Pengaruh Komitmen Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Bidan Di Desa Di Kabupaten Aceh Selatan

(1)

PENGARUH KOMITMEN DAN MOTIVASI KERJA

TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA

DI KABUPATEN ACEH SELATAN

T E S I S

Oleh

Y U N A L I S

067012029/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2009

Yunalis : Pengaruh Komitmen Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Bidan Di Desa Di Kabupaten Aceh Selatan, 2009


(2)

PENGARUH KOMITMEN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DI KABUPATEN ACEH SELATAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

Y U N A L I S 067012029/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KOMITMEN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DI KABUPATEN ACEH SELATAN Nama Mahasiswa : Yunalis

Nomor Induk Mahasiswa : 067012029

Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi) (dr. Heldy BZ, MPH) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (dr. Ria Masniari Lubis, MSi)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 02 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi Anggota : 1. dr. Heldy BZ, MPH

2. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, MSi 3. Drs. Tukiman, MKM


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KOMITMEN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DI KABUPATEN ACEH SELATAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2009

Yunalis


(6)

ABSTRAK

Kinerja bidan di desa di Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2007 berdasarkan tugas dan fungsi pokok masih rendah, hal ini dapat dilihat dari cakupan pelayanan antenatal, untuk K-1 sebesar 79,07% dan K-4 sebesar 71,71%, persalinan yang ditolong oleh bidan di desa 51,91%, deteksi dini risiko tinggi/komplikasi kebidanan sebesar 44,39%, rujukan komplikasi kebidanan sebesar 78,50%, pelayanan neonatal dan ibu nifas 75,37%. Secara keseluruhan pencapaian kinerja bidan di desa belum mencapai target nasional.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh komitmen dan motivasi kerja terhadap kinerja bidan di desa di Kabupaten Aceh Selatan. Jenis penelitian ini adalah survei explanatory. Populasi adalah seluruh bidan di desa di Kabupaten Aceh Selatan sebanyak 161 orang dan seluruhnya dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan regresi logistik berganda pada =0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen dan motivasi bidan di desa secara umum kategori sedang. Kinerja tidak mencapai target pelayanan. Komitmen dan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja bidan di desa p<0,05.

Disarankan kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan untuk : 1) Meningkatkan motivasi dan kinerja bidan di desa melalui pemberian reward dalam

bentuk peningkatan karier dan punishment dalam bentuk pemindahan tempat tugas, pendidikan serta mengusulkan bidan PTT diangkat menjadi PNS, 2) Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan dan dinas kesehatan perlu membuat kebijakan tentang komitmen kerja agar bidan di desa diharuskan bertugas minimal 5 tahun pada satu desa, sehingga diharapkan betul-betul mampu memahami nilai budaya masyarakat dalam melaksanakan pelayanan kebidanan, khususnya bertugas di desa yang statusnya sangat terpencil, 3) Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan perlu meningkatkan motivasi kepada bidan desa dengan meningkatkan anggaran kesehatan (sekitar 20%) serta memberikan insentif sebagai upaya meningkatkan kinerja.


(7)

ABSTRACT

Based on their function and main duty, the performances of the midwives assigned in the villages of Aceh Selatan District in 2007 was still low and this condition can be seen through the result of antenatal service reported such as K-1 was 79.07%, K-4 was 71.71%; delivery assisted by rural midwife was 51.91%; high risk early detection/obstetric complication was 44.39%; obstetric complication referral was 78.50%; and neonatal and maternal post-parturition service was 75.37%. As a whole, the performance of midwives assigned in the villages has not reached the national target yet.

The purpose of this study is to analyze the influence of committment and work motivation on the performance of midwives. The population of this study were all of 161 midwives and all of them were selected to be samples. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed through multiple logistic regression test at α= 0.05.

The result of this study showed that commitment and work motivation were adequate category; their performance did not reach the target; the commitment and work motivation had a positive and significant influence on their performances p<0.05.

The District Government on Aceh Selatan is suggested : 1) To improve the motivation and performance of them through the provision of reward and punishment in the form of career promotion, higher education, and recommend the apprentice midwives’ to be promoted civil servant, 2) To make a policy about work comittment that requires them to live in village for at least5 (five) years that they are expected to be really able to understand the values of the local community’s culture in implementing their midwifery service, and to provide incentives as an attempt to improve the midwives’ performance, especially for them who work in remote villages.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul " Pengaruh Komitmen dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Bidan di Desa di Kabupaten Aceh Selatan ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K).

Selanjutnya kepada dr.Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Prof.Dr. Ida Yustina, MSi selaku sekretaris Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi, selaku ketua komisi pembimbing dan dr. Heldy BZ, MPH selaku anggota komisi


(9)

pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, MSi dan, Drs. Tukiman, MKM selaku dosen penguji tesis yang telah memberikan masukan dan saran untuk kesempurnaan penelitian ini.

Selanjutnya terima kasih juga kepada Bupati Aceh Selatan, Husin Yusuf yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Drs. Syarifuddin, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin untuk melakukan penelitian ini serta keluarga besar jajaran di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan, yang telah memberikan motivasi, dukungan moril kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Tak terhingga terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada keluarga tercinta Istri Rini Mulyani, SE.Ak, MSi dan dua putri, Nadya Putri dan Ayu Savitri serta Ayahanda yang mulia M.Yunus Mahmud dan Ibunda Dawastyah serta seluruh keluarga yang telah banyak memberikan sumbangan moril dan materil.


(10)

Selanjutnya terima kasih juga para dosen dan staf di lingkungan Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, September 2009 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Yunalis, lahir pada tanggal 30 Desember 1968 di Sawang Aceh Selatan, anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda M.Yunus Mahmud dan Ibunda Dawastyah.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Sawang selesai tahun 1981, Sekolah Menengah Pertama Negeri Sawang selesai tahun 1984, Sekolah Menengah Atas Negeri Sawang selesai Tahun 1987, Fakultas Kedokteran Umum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh selesai tahun 2001.

Mulai bekerja sebagai Pegawai Tidak Tetap (dokter PTT) sebagai kepala Puskesmas Geumpang Aceh Pidie Tahun 2001, kepala Puskesmas Lampoh Saka Sigli tahun 2001. Staf pengajar di Akademi Kesehatan Lingkungan Universitas Jabal Gafur Sigli Tahun 2001. Diangkat Pegawai Negeri Sipil sebagai kepala Puskesmas kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan sejak tahun 2002 s/d sekarang.

Pada tanggal 15 Oktober tahun 1998, penulis menikah dengan Rini Mulyani anak dari Alm. Drs.H.Husni Ali, MS dengan Almarhumah Dra.Hj. Asnah Abdullah , dan penulis dikaruniai dua orang putri.

Tahun 2006 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di S-2 program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Komitmen Kerja... 10

2.2. Motivasi ... 16

2.3. Kinerja... 23

2.3.1. Pengertian Kinerja... 23

2.3.2. Teori - Teori tentang Kinerja ... 24

2.3.3. Faktor - Faktor yang mempengaruhi Kinerja... 26

2.3.4. Penilaian Kinerja... 26

2.4. Landasan Teori ... 27

2.5. Kerangka Konsep Penelitian ... 31

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Jenis Penelitian... 32

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.3. Populasi dan Sampel ... 32

3.4. Metode Pengumpulan Data... 32

3.5. Variabel dan Definisi Operasional... 33


(13)

3.7. Metode Analisis Data ... 38

3.7.1. Uji t (Uji Secara Parsial) ... 38

3.7.2. Uji F (Uji Secara Serentak) ... 39

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 40

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 40

4.2. Karakteristik Responden ... 44

4.3. Komitmen Bidan di Desa ... 46

4.4. Motivasi... 47

4.5. Kinerja Bidan di Desa ... 49

4.6. Hubungan Komitmen dengan Kinerja Bidan di Desa ... 50

4.7. Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja Bidan di desa... 51

4.8. Uji Statistik (Regresi Logistik) ... 52

BAB 5 PEMBAHASAN... 54

5.1. Karakteristik Bidan di Desa ... 54

5.2. Pengaruh Komitmen terhadap Kinerja Bidan di Desa ... 57

5.3. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Bidan di Desa ... 60

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 64

6.1. Kesimpulan ... 64

6.2. Saran... 64


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Skala Pengukuran Variabel Bebas ... 37 3.2. Skala Pengukuran Variabel Terikat ... 37 4.1. Distribusi Kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan berdasarkan Luas

Wilayah, Jumlah Kelurahan/Desa, Jumlah Penduduk, Kepala Keluarga,

Rata-rata Jiwa/Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk ... 41 4.2 Distribusi Kecamatan dan Jumlah Bidan di Desa di Kabupaten Aceh

Selatan ... 43 4.3 Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik di Kabupaten Aceh

Selatan ... 45 4.4. Distribusi Responden berdasarkan Komitmen di Kabupaten Aceh Selatan 46 4.5. Distribusi Responden berdasarkan Kategori Komitmen di Kabupaten

Aceh Selatan ... 47 4.6. Distribusi Responden berdasarkan Motivasi di Kabupaten Aceh Selatan .. 48 4.7. Distribusi Responden berdasarkan Kategori Motivasi di Kabupaten Aceh

Selatan ... 48 4.8. Distribusi Responden berdasarkan Kinerja di Kabupaten Aceh Selatan .... 49 4.9. Distribusi Responden berdasarkan Kategori Kinerja di Kabupaten Aceh

Selatan ... 50 4.10. Hubungan Komitmen dengan Kinerja Bidan di desa di Kabupaten Aceh

Selatan ... 51 4.11. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Bidan di desa di Kabupaten Aceh

Selatan ... 52 4.12. Hasil Uji Regresi Logistik Variabel Komitmen dan Motivasi terhadap


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja dari Gibson (1997)... 24 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 31


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 69

2. Uji validitas dan reliabilitas ... 71

3. Hasil Tabulasi Silang ... 72


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelaksanaan pembangunan kesehatan merupakan tanggung jawab seluruh tenaga kesehatan. Salah satu tenaga kesehatan yang dimaksud adalah bidan di desa, tenaga bidan di desa ini merupakan tenaga kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat, serta diharapkan paling mengetahui keadaan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin dan bayi di desa. Melihat besarnya tanggung jawab yang harus diemban, setiap bidan di desa perlu memiliki kesadaran yang tinggi akan pelaksanaan tugas. Artinya setiap tenaga bidan di desa sebelum turun ke desa untuk berbaur dan hidup bersama dengan masyarakat, perlu diberikan bimbingan dan orientasi secara baik tentang kondisi yang mungkin dihadapi di desa tempat mereka bekerja (Depkes RI, 2001).

Salah satu masalah kesehatan di Indonesia adalah tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi, hal ini perlu mendapat perhatian dengan melaksanakan program perbaikan dan peningkatan kesehatan ibu. Salah satu penyebab masih tingginya angka kematian ibu maupun bayi adalah hambatan penanganan ibu hamil yang berisiko tidak terdeteksi secara dini. Untuk itu bidan harus mampu dan terampil memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang ditetapkan khususnya bidan di desa sebagai ujung tombak (Depkes RI, 2001).


(18)

Percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia melalui peningkatan cakupan pemeriksaan kehamilan, yaitu kunjungan pertama (K1) pada awal kehamilan dan kunjungan keempat (K4)

menjelang persalinan dan semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, semua komplikasi obstetri mendapat pelayanan rujukan yang adekuat, semua perempuan dalam usia reproduksi mendapatkan akses pencegahan dan penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman (Depkes RI, 2001).

Menurut Yustina (2007), untuk mengatasi AKI, dalam jangka pendek, pemerintah juga hendaknya menata kembali bidan di desa yang kecenderungannya saat ini terus berkurang. Keberadaan bidan saat ini masih memegang peranan penting sebagai tenaga kesehatan terdepan di masyarakat terutama masyarakat di pedesaan. Ketika program bidan di desa diluncurkan pada tahun 1994, bidan di desa yang diturunkan mencapai 54 ribu dengan status Pegawai Tidak Tetap (PTT) ke seluruh desa di Indonesia. Namun kini jumlahnya berkurang menjadi 30 ribuan. Bila jumlah desa di Indonesia saat ini sekitar 70 ribu, artinya sekitar 40 ribu desa saat ini tidak memiliki tenaga bidan (tiap desa idealnya memiliki 1 bidan di desa). Kondisi ini ini tentunya sangat memprihatinkan, karena akan membawa dampak pada AKI dan AKB. Tentunya selain dalam jumlah, kualitas bidan juga perlu mendapat perhatian dari pemerintah dengan melakukan berbagai program pelatihan.

Menurut peneliti untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui penurunan AKI dan AKB sebagai indikator utama derajat kesehatan, diharapkan


(19)

peningkatan kualitas pelayanan yang dilakukan bidan di desa sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya di daerah pedesaan yaitu melalui kinerja, komitmen dan motivasi kerja bidan desa itu sendiri.

Menurut Ilyas (1999) bahwa kinerja merupakan penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan kerja personel tidak terbatas pada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel yang ada dalam organisasi. Kinerja dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, ketrampilan dan motivasi dalam mengerjakan sesuatu. Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi.

Kemampuan dan keberhasilan kerja bidan di desa dapat diukur dari beberapa indikator yang sesuai dengan tugas dan fungsi bidan di desa yang ditetapkan dalam Depkes RI (2007) tentang program pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) di wilayah kerja adalah pelayanan antenatal (pemeriksaan kehamilan), pertolongan persalinan, deteksi dini risiko tinggi ibu hamil/komplikasi kebidanan, pelayanan rujukan komplikasi kebidanan, pelayanan neonatal dan ibu nifas.

Kinerja bidan di desa Kabupaten Aceh Selatan berdasarkan tugas dan fungsi pokok bidan masih rendah, hal ini dapat dilihat dari cakupan pelayanan antenatal, untuk K-1 sebesar 79,07% dan K-4 sebesar 71,71%, persalinan yang ditolong oleh


(20)

bidan di desa 51,91%, deteksi dini risiko tinggi/komplikasi kebidanan sebesar 44,39%, rujukan komplikasi kebidanan sebesar 78,50%, pelayanan neonatal dan ibu nifas 75,37%. Secara keseluruhan pencapain kinerja bidan di desa belum ada yang mencapai target nasional (Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan, 2007).

Akibat cakupan persalinan oleh bidan desa yang rendah menyebabkan angka kematian ibu di Propinsi NAD masih cukup tinggi yaitu 349 per 100.000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2007). Demikian juga dengan angka kematian ibu sebanyak 18 orang (463,20/100.000 kelahiran hidup). Angka kematian ibu di Kabupaten Aceh Selatan ini lebih besar dari angka kematian ibu secara nasional sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Kendala yang dihadapi sebagai penyebab keadaan ini disebabkan karena kurangnya pemeriksaan selama kehamilan dan keterlambatan merujuk ke tenaga kesehatan atau ke rumah sakit (Laporan Program KIA Dinas Kesehatan Aceh Selatan, 2007).

Hal-hal yang menyebabkan kematian ibu sangat erat dengan fungsi dan tugas bidan di desa, kurangnya pemeriksaan selama kehamilan merupakan sesuatu yang tidak harus terjadi apabila setiap bidan di desa tinggal di polindes yang dibangun pemerintah di setiap desa. Apabila setiap bidan di desa selalu berada di tempat (Polindes), tentunya ibu hamil yang terdapat di desa tersebut dapat dengan mudah melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, minimal seperti yang dianjurkan (minimal 4 kali selama kehamilan). Penyebab selanjutnya yang disebutkan adalah keterlambatan merujuk ke tenaga kesehatan atau rumah sakit. Disamping tugas utama bidan di desa untuk menangani kesehatan ibu hamil, bersalin maupun bayi secara


(21)

mandiri, juga merupakan perpanjangan tangan unit pelayanan kesehatan yang lebih tinggi, artinya apabila suatu masalah kesehatan di masyarakat tidak mampu ditangani oleh bidan di desa akibat keterbatasan fasilitas/peralatan medis, tenaga serta kemampuan, maka dianjurkan untuk merujuk ke pelayanan kesehatan yang lebih tinggi, seperti Puskesmas atau Rumah Sakit (Profil Kesehatan Aceh Selatan, 2007).

Proses pelayanan rujukan ini akan terlaksana dengan cepat dan tepat apabila setiap saat bidan di desa berada di Polindes. Namun, data di lapangan menunjukkan hanya sebagian kecil bidan di desa yang dengan penuh kesadaran melakukan tugasnya di desa serta tinggal bersama-sama dengan masyarakat. Jumlah bidan di desa Kabupaten Aceh Selatan dengan status Pegawai Negeri Sipil sebanyak 102 orang, Pegawai Tidak Tetap (PTT) sebanyak 59 orang, dari jumlah tersebut yang tinggal di desa/Polindes hanya 28 orang (17,4%), sedangkan yang tidak tinggal di desa sebanyak 133 orang (82,6%). Dari 17,4% bidan di desa yang tinggal di desa (polindes) sebagian besar adalah yang statusnya PTT yaitu 18 orang (67%) (Dinas Kesehatan Aceh Selatan, 2007).

Komitmen kerja adalah suatu janji dari seorang bidan desa atau kebulatan tekad untuk melaksanakan kegiatannya sebagai seorang bidan di desa sesuai dengan peran, posisi, dan cakupan yang sudah ditentukan dalam tugasnya, yaitu :

1. Bidan di desa harus komit terhadap peningkatan cakupan pelayanan ibu hamil, melahirkan, dan nifas, bayi/balita, KB, dan pelayanan konseling, penjaringan seluruh kasus resiko tinggi, mendapatkan penanganan yang memadai sesuai kasus dan rujukannya, peningkatan peran serta masyarakat dalam pembinaan


(22)

kesehatan ibu dan anak, peningkatan perilaku hidup sehat untuk mendukung upaya penurunan AKI dan AKB.

2. Bidan di desa harus komit terhadap kebijaksanaan Depkes RI (1989) yaitu tinggal di desa yang telah ditentukan untuk melayani kesehatan masyarakat setempat.

3. Bidan di desa harus komit terhadap tugas manajemen Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan administrasi/pencatatan dan pelaporannya, sesuai aturan yang sudah disampaikan oleh penyelia, terhadap patokan angka cakupan yang sudah ditentukan sesuai keadaan setempat atau pemberitahuan oleh penyelia, pertolongan persalinan tidak boleh kurang dari 90%. Kunjungan pertama ibu hamil selama kehamilannya (K1) tidak boleh kurang dari 90%. Perkiraan sasaran

program bidan di desa, yaitu jumlah ibu hamil (2,7% – 3% dari jumlah penduduk), dan jumlah bayi (2,5% -2.7% dari jumlah penduduk) per tahun, perbedaannya tidak boleh lebih dari 10% (Depkes RI, 2003).

Seluruh bidan di desa yang mengetahui, memahami, mengerti dan mampu melaksanakan apa yang telah menjadi komitmen bersama, akan mampu mencapai tujuan pembangunan kesehatan seperti yang tercantum dalam visi dan misi pembangunan kesehatan nasional yaitu menciptakan budaya tertib, budaya kerja yang berwawasan mutu, meningkatkan sumber daya manusia dan meningkatkan mutu pelayanan yang dapat dilaksanakan secara bertaat azas dan berkesinambungan berlandaskan prikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berbudi luhur dan memegang teguh etika profesi (Depkes RI, 1994).


(23)

Sejak pasca tsunami dan perdamaian Aceh dari 113 polindes 80% diantaranya sudah direhabilitasi dengan bantuan pemerintah daerah dan NGO (Non Government Organization) baik dalam maupun luar negeri begitu juga dengan peralatan medis namun komitmen bidan di desa tinggal di polindes masih rendah. Dari seluruh bidan di desa yang bertugas di wilayah Kabupaten Aceh Selatan sebagian besar bertugas di desa dengan status sangat terpencil yaitu sebanyak 12 orang (7,5%), desa terpencil sebanyak 35 orang (21,7%), sedangkan yang bertugas di desa dengan status biasa 114 orang (70,8%).(Dinas Kesehatan Aceh Selatan, 2007)

Masalah rendahnya keberadaan bidan di desa menunjukkan rendahnya implementasi terhadap komitmen kerja yang telah ditetapkan dalam program penempatan bidan di desa. Komitmen kerja bidan di desa mencakup pemahaman tentang peran dari penempatan bidan di desa, posisi bidan di desa sebagai tenaga penolong persalinan utama di masyarakat desa, serta pemahaman tentang cakupan yang harus dicapai dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Faktor motivasi sebagai pendorong bagi bidan di desa dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dapat dilihat dari kemauan dan kemampuan tenaga bidan dalam beradaptasi dengan masyarakat dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Robbins (2001) pentingnya uang sebagai suatu motivator telah dimerosotkan secara konsisten oleh kebanyakan ilmuan perilaku. Mereka lebih menyukai menekankan nilai dari pekerjaan yang menantang, tujuan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, umpan balik, kelompok kerja yang kohesif dan faktor-faktor bukan uang sebagai perangsang untuk motivasi karyawan. Proses timbulnya motivasi


(24)

merupakan gabungan dari konsep kebutuhan, dorongan dan tujuan. Bidan di desa yang kurang memiliki motivasi dalam bekerja biasanya kurang memiliki kemauan untuk berbaur dan beradaptasi dengan masyarakat, sehingga menjadi faktor penyebab rendahnya pencapaian kinerja, seperti diungkapkan Gibson, dkk (1997) bahwa sesuatu usaha atau kegiatan agar memberikan hasil yang efektif maka diperlukan adanya motivasi yang kuat.

Rendahnya keberadaan dan kinerja bidan di desa di Kabupaten Aceh Selatan, diduga akibat rendahnya motivasi bidan desa terhadap tugas dan fungsinya, dimana bidan di desa kurang memahami peran dan posisinya sebagai bidan di desa sehingga dalam pelaksanaan tugasnya belum terlaksana secara optimal sehingga cakupan yang ditetapkan juga belum tercapai. Selain itu motivasi kerja bidan di desa masih rendah yang ditandai dengan rendahnya keberadaan bidan di polindes. Keterkaitan antara komitmen dan motivasi kerja bidan di desa terhadap kinerja terlihat dari kesenjangan cakupan program pelayanan kebidanan yang belum sesuai dengan peran dan posisinya sebagai bidan di desa.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu: apakah komitmen dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja bidan di desa di Kabupaten Aceh Selatan.


(25)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh komitmen dan motivasi kerja terhadap kinerja bidan di desa di Kabupaten Aceh Selatan.

1.4. Hipotesis

Komitmen dan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja bidan di desa di Kabupaten Aceh Selatan.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan kepada supervisor (Bidan Koordinator KIA Kabupaten), Supervisor (Bidan Koordinator KIA Puskesmas/Kecamatan) dan Kepala Puskesmas.

2. Sebagai bahan pengembangan wawasan bagi peneliti dalam implementasi ilmu bidang administrasi dan kebijakan kesehatan.


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komitmen Kerja

Definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi (Karina, 2007).

Ada dua pendekatan dalam merumuskan definisi komitmen dalam berorganisasi. Pendefinisian pertama, melibatkan usaha untuk mengilustrasikan bahwa komitmen dapat muncul dalam berbagai bentuk, maksudnya arti dari komitmen menjelaskan perbedaan hubungan antara anggota organisasi dan entitas lainnya (salah satunya organisasi itu sendiri). Kedua melibatkan usaha untuk memisahkan diantara berbagai entitas di mana individu berkembang menjadi memiliki komitmen. Kedua pendekatan ini tidak compatible namun dapat menjelaskan definisi dari komitmen, bagaimana proses perkembangannya dan bagaimana implikasinya terhadap individu dan organisasi (Karina, 2007).

Komitmen kerja adalah suatu janji seseorang atau kebulatan tekad untuk melaksanakan kegiatannya sebagai seorang pegawai sesuai dengan tujuan suatu


(27)

organisasi. Pengertian komitmen secara harfiah adalah kesatuan tujuan dan janji. Berdasarkan pengertian diatas komitmen kerja adalah pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan janji yang telah disepakati (Karina, 2007).

Komitmen kerja adalah setiap pelaksanaan kegiatan manusia baik itu jasmani maupun rohani yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai tujuan tertentu terutama yang berhubungan dengan kelangsungan hidup (Depkes RI, 1994). Berarti komitmen kerja adalah kesatuan tujuan untuk melaksanakan kegiatan jasmani maupun rohani oleh manusia.

Komitmen kerja Bidan di Desa (BDD) adalah suatu janji seorang bidan di desa atau kebulatan tekad dalam kesatuan tujuan untuk melaksanakan kegiatannya sebagai seorang bidan di desa sesuai dengan peran, posisi, dan cakupan yang sudah ditentukan dalam tugasnya. Berarti komitmen kerja bidan di desa adalah merupakan kesatuan tujuan untuk melaksanakan kegiatan baik jasmani maupun rohani dalam megemban tugas sehari-hari.

Peran umum BDD yaitu meningkatkan mutu dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan angka kelahiran yang didukung oleh meningkatnya kesadaran masyarakat untuk bertujuan hidup sehat. Peran khusus (1) meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatan nifas, kesehatan bayi dan anak balita, serta pelayanan, konseling KB melalui upaya strategis posyandu dan polindes. (2) Terjaringnya seluruh kasus resiko tinggi ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir untuk mendapatkan penanganan yang


(28)

memadai sesuai kasus dan rujukannya. (3) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembinaan kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya (4) Meningkatkan perilaku hidup sehat pada ibu, keluarga dan masyarakat yang mendukung upaya penurunan AKI dan AKB (Depkes RI, 1996).

BDD wajib tinggal serta bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya yang meliputi 1 sampai 2 desa, bekerjasama dengan perangkat desa. BDD bertanggung jawab langsung kepada kepala Puskesmas setempat. Dipertegas dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Masyarakat No. 278/ BM/ DJ/ BKK/ III/1994 tentang Tugas Pokok dalam menunjang upaya akselerasi penurunan AKB. Lahirnya kebijaksanaan Depkes menempatkan BDD sejak tahun 1989 karena langkanya tenaga kesehatan yang tinggal menetap di desa sehingga bidan menjadi tumpuan harapan untuk melakukan kegiatan di luar tugas pokoknya dan adanya pengamatan bahwa BDD banyak dibebani dengan tugas lain yang kurang berhubungan langsung dengan tugas pokok sehingga tidak mampu memberikan kontribusi yang nyata dalam mempercepat penurunan AKI dan AKB (Depkes RI, 1995).

Kinerja BDD dapat dinilai dari kesesuaian target cakupan pelayanan yang dilakukannya dengan jumlah sasaran yang ada di wilayah kerjanya. Oleh karena itu, BDD harus mengetahui jumlah sasaran program KIA (ibu hamil, bersalin, bayi). Apabila hasil pendataan yang sebenarnya tidak dimiliki, maka dapat dilakukan perkiraan jumlah ibu hamil (2,7-3°/o dari jumlah penduduk), dan jumlah bayi (2,5 -2.7% dari jumlah penduduk) per tahun. Untuk validasi data maka jumlah yang


(29)

dicatat BDD tidak boleh berbeda (10%) dari patokan di atas. Untuk K1 per tahun

tidak boleh kurang dari 90%, bila kurang diasumsikan pemahaman tentang indikator cakupan dan penghitungan oleh BDD masih kurang, maka perlu ditindak lanjuti dalam supervisi dengan pembinaan intensif dan sebagai bahan informasi mengenai kinerja BDD (Depkes RI, 2003).

Sesuai dengan kebijaksanaan penempatan BDD merupakan salah satu upaya terobosan dalam rangka mempercepat penurunan AKI, AKB dan tingkat fertilitas maka BDD perlu dibina secara mantap terstruktur agar BDD mampu menunjukkan komitmen yang tinggi (Gunawan, 1994). Pembinaan yang mantap dapat menjadikan BDD konsisten mempunyai tujuan terarah kepada penurunan AKI, AKB yang punya semangat baja, terampil dan kegiatan program KIA dengan kualitas tenaga barisan terdepan.

Menurut Melcher (1995), faktor usia mempengaruhi prestasi kerja seseorang, Usia 30-40 tahun umumnya memiliki nilai motivasi, ambisi dan kerja keras untuk mencapai kesuksesan atau prestasi. Pada usia ini juga dapat meningkatkan komitmen dan kesetiaan terhadap karier yang dia miliki.

Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan program pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku (Depkes RI, 1995). Bidan yang telah menyelesaikan pendidikan ditempatkan di desa sebagai wilayah kerjanya.

Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang


(30)

mempunyai organisasi pemerintah terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara Kesatuan Republik Indonesia (Depkes RI, 1991).

Bidan Di Desa (BDD) adalah bidan yang ditempatkan, diwajibkan tinggal serta bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya, yang meliputi 1 sampai 2 desa. Dalam melaksanakan tugasnya bidan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Puskesmas setempat dan bekerjasama dengan perangkat desa (Depkes RI, 1995)

Menurut Depkes Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) BDD adalah sebagai berikut:

1. Tugas Pokok:

a. Melaksanakan kegiatan Puskesmas di desa di wilayah kerjanya berdasarkan urutan prioritas masalah kesehatan yang dihadapi, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dan diberikan.

b. Menggerakkan dan membina masyarakat desa di wilayah kerjanya, agar tumbuh kesadaran untuk dapat berperilaku sehat.

2. Fungsi bidan di wilayah kerjanya :

a. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah, menangani persalinan, pemberian kontrasepsi dan pengayoman medis keluarga berencana.

b. Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan setempat.


(31)

c. Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader serta dukun bayi. d Membina kelompok dasawisma di bidang kesehatan. Membina kerjasama lintas

program lintas sektoral dan lembaga swadaya masyarakat.

e. Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke Puskesmas atau bila mana dalam keadaan darurat dapat merujuk ke fasilitas kesehatan lainnya. f. Mendeteksi secara dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian

kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit lain, dan berusaha untuk mengatasi sesuai dengan kemampuannya (Depkes RI, 1995).

Implementasi tugas dan fungsi pokok bidan di desa dapat dilihat dari pelaksanaan program KIA di wilayah kerja puskesmas yang bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisian. Program pelayanan KIA puskesmas dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut:

1. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran

2. Peningkatan pertolongan persalinan ditujukan kepada peningkatan pertolongan oleh tenaga kesehatan kebidanan secara berangsur.

3. Peningkatan deteksi dini risiko tinggi/komplikasi kebidanan, baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penanganan dan pengamatannya secara terus menerus.

4. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan pengamatan secara terus menerus oleh tenaga kesehatan.


(32)

5. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standar dan menjangkau seluruh sasaran.

2.2. Motivasi

Motivasi adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan, mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu. Proses timbulnya motivasi merupakan gabungan dari konsep kebutuhan, dorongan, tujuan dan imbalan (Gitosudarmo dan Sudita, 2000).

Menurut Gleitman yang dikutip Prijosaksono (2002) menyatakan bahwa motivasi adalah keadaan internal organisme (baik manusia ataupun hewan) yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah. Mengemukakan dua jenis motivasi yaitu :

1. Motivasi intrinsik berasal dan dorongan untuk bertindak secara efisien dan kebutuhan untuk berprestasi secara baik (excellence). Komponen motivasi intrinsik adalah sebagai berikut:

a. Dorongan ingin tahu

Seseorang yang mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang tinggi akan berusaha mencoba segala sesuatu yang menantang dan sulit, tetapi mampu untuk diselesaikan. Sedangkan orang yang tidak mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi akan enggan melakukannya. Dorongan untuk menyelesaikan tugas yang sulit ini mencerminkan rasa ingin tahu. Dorongan rasa ingin tahu merupakan aspek motivasi berprestasi intrinsik.


(33)

b. Tingkat aspirasi

Tingkat aspirasi seseorang turut menentukan tingkat motivasi dalam bertindak. Tingkat aspirasi merupakan perkiraan standar diri mengenai perasaan berhasil atau gagal dalam melakukan sesuatu. Seseorang yang memperkirakan dirinya akan berhasil mencapai sesuatu tujuan akan berusaha untuk mencapai tujuan tersebut.

2. Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang bersumber dari luar diri seseorang yang mendorong untuk bertindak. Motivasi ini berkembang dan berkaitan dengan perilaku yang bertujuan untuk kehidupan sosial. Adapun ciri-ciri motivasi ekstrinsik dikaitkan dengan 3 hal yaitu: (a) Pengalaman (Experience), (b) Gugahan fisik (Physiological arousal), (c) Keadaan kognisi (Cognitive condition).

Motivasi ekstrinsik terbagi atas :

a. Administrasi dan kebijaksanaan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan. b. Penyeliaan, derajat kewajaran penyelia yang dirasakan diterima oleh tenaga kerja. c. Gaji, derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan untuk kerjanya. d. Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi

dengan tenaga kerja lain.

e. Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaan-pekerjaannya.

Demikian juga dengan pendapat Wahjosumidjo (1994), yang menyatakan bahwa motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang, dan


(34)

motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik atau faktor di luar diri yang disebut faktor ekstrinsik. Faktor di dalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa depan.

Mengacu pada konsep motivasi pribadi yang dikemukakan Wahjosumidjo (1994) maka aspek: kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita merupakan hal-hal yang dianggap dapat menunjukkan motivasi pribadi.

Banyak teori tentang motivasi dan penemuan riset yang mencoba menjelaskan hubungan antara perilaku dan hasilnya. Menurut teori ERG Aldefer, setiap orang mempunyai kebutuhan yang tersusun dalam suatu hirarki yang meliputi tiga perangkat kebutuhan yaitu :

1 Eksistensi : kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor - faktor seperti makanan, air, udara, upah dan kondisi kerja.

2. Keterkaitan : kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan hubungan antar pribadi yang bermanfaat.

3. Pertumbuhan : kebutuhan dimana individu merasa puas dengan suatu kontribusi (sumbangan) yang kreatif dan produktif.


(35)

a. Teori kepuasan, memuaskan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menggerakkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilaku. Mereka mencoba menentukan kebutuhan khusus yang memotivasi orang.

b. Teori proses, menguraikan dan menganalisis bagaimana perilaku itu digerakkan, diarahkan, didukung dan dihentikan (Gibson , 1997).

Menurut Maslow (dalam Siagian, 2002), manusia mempunyai sejumlah kebutuhan yang diklasifikasikannya pada lima tingkatan atau hierarki (Hierarchy of needs), yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan yang mencerminkan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Dari kelima tingkatan kebutuhan tersebut, orang akan termotivasi untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Seseorang dalam setiap prilaku moralnya dipengaruhi oleh bagaimana dia mendapatkan ajaran-ajaran moral itu didalam hidupnya, apa yang benar dan apa yang salah, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Pendidikan moral yang dialami setiap orang berbeda-beda dan kemampuannya untuk menerima pendidikan itu dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor individu dan faktor lingkungan. Manusia sebagai faktor individu terdiri dari roh, jiwa dan raga dan ketiga aspek ini harus bekerja secara seimbang (Siagian, 2002).

Jiwa manusia terdiri atas kognisi, afeksi (emosi, perasaan) dan konasi (kehendak, kemauan). Selain mengalami pertumbuhan fisik, manusia juga mengalami perkembangan kejiwaannya. Didalam perkembangan kejiwaan ini konsep diri terbentuk dan konsep diri ini dipengaruhi oleh norma-norma serta ajaran moral yang melingkupinya. Mengajarkan seseorang tentang hal-hal yang benar dan hal-hal yang


(36)

salah dan dengan pengaruh religiusitas yang tinggi mengarahkan anak untuk bertindak sesuai dengan yang dikehendaki oleh norma-norma yang ada. Faktor yang

kedua yaitu faktor lingkungan yang terdiri dari faktor keluarga, faktor lingkungan tempat tinggal dan keadaan di sekolah. Keluarga berperan penting dalam membentuk karakter kepribadian anak, membangun pribadi anak yang kuat dan bermoral serta tidak mudah dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh lingkungan sosial yang tidak baik dan menyimpang dari ajaran moral (Notoatmodjo, 1993).

Tindakan moral itu sendiri terdiri atas beberapa penjabaran kejujuran atau kebijakan (akibat-akibat kesejahteraan pada diri sendiri), kedermawanan atau kebajikan (akibat-akibat kesejahteraan pada orang lain), keadilan (persamaan distributif dan resiprositas komutatif) yaitu rasa hormat terhadap otoritas. Prinsip yang paling inti bagi pertimbangan moral adalah prinsip keadilan. Keadilan adalah penghargaan utama terhadap nilai dan persamaan derajat semua insan manusia serta terdapat hubungan timbal balik antara manusia merupakan tolak ukur yang mendasar dan universal. Teori Common sense (akal sehat) yang melatarbelakangi pendidikan moral. Menurut teori ini setiap orang mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, atau paling tidak kebanyakan orang dewasa yang patuh hukum mengenalnya. Dengan demikian, orang dewasa mengenal sejumlah hal tentang moralitas yang tidak diketahui anak-anak seperti mencuri adalah perbuatan yang selalu jahat atau menolong orang lain adalah perbuatan yang baik (Prijosaksono, 2002).

Memotivasi orang lain, bukan sekadar mendorong atau bahkan memerintahkan seseorang melakukan sesuatu, melainkan sebuah seni yang melibatkan berbagai kemampuan dalam mengenali dan mengelola emosi diri sendiri


(37)

dan orang lain. Paling tidak kita harus tahu bahwa seseorang melakukan sesuatu karena didorong oleh motivasinya (Prijosaksono, 2002)).

Secara umum motivasi pribadi mempunyai pengertian adalah motivasi yang didorong oleh kekuatan dan dalam (inner motivation). Didasarkan oleh misi atau tujuan hidupnya. Seseorang yang telah menemukan misi hidupnya bekerja berdasarkan nilai (values) yang diyakininya. Nilai-nilai itu bisa berupa rasa kasih (love) pada sesama atau ingin memiliki makna dalam menjalani hidupnya. Orang yang memiliki motivasi seperti ini biasanya memiliki visi yang jauh ke depan. Baginya bekerja bukan sekadar untuk memperoleh sesuatu (uang, harga diri, kebanggaan, prestasi) tetapi adalah proses belajar dan proses yang harus dilaluinya untuk mencapai misi hidupnya (Prijosaksono, 2002).

Hubungan motivasi dengan emosi diri sangat dipengaruhi oleh kecerdasan emosinya (EQ-nya). Paling tidak ada beberapa keterampilan yang perlu dimiliki oleh seseorang dalam memotivasi dirinya, yaitu:

1. Mengenali emosi diri.

Kemampuan mengenali emosi diri ini meliputi kemampuan kita untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya kita rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, kita harus dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan. Ketidakmampuan untuk mengenali perasaan membuat kita berada dalam kekuasaan emosi kita, artinya kita kehilangan kendali atas perasaan kita yang pada gilirannya membuat kita kehilangan kendali atas diri dan hidup kita.


(38)

2. Mengelola emosi diri sendiri.

Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri, yaitu: pertama adalah menghargai emosi dan menyadari dukungannya kepada kita. Kedua berusaha mengetahui pesan yang disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil menangani emosi ini sebelumnya. Ketiga adalah dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinya. Kemampuan kita mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri (self controlled) yang paling penting dalam manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau perasaan kita, bukan sebaliknya.

3. Memotivasi diri sendiri: Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan. merupakan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri (achievement motivation). Kendali diri emosional-menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Keterampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apa pun yang mereka kenakan (www.sinarharapan.com).

2.3. Kinerja

2.3.1. Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, work performance atau job performance tetapi dalam bahasa Inggrisnya sering disingkat menjadi


(39)

performance saja. Kinerja dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, ketrampilan dan motivasi dalam mengerjakan sesuatu. Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi. “performance = ability x motivation”. Faktor utama yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan kemauan. Memang diakui bahwa banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga tetap tidak menghasilkan kinerja yang baik. Demikian pula halnya banyak orang mau tetapi tidak mampu juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa-apa. Kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau kemampuan bekerja. Simamora (2001) menyatakan bahwa prestasi kerja (performance) diartikan sebagai suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas maupun kualitasnya.

Ilyas (1999) menyatakan bahwa kinerja adalah penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan kerja personel tidak terbatas pada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel yang ada dalam organisasi.

2.3.2. Teori - Teori tentang Kinerja

Menurut Gibson (1997) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja personel dilakukan pengkajian terhadap tiga kelompok variabel yaitu :


(40)

Variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga variabel tersebut sangat mempengaruhi perilaku kerja personel yang berkaitan erat dengan tugas-tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas dalam organisasi. Secara skematis ketiga variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

PERILAKU INDIVIDU :

( Apa yang dikerjakan )

VARIABEL ORGANISASI : - Sumber daya - Kepemimpinan - Imbalan

- Struktur Kepemimpinan

PSIKOLOGIS

- Persepsi - Sikap - Kepribadian - Belajar - Motivasi

VARIABEL INDIVIDU

: * Kemampuan dan

keterampilan : - Mental - Fisik

* Latar belakang : - Keluarga - Tingkat Sosial - Pengalaman * Demografis : - Umur - Etnis

Gambar 2.1.

Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja dari Gibson (1997)

Menurut Ruky (2002), dalam bukunya yang berjudul Sistem Manajemen Kinerja. Manajemen Kinerja adalah kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi untuk merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan prestasi karyawan.


(41)

Menurut Lembaga Administrasi Negara, kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.

Menurut Teori Attribusi atau Expectancy Theory, dikemukakan oleh Heider dalam Siagian (2002), pendekatan attribusi mengenai kinerja dirumuskan sebagai berikut :

K= M x A Keterangan :

K = Kinerja, M = Motivasi, A = Ability.

Konsep ini akhirnya menjadi sangat populer dan seringkali diikuti oleh para ahli-ahli lain, menurut teori ini, kinerja adalah interaksi antara motivasi dengan ability (kemampuan dasar). Dengan demikian orang yang tinggi motivasinya tetapi memiliki kemampuan yang rendah akan menghasilkan kinerja yang rendah, begitu pula orang yang berability tinggi tetapi rendah motivasinya. Motivasi merupakan faktor penting dalam mendorong setiap karyawan untuk bekerja secara produktif, sehingga berdampak pada kinerja karyawan (Siagian, 2002).

2.3.3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut teori motivasi Atribusi yang dikembangkan oleh Gray yang dikutip oleh Winardi (2002), bahwa ada kaitan antara motivasi, kemampuan dan kenerja, yang menyatakan : kinerja pekerja merupakan hasil dari banyak faktor yang sebahagian tidak diketahui oleh para manajer, dan bahkan ada beberapa faktor


(42)

diantara faktor - faktor tersebut yang tidak dipahami oleh pegawai atau staf. Terdapat adanya kesetujuan pandangan bahwa kedua variabel yang paling penting dalam hal menerangkan kinerja adalah motivasi pegawai atau staf dan kemampuan kerja.

Kaitan antara variabel - variabel tersebut diperlihatkan melalui persamaan berikut : Kinerja = Motivasi x Kemampuan (Winardi, 2002).

2.3.4. Penilaian Kinerja

Menurut Winardi (2002), penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Pada hakikatnya, penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personel dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Adapun model-model penilaian kinerja antara lain :

1. Penilaian sendiri (Self assessment)

Adalah model penilaian dengan menggunakan teori kontrol dan interaksi simbolik. Kedua teori ini mendorong dan memberikan kerangka pemikiran bagi pemahaman fungsi penilaian. Menurut teori ini, individu harus menyelesaikan tiga tugas untuk mencapai tujuan mereka yaitu : (1) menetapkan standar untuk perilaku mereka, (2) mendeteksi perbedaan antara perilaku mereka dan standarnya (umpan balik), (3) berperilaku yang sesuai dan layak untuk mengurangi perbedaan ini.

2. Penilaian 360°

Pengembangan terakhir dari tehnik penilaian sendiri adalah penilaian 360°. Tehnik ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya karena dilakukan penilaian silang oleh bawahan, mitra, dan atasan langsung.


(43)

3. Penilaian berdasarkan efektivitas

Penilaian berdasarkan efektivitas (effectiveness based evaluation) dengan menggunakan sasaran perusahaan sebagai indikasi penilaian kinerja. Metode penilaian ini biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang memperkerjakan banyak personel dan menggunakan sistem pengelolaan perusahaan berdasarkan sasaran (Manajemen Berdasarkan Sasaran = MBS).

2.4. Landasan Teori

Seseorang yang memasuki suatu sistem sosial berarti orang tersebut siap memberikan suatu komitmen dalam menjalankan pekerjaan yang harus dilakukannya. Komitmen merupakan sikap yang diperlihatkan orang itu bilamana ada kejelasan yang berkaitan dengan peranan dan kedudukan orang dalam satu sistem sosial. Komitmen yang tinggi menjadikan peduli dengan nasib organisasi dan berusaha menjadikan organisasi kearah yang lebih baik. Sebaliknya, bagi individu atau karyawan dengan komitmen organisasi rendah akan mempunyai perhatian yang rendah pada pencapaian tujuan organisasi, dan cenderung berusaha memenuhi kepentingan pribadi.

Komitmen organisasi yang kuat dalam diri individu akan menyebabkan individu berusaha keras mencapai tujuan organisasi sesuai dengan tujuan dan kepentingan organisasi (Porter et al., 1997).

Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak terpisahkan dari standar, karena kinerja


(44)

diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan, yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Kinerja bidan desa atau prestasi kerja (performance) merupakan hasil yang dicapai dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Kinerja bidan akan baik jika bidan telah melaksanakan unsur-unsur yang terdiri kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas yang diembannya dan tugas lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan pekerjaan, kerjasama dengan warga, kepemimpinan yang baik, kepribadian yang baik, jujur dan obyektif dalam melayani pasien, serta tanggung jawab terhadap tugasnya.

Hasibuan (2001), mendefinisikan motivasi sebagai pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan.

Peranan pimpinan dalam memberikan motivasi juga sangat penting dalam pelaksanaan tugas bawahan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, sebagaimana dikemukakan Hasibuan (2001), bahwa peran manajer sangat penting dan menentukan tinggi rendahnya prestasi, semangat tidaknya kerja bawahan sebagian besar tegantung kepada manajer. Sejauh mana manajer mampu menciptakan atau menimbulkan kegairahan kerja, dan sampai sejauh mana manajer mampu mendorong bawahan dapat bekerja sesuai dengan kebijaksanaan dan program yang telah digariskan.


(45)

Frederich Herberg dalam Sedarmayanti (2003) menyatakan pada manusia berlaku faktor motivasi dan faktor pemeliharaan dilingkungan pekerjaanya. Dari hasil

penelitiannya menyimpulkan adanya enam faktor motivasi yaitu (1) prestasi; (2) pengakuan; (3) kemajuan kenaikan pangkat; (4) pekerjaan itu sendiri; (5) kemungkinan untuk tumbuh; (6) tanggung jawab. Sedangkan untuk pemeliharaan

terdapat sepuluh faktor yang perlu diperhatikan, yaitu (1) kebijaksanaan; (2) supervisi teknis; (3) hubungan antar manusia dengan atasan ; (4) hubungan manusia dengan

pembinanya; (5) hubungan antar manusia dengan bawahannya; (6) gaji dan upah; (7) kestabilan kerja; (8) kehidupan pribadi; (9) kondisi tempat kerja; (10) status.

Menurut Gunawan (1993), motivasi kerja bidan adalah suatu perangsang keinginan dan daya gerak yang menyebabkan seorang bidan bersemangat dalam melayani pasien. Tinggi rendahnya motivasi kerja bidan ditentukan oleh terpenuhi atau tidak terpenuhi kebutuhanannya.

Hasibuan (2001) mendefinisikan prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga faktor penting yaitu, kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor di atas, semakin besarlah prestasi kerja karyawan bersangkutan. Dari pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa apabila seorang pegawai telah memiliki kemampuan dalam penguasaan bidang pekerjaannya, mempunyai minat untuk melakukan pekerjaan


(46)

tersebut, adanya kejelasan peran dan motivasi pekerjaan yang baik, maka orang tersebut memiliki landasan yang kuat untuk berprestasi lebih baik.

Penilaian kinerja menurut Simamora (2001) adalah alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan karyawan. Sejalan dengan pendapat tersebut Hasibuan (2001) penilaian prestasi adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi perilaku prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya.

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis melihat pengaruh komitmen dan motivasi kerja terhadap kinerja bidan di desa, seperti terlihat pada bagan berikut:

Variabel Bebas Variabel Terikat

Komitmen Kerja

1. Peran 2. Posisi 3. Cakupan

Kinerja Cakupan Pelayanan:

1. Pelayanan Antenatal 2. Persalinan

3. Deteksi Dini Risiko Tinggi/ Komplikasi Kebidanan 4. Rujukan Komplikasi

Kebidanan.

5. Pelayanan Neonatal dan Ibu Nifas.

Motivasi

1. Ekstrinsik 2. Intrinsik


(47)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis dari penelitian yang digunakan adalah bentuk survei dengan menggunakan pendekatan tipe explanatory research yaitu penelitian yang menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel penelitian melalui pengujian hipotesa.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Selatan dengan alasan cakupan-cakupan program yang dilaksanakan bidan di desa pada kabupaten tersebut yang rendah. Penelitian ini dilakukan pada Juli sampai September 2008.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah semua bidan di desa yang terdapat di Kabupaten Aceh Selatan yang berjumlah 161 orang sesuai data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2007. Seluruh populasi dijadikan sampel, dengan demikian jumlah sampel adalah 161 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data primer dihimpun melalui wawancara langsung dengan bidan di desa berpedoman kepada kuesioner penelitian, meliputi data tentang komitmen kerja, motivasi, dan kinerja. Data sekunder seperti data umum wilayah, data jumlah dan


(48)

tempat tugas bidan desa, serta data lain yang mendukung penelitian diperoleh dari laporan PWS-KIA Kabupaten dan Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan.

Untuk mengetahui kelayakan pertanyaan pada kuesioner maka terlebih dahulu dilakukan uji coba kuesioner kepada responden yang menyerupai lokasi penelitian, dimana tujuannya untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas. Setelah dilakukan ujicoba kuesioner diketahui bahwa item-item pertanyaan pada variabel komitmen kerja dan motivasi valid dan reliabel untuk digunakan dalam penelitian ini dengan hasil sebagai berikut:

a). Variabel komitmen kerja dengan 5 item pertanyaan dengan nilai koefisien korelasi >0,3 dengan nilai alpha cronbach = 0,9294>0,6, artinya item pertanyaan untuk variabel komitmen kerja valid dan reliabel untuk dilanjutkan wawancara kepada responden. (lampiran. 2)

b). Variabel motivasi dengan 5 item pertanyaan dengan nilai koefisien korelasi >0,3 dengan nilai alpha cronbach = 0,7624>0,6, artinya item pertanyaan untuk variabel motivasi valid dan reliabel untuk dilanjutkan wawancara kepada responden. (lampiran. 2)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

1. Komitmen kerja adalah tekat yang kuat dari bidan di desa untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai tenaga bidan. Variabel ini diukur dengan


(49)

menggunakan 3 indikator, yaitu: peran, posisi dan cakupan hasil kerja BDD dengan definisi operasional sebagai berikut:

1). Peran tenaga bidan di desa adalah kesediaan bidan di desa untuk meningkatkan mutu dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan ibu dan anak.

2). Posisi bidan di desa adalah kesediaan bidan di desa setiap saat berada di desa wilayah kerjanya untuk melayani masyarakat.

3). Cakupan hasil kerja bidan di desa adalah tekat yang kuat untuk menyelesaikan fungsi dan tugas pokok sesuai dengan target cakupan yang telah ditentukan.

Komitmen kerja dapat disusun menjadi tiga kategori, yaitu baik, sedang dan buruk, dengan pengertian sebagai berikut:

1). Kategori baik apabila bidan di desa komit terhadap peran, posisi dan cakupan dengan peran mendukung dan melaksanakan upaya mempercepat penurunan AKI dan AKB.

2). Kategori sedang apabila bidan di desa kurang komit terhadap peran, posisi dan cakupan dengan tujuan mendukung dan melaksanakan upaya mempercepat penurunan AKI dan AKB.

3). Kategori buruk apabila bidan di desa tidak komit terhadap peran, posisi dan cakupan dengan tujuan mendukung dan melaksanakan upaya mempercepat penurunan AKI dan AKB


(50)

2. Motivasi kerja adalah dorongan yang timbul dari dalam diri dan luar bidan di desa yang menggerakkan, mengarahkan perilakunya. Variabel ini diukur melalui dua indikator, yaitu: motivasi ekstrinsik dan intrinsik dengan definisi operasional sebagai berikut:

1). Motivasi ekstrinsik adalah, motivasi yang bersumber dari luar diri bidan yang mendorong bidan di desa melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai pedoman yang ditetapkan.

2). Motivasi intrinsik adalah didorong oleh kekuatan dari dalam diri bidan (inner motivation) yang mendorong bidan di desa melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai pedoman yang ditetapkan.

Motivasi kerja dapat disusun menjadi tiga kategori, yaitu Tinggi, Sedang dan Rendah, dengan pengertian sebagai berikut:

1) Kategori tinggi apabila bidan di desa memiliki motivasi ekstrinsik dan intrinsik yang dapat mendorong pekerjaan secara penuh dengan peran mendukung dan melaksanakan fungsi dan tugas sebagai bidan di desa.

2) Kategori sedang apabila bidan di desa memiliki motivasi ekstrinsik dan intrinsik yang dapat mendorong pekerjaan dengan cukup yang bertujuan mendukung dan melaksanakan fungsi dan tugas sebagai bidan di desa.

3) Kategori rendah apabila bidan di desa tidak memiliki motivasi ekstrinsik dan intrinsik yang dapat mendorong pekerjaan secara penuh dengan tujuan mendukung dan melaksanakan fungsi dan tugas sebagai bidan di desa


(51)

3. Kinerja adalah tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi program kesehatan. Kinerja bidan di desa diukur melalui pencapaian program yang menjadi tugas dan fungsi bidan desa yaitu: pelayanan antenatal, pertolongan persalinan, deteksi dini risiko tinggi/ komplikasi kebidanan, rujukan komplikasi kebidanan, dan pelayanan neonatal dan ibu nifas.

Variabel kinerja dapat disusun menjadi dua kategori, yaitu mencapai target dan tidak mencapai target, dengan pengertian sebagai berikut:

1) Kategori mencapai target apabila bidan di desa mampu mencapai seluruh target yang ditetapkan (pelayanan antenatal, pertolongan persalinan, deteksi dini risiko tinggi/ komplikasi kebidanan, rujukan komplikasi kebidanan, dan pelayanan neonatal dan ibu nifas).

2) Kategori tidak mencapai target apabila bidan di desa hanya mampu mencapai sebagian target yang ditetapkan (pelayanan antenatal, pertolongan persalinan, deteksi dini risiko tinggi/ komplikasi kebidanan, rujukan komplikasi kebidanan, dan pelayanan neonatal dan ibu nifas).

3.6. Metode Pengukuran

Metode pengukuran variabel bebas dan variabel terikat menggunakan skala interval yang berpedoman kepada skala Likert sebagai berikut:


(52)

Tabel 3.1. Skala Pengukuran Variabel Bebas Skala Interval Bobot Nilai 1 Variabel =

Satu Indikator

Bobot Nilai 1 Variabel=Tiga Indikator No Variabel

Bebas Jlh Per-tanyaan Sangat Setuju Setuju Tidak setujuSangat Tidak Setuju

Baik Sedang Buruk

1 Komitmen 5 4 3 2 1 >75% 40-75% <40%

Skala Interval Bobot Nilai 1 Variabel =

Satu Indikator

Bobot Nilai 1 Variabel = Tiga Indikator No Variabel

Bebas Jlh Per-tanyaan Selalu Kadang -kadang Tidak pernah

Tinggi Sedang Rendah

2 Motivasi 5 3 2 1 >75% 40-75% <40%

Tabel 3.2. Skala Pengukuran Variabel Terikat Skala Interval

Bobot Nilai 1 Variabel = 2 Indikator No Variabel

Kinerja Jlh Per-tanyaan Mencapai Target Tidak Mencapai Target

1 Cakupan Program 5 100%/ sesuai POA

< 100%/ tidak sesuai POA


(53)

3.7. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif merupakan metode untuk menguji data dalam bentuk angka. Dalam metode ini penulis akan menggunakan regresi logistik berganda (Multiple logistic regression) untuk melihat seberapa besar variabel independen mempengaruhi variabel terikat dengan menggunakan bantuan program komputer, dengan persamaan sebagai berikut:

Y = g + IX1 + 2X2 + µ

Keterangan:

Y = Variabel Dependen (Kinerja Bidan di Desa) = Konstanta Regresi

X1 = Komitmen Kerja (Peran, Posisi, Cakupan)

X2 = Motivasi (Intrinsik dan Ekstrinsik) β1-β2 = Koefisien Regresi

μ = Error term

3.7.1. Uji Odds Ratio (Uji Secara Parsial)

Analisis secara parsial adalah menguji variabel independen (X1 dan X2),

apakah mempunyai pengaruh yang signifikan positif atau negatif terhadap variabel dependen (Y). Kriteria pengujian sebagai berikut:

Ho i = 0: artinya tidak terdapat pengaruh i terhadap kinerja bidan di desa Ha i ≠ 0: artinya terdapat pengaruh i terhadap kinerja bidan di desa


(54)

3.7.2. Uji Overall Percentage (Uji Secara Serentak)

Uji F statistik digunakan untuk menguji keberartian pengaruh seluruh variabel independen secara serentak terhadap variabel dependen. Kriteria uji secara serentak dengan cara membandingkan nilai F-hitung ≥ F-tabel maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh yang nyata seluruh variabel independen terhadap kinerja bidan di desa.


(55)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kabupaten Aceh Selatan merupakan salah satu kabupaten yang terdapat dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terletak pada posisi 02022’ 36” - 04025’ 06” lintang utara dan 96035’ 34” bujur timur. Daerah ini mempunyai luas wilayah 3.842 km2 dengan batas-batas sebagai berikut:

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil - Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat Daya

Secara administratif, Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan memiliki 16 Kecamatan, 44 mukim dan 247 desa/kelurahan. Dengan jumlah penduduk

berdasarkan data terakhir sebanyak 188.909 jiwa terdiri dari 91.663 jiwa laki-laki dan 97.246 jiwa perempuan. Kepadatan penduduk rata-rata 66,36 pek km2, dimana penduduk terdapat di Kecamatan Samadua yaitu 484,83 jiwa/km2, sedangkan yang paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Trumon yaitu 6.60 jiwa/km2.

Komposisi penduduk menurut kelompok umur menunjukkan penduduk berusia muda (0-14 tahun) sebesar 32,9%, penduduk usia produktif (15-64 tahun) sebesar 62,3%, dan yang berusia tua (≥ 65 tahun) sebesar 4,8% dengan demikian angka beban tanggungan (dependency ratio) penduduk Aceh Selatan sebesar 60,5%.


(56)

Dilihat dari jenis kelamin penduduk, perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki, dengan rasio jenis kelamin (sex ratio) sebesar 0,94%.

Tabel 4.1. Distribusi Kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan berdasarkan Luas Wilayah, Jumlah Kelurahan/Desa, Jumlah Penduduk, Kepala Keluarga, Rata-rata Jiwa/Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk

No Kecamatan Luas

Wilayah(Km2) Jlh Kel/Desa

Jlh

PendudukJlh KK Jiwa/KK

Kepadatan (Km2)

1 Labuhan Haji Barat 63,80 13 14.982 2976 5.0 235

2 Labuhan Haji 79,74 16 11.838 2594 4.6 148

3 Labuhan Haji Timur 51,46 11 8.917 1930 4.6 172

4 Meukek 247,00 22 17.567 3860 4.6 71

5 Sawang 149,00 15 12.851 3687 3.5 86

6 Samadua 29,00 27 14.060 3092 4.5 485

7 Tapaktuan 115,00 15 22.564 4708 4.8 196

8 Pasie Raja 180,56 20 13.506 2916 4.6 75

9 Kluet Utara 142,94 19 19.969 4470 4.5 140

10 Kluet Tengah 177,50 13 5.762 1369 4.2 33

11 Kluet Selatan 190,70 17 11.537 2755 4.2 61

12 Kluet Timur 259,30 7 7.608 1890 4.0 29

13 Bakongan 662,00 14 9.647 2217 4.4 15

14 Bakongan Timur 292,00 8 4.576 1039 4.4 16

15 Trumon 737,00 16 4.867 1072 4.5 7

16 Trumon Timur 465,00 14 8.658 1968 4.4 19

Aceh Selatan 3.842,00 247 188.909 42.543 70.8 1.788

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan, 2008

Pada Tabel 4.1. terlihat bahwa kecamatan yang mempunyai wilayah paling luas adalah Kecamatan Trumon, yaitu 737,00 km dengan 16 desa, jumlah penduduk 4.867 jiwa, 1.072 rumah tangga dan kepadatan penduduk 7 jiwa/km2. sedangkan kecamatan dengan luas wilayah paling kecil adalah Kecamatan Samadua, yaitu 29,00 km dengan 27 kelurahan/desa, jumlah penduduk 14.060 jiwa, 3.092 rumah tangga dan kepadatan penduduk 485 jiwa/km2.


(57)

Masalah kependudukan di Kabupaten Aceh Selatan tidak hanya terfokus pada distribusi dan komposisinya saja, tetapi juga kualitasnya, seperti kemiskinan. Penduduk miskin pada tahun 2007 berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh puskesmas dan jajarannya berjumlah 96.629 jiwa atau 51,15% dari seluruh penduduk, dimana jumlah terbesar terdapat di wilayah Puskesmas Kluet Utara (11,03%) dan paling sedikit terdapat di wilayah kerja Puskesmas Jambo papeun (0,72%).

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh Selatan berdasarkan harga berlaku pada tahun 2005 adalah Rp.7.384.600. Angka ini mengalami pertumbuhan sebesar 4,19% dar PDRB tahun sebelumnya. Sementara pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Selatan mencapai 3,8%, angka ini menurun dibanding kondisi tahun sebelumnya yang mencapai 4,19%. Mata pencaharian penduduk umumnya bertani, dimana sektor ini memberi kontribusi 4,61% terhadap perekonomian Kabupaten Aceh Selatan.

Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan untuk masyarakat, di Kabupaten Aceh Selatan terdapat sebanyak 21 unit yang tersebar di 16 kecamatan. Umumnya setiap kecamatan terdapat 1 unit puskesmas, namun terdapat 4 kecamatan yang mempunyai puskesmas lebih 1 unit, yaitu Kecamatan Tapaktuan memiliki 2 unit

puskesmas, Kecamatan Kluet Utara 3 unit puskesmas, Kecamatan Bakongan 2 unit puskesmas, serta Kecamatan Trumon Timur 2 unit puskesmas. Secara rinci


(58)

Tabel 4.2. Distribusi Kecamatan dan Jumlah Bidan di Desa di Kabupaten Aceh Selatan

Tinggal di Polindes No Kecamatan Jumlah Desa Jumlah Bidan

di Desa Ya Tidak

1 Labuhan Haji Barat 13 8 1 7

2 Labuhan Haji 16 10 2 8

3 Labuhan Haji Timur 11 7 1 6

4 Meukek 22 15 3 12

5 Sawang 15 12 2 10

6 Samadua 27 22 5 17

7 Tapaktuan 15 15 2 13

8 Pasie Raja 20 12 2 10

9 Kluet Utara 19 15 3 12

10 Kluet Tengah 13 7 1 6

11 Kluet Selatan 17 7 1 6

12 Kluet Timur 7 5 1 4

13 Bakongan 14 8 2 6

14 Bakongan Timur 8 3 0 3

15 Trumon 16 8 1 7

16 Trumon Timur 14 7 1 6

Aceh Selatan 247 161 28 133

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan, 2008

Pada Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa jumlah bidan di desa yang paling banyak terdapat di Kecamatan Samadua dari seluruh kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan yaitu 22 bidan desa, namun yang tinggal di polindes hanya 5 orang, selebihnya tidak tinggal di polindes. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa masih banyak desa di Kabupaten Aceh Selatan yang belum memiliki bidan di desa (34.82%), sedangkan desa yang telah memiliki bidan di desa sebagian besar tidak tinggal di polindes (82.6%).


(59)

4.2. Karakteristik Responden

Pada penelitian ini karakteristik responden yang diamati adalah: umur, suku, agama, pendidikan, status perkawinan, status pekerjaan, masa kerja, status desa tempat tugas, dan tempat tinggal. Jumlah dan persentase responden berdasarkan identitas dapat dilihat pada uraian berikut.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden berumur ≥ 36 tahun, yaitu sebanyak 81 orang (50,9%), selebihnya berusia < 36 tahun. Sebanyak 157 orang (97,5%) adalah suku Aceh, selebihnya suku Jawa dan Batak. Seluruh responden (100%) menganut agama Islam. Sebanyak 135 orang (83,9%) dengan status kawin, selebihnya belum kawin. Sebanyak 102 orang (63,4%) mempunyai status kepegawaian PNS, selebihnya status kepegawaiannya Pegawai Tidak Tetap (PTT). Sebanyak 83 orang (51,6%) telah bertugas sebagai bidan di desa selama lebih dari 10 tahun, selebihnya mempunyai masa kerja 5-10 tahun dan kurang dari 5 tahun. Sebanyak 114 orang (70,8%) bertugas di desa dengan status biasa, selebihnya bertugas di desa dengan status terpencil dan sangat terpencil.

Sebagian besar responden tidak tinggal di Polindes, yaitu sebanyak 133 orang (82,6%) dengan demikian hanya 28 orang (17,4%) yang tinggal di polindes. Keberadaan bidan di desa yang tidak tinggal di polindes sebagai tempat tinggal bagi bidan di desa yang telah ditetapkan menyebabkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat belum maksimal. Secara rinci tentang karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 4.3.


(60)

Tabel 4.3. Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik di Kabupaten Aceh Selatan

No Karakteristik Jumlah Persen

Umur

1 < 36 tahun 80 49.1

2 ≥ 36 tahun 81 50.9

Jumlah 161 100.0

Suku

1 Aceh 157 97.5

2 Jawa 3 1.9

3 Batak 1 0.6

Jumlah 161 100.0

Agama

1 Islam 161 100.0

Jumlah 161 100.0

Pendidikan

1 Bidan (D3) 45 28.0

2 Bidan (D1) 116 72.0

Jumlah 161 100.0

Status Perkawinan

1 Belum Kawin 26 16.1

2 Kawin 135 83.9

Jumlah 161 100.0

Status Pekerjaan

1 PNS 102 63.4

2 PTT 59 36.6

Jumlah 161 100.0

Masa Kerja

1 < 5 tahun 12 7.5

2 5-10 tahun 66 41.0

3 > 10 tahun 83 51.5

Jumlah 161 100.0

Status Desa Tempat Tugas

1 Biasa 114 70.8

2 Terpencil 35 21.7

3 Sangat Terpencil 12 7.5

Jumlah 161 100.0

Tempat Tinggal

1 Polindes 28 17.4

2 Tidak di Polindes 133 82.6


(61)

4.3. Komitmen Bidan di Desa

Pengukuran komitmen bidan di desa diukur berdasarkan peran, posisi dan cakupan pelayanan yang dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden (45,3%) menyatakan sangat setuju dengan bidan yang melaksanakan pelayanan kebidanan sesuai dengan peran yang ditetapkan. Responden yang menyatakan setuju dengan pelaksanakan pelayanan kebidanan sesuai janji pada saat disahkan sebagai tenaga bidan sebesar 31,7%. Tenaga bidan bersedia tinggal di desa untuk melaksanakan tanggung jawabnya dinyatakan setuju oleh 31,1% responden. Bekerja dengan baik sesuai tugas dan fungsi bidan untuk mencapai tujuan program/cakupan yang ditetapkan dinyatakan setuju oleh 30,4% responden, serta memberikan pelayanan kebidanan kepada setiap orang yang membutuhkan pertolongan kebidanan dan persalinan dinyatakan setuju oleh 28,6% responden. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Distribusi Responden berdasarkan Komitmen di Kabupaten Aceh Selatan

SS S TS STS

N

o Komitmen n % n % n % n %

1 Pelaksanaan pelayanan kebidanan

sesuai peran yang ditetapkan 73 45.3 34 21.1 32 19.9 22 13.7

2 Pelaksanakan pelayanan kebidanan

sesuai janji pada saat disahkan sebagai tenaga bidan

44 27.3 51 31.7 42 26.1 24 14.9

3 Tenaga bidan bersedia tinggal di desa untuk melaksanakan tanggung jawabnya

33 20.5 50 31.1 45 28.0 33 20.5

4 Bekerja dengan baik sesuai tugas dan fungsi bidan untuk mencapai tujuan program/cakupan yang ditetapkan

35 21.7 49 30.4 43 26.7 34 21.1

5 Memberikan pelayanan kebidanan

kepada setiap orang yang membutuhkan pertolongan kebidanan dan persalinan.


(62)

Secara keseluruhan komitmen bidan di desa dikategorikan baik, sedang dan buruk, dimana sebagian besar berada pada kategori sedang, yaitu 77 orang (47,8%), selebihnya pada kategori buruk dan baik. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Distribusi Responden berdasarkan Kategori Komitmen di Kabupaten Aceh Selatan

No Kategori Komitmen Jumlah Persen

1 Baik 40 24.8

2 Sedang 77 47.8

3 Buruk 44 27.4

Jumlah 161 100.0

4.4. Motivasi

Pengukuran motivasi bidan di desa dalam melaksanakan pekerjaannya diukur berdasarkan aspek motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden (60,9%) mempunyai motivasi mengerjakan fungsi dan tugas sebagai tenaga bidan dengan baik dan benar kategori kadang-kadang. Sebesar 49,7% responden kadang-kadang merasa pelayanan kebidanan merupakan tanggung jawab yang harus dikerjakan sebagai tenaga bidan. Sebesar 44,7% responden kadang-kadang melakukan pelayanan kebidanan dengan segenap kemampuan dan keterampilan yang dimiliki. Sebesar 47,8% responden kadang-kadang memberikan pelayanan kebidanan kepada seluruh masyarakat yang membutuhkan pertolongan, mis: menolong persalinan, serta sebesar 49,7% responden kadang-kadang secara sungguh-sungguh melaksanaan pelayanan kebidanan karena mendapat perhatian (penghargaan) dari atasan/pemerintah.


(1)

KUESIONER PENELITIAN

PENGARUH KOMITMEN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DI KABUPATEN ACEH SELATAN

Identitas Responden

Nama :... Umur :... thn

Suku : a. Aceh b. Jawa

c. Batak d. Lain-lain... Agama : a. Islam b. Kristen

c. Hindu d. Budha

Pendidikan Terakhir : a. Bidan (D4) b. Bidan (D3) c. Bidan (D1) Status Perkawinan : a. Kawin b. Belum Kawin

Status Pekerjaan : a. PNS b. PTT Masa Kerja :... thn

Status Desa : a. Biasa b. Terpencil

c. Sangat Terpencil

Tempat Tinggal : a. Polindes b. Tidak di Polindes

A. Komitmen

Ket: SS = Sangat Setuju

S = Setuju

TS = Tidak Setuju

STS = Sangat Tidak Setuju

No Pernyataan SS S TS STS

1 Saya melaksanakan pelayanan kebidanan sesuai dengan peran yang telah ditetapkan

2 Saya melaksanakan pelayanan kebidanan sesuai dengan janji pada saat disahkan sebagai tenaga bidan

3 Saya bersedia tinggal di desa untuk melaksanakan tanggung jawab sesuai dengan posisi tenaga bidan

4 Saya bekerja dengan baik sesuai tugas dan fungsi bidan untuk mencapai tujuan program/cakupan yang ditetapkan 5 Saya memberikan pelayanan kebidanan kepada setiap

orang yang membutuhkan pertolongan kebidanan dan persalinan.


(2)

B. Motivasi

Ket: S = Selalu

KD = Kadang-kadang

TP = Tidak Pernah

No Pernyataan S KD TP

1 Saya melakukan pelayanan kebidanan dengan segenap kemampuan dan keterampilan yang saya miliki

2 Saya merasa pelayanan kebidanan merupakan tanggung jawab yang harus dikerjakan sebagai tenaga bidan.

3 Saya mengerjakan fungsi dan tugas sebagai tenaga bidan dengan baik dan benar

4 Saya memberikan pelayanan kebidanan karena banyak masyarakat yang membutuhkan pertolongan persalinan.

5 Saya secara sungguh-sungguh melaksanaan pelayanan kebidanan karena mendapat perhatian (penghargaan) dari atasan/pemerintah.

C. Kinerja

No Jenis Pelayanan Cakupan

(Persen) 1 Antenatal (pemeriksaan kehamilan)

2 Pertolongan Persalinan

3 Deteksi Dini Risiko Tinggi/Komplikasi Kebidanan 4 Rujukan Komplikasi Kebidanan.

5 Pelayanan Neonatal dan Ibu Nifas

Catatan: Jumlah atau persentase cakupan hasil jawaban responden (bidan di desa) dilakukan perbandingan (cross-check) dengan data cakupan pada Bidan Koordinator atau Kepala Puskesmas.


(3)

Lampiran : 2. Uji Validitas dan Reliabilitas

a. Validitas dan Reliabilitas Variabel Komitmen

****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ******

R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) N of

Statistics for Mean Variance Std Dev Variables

SCALE 12.0500 21.1026 4.5938 5

Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted KOMIT1 9.2000 13.0105 .8786 .9002

KOMIT2 9.6500 13.2921 .8276 .9107

KOMIT3 9.8000 13.9579 .8014 .9155

KOMIT4 9.8500 14.5553 .7772 .9204

KOMIT5 9.7000 13.9053 .7885 .9180

Reliability Coefficients N of Cases = 20.0 N of Items = 5 Alpha = .9294

b. Validitas dan Reliabilitas Variabel Motivasi ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ***** R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE 10.1500 7.2921 2.7004 5

Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted MOTIV1 8.1500 5.5026 .3711 .7716

MOTIV2 8.1000 5.0421 .4230 .7613

MOTIV3 8.2000 4.9053 .4663 .7454

MOTIV4 7.9500 4.8921 .6224 .6900

MOTIV5 8.2000 4.3789 .8502 .6106

Reliability Coefficients N of Cases = 20.0 N of Items = 5 Alpha = .7624


(4)

Lampiran : 3. Hasil Tabulasi Silang

CROSSTABS

Komitmen * Kinerja

Crosstabs

Komitmen * Kinerja Crosstabulation

28 16 44

22.7 21.3 44.0 33.7% 20.5% 27.3% 17.4% 9.9% 27.3%

45 32 77

39.7 37.3 77.0 54.2% 41.0% 47.8% 28.0% 19.9% 47.8%

10 30 40

20.6 19.4 40.0 12.0% 38.5% 24.8% 6.2% 18.6% 24.8%

83 78 161

83.0 78.0 161.0 100.0% 100.0% 100.0% 51.6% 48.4% 100.0% Count

Expected Count % within Kinerja % of Total Count

Expected Count % within Kinerja % of Total Count

Expected Count % within Kinerja % of Total Count

Expected Count % within Kinerja % of Total Buruk

Sedang

Baik Komitmen

Total

Tidak Mencapai

Target

Mencapai Target Kinerja

Total

Chi-Square Tests

15.327a 2 .000

15.830 2 .000

12.047 1 .001

161 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.38.


(5)

Motivasi * Kinerja

Crosstabs

Motivasi * Kinerja Crosstabulation

27 18 45

23.2 21.8 45.0 32.5% 23.1% 28.0% 16.8% 11.2% 28.0%

54 33 87

44.9 42.1 87.0 65.1% 42.3% 54.0% 33.5% 20.5% 54.0%

2 27 29

15.0 14.0 29.0 2.4% 34.6% 18.0% 1.2% 16.8% 18.0%

83 78 161

83.0 78.0 161.0 100.0% 100.0% 100.0% 51.6% 48.4% 100.0% Count

Expected Count % within Kinerja % of Total Count

Expected Count % within Kinerja % of Total Count

Expected Count % within Kinerja % of Total Count

Expected Count % within Kinerja % of Total Rendah

Sedang

Tinggi Motivasi

Total

Tidak Mencapai

Target

Mencapai Target Kinerja

Total

Chi-Square Tests

28.293a 2 .000

32.423 2 .000

15.420 1 .000

161 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.05.


(6)

Lampiran : 4. Hasil Uji Regresi logistik

Logistic Regression

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

24.266 2 .000 24.266 2 .000 24.266 2 .000 Step

Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

198.772 .140 .187 Step

1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Classification Tablea

45 38 54.2

27 51 65.4

59.6 Observed

Tidak Mencapai Target Mencapai Target Kinerja

Overall Percentage Step 1

Tidak Mencapai

Target

Mencapai Target Kinerja

Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

.684 .245 7.769 1 .005 1.981 1.225 3.204

.897 .273 10.814 1 .001 2.452 1.437 4.185

-3.116 .701 19.770 1 .000 .044

KOMIT MOTIV Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95.0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: KOMIT, MOTIV. a.