan tugas-tugas sehari-hari maupun masalah dalam kehidupannya.16

2) 5 pillars ( 5 tonggak dalam program) dalam TC

a) Family mileu concept (konsep kekeluargaan).

Untuk menyamakan persamaan di kalangan komunitas supaya bersama menjadi bagian dari sebuah keluarga.

16Winanti, “Pendahuluan


(29)

b) Peer pressure (tekanan rekan sebaya).

Proses dimana kelompok menekankan contoh seseorang residen dengan menggunakan teknik yang ada dalam “TC”.

c) Therapeutic session (sesi terapi).

Berbagai kerja kelompok untuk meningkatkan harga diri dan perkembangan pribadi dalam membantu proses pemulihan

d) Religious session (sesi agama).

Proses untuk meningkatkan nilai-nilai dan pemahaman agama

e) Role modeling (keteladanan).

Proses pembelajaran dimana seorang residen belajar dan mengajar mengikuti mereka yang sudah sukses.17

e. Tools of The House

Tool’s of the house merupakan alat-alat atau instrument yang ada dalam TC yang digunakan untuk membentuk perilaku. Penerapan Tool’s of the

house yang benar diharapkan dapat membawa perubahan perilaku yang

lebih baik.

f. Struktur (Hirarki) Fungsi Kerja

Di dalam TC dikenal adanya kelompok-kelompok yang terbagi dalam departemen (divisi), dimana residen yang berada dalam departemen tersebut akan menjalankan tugasnya setiap hari sesuai dengan fungsi kerjanya (job function) masing-masing. Hal ini diperlukan untuk menjaga kelangsungan operasional kegiatan sehari-hari serta sebagai latihan

17Winanti, “Pendahuluan


(30)

keterampilan dan meningkatkan tanggung jawab residen terhadap komunitasnya. Di dalam job function tersebut dikenal adanya sistem status (hirarki) yang menentukan tanggung jawab dari residen. Sistem status (hirarki berdasarkan status) tersebut adalah:

1) C.O.D. (coordinator of department)

2) Chief

3) Shingle/ H.O.D. (Head of Departement)

4) Ramrod

5) Crew

g. Tahapan Program

1) Induction

Tahap ini berlangsung pada sekitar 30 hari pertama saat residen mulai masuk. Tahap ini merupakan masa persiapan bagi residen untuk memasuki tahap primary.

2) Primary

Tahap ini ditujukan bagi perkembangan sosial dan psikologis residen. Dalam tahap ini residen diharapkan melakukan sosialisasi, mengalami pengembangan diri, serta meningkantkan kepekaan psikologis dengan melakukan berbagai aktivitas dan sesi terapeutik yang telah ditetapkan. Dilaksanakan selama kurang lebih 3 sampai dengan 6 bulan.

4. Re-entry

Re-entry merupakan program lanjutan setelah primary. Program


(31)

bersosialisasi dengan kehidupan luar setelah menjalani perawatan di

primary. Tahap ini dilaksanakan selama 3 sampai 6 bulan.

5. Aftercare

Program yang ditujukan bagi eks-residen/ alumni. Program ini dilaksanakan di luar panti/ rehab dan diikuti oleh semua angkatan di bawah supervisi dari staff re-entry. Tempat pelaksanaan disepakati bersama.

Dengan budaya TC seperti di atas, maka diharapkan pelaksanaan program benar-benar dijalankan oleh residen. Residen sebagai objek dan subjek yang menjalankan treatment. Program disusun untuk membuat residen terlibat secara penuh dalam setiap kegiatan, sesuai dengan job function-nya masing-masing. Kedudukan petugas hanya sebagai pengawas, yang mengawasi jalannya program.18

B. Narkotika

1. Pengertian Narkotika

Narkotika berasal dari bahasa inggris “narcotics” yang berarti obat yang menidurkan atau obat bius.19 Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia”, narkotika adalah “obat untuk menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa ngantuk atau rangsangan

18Winanti, “Pendahuluan Therapeutic Community (TC)”, 19

S. Warjowarsito dan Tito. W, Kamus Lengkap Bahasa Inggris- Indonesia, Indonesia-Inggris, (Bandung: 1980), h. 122.


(32)

(opium, ganja, dsb)”.20 Narkotika adalah seluruh bagian dari tanaman

papaver, koka dan ganja dengan tidak memandang apakah bagian dari tanaman tersebut mengandung zat aktif yang tergolong narkotika ataupun tidak.21

Menurut pasal 1 butir (1) undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang

narkotika (UU NO. 22/ 1997): “ Narkotika adalah zat atau obat yang

berasal dari tanaman sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.22

Narkoba adalah istilah yang merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lain. Narkoba termasuk golongan bahan atau zat yang jika masuk kedalam tubuh akan mempengaruhi fungsi-fungsi yang dapat merusak tubuh terutama otak. Narkoba juga termasuk bahan adiktif karena dapat menimbulkan ketergatungan,dan juga termasuk sebagai zat psikoaktif yang dapat mempengaruhi sistem kerja otak sehingga mengubah perilaku pemakainya menjadi cenderung lebih negatif.23

Sedangkan Naza adalah singkatan dari narkotika, alkohol, dan zat adiktif lainnya. Naza adalah obat, bahan, atau zat dan bukan tergolong

20

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 609.

21Sumarmo Ma’sum,

Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat, ( Jakarta: CV Haji Masagung, 1987), h. 63.

22

Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2007), h. 159.

23

Tim Ahli, Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta: BNN, 2010), h.17.


(33)

makanan jika diminum, dihisap, dihirup, ditelan atau disuntikan, berpengaruh terutama pada kerja otak (susunan saraf pusat), dan sering menyebabkan ketergantungan. 24

2. Jenis- Jenis Narkotika

Banyak sekali jenis-jenis narkotika yang terkadang masyarakat tidak mengetahuinya, baik bentuk dan bahayanya apabila menggunakan narkotika tersebut. Dalam undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika, disebutkan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan,25 yang dibedakan dalam 3 golongan, yaitu:

a. Narkotika golongan I: berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan. Tidak digunakan untuk terapi. Contoh: Heroina, Kokaina, Tanaman Ganja, Etorfina, Tanaman Koka, Daun Koka, Asertofina,

Ketobemidona, Amfetamina, Opium Obat, serta Putaw adalah Heroin tidak

murni berupa bubuk, dan lain-lain.

b. Narkotika golongan II: berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan. Digunakan pada terapi sebagai pilihan terakhir. Contoh: Morfina,

Petidina, Hidromorfinol, Fentanil, Rasemorfan, Tebakon, Properidina dan

lain-lain.

24

Tim Ahli, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini, (Jakarta: BNN, 2007),h. 27.

25


(34)

c. Narkotika golongan III: berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan dan banyak digunakan dalam terapi. Contoh: Kodeina, Etilmorfina,

Dihidrokodeina, Polkodina, Nikodikodina.26

Berdasarkan cara pembuatannya, Narkotika dibedakan kedalam 3 golongan, yaitu:

a. Narkotika Alami

Adalah narkotika yang zat aktifnya diambil dari tumbuhan-tumbuhan (alam), contohnya adalah : Ganja, Hasis, Coca, Opium.

b. Narkotika Semi Sintetik

Adalah narkotika alami yang diolah, diambil zat aktifnya (intisarinya) agar memiliki khasiat lebih kuat sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kedokteran. Contohnya: Morfin, Codein, Heroin, Cocaine c. Narkotika Sintetik

Adalah narkotika palsu yang dibuat dari bahan kimia, digunakan untuk pembiusan dan untuk pengobatan bagi orang yang menderita ketergantungan narkoba sebagai narkoba pengganti (substitusi), seperti:

Petidine, Methadone dan Naltrexon.27

26

Tim Ahli, Pencegahan dan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini, h. 28-29.

27

Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaanya (T. tp.: LKP Yayasan Karya Bhakti, 2004), h. 13-16.


(35)

3. Penyebab penyalahgunaan narkotika

Penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika terjadi akibat interaksi tiga faktor yaitu:

a. Faktor Narkotika

Semua jenis narkotika bekerja pada bagian otak yang menjadi pusat penghayatan kenikmatan, termasuk stimulasi seksual. Oleh karena itu penggunaan narkotika ingin diulangi lagi untuk mendapatkan kenikmatan yang diinginkan sesuai dengan khasiat farmakologiknya.

Potensi setiap jenis narkotika untuk menimbulkan ketergantungan tidak sama besar. Makin luas pusat penghayatan kenikmatan dipengaruhi narkotika, makin kuat potensi narkotika untuk menimbulkan ketergantungan.

b. Faktor Individu

Kebanyakan penyalahgunaan narkotika dimulai atau terdapat pada remaja atau masa sekolah, sebab remaja atau pelajar yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik, maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan menyalahgunakan narkotika. Perubahan tersebut yaitu:

1) Perubahan Biologik

Pada awal masa remaja atau pada masa sekolah tinggi badan dan berat badan bertambah cepat. Postur badan juga berubah, mulai seperti postur badan orang dewasa dan ciri-ciri seksual sekunder mulai nampak.


(36)

Perubahan yang cepat pada masa peralihan ini sering menimbulkan kebingungan dan keresahan. Disatu pihak badannya telah besar sehingga lebih pantas bergaul dengan anak yang sudah lebih tua. Disisi lain secara psikologis mungkin ia belum siap untuk bergaul dengan anak yang lebih tua, karena masih ingin bermain seperti pada masa kanak-kanak.

Kebingungan ini bertambah bila orang tuanya tidak konsisten. Bila ia menuntut suatu hak atau kebebasan, ia dibilang masih kecil. Sebaliknya bila ia memperlihatkan sikap kurang bertanggung jawab, ia dikatakan sudah dewasa. Kebingungan, keresahan, dan bahkan depresi akibat perubahan tersebut di atas dapat mendorong anak menyalahgunakan narkotika.

2) Perubahan psikologik

Pada masa remaja atau masa sekolah, individu mulai melepaskan ikatan emosional dengan orangtuanya dalam rangka membentuk identitas diri. Di sisi lain, secara finansial ia masih bergantung pada orangtuanya. Demikian pula bila ia mengahadapi kesulitan ia masih membutuhkan bantuan orangtua.

Pada masa remaja atau masa sekolah ini kemampuan intelektualnya bertambah. Daya abstraksi, kemampuan konseptual, kemampuan memahami suatu persoalan jadi berkembang, idealismenya masih tinggi dan keingintahuan terhadap dunia sekitarnya bertambah kuat, ia ingin mengetahui berbagai masalah di sekitarnya, termasuk mencari pengalaman seksual dan mencoba narkotika, mulai dari merokok, minuman keras


(37)

beralkohol dan lain-lain. Merokok atau minuman beralkohol sering dipandang sebagai lambang kedewasaan.

Pada remaja seusia 15-16 tahun sering terdapat keyakinan bahwa dirinya lain dari orang lain (personal fable). Ia yakin bahwa bila narkotika merugikan orang lain, narkotika tidak akan merugikan dirinya bahwa ia yakin dapat mengendalikan penggunaannya, walaupun kenyataannya menunjukan sebaliknya.

3) Perubahan sosial

Dalam rangka melonggarkan ikatan dengan orang tua, remaja membutuhkan teman sebaya. Minat terhadap lawan jenis juga mulai timbul. Diterimanya seorang remaja dalam kelompok merupakan kebanggaan tersendiri bagi seorang remaja, walaupun untuk diterima dalam suatu kelompok ia harus mengikuti nilai atau norma kelompok tersebut. Bila kelompok tersebut merokok, ia pun tak keberatan akan merokok pula.

Bila pada masa remaja orangtua terlalu banyak memberi aturan atau larangan, remaja akan menunjukan sikap memberontak, antara lain dengan menggunakan narkotika yang pasti merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh orangtua.

Anak atau remaja dengan ciri-ciri tertentu mempunyai resiko lebih besar untuk menjadi penyalahguna narkotika.


(38)

Penyalahgunaan narkotika sering terdapat bersama-sama gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti depresi, antisietas atau gangguan kepribadian anti sosial.

c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dana lingkungan pergaulan, baik pergaulan di sekitar rumah, di sekolah maupun di tempat-tempat umum. Faktor-faktor diantaranya yaitu:

1) Lingkungan keluarga

Faktor lingkungan, terutama faktor orangtua yang sering ikut menjadi penyebab seorang anak atau remaja menjadi penyalahguna narkotika antara lain:

a) Orangtua yang kurang komunikatif dengan anak,

b) Orangtua yang terlalu banyak mengatur anak selalu menuruti kehendak anak (permisif).

c) Orangtua yang menuntut secara berlebihan agar anak berprestasi di luar kemampuannya atau keinginannya, misalnya dalam hal memilih jurusan di sekolah.

d) Disiplin orangtua yang tidak konsisten.

e) Sikap ayah dan ibu yang tidak sepaham terutama dalam hal pendidikan anak.

f) Orangtua yang terlalu sibuk sehingga kurang memberi perhatian kepada anaknya.


(39)

g) Orangtua yang kurang harmonis, sering bertengkar, orangtua berselingkuh.

h) Orangtua yang tidak memiliki dan menanamkan norma-norma, nilai-nilai tentang baik-buruk, boleh atau tidak boleh dilakukan. i) Orangtua atau salah satu anggota keluarga yang menjadi

penyalahguna narkotika. 2) Lingkungan sekolah

Lingkungan sekolah yang sering ikut mendorong terjadinya penyalahgunaan narkotika antara lain:

a) Sekolah yang kurang disiplin, tidak tertib. b) Sering tidak ada pelajaran pada jam sekolah. c) Pelajaran yang membosankan.

d) Guru yang kurang pandai mengajar.

e) Guru/pengurus sekolah yang kurang komunikatif dengan siswa. f) Sekolah yang kurang mempunyai fasilitas untuk menampung atau

menyalurkan kreativitas siswanya. 3) Lingkungan Masyarakat

Remaja atau pelajar tidak hanya hidup di dalam lingkungan keluarga dan di sekolah, melainkan juga dalam masyarakat luas. Oleh karena itu, kondisi dalam masyarakat juga mempengaruhi perilaku remaja, termasuk perilaku yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika.

Faktor-faktor itu antara lain: a) Mudah diperolehnya narkotika. b) Harga narkotika makin murah.


(40)

c) Kehidupan sosial, ekonomi, politik dan keamanan yang tidak menentu menyebabkan terjadinya perubahan nilai dan norma, antara lain sikap yang permisif (membolehkan).

Faktor-faktor tersebut memang tidak selalu menyebabkan seseorang akan menjadi penyalahguna narkotika. Akan tetapi makin banyak faktor tersebut ditemukan pada seseorang pelajar atau remaja, makin besar kemungkinan orang itu menjadi penyalahguna narkotika.

Penyalahgunaan narkotika harus dipelajari kasus demi kasus. Faktor individu, faktor keluarga, dan faktor pergaulan tidak selalu berperan sama besarnya dalam menyebabkan seseorang menyalahgunakan narkotika. Karena faktor pergaulan, bisa saja seorang anak yang berasal dari keluarga harmonis dan cukup komunikatif, menjadi penyalahguna narkotika.28

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh hawari, terdapat tiga faktor penyebab penyalahguna narkotika ditinjau dari sudut pandang psikodinamik, yaitu:

a. Faktor Presdiposisi

Adalah gangguan kejiwaan yaitu gangguan kepribadian (antisosial), kecemasan, dan depresi. Seseorang dengan gangguan kepribadian (antisosial) tidak mampu untuk berfungsi secara wajar dan efektif di rumah, di sekolah, atau di tempat kerja dan dalam pergaulan sosialnya. Untuk mengatasi ketidakmampuan berfungsi secara wajar dan untuk

28


(41)

menghilangkan kecemasan dan atau depresinya itu; maka orang cenderung menyalahgunakan narkotika. Upaya ini dimaksudkan untuk mencoba mengobati dirinya sendiri atau sebagai reaksi pelarian.

b. Faktor Kontribusi

Adalah kondisi keluarga yang terdiri dari tiga komponen, yaitu keutuhan keluarga, kesibukan orang tua dan hubungan interpersonal antar keluarga. Seseorang yang berada dalam kondisi keluarga yang tidak baik (disfungsi keluarga) akan merasa tertekan, dan ketertekanannya itu dapat merupakan faktor penyerta bagi dirinya terlibat dalam penyalahguna/ ketergantungan narkotika. Kondisi keluarga yang tidak baik atau disfungsi keluarga yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1) Keluarga tidak utuh, misalnya salah seorang dari orang tua meninggal, kedua orang tua bercerai atau berpisah.

2) Kesibukan orang tua, misalnya kedua orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaan atau aktifitas lain, sehingga waktu untuk anak kurang. Keberadaan orang tua di rumah juga mempunyai pengaruh, misalnya orang tua jarang di rumah menyebabkan komunikasi dan waktu bersama dan perhatian untuk anak juga kurang bahkan tidak ada sama sekali.

3) Hubungan interpersonal yang tidak baik, yaitu hubungan antara anak dengan kedua orang tuanya, anak dengan sesama saudaranya (anak sesama anak), dan hubungan antara ayah dan ibu yang ditandai dengan sering cek-cok, bertengkar, dingin masing-masing acuh tak acuh dan


(42)

lain sebagainya sehingga suasana rumah menjadi tegang dan kurang hangat.29

c. Faktor Pencetus

Adalah pengaruh teman kelompok sebaya dan narkotika nya itu sendiri. Penelitian yang dilakukan hawari menyebutkan bahwa pengaruh teman kelompok sebaya mempunyai andil 81,3% bagi seseorang terlibat penyalahguna/ ketergantungan narkotika. Sedangkan tersedianya dan mudahnya narkotika diperoleh mempunyai andil 88% bagi seseorang terlibat penyalahgunaan/ ketergantungan narkotika.30

Ditinjau dari pendekatan kesehatan jiwa, pemakaian zat dibagi menjadi beberapa golongan:

a. Experimental Use, yaitu pemakaian zat yang tujuannya ingin mencoba,

sekedar memenuhi rasa ingin tahu.

b. Social Use, atau disebut juga Recreational Use yaitu penggunaan zat-zat

tertentu pada waktu resepsi (minum whisky) atau untuk mengisi waktu senggang (merokok) atau pada waktu pesta ulang tahun atau waktu berkemah (mengisap ganja bersama-sama teman).

c. Situasional Use yaitu penggunaan zat pada saat mengalami ketegangan,

kekecewaan, kesedihan dan sebagainya dengan maksud menghilangkan perasaan-perasaan tersebut.

d. Abuse atau penyalahgunaan, yaitu suatu pola penggunaan zat yang bersifat

patologik, paling sedikit satu bulan lamanya, sehingga menimbulkan gangguan fungsi sosial.

29

Dadang Hawari, Penyalahguna dan Ketergantungan NAZA: Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif, (Jakarta: FKUI, 2006), h. 24-29.

30


(43)

e. Dependent Use yaitu bila sudah dijumpai toleransi dan gejala putus zat bila pemakaian zat dihentikan atau dikurangi dosisnya.31

4. Bahaya Narkotika

Kebanyakan zat dalam narkotika sebenarnya digunakan untuk pengobatan dan penelitian. Tetapi karena berbagai alasan- mulai dari keinginan untuk coba-coba, ikut trend/ gaya, lambang status sosial, ingin melupakan persoalan dan lain-lain. Maka narkotika kemudian disalahgunakan. Penggunaan terus menerus dan berlanjut akan menyebabkan ketergantungan atau dependensi atau kecanduan.

Secara umum jenis-jenis narkoba yang banyak disalahgunakan sering memiliki nama atau istilah sesuai dengan bahasa setempat (sesuai konteks lokal setempat). Pada masyarakat maka jenis narkoba yang saat ini banyak disalahgunakan adalah ganja, ekstasi, shabu dan heroin (putaw).32

a. Ganja, istilah lain: Cimeng, Kanabis, Marijuana, Pot, Thai Stick, Grass,

Gelek, Rasta, Dope, Weed, Hash, Mayijane, Sinsemilla.

Bahaya penyalahgunaan ganja: skizofrenia. Pada tahap jangka pendek, pemakai ganja dapat meningkatkan selera makan, denyut nadi juga meningkat. Sering menjadi penyebab gangguan dalam dimensi penglihatan, misalnya jarak pandang tidak normal, sesuatu nampak jauh padahal dekat. Sehingga jika mengendarai kendaraan bermotor akan sangat berbahaya karena sering terjadi tabrakan. Gangguan lain adalah tidak wajarnya kemampuan berfikir secara logis. Dalam dosis besar

31

Satya Joewana, Gangguan Pengguna Zat: Narkotika, Alcohol dan Zat Adiktif Lain, (Jakarta: PT. Gramedia, 1989), h. 13-14.

32


(44)

pemakai merasa terjadi perubahan dalam persepsi suara dan warna yang menjadi lebih tajam. Sedangkan daya pikirnya melambat dan terjadi kebingungan. Jika dosisnya sangat besar, pengaruhnya sama dengan halusinogen, dan dapat menyebabkan cemas, panik bahkan gangguan jiwa, kehilangan minat terhadap kegiatan lain seperti sekolah, pekerjaan, hubungan antar sesama dan juga malas melakukan kegiatan fisik dan suka menyendiri.

Bahaya lainnya adalah apabila ganja yang dikonsumsi dengan cara merokok maka mengandung % tar lebih banyak daripada tembakau yang memilki kandungan tar tertinggi. Pemakai ganja akan meningkatkan resiko terkena kanker paru dan penyakit paru lainnya.33

b. Ekstasi, istilah lain: XTC, inex, ADAM, E, Fantasy Pills, Cece, ceiin,

kancing, rolls, beans, flipper, hammer.

Bahaya penyalahgunaan ekstasi: depresi, gangguan jiwa, kerusakan otak. Segera setelah memakai ekstasi, maka aktivitas mental-emotional meningkat karena terjadi perubahan fungsi fatal tubuh. Terjadi dehidrasi, pusing dan lelah. Sistem organik dalam tubuh tidak dapat mengendalikan suhu tubuh. Ekstasi juga merusak organ-organ tubuh seperti hati dan ginjal. Dapat mengakibatkan kejang dan gagal jantung. Dosis besar ekstasi akan menyebabkan gelisah, tidak dapat diam, cemas dan halusinasi. Pemakaian ekstasi jangka panjang dapat merusak otak bahkan

33


(45)

menimbulkan depresi gangguan daya ingat dan psikosis atau gangguan jiwa.

Bahaya lainnya, dikarenakan ekstasi terdiri dari beberapa bahan yang memiliki kandungan psikoaktif atau racikan dari beberapa zat-zat lainnya. Sehingga jenis kandungan yang terdapat disetiap tablet ekstasi akan memiliki dosis variasi yang berbeda satu dengan lainnya.34

c. Shabu, istilah lain: Ice, Crystal, Yaba, Ubas, SS, Mecin.

Bahaya penyalahgunaan shabu: stroke dan kematian. Segera setelah pemakaian maka akan mengalami hilangnya rasa selera makan dan pernafasan menjadi cepat. Denyut jantung dan tekanan darah juga meningkat. Suhu tubuh meningkat sehingga tubuh berkeringat. Dengan dosis yang besar pemakainya akan gelisah, tidak dapat diam dan mengalami serangan balik. Jika dosis berlebihan dapat menyebabkan kejang-kejang, stroke, gagal jantung dan bahkan kematian karena terhentinya proses pernafasan. Pemakaian shabu jangka panjang dapat menyebabkan kurang gizi, berat badan turun, dan ketergantungan psikologis. Sedangkan jika pemakaianya dihentikan akan diikuti tidur dalam waktu yang lama, kemudian depresi (rasa murung).35

Bahaya lainnya, pemakaian shabu kadang-kadang juga memicu agresitivitas, kekerasan dan perilaku aneh. Shabu-shabu punya efek yang keras sekali. Terbukti jika shabu-shabu diletakkan di atas daging mentah kemudian detekan dengan alat seperti kantung telepon, maka daging itu

34

Tim Ahli, Advokasi Penyalahguna Narkotika,h. 23.

35


(46)

akan hangus. Di samping itu, asap dari shabu-shabu yang biasanya dihisap, jika mengenai kulit muka akan membuat kulit muka rusak.

d. Heroin, istilah lain: Diacetil Morfin, Smack, Dope, Hoerse, Putaw (PT).

