Karakteristik Bidan di Desa

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Bidan di Desa

Keberadaan bidan di desa sebagai tenaga pelayanan kesehatan paling depan di tengah masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di pedesaan, seperti yang dituangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Masyarakat No. 278 BMDJBKKIII1994 tentang tugas pokok bidan di desa dalam menunjang upaya akselerasi penurunan AKB. Lahirnya kebijaksanaan Depkes menempatkan bidan di desa sejak tahun 1989 karena langkanya tenaga kesehatan yang tinggal menetap di desa sehingga bidan menjadi tumpuan harapan untuk melakukan kegiatan di luar tugas pokoknya dan adanya pengamatan bahwa bidan di desa banyak dibebani dengan tugas lain yang kurang berhubungan langsung dengan tugas pokok sehingga tidak mampu memberikan kontribusi yang nyata dalam mempercepat penurunan AKI dan AKB. Karakteristik bidan di desa yang berhubungan dengan pelaksanaan tugasnya sebagai bidan di desa seperti: umur, suku, agama, pendidikan, status perkawinan, status pekerjaan, masa kerja, status desa tempat tugas, dan tempat tinggal. Secara umum karakteristik bidan di desa yang mampu mendukung pelaksanaan tugasnya diharapkan dapat mencapai target yang ditetapkan. Sesuai dengan hasil penelitian Saimin 2005 bahwa bidan yang bertugas di wilayah pedesaan umumnya berasal dari luar daerah sehingga masyarakat kurang begitu yakin terhadap pertolongan persalinan yang diberikannya, disamping itu usia bidan yang masih muda, tidak tinggal di desa, kurangnya kesabaran dalam melayani ibu bersalin juga menjadi faktor yang turut mempengaruhi rendahnya keyakinan masyarakat terhadap bidan. Bidan di desa dengan masa kerja yang lebih lama 5-10 tahun dan lebih dari 10 tahun melaksanakan pelayanan kebidanan khususnya melakukan pertolongan persalinan umumnya mempunyai pengalaman yang lebih banyak, hal ini terkait dengan berbagai macam persalinan yang dihadapi dan variasi faktor penyulit dalam menolong persalinan. Dengan kondisi demikian umumnya bidan di desa yang banyak melakukan pertolongan persalinan dan masa kerja yang cukup lama tentunya mampu memahami dan melaksanakan peranannya sebagai bidan di desa. Setiap tenaga bidan di desa senantiasa diharapkan berada dan tinggal secara bersama-sama dengan masyarakat pada tempat tinggal yang telah disediakan polindes. Apabila seorang tenaga bidan di desa tidak berada di tempat polindes sangat sulit diharapkan mampu membantu masyarakat dalam pelayanan kesehatan. Namun adanya keterbatasan dan kekurangan fasilitas maupun hal yang dibutuhkan bidan di desa untuk tinggal di polindes sedikit banyak menyebabkan mereka enggan tinggal di polindes sehingga mempengaruhi pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat. Aspek lingkungan yang terkait dengan pelaksanaan tugas bidan di desa adalah status desa tempat tugasnya. Kondisi wilayah Kabupaten Aceh Selatan yang masih terdapat beberapa desa dengan status sangat terpencil senantiasa mempengaruhi kemauan dan kenyamanan bidan di desa dalam melaksanakan tugasnya. Namun hal ini ditunjang dengan kompensasi atau insentif yang lebih besar bagi bidan di desa yang bertugas di desa sangat terpencil. Upaya pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan dalam meningkatkan kinerja bidan di desa di wilayah kerjanya adalah dengan memberdayakan tenaga koordinator bidan yang bertugas dan mempunyai wewenang dalam memantau dan membina kinerja bidan di desa dalam aspek teknis maupun aspek pengelolaan program KIA, serta arahan dan dukungan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan menjadi unit terdepan dalam pemantauan, pembinaan bidan di desa serta bertanggung jawab dalam fasilitas kelancaran pelaksanaan tugas bidan di desa di wilayahnya. Kemampuan bidan di desa sebagai tenaga pelayanan kesehatan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan perannya di tengah masyarakat. Apabila seorang tenaga bidan di desa mempunyai kemampuan yang baik tentang pelayanan kesehatan diharapkan mampu melakukan tugas dan fungsinya dengan baik pula. Secara teoritis ada korelasi yang kuat antara kemampuan dengan pendidikan, artinya bidan di desa yang pernah mendapatkan pendidikan kebidanan pada tingkat lebih tinggi Bidan D.III akan mempunyai kemampuan yang lebih baik dibandingkan bidan di desa dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah Bidan D.I. maka perlu kebijakan dari Dinas Kesehatan untuk memberikan kesempatan bagi Bidan D.I untuk melanjutkan pendidikan. Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan bidan di desa adalah penyelenggaraan pendidikan dari bidan satu tahun ditingkatkan menjadi Akademi DIII. Lulusan pendidikan tersebut akan ditempatkan di Puskesmas dan Desa dengan kriteria tertentu dalam rangka melaksanakan upaya kesehatan Puskesmas dan membina Posyandu. Agar bidan dapat bekerja secara berdaya guna dan berhasil guna, maka disusunlah pedoman atau program kerja. 5.2. Pengaruh Komitmen terhadap Kinerja Bidan di Desa Komitmen bidan di desa yang terkait dengan aspek peran, posisi dan cakupan. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan variabel komitmen berpengaruh terhadap kinerja bidan di desa dalam memberikan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kebidanan di desa yang menjadi wilayah kerjanya. Adanya pengaruh variabel komitmen terhadap kinerja bidan di desa dapat dijelaskan dari perbedaan persentase bidan di desa yang mampu mencapai target yang ditetapkan antara bidan di desa mempunyai komitmen kategori baik dibandingkan bidan di desa yang mempunyai komitmen kategori buruk. Setelah dilakukan uji regresi logistik diperoleh hasil yang menunjukkan variabel komitmen berpengaruh terhadap kinerja bidan di desa p0,05 Pada seluruh aspek komitmen yang ditanyakan kepada responden, yang dijawab dengan sangat setuju adalah pelaksanaan pelayanan kebidanan sesuai peran yang ditetapkan, sedangkan aspek yang paling sedikit adalah bekerja dengan baik sesuai tugas dan fungsi bidan untuk mencapai tujuan programcakupan yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa para bidan desa umumnya menyadari bahwa pelayanan kebidanan harus dilaksanakan sesuai dengan peran yang telah ditetapkan, namun pada tahap implementasi kurang mempunyai komitmen bahwa pelaksanaan peran bidan tersebut senantiasa bertujuan untuk mencapai target program. Hal ini terjadi karena faktor pendorong misalnya fasilitas yang mendukung pelaksanaan pelayanan kebidanan belum sesuai dengan kebutuhan. Sesuai dengan pendapat Karina 2007, yang menyatakan komitmen dalam berorganisasi merupakan konstruksi psikologis yang menunjukkan hubungan anggota organisasi dengan organisasinya. Dengan demikian komitmen memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Berkenaan dengan pendapat Karina tersebut dapat diimplikasikan tentang keberadaan bidan di desa sebagai anggota organisasi dalam organisasi Departemen Kesehatan secara umum dan anggota unit organisasi Puskesmas yang menjadi organisasi yang secara langsung mewadahi pelaksanaan kegiatan bidan di desa. Setiap tenaga bidan di desa yang secara administratif telah resmi diangkat dan ditetapkan sebagai bidan di desa, akan mengucapkan suatu janji atau kebulatan tekad dalam kesatuan tujuan untuk melaksanakan kegiatannya sebagai seorang bidan di desa sesuai dengan peran, posisi, dan cakupan yang sudah ditentukan dalam tugasnya. Hal inilah menjadi komitmen kerja bidan di desa, artinya bidan di desa yang telah ditunjuk senantiasa harus melaksanakan perannya sebagai tenaga kesehatan. Pentingnya komitmen bidan di desa dalam pelayanan kesehatan dapat dijelaskan dari pendapat Suyudi 2001 yang menyatakan tenaga bidan di desa merupakan tenaga kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat, serta diharapkan paling mengetahui keadaan kesehatan masyarakat khususnya ibu hamil, ibu bersalin dan bayi. Melihat besarnya tanggungjawab yang harus diemban oleh setiap bidan di desa ini perlu komitmen yang baik dalam pelaksanaan tugas. Berdasarkan hasil penelitian Wardhani dan Lusiana 2004 di Kabupaten Tulungagung menunjukkan bahwa kualitas pelayanan antenatal K4 masih rendah hanya mencapai =22,5. Rendahnya kualitas pelayanan antenatal ini dipengaruhi oleh sebagian besar bidan yang belum memiliki komitmen yang tinggi terhadap kualitas pelayanan antenatal, belum terpenuhinya kebutuhan bidan akan supervisi yang memfasilitasi, lama waktu pemeriksaan antenatal dan belum mampu memenuhi hak ibu hamil akan informasi yang memungkinkan mereka untuk memilih jenis pelayanan yang diinginkan dan hak untuk memperoleh pelayanan yang aman. Sesuai dengan pendapat Gunawan 2004 bahwa kebijakan penempatan bidan di desa merupakan salah satu upaya terobosan dalam rangka mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu maupun Angka Kematian Bayi serta tingkat fertilitas maka bidan di desa perlu dibina secara mantap terstruktur agar bidan di desa mampu menunjukkan komitmen yang tinggi. Mengacu kepada pendapat Gunawan di atas, maka pembinaan terhadap bidan di desa merupakan upaya untuk meningkatkan peranan bidan di desa dalam membantu masyarakat yang membutuhkan pertolongan persalinan khsusunya dan pelayanan kesehatan secara umum di daerah pedesaan. Hal ini menjadi penting karena sampai saat ini tingkat AKI yang paling tinggi terdapat di daerah pedesaan. Sesuai dengan hasil penelitian Salamuk dan Kustanto 2007 di Puskesmas Kabupaten Puncak Jaya menyimpulkan rendahnya cakupan kegiatan K1, K4, dan pertolongan persalinan dipengaruhi oleh komitmen provider kesehatan di tingkat kabupaten dan puskesmas, terpenuhinya kebutuhan bidan akan supervisi yang memfasilitasi dan manajemen, informasi, pelatihan dan pengembangan dan terpenuhinya kebutuhan akan bahan, peralatan dan infrastruktur. Sementara dari pihak ibu hamil adalah terpenuhinya hak ibu hamil untuk memperoleh informasi tentang kesehatannya, keterjangkuan layanan, informasi agar ibu hamil dapat memilih pelayanan yang diinginkan, pelayanan yang aman, privasi dan kerahasiaan, pelayanan yang sopan, ramah, nyaman dan dapat mengemukakan pendapat secara bebas, serta hak untuk kelangsungan pelayanan.

5.3. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Bidan di Desa