Analisis Respon Beban Angin Pada Bangunan Beton Tingkat Tinggi Yang Menggunakan Sistem Outrigger Truss

(1)

Verik angerik : Analisis Respon Beban Angin Pada Bangunan Beton Tingkat Tinggi Yang Menggunakan Sistem Outrigger Truss, 2009.

USU Repository © 2009

ANALISIS RESPON BEBAN ANGIN PADA BANGUNAN BETON

TINGKAT TINGGI YANG MENGGUNAKAN

SISTEM OUTRIGGER TRUSS

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam menempuh Colloqium Doctum/Ujian Sarjana (Insinyur) Teknik Sipil

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

VERIK ANGERIK

04 0404 053


(2)

Verik angerik : Analisis Respon Beban Angin Pada Bangunan Beton Tingkat Tinggi Yang Menggunakan Sistem Outrigger Truss, 2009.

USU Repository © 2009

ABSTRAK

Bangunan tingkat tinggi merupakan suatu bukti dari perkembangan dan kemajuan dari suatu negara. Inovasi di dalam dunia teknik sipil terus mengalami kenaikan seiring dengan peningkatan kebutuhan dan perkembangan zaman. Sistem struktur pada bangunan tingkat tinggi juga mengalami kemajuan dan semakin beragam pula penggunaannya, dengan tujuan untuk dapat menahan beban yang bekerja secara lateral yaitu beban angin dan beban gempa yang dianggap sangat berbahaya bagi keamanan dan kestabilan suatu struktur. Beban angin merupakan suatu fluida yang sifatnya dinamis serta mengalami kenaikan kecepatan dan tekanan seiring dengan pertambahan ketinggian, sehingga dianggap berbahaya bagi suatu struktur yang bertingkat tinggi.

Salah satu sistem struktural yang cukup efektif digunakan untuk menahan beban lateral pada bangunan tingkat tinggi adalah sistem outrigger truss. Sistem struktural yang masih kurang dikenal di Indonesia ini merupakan sejenis bracing (pengekang) yang dalam aplikasinya tidak direncanakan di semua lantai pada bangunan tingkat tinggi. Outrigger dipasang dengan cara menghubungkan core wall dari suatu bangunan dengan kolom terluar pada suatu bangunan bertingkat tinggi dengan tujuan untuk menambah kekakuan dan kekuatan suatu struktur.Penggunaan outrigger ini dapat dipasang pada beberapa lantai (double) ataupun hanya satu lantai saja (single) sesuai dengan kebutuhan perencanaan dan ketinggian gedung. Outrigger yang prinsip kerjanya mengakukan suatu lantai pada bangunan tingkat tinggi ini, dapat direncanakan dengan profil baja yang dipasang diagonal ataupun berupa dinding beton.

Salah satu manfaat utama dari pemasangan outrigger ini adalah mampu mereduksi displacement dan bahaya dari inter-storey drift yang ditimbulkan akibat beban lateral yang bekerja pada bangunan tersebut. Hasil perhitungan dan analitis telah membukt ikan bahwa penggunaan outrigger dapat mengurangi displacement serta inter-storey drift dibandingkan dengan bangunan yang tidak menggunakannya.Lokasi optimum dari pemasangan outrigger ini juga dapat ditentukan melalui perhitungan analitis jika dipasang single ataupun dapat melalui perkiraan yaitu pada sekitar pertengahan ketinggian bangunan. Selain itu, parameter yang dapat digunakan untuk menentukan lokasi optimum pemasangan single outrigger ini adalah parameter defleksi lateral.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penyusunan Tugas Akhir ini dapat saya selesaikan dengan baik, Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) di Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara (USU).

Penulis menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, motivasi dan bantuan semua pihak. Untuk itu melalui tulisan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT. dan Bapak Ir. Robert Panjaitan selaku Dosen Pembimbing saya yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan dukungan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak dosen pembanding yaitu Bapak Ir. Nurjulisman, Bapak Ir. Mawardi S. , Bapak M. Aswin, ST, MT. atas bimbingan, saran, kritik dan penilaian yang diberikan pada Tugas Akhir ini.

5. Bapak / Ibu Staff pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang selama ini ikhlas dan sabar dalam mencurahkan ilmunya kepada seluruh anak didiknya termasuk penulis.

6. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

7. Papa dan Mama, terima kasih karena telah memberikan kasih sayang, dukungan dan semangat yang luar biasa untuk menyelesaikan semua tugas, mata kuliah, dan juga makanan untuk lembur selama empat tahun ini. Thank you so much, I love you, dad and mom!

8. Buat ciciku tercinta Veda dan iparku tersayang Mas Dion Hambali, terima kasih buat dukungan dan doanya, juga untuk saran serta tips untuk karir. Untuk pasangan pengantin baru ini, saya ucapkan selamat berbulan madu dan cepat punya


(4)

momongan biar saya segera mempunyai keponakan. Juga adikku tercinta Verin. You’re all so precious for me!

9. O Ku dan Siau Ku yang memberi dukungan.

10.Teman-teman dan keluarga besar dari “MY Home” yang luar biasa, Nyak Fena dan Mr. Maxi yang akan married tahun ini, Charles, Wawan dan Cece yang sudah mau ke Palembang, Steffi, Franky, Lia, Erna, Reffy, Sherly, Andreas, Wendy, Liana, Marni, Hasan, Maik, Herlinda, Delfin, Dessy, Richard, Vritz, Budi, Susan, Darwin, AA, Winston, Ci Mega, Ko Maximilian, Dedy, Cindy T, Vecilia yang lagi di KL. Terima kasih buat dukungan kalian yang luar biasa. Doa-doa yang kalian tabur tidak akan sia-sia. Be excellent and keep reaching out for the lost!!!

11.Anak-anak yang di Jakarta, Cindy, Ronny dan Heppy yang luar biasa dan senantiasa mendukung dan mendoakan dari pulau seberang. Love you guys!!! Juga Eka dan Ko Wang-Wang yang sudah meniti karir di ibukota tanah air (sukses ya!). Herry yang lagi gencar-gencarnya di Bali.

12.Sammuel Steven yang lagi masa pemulihan di New York, get well soon my lil bro! 13.Pipi my doggy, Titi my kitty dan Jojo my greeny pet yang selalu menemani waktu

mengerjakan Tugas Akhir ini.

14.Rekan-rekan Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang kompak, norak dan gokil abis, Erwin, Robert (seperjuangan TA), Marlon, Samuella, Nuel, Eric, Orry, SPICE (Siska, Indah, Muti, Agus, Grace), Fantastic Five Irigasi (Icha, Sheila, Rizky, Mario), Trio KP (Acha dan Dian), Ko Andy `02, Fira, Freddy, Citra, Andy, Dessy, Rio dan yang stambuk `04 lainnya tanpa saya sebutkan namanya satu per satu yang telah memberikan masukan, semangat dan motivasi yang positif buat saya.


(5)

Penulis menyadari manