Dakwaan Primer Analisis Kasus

96 3. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya. 4. Memerintahkan agar barang bukti seperti yang disebutkan diatas dikembalikan kepada Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan. 5. Membebankan biaya perkara kepada Negara.

B. Analisis Kasus

Drs. H. Rahudman Harahap didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan alternatif, sehingga dapat dibuktikan unsur-unsur pasal yang didakwakan kepadan terdakwa :

1. Dakwaan Primer

Melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 5 1 KUH Pidana yang menurut perumusan deliknya mengandung unsur-unsur sebagai berikut : 1. Setiap orang. 2. Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi. 3. Dapat merugikan keuangan negara, atau perekonomian negara. 4. Sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan. Universitas Sumatera Utara 97 Ad.1. Unsur pertama setiap orang Kata “setiap orang” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 3 UU No.31 Tahun 1999 adalah orang perorangan atau termasuk korporasi dimana dalam Pasal 2 UU No.31 Tahun 1999, tidak ditentukan adanya suatu syarat yang menyertai kata ‘setiap orang’ tersebut, oleh karenanya sesuai dengan pengertian yang diberikan dalam Pasal 1 angka 3 di atas, maka subjek pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ini dapat berupa ‘orang perorangan’danatau ‘korporasi’, sedangkan pengertian ‘korporasi’ itu sendiri adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang berorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Kata ‘setiap orang’ ini sepadan dengan kata ’barangsiapa’ yang biasa tercantum dalam suatu perumusan delik, yakni suatu istilah yang bukan merupakan unsur tindak pidana, melainkan merupakan unsur pasal, yang menunjuk kepada siapa saja secara perorangan atau suatu badan subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban yang melakukan atau telah didakwa melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Setiap orang” ini melekat pada setiap unsur tindak pidana, oleh karenanya ia akan terpenuhi dan terbukti apabila semua unsur tindak pidana dalam delik tersebut terbukti dan pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Apabila pengertian tersebut dihubungkan dengan Surat Dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum dalam perkara ini, yakni berdasarkan Surat Dakwaannya Penuntut Umum telah mengajukan Drs. H. Rahudman Harahap, MM. sebagai terdakwa di persidangan, dan Drs. H. Rahudman Harahap, MM. Universitas Sumatera Utara 98 tersebut telah mengakui serta membenarkan identitas selengkapnya sebagaimana termuat dalam berkas Penuntutan Penuntut Umum, maka yang dimaksud ‘setiap orang’ adalah terdakwa Drs. H. Rahudman Harahap, MM. selaku ‘orang perorangan’. Ad.2. Unsur kedua Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi Perbuatan melawan hukum mempunyai kesamaan arti dengan wederrechtelijkheid yang dapat diartikan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hukum pada umumnya. Dalam Penjelasan Pasal 2 ayat 1 UU No.31 Tahun 1999 disebutkan, yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil ‘maupun’ dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Perkembangan hukum yang terjadi, pengertian ‘secara melawan hukum’ sebagaimana tersebut di atas, telah mengalami perubahan, hal ini terlihat dari Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tanggal 25 Juli 2006 No.003PUU-IV2006 yang pada intinya menyatakan, Penjelasan Pasal 2 ayat 1 UU No.31 Tahun 1999 Jo. UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sepanjang frasa yang berbunyi : yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil Universitas Sumatera Utara 99 ‘maupun’ dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana, dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, atas dasar pertimbangan bahwa konsep melawan hukum tidak tertulis dalam ukuran kepatutan, kehati-hatian, kecermatan yang hidup dalam masyarakat, sebagai satu norma keadilan adalah ukuran yang tidak pasti sehingga tidak sesuai dengan perlindungan dan jaminan kepastian hukum yang adil sebagaimana dimuat dalam Pasal 28d ayat 1 UUD 1945, dengan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tanggal 25 Juli 2006 No.003PUU-IV2006 tersebut, Penuntut Umum dalam surat tuntutannya menyatakan bahwa karena putusan a quo baru dijatuhkan tanggal 25 Juli 2006 sedangkan dasar surat dakwaan dalam perkara in casu adalah perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa bersama-sama Amrin Tambunan sebelum tanggal 25 Juli 2006, yakni tahun 2005, maka Penuntut Umum berpendapat putusan Mahkamah Konstitusi tersebut tidak dapat diterapkan dalam perkara ini. Pendapat Penuntut Umum tersebut, dapat diterima sebagai hal yang logis karena putusan Mahkamah Konstitusi tidak berlaku surut, oleh karenanya dalam perkara in casu tidak didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi a quo melainkan mendasarkan kepada hukum positif yang rasional dan dapat diterima nalar dan logika yang sehat dikaitkan dengan fungsi hukum untuk menciptakan suatu keadilan, kepastian dan kemamfaatan bagi setiap orang. Universitas Sumatera Utara 100 Kata ‘memperkaya’ berasal dari kata dasar ‘kaya’, dan secara harfiah kata “kaya” dapat diartikan mempunyai banyak harta, uang atau benda lainnya. “Memperkaya”, berarti menjadikan bertambah kaya atau adanya perubahan berupa bertambahnya kekayaan atau perubahan cara hidup seseorang seperti orang kaya. “Memperkaya diri” berarti menjadikan diri sendiri bertambah kaya, “memperkaya orang lain” berarti menjadikan orang lain bertambah kaya, “memperkaya korporasi” berarti menjadikan kumpulan orang dan atau kekayaan berorganisasi, bertambah kaya Apakah terdakwa Drs. H. Rahudman Harahap, MM. yang diajukan ke persidangan dalam perkara ini, telah dengan secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi, akan dikemukakan dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum terhadap Terdakwa dalam perkara in casu, berkaitan erat dengan dakwaan terhadap Amrin Tambunan yang telah diadili dan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana diuraikan di atas, oleh karenanya dalam memeriksa dan mengadili perkara ini, perkara Amrin Tambunan akan dijadikan sebagai dasar rujukan pertimbangan. Surat Dakwaan yang diajukan kepada Terdakwa dalam perkara ini, Penuntut Umum mempersalahkan perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa bersama Amrin Tambunan, dalam hal-hal sebagai berikut : 1. TPAPD TA 2005 yang tidak disalurkan oleh Amrin sebesar Rp 1.590.944.500,- satu milyar lima ratus sembilan puluh juta sembilan ratus empat puluh empat ribu lima ratus rupiah dipergunakan oleh Terdakwa untuk keperluannya sendiri. Universitas Sumatera Utara 101 2. TPAPD yang dicairkan Pemegang Kas Daerah Tahun 2005 : Triwulan I dan II sebesar Rp 2.977.695.000,- 163dua milyar sembilan ratus tujuh puluh tujuh juta enam ratus sembilan puluh lima ribu rupiah, Triwulan III sebesar Rp 1.488.847.500,- satu milyar empat ratus delapan puluh delapan juta delapan ratus empat puluh tujuh ribu lima ratus rupiah, dan Tiwulan IV sebesar Rp 1.488.847.500,- satu milyar empat ratus delapan puluh delapan juta delapan ratus empat puluh tujuh ribu lima ratus rupiah. 3. Dipersidangan Terdakwa telah menyerahkan uang pengganti kerugian Negara sebesar Rp 1.590.944.500,- satu milyar lima ratus sembilan puluh juta sembilan ratus empat puluh empat ribu lima ratus rupiah. 4. Pada saat Terdakwa menyerahkan uang pengganti kerugian Negara, Terdakwa 165 mengakui bahwa uang tersebut dipakai oleh Terdakwa sendiri. Dari uraian tersebut dapatlah diketahui bahwa tunjangan TPAPD untuk Triwulan I dan II TA 2005 telah dicairkan, di mana Terdakwa menjadi Sekda Kabupaten Tapanuli Selatan hanya sampai tanggal 25 April 2005, dan juga dari fakta hukum tersebut terbukti Amrin Tambunan telah mempergunakan dana TPAPD sebesar Rp 1.590.944.500,- satu milyar lima ratus sembilan puluh juta sembilan ratus empat puluh empat ribu lima ratus rupiah untuk keperluannya sendiri, hal ini bertentangan dengan keterangannya dipersidangan perkara ini, dan Penuntut Umum juga tidak dapat membuktikan keterlibatan Terdakwa dalam penggunaan dana TPAPD yang telah dicairkan tanggal 6 Januari 2005 ke Kas Amrin Tambunan. Universitas Sumatera Utara 102 Dalam peraturan perundang-undangan secara formil, tidak ditemukan perbuatan-perbuatan yang dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat yang dilakukan oleh Terdakwa dalam perkara ini, dan hal tersebut juga tidak terbukti dari pembuktian yang diajukan oleh Penuntut Umum dipersidangan. Bahwa berdasarkan rangkaian pertimbangan tersebut terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi.

