Definisi Tindak Pidana Korupsi

14 Perlu diperhatikan pula, apabila masalah waktu, tempat, dan keadaan WTK ini dilihat dari sudut Hukum Pidana Formal, maka ia sangat penting. Karena tanpa kehadirannya dalam surat dakwaan, maka surat dakwaan itu adalah batal demi hukum. Jadi sama dengan unsur-unsur lainnya yang harus hadirterbukti. Dengan demikian dapat dirumuskan pengertian dari tindak-pidana sebagai : “Suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu”, yang dilarang diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, bersifat melawan hukum serta dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab”. 23

2. Definisi Tindak Pidana Korupsi

Secara umum atau awam, korupsi merupakan: a suatu tindakan mengambil, menyelewengkan, menggelapkan uang Negararakyat untuk kepentingan pribadikelompok; b menerima gaji tanpa kerja dengan sengaja meninggalkan tugas. 24 H.A. Brazz berpendapat bahwa suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai korupsi jika mengandung unsur-unsur berikut: a kekuasaan yang dialihkan; b kekuasaan yang dialihkan tersebut dipakai berdasarkan wewenang yang melekat pada kekuasaan itu, atau berdasarkan kemampuan-kemampuan yang formal; c kekuasaan tersebut dipakai untuk merugikan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan asli d kekuasaan tersebut dipakai untuk menguntungkan atau merugikan orang luar; e pemakaian wewenang dan kekuasaan formal secara tersembunyi dengan 23 E.Y Kanter dan S.R. Sianturi.Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta: Alumni AHM-PTHM, 1982, hlm. 21 24 Leden Marpaung, Unsur-Unsur Perbuatan Yang Dapat di Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 1991, hlm. 3 Universitas Sumatera Utara 15 dalih menurut hukum. 25 Dalam literatur mengenai korupsi, terdapat definisi yang memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan korupsi adalah: 26 Menurut Fockema Andreae kata korupsi berasal dari bahasa latin Corruptio atau Corruptus. Selanjutnya disebutkan bahwa Corruptio itu berasal dari pula dari kata asal corrumpare, suatu kata latin yang lebih tua. “Behaviour which deviates from the formal dutiers of a public role because of private-regarding personal, clise family, private clique pecuniary or status- gains; or certain types of regarding behavior” yang dapat diterjemahkan sebagai: “perilaku menyimpang dari kewajiban formal suatu peran publik karena private regarding kepribadian, keluarga dekat, persengkokolan pribadi berkenaan dengan uang atau status – keuntungan; atau melanggar aturan yang bertentangan dengan perilaku yang terhormat”. 27 Arti harfiah dari kata tersebut ialah kebusukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah seperti yang dibaca dalam The Lexicon Webster Dictionary: Dari bahasa latin itupun turun ke banyak bahasa Eropa seperti: Corruption, corrupt inggris, Corruption perancis, dan Corruptie korruptie Belanda. Sehingga dalam Bahasa Indonesia dapat diturtunkan sebagai “Korupsi”. 28 25 H. A. Brazz, Beberapa Catatan Mengenai Sosiologi Korupsi, dalam Mochtar Lubis dan James Scott. Ed. Bunga Rampai Korupsi, hlm.7. 26 Roberd Klitgard: Kontroling Coruption, page 23, dikutip dari Max Weber, The Protestant ethnics and Spirit of Capitalism, 1904-s, Printerd University of California Press Baekley and Los Angles, Califoprnia. 27 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi di Tinjau dari Hukum Pidana, Jakarta: Pusat Study Hukum Pidana Universitas Trisakti, 2002, hlm. 4. 28 Ibid. Universitas Sumatera Utara 16 Corruption l. Corruptio: the Act of corruption; or the state of being corrupt; putrefactive decomposition, putrid matter moral prevension; depravityperversion of integrity; corrupt or dishonest proceedings, bribery; perversion from a state of purity; debasment, as language; a debased from the world. 29 a. Barangsiapa dengan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara atau diketahui patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 31 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diartikan sebagai tindak pidana korupsi adalah: Pertama: b. Barangsiapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. c. Barangsiapa melakukan kejahatan tercantum dalam Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 419, 429, 423, 425, dan 435 KUHP. d. Barangsiapa memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri seperti dimaksud dalam Pasal 2 dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau 29 Ibid. Universitas Sumatera Utara 17 wewenang yang melekat pada jabatannya atau kedudukannya itu. Seperti yang tersebut dalam Pasal 418, 419 dan 420 KUHP tidak melaporkan pemberian atau janji tersebut kepada yang berwajib. e. Barangsiapa tanpa alasan yang wajar dalam waktu yang sesingkatnya setelah menerima pemberian atau janji yang diberikan kepadanya. Kedua: Barangsiapa melakukan percobaan atau permufakatan untuk tindak pidana-tindak pidana tersebut dalam ayat 1 a, b, c , d, e. Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Pasal 1 ayat 3 menyatakan bahwa: “Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi”. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo Undang- Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat 1 pengertian korupsi adalah: “setipa orang yang melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atar orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara paling singakt 4 emapat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun”. 30 30 Sultan Zanti Arbi dan Wayan Ardana ,Rancangan Penelitian dan kebijakan sosial, Jakarta: CV.Rajawali ,1997, hlm. 63 Universitas Sumatera Utara 18

3. Definisi Putusan Hakim

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering

2 118 103

Analisis Hukum Pidana Atas Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Bebas Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (Putusan Nomor 51/Pid. Sus.K/2013/Pn.Mdn)

5 112 126

Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Bebas (vrijspraak) terhadap Terdakwa dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan No.51/Pid.Sus.K/2013/PN.Mdn)

2 101 101

Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Pidana Bersyarat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 5.089/Pid.B/2006/PN.Medan)

2 139 75

Tinjauan Terhadap Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang Dalam Jabatan (Studi Putusan No.465/PID.SUS/2010/PN.Psp)

0 68 154

Analisis Yuridis Putusan Bebas (Vrijspraak) Dalam Tindak Pidana Narkotika (Putusan Nomor 279/PID.B/2011/PN.PLG)

1 10 9

Analisis Yuridis Putusan Hakim Kasasi dalam Tindak Pidana Penganiayaan (Putusan Nomor 2183/K.Pid/2011)

0 3 11

Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering

0 0 19

BAB II DIMENSI PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PERTIMBANGANYA A. Landasan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia 1. Perkembangan Landasan Hukum Tindak Pidana Korupsi - Analisis Hukum Pidana Atas Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

0 0 47

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Pidana Atas Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Bebas Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (Putusan Nomor 51/Pid. Sus.K/2013/Pn.Mdn)

0 0 23