Bahaya penyalahgunaan heroin: apatis, gejala sakauw, overdosis dan kematian. Segera setelah memakai heroin maka pupil mata menyempit, timbul rasa mual, muntah, tenggorokan kering, tidak mampu berkonsentrasi dan apatis (acuh tak acuh). Heroin sangat adiktif, sangat menyebabkan ketergantungan baik secara fisik maupun psikologis. Terjadi toleransi (penyesuaian tubuh) terhadap heroin, sehingga jumlah heroin yang dipakai meningkat, agar diperoleh pengaruh yang sama pada tubuh.

Pemakaian heroin jangka panjang menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, antara lain: berat badan turun drastis, kurang gizi, dan sembelit. Juga menyebabkan haid tidak teratur, impotensi, mengantuk dan acuh tak acuh. Jika pemakaian heroin tiba-tiba dihentikan atau dosisnya dikurangi, maka terjadi gejala putus zat (sakaw) seperti kejang otot, mencret, tremor (anggota tubuh bergetar tanpa kendali), panik, hidung dan mata berair, menggigil, berkeringat, gelisah, tidak bisa tidur, dan rasa nyeri seluruh tubuh.

Bahaya lainnya, dapat terjadi overdosis (kelebihan dosis), sehingga dapat tidak sadarkan diri dan meninggal karena terhentinya pernafasan.36

36


(47)

C. Metode TC dan Penyalahgunaan Narkotika

Sebenarnya masalah penggunaan narkotika/obat bukanlah sesuatu yang baru bagi umat manusia. Sejak zaman dahulu manusia selalu berusaha mencari obat sebagai penyembuhan penyakit fisik. Zat yang terkandung dalam obat tersebut ternyata banyak pengaruhnya pada diri manusia, dan seringkali dapat membuat manusia dapat melupakan rasa sakit maupun beratnya tekanan hidup. Sifat khas obat itulah yang acapkali membuat orang menyalahgunakan obat untuk mencari kenikmatan belaka.37

Metode therapeutic community (TC) kepada para penyalahgunaan narkotika (residen) sangat erat kaitannya. Karena apabila sebuah metode diciptakan tanpa digunakan, maka tidak menutup kemungkinan seorang residen tidak pernah akan sembuh dan pulih dari ketergantungan dengan narkotika.

Therapeutic Community ( TC) adalah sekelompok orang yang

mempunyai masalah sama, mereka berkumpul untuk saling bantu dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man

to help himself, yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong

dirinya sendiri.38

Metode therapeutic community ini dapat membantu para penyalahgunaan narkotika, dalam memberikan solusi menghadapi masalah yang ditimbulkan akibat narkotika dengan cara seorang residen dengan

37

Danny I yatim dan Irwanto, Kepribadian, Keluarga, dan Narkotika tinjauan social-psikologis, (Jakarta: Arcan, 1986), h.3.

38


(48)

residen yang lain dijadikan satu kelompok keluarga. Dan mereka semua dapat bertukar pemikiran dan mencari jalan keluar bersama dari narkotika karena satu tujuan mereka yakni terbebas dari bahaya dan pengaruh narkotika karena sebelumnya mereka memiliki teman atau lingkungan yang buruk sehingga mereka memakai narkotika, tetapi ketika mereka dalam metode atau program therapeutic community mereka mendapatkan lingkungan yang baik dengan tujuan yang sama terbebas dari narkotika.

Karenanya narkotika tidak hanya memberikan efek dan dampak buruk terhadap kesehatan kepada manusia tetapi lebih dari itu dampak terhadap psikologis dan sosial individu. Karena seorang individu disamping harus sehat kembali dari bahaya narkotika tetapi juga harus mempersiapkan individu untuk kembali kepada masyarkat. Karena dalam

seorang individu terdapat kata “mantan/pengguna” narkotika yang tidak dapat dihapus dari ingatan masyarakat. Maka dengan adanya metode

therapeutic community” seorang individu di persiapkan seutuhnya dan mendapatkan kembali kepercayaan diri untuk kembali ke dalam keluarga dan masyarakat.

Diantaranya metode Therapeutic Community tersebut, yaitu:

Tentang macam-macam pembagian hak di dalam Therapeutic

Community (TC) kepada residen:

1. Tahap Awal

a). WAM (walking around money): Memenejemen keuangan


(49)

c). First Request for a pass: Harus dikawal oleh pengawal (buddy)

d). Letter Writing: Izin untuk menulis surat dengan peninjauan kembali oleh

konselor

e). A job change from the service crew: Berhak memilih pekerjaan yang ia

mau

f). Job training as a night person: Posisi penanggung jawab komunitas

g). Special assignments: Punya kesempatan menjadi pengawal (buddy)

h). Staff assistant positions: Hak untuk menjadi asisten semua staff. 39

2. Tahap Lanjutan (semua tingkatan hak yang terdahulu)

a). Can leave facility without escort: ditentukan tempatnya dengan alasan

yang jelas dan waktu yang terbatas b). BI: jalan-jalan mingguan

c). Phone Use: boleh menelpon keluar dengan waktu yang ditentukan dan

tujuan yang ditentukan

d). Phone Desk: penanggung jawab bagian telpon

e). Group Leader: dapat memfasilitasi satu ruangan dan membimbing

kegiatan encounter group

f). stipend positions are available: posisi yang berhak mendapatkan gaji,

yakni posisi manajemen, administrasi, dan departemen tambahan

g). Sleeping space: tempat tidur diberikan sesuai dengan waktu dan status

h). Ruangan tidur yang terpisah agar dapat merefleksi sebagai tanda tanggung jawab untuk dirinya dan orang lain

39

George de Leon, The Therapeutic Community (theory, model and method), (Springer Publishing Company,t.t), h. 213.


(50)

i). Pre re-entry status granted: mendapatkan tambahan jam bagi permintaan personal

3. Tahap Akhir (semua tingkatan hak yang terdahulu)

a). Overnight passes: ditinjau kembali orangnya siapa dan pengalamannya

bagaimana (catatan kelakukan baik) b). Diizinkan bebas dari kegiatan sore

c). Assist as staff on the house: mengontrol kegiatan ditengah malam dengan

staff

d). Request itineraries from staff: mempunyai perencanaan sendiri 1-2 hari

e). Reduced house duties: residen yang mendapatkan stipend job atau pegawai

yang tinggal dalam perawatan dan tidak bertanggung jawab atas kebersihan dipagi hari.40

A. Peraturan Utama dalam metode TC (Therapeutic Community)

a. Peraturan Utama (cardinal rules) merupakan utama yang harus dipahami dan ditaati dalam program TC:

1. Tidak melakukan tindakan kekerasan, atau mengintimidasi orang lain 2. Tidak menggunakan narkoba, alcohol, atau menghancurkan property 3. Tidak boleh ada kegiatan seks, romantik, atau seks secara langsung.41

b. Peraturan Pemimpin (major rules):

1. Tidak mencuri atau melakukan tindakan kriminal lainnya 2. Tidak merusak atau menghancurkan barang lainnya 3. Tidak membuat kelompok bersenjata.

40

Ibid.,h. 214.

41


(51)

c. Peraturan rumah (house rules):

1. Menerima semua aturan (mendengarkan dan terbiasa) 2. Disiplin (on time)

3. Berpenampilan menarik 4. Menjaga tingkah laku

5. Tidak melakukan perbuatan menyimpang 6. Tidak berpindah-pindah kamar

7. Tidak menerima pemberian (hadiah) tanpa izin staff.42

Beberapa metode TC (therapeutic community) apabila dalam rumah bermasalah;

a. Verbal pull-ups: teguran langsung dengan komunikasi yang halus jika

ada kegiatan yang tidak sesuai di dalam rumah

b. Learning Experience: pembelajaran yang diberikan anggota keluarga

untuk menyadari perilakunya yang negatif

c. Floor bans: teguran langsung kepada teman sekamar yang selalu

meminta-minta atau melanggar peraturan sekalipun di dalam kamar

d. Encounter: sebuah group dimana setiap anggota keluarga dibebaskan

untuk mengekspresikan perasaan kesal, kecewa, sedih dan lain-lain. ini merupakan kegiatan pembentukan perilaku dan pengaturan emosi agar lebih disiplin dan terarah.

e. Expulsion: teguran langsung keluarga atau family dan memohon

hukuman berat kepada residen yang melanggar peraturan utama.

42


(52)

f. GI house ban: untuk memfasilitasi isi dari bagian hukuman yang mengganggu banyak kegiatan dan membatasi kebebasan seorang sampai melengkapi perintah rumah. 43

Test urine dalam pandangan TC:

TC memberikan fasilitas kediaman dan lingkungan yang bebas dari narkoba. test urine dianggap penting karena sebagai kontrol terhadap residen. Dalam penggunakan narkotika diganti dengan dapat diberikan

cafein atau rokok.Dan dapat diketahui positif dan negative dari test urine

seorang residen menggunakan narkoba. dan residen tidak dapat menuntut staff apabila hasil test residen dinyatakan positif. 44

Dalam metode TC (therapeutic community) ada berbagai macam pertemuan dengan komunitas, diantaranya:

1. Static Group

Merupakan suatu kegiatan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil yang membicarakan berbagai macam persoalan kehidupan keseharian dan kehidupan yang lalu.

Dalam kegiatan static, setiap kelompok difasilitasi oleh seorang konselor yang membangun suasana nyaman dan rasa percaya sesama residen. Tujuan static:

a. Membangun kepercayaan antara sesame residen dan konselor

b. Image breaking (membuka diri dengan membangkitkan rasa percaya

pada lingkungan)

43

De Leon, The Therapeutic Community,h. 242.

44


(53)

c. Menumbuhkan rasa tanggung jawab moril terhadap permasalahan temannya

d. Bersama mencari solusi pemecahan masalah yang tepat. Tata cara pelaksanaan static group:

1) Family dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dipimpin oleh

seorang static (peer counselor) 2) Setiap kelompok duduk melingkar

3) Kegiatan yang dimulai dengan membaca doa yang dipimpin oleh

counselor, dimana semua residen dalam setiap kelompok saling

bergandeng tengan

4) Kelompok mulai melakukan sharing permasalahan pribadi mereka, dilanjutkan dengan confrontation (tanya jawab) dan pemberian feed

back oleh masing-masing anggota kelompok/ counselor

5) Kegiatan ditutup dengan pembacaan doa dan diakhiri dengan saling bersalaman dan berpelukan. 45

2. Morning meeting

Morning meeting yaitu rapat setiap hari setelah sarapan,

mengumpulkan seluruh residen dan para staff dalam satu tempat. Dalam

morning meeting semua residen dan staff menyampaikan kegiatan

sehari-hari yang akan dilakukan masing-masing individu. Konsep dari pertemuan

45Winanti,“Pendahuluan Therapeutic Community (TC)”, artikel ini

diakses pada 28 April 2011 dari lapas narkotika. files.wordpress.com/2008/07 therapeutic


(54)

ini agar para residen mengawali hari dengan kegiatan yang positif. Dari semua kegiatan yang terkecil semua harus disampaikan dalam komunitas.46

Caranya yaitu dengan mengumpulkan semua residen dan staff dalam satu tempat, biasanya di meja makan setelah sarapan. Dan masing-masing menyampaikan rencana kegiatan, mempersentasikan atau menyampaikan dan selanjutnya menyampaikan kegiatan yang akan dilakukan setelahnya. Untuk mempersentasikan kepada semua residen dan

staff, seorang residen harus mengawali dengan pembukaan “good morning family”. Kemudian semua residen harus respect atau menjawab dengan pembukaan yang sama “good morning”. Morning meeting ini biasanya dilakukan pada pukul 08.30 pagi sampai semua selesai menyampaikan kegiatan masing-masing.47

Tata cara pelaksanaan morning meeting adalah: 1. Seluruh family berkumpul di suatu tempat/ ruangan

2. Family berdiri membentuk lingkaran dan bergandengan tangan untuk

membaca serenity prayer yang dipimpin oleh salah satu residen yang diikuti oleh seluruh residen lainnya

3. Setelah selesai membaca serenity prayer, maka seluruh residen berangkulan untuk membaca philosophy yang dipimpin oleh salah satu residen dan diikuti oleh residen lainnya

4. Family duduk melingkar dengan membentuk huruf U dengan susunan

status older berada diujung lingkaran

46

De Leon, The Therapeutic Community,h. 251.

47


(55)

5. Di bagian tengah ujung lingkaran disediakan dua kursi untuk seorang

conduct (mayor on duty) dan seorang C.O.D./ On Chair (C.O.D. (C.O.D.

yang bertugas hari itu)

6. Morning meeting dimulai dengan sesi announcement, dilanjutkan

dengan awareness, pull ups, interruption, issue, dan diakhiri dengan

second half. Second half terdiri dari ritual up lifter, games, weather

forecast, news

7. Setelah second half dilanjutkan dengan pembacaan process observer, pembentukan theme of the day

8. Morning meeting ditutup dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh

chief dengan seluruh residen berdiri dan saling bergandengan tangan

9. Sebelum meninggalkan tempat, residen saling bersalaman dan berpelukan (hugh each other).48

3. Morning Briefing

Merupakan kegiatan yang membahas berbagai hal yang menyangkut kegiatan TC selama 1 minggu yang dilakukan pada akhir minggu. Tujuannya untuk meningkatkan kejujuran sesama family.49

4. Open House

Open House merupakan kegiatan yang membahas berbagai hal

yang menyangkut kegiatan TC selama 1 minggu dilakukan pada akhir minggu. Tujuannya untuk meningkatkan kejujuran sesama family.50

48Winanti,“Pendahuluan

Therapeutic Community (TC).”

49Winanti,“Pendahuluan

Therapeutic Community (TC).”

50Winanti,“Pendahuluan


(56)

5. Seminar

Yaitu kegiatan yang berupa pemberian materi yang berkaitan dengan TC, narkoba, maupun pengetahuan lain yang relevan. Tujuannya adalah membuka wawasan dan menumbuhkan kesadaran diri terhadap bahaya narkoba. kegiatan ini diikuti family TC dengan pemberi materi PC

(peer counselor), mayor, serta para staff dan pejabat di lingkungan

rehabilitasi.51

6. General Meeting

Pertemuan yang dihadiri oleh seluruh family yang dilakukan pada saat terjadi sebuah pelanggaran utama. Pertemuan ini dipimpin langsung oleh program director/ program manager. 52

7. Community Group

Di dalam TC (therapeutic community), terapi dan pendidikan didalamnya berfokus atau dikhususkan kepada individu masing-masing yang terdiri dari macam-macam bentuk dan cara didalam kelompok. Pada pertemuan ini menggambarkan macam-macam kegiatan dalam community atau kelompok didalam TC, yang mana didalamnya diutamakan pada psikologis dan pendidikan kelompok. Pertemuan itu yakni encounter atau pertemuan-pertemuan mendadak, probes atau merupakan special group yang diadakan tidak terjadwal tetap yang merupakan group sharing dalam rumah, dan marathon atau pertemuan share kelanjutan dari probes tetapi

51

Winanti,“Pendahuluan Therapeutic Community (TC).”

52


(57)

lebih lama dalam share, pengajaran tambahan atau tutorials dan workshop/ pelatihan kerja. 53

8. Encounter Group

Encounter group di dalam metode TC, sangat penting. Kegiatan ini

yang dirancang khusus untuk mengekspresikan perasaan kesal, kecewa, sedih, perhatian (concern). Kegiatan ini merupakan kegiatan pembentukan perilaku dan pengaturan emosi agar lebih disiplin dan terarah. Tujuan

encounter group yaitu:

a) Menciptakan kehidupan komunitas yang sehat dan dinamis b) Menjadikan komunitas personal yang bertanggung jawab c) Menumbuhkan keberanian untuk mengungkapkan perasaaan d) Membangun kedisiplinan

e) Belajar mengarahkan emosi secara baik dan benar tanpa menimbulkan dendam.54

Tata cara pelaksanaan encounter group:

a. Residen duduk membentuk lingkaran b. Di tengah barisan lingkaran diposisikan dua kursi yang saling berhadapan

dengan jarak tertentu (± 1,5 m)

c. Seorang conduct (fasilitator/ salah satu mayor) memimpin doa sebelum memulai kegiatan

d. Conduct memandu residen untuk menyebutkan rules of encounter satu

persatu secara bergantian

53

De Leon, The Therapeutic Community,h. 286.

54Winanti,“Pendahuluan


(58)

e. Family yang memasukkan drop slip/ memiliki feeling duduk di kursi yang disediakan secara bergantian

f. Family yang memiliki feeling tersebut melakukan running feeling/

menyalurkan kemarahannya kepada residen yang dimaksudkan/ di drop slip

g. Setelah semua family family yang drop slip melakukan running feeling, maka conduct memberikan feed back

h. Kegiatan ditutup dengan membaca doa yang dipimpin oleh conduct

i. Setelah selesai semuanya maka diakhiri dengan saling bersalaman dan berpelukan.55

55Winanti,“Pendahuluan


(1)

berhubungan. Tidak diperbolehkan melakukan tindakan kekerasan karena itu sangat melanggar peraturan utama (cardinal rules) dalam metode TC. Sedangkan pendapatnya mengenai penerapan disesuaikan dengan empat struktur dalam program TC yakni pada behavior management shaping (pembentukan/ pemangkasan tingkah laku) lebih tepatnya pada perubahan perilaku yang diarahkan pada kemampuan untuk mengelola kehidupannya sehingga terbentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai, norma-norma kehidupan masyarakat. Dan dalam pembentukan ini ada pada tools of the house .

Sedangkan menurut Wilis Wulandari

“TC merupakan salah satu program pemulihan yang mempunyai dari pecandu untuk pecandu dan Penerapan program TC yakni berdasarkan literature yang diterapkan dari Amerika hanya saja dikombinasikan dengan culture di Indonesia contohnya ketika saya di Amerika di sana waktu home leave (pulang ke rumah) dibagikan kondom tetapi di Indonesia tidak karena itu menyalahi culture Indonesia yang melarang seks bebas.”17

Pendapatnya ini karena dalam lingkungan rehabilitasi Unitra setelah residen pada tahap re-entry adapula discharge ( setelah selesai program ia boleh keluar dari lingkungan Unitra) atau ia dapat menjadi OJT (on job training) atau konselor mantan pengguna narkotika. Sedangkan dalam program therapeutic community ditujukan kepada residen fase pemantapan (older member) yang mendapatkan outing/ home leave

17


(2)

100

(priviledge yang diberikan kepada anggota keluarga untuk keluar dengan keperluan tertentu, seperti medical dan keperluan lainnya) ditempat rehabilitasi Unitra. Ini jelas ada perbedaan dengan saat ia mempelajari metode TC di Amerika dengan Indonesia, disana sesuai dengan culture Negara yang free sex/ seks bebas maka dibagikan kondom secara percuma supaya mengurangi penggunaan narkotika. Sedangkan di Indonesia tidak dapat membagikan kondom secara percuma, karena culture Indonesia tidak memperbolehkan melakukan seks bebas.

Dari keseluruhan rangkaian kegiatan pertemuan dapat teranalisis dalam metode therapeutic community dari seluruh kegiatan yang ada dalam teori dan tempat rehabilitasi Unitra dijalankan sesuai dengan penerapannya. Dari kegiatan morning meeting, morning briefing, open house, encounter group, seminar, general meeting, community group ( vocational/ workshop, probe, extended, marathon), Walaupun ada perbedaan yakni terlihat dari penempatan pembagian hak residen pada hampir semua tahapan fase pada residen (younger, middle, dan older member), tetapi pada intinya sama. Di Unitra ini tidak terlalu dirincikan peraturan untuk mayor rules dan house rules hanya peraturan untuk residen yang lebih ditekankan.


(3)

101

A. Kesimpulan

Setelah penulis mempelajari dan menganalisis berbagai permasalahan dalam skripsi yang berjudul “Metode Therapaeutic Community Bagi Residen Narkotika di Unit Terapi dan Rehabilitasi BNN, Lido-Bogor”, akhirnya penulis sampai pada tahap kesimpulan.

Semua Dari keseluruhan rangkaian metode, kegiatan dan pertemuan dalam therapeutic community dapat disimpulkan, diantaranya: 1. Penerapan metode therapeutic community ini hampir keseluruhannya

sesuai dengan metode therapeutic community di tempat Rehabilitasi Unitra dan dijalankan dengan baik dan tersusun dari morning meeting, morning briefing, open house, encounter group, seminar, general meeting, community group ( vocational/ workshop, probe, extended, marathon),dengan jadual masing-masing kegiatan yang ditemukan oleh peneliti pada tempat rehabilitasi Unitra. Walaupun ada perbedaan yang ditemukan peneliti pada bagian penempatan hak-hak (priviledge) para residen tetapi sebagian besar pada intinya sama. Dan penekanan peraturan hanya pada residen sedangkan untuk mayor rules dan house rules tidak peneliti temukan di rehabilitasi residen female.

2. Keunggulan serta kelemahan dalam metode therapeutic community dapat dilihat dari pendapat konselor dan residen bahwa keunggulan


(4)

102

lebih mendominasi Karena perubahan-perubahan yang residen rasakan langsung selama mengikuti program therapeutic community. Dari segi kelemahan mereka tidak menganggapnya sebagai kendala yang besar besar karena kendala itu hanya ada pada diri mereka dan mereka dapat mengatasinya dengan baik.

3. Respon dari para residen ini memberikan tanggapan yang baik setelah mereka dapat melewati program therapeutic community. Karena perubahan ke arah yang lebih baik yang mereka rasakan lansung dalam diri masing-masing. Perubahan attitude menjadi baik, kembali bersosialisasi dengan baik , dan tentunya sehat jasmani dan rohani.

B. SARAN

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa metode therapeutic community ini dapat merubah para pengguna narkotika pada perubahan tingkah laku menjadi baik, dapat mengontrol emosi menjadi terarah dan dapat kembali bersosialisasi dengan baik. Dan ini diharapkan tidak hanya didalam tempat Rehabilitasi Unitra tetapi benar-benar dapat diterapkan di masyarakat luas. Kepada lembaga Unit Terapi dan Rehabilitasi BNN Lido dapat terus mempertahankan dan mengembangkan metode therapeutic community ini dengan baik.


(5)

103

Andi Mappiare A.T. Kamus Istilah Konseling dan Terapi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

Asmnuni Syukir. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1983.

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI). Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini. Jakarta: BNN, 2007.

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI). Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: BNN, 2010.

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI). Pelajar dan Bahaya Narkotika. Jakarta: BNN, 2010.

Dadang Hawari. Penyalahguna dan Ketergantungan NAZA: Narkotika, alcohol dan zat adiktif. Jakarta: FKUI, 2006.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.

Gatot Supramono. Hukum Narkoba Indonesia. Jakarta: Djambatan, 2007. M. Arifin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1991 cet ke-1. M. lutfi. Nuansa-Nuansa Terapi dalam Konseling Islam. Jakarta: 2009. M. Luthfi. Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008.

S. Warjowarsito dan Tito. W. Kamus Lengkap Bahasa Inggris- Indonesia, Indonesia-Inggris. Bandung: 1980.


(6)

104

Satya Joewana. Gangguan Pengguna Zat: Narkotika, Alcohol dan Zat Adiktif Lain. Jakarta: PT. Gramedia, 1989.

Subagyo Partodiharjo. Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaanya. T.tp.: LKP yayasan karya bhakti, 2004.

Tino Hapsoro Tetranto. “ Gambaran Status Depresi Pada Pecandu Narkoba yang Berada dalam Pusat Rehabilitasi (12 Steps dan Therapeutic Community).” Skripsi S1 Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, 2008.

Walking Paper. konsep Therapeutic Community Unit Terapi dan Rehabilitasi BNN Lido, BNN RI.

Wardi Bachtiar. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. Jakarta: Logos, 1997.cet ke-1.

Woyo Wasito. Kamus Inggris- Indonesia. Jakarta: CV Press, 1974.

Dokumen dari internet:

Agung bnn. “Therapeutic Community”. Artikel ini diakses pada 29 april 2011 dari http://www.bnn.go.id/portal/index.php/konten/detail/deputi-rehabilitasi/artikel/3031/therapeutic-community

Astwin, Pengertian Narkoba,artikel ini diakses pada tanggal 31 mei 2011dari http://astwin. Blogspot.com/ 2009/03 pengertian -narkoba

Winanti. S.Psi.psi. “Pendahuluan Therapeutic Community (TC)”, Artikel ini diakses pada http://www. Therapeutic community/ winanti.