2. Dakwaan Subsider

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering

2 118 103

Analisis Hukum Pidana Atas Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Bebas Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (Putusan Nomor 51/Pid. Sus.K/2013/Pn.Mdn)

5 112 126

Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Bebas (vrijspraak) terhadap Terdakwa dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan No.51/Pid.Sus.K/2013/PN.Mdn)

2 101 101

Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Pidana Bersyarat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 5.089/Pid.B/2006/PN.Medan)

2 139 75

Tinjauan Terhadap Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang Dalam Jabatan (Studi Putusan No.465/PID.SUS/2010/PN.Psp)

0 68 154

Analisis Yuridis Putusan Bebas (Vrijspraak) Dalam Tindak Pidana Narkotika (Putusan Nomor 279/PID.B/2011/PN.PLG)

1 10 9

Analisis Yuridis Putusan Hakim Kasasi dalam Tindak Pidana Penganiayaan (Putusan Nomor 2183/K.Pid/2011)

0 3 11

Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering

0 0 19

BAB II DIMENSI PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PERTIMBANGANYA A. Landasan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia 1. Perkembangan Landasan Hukum Tindak Pidana Korupsi - Analisis Hukum Pidana Atas Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

0 0 47

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Pidana Atas Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Bebas Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (Putusan Nomor 51/Pid. Sus.K/2013/Pn.Mdn)

0 0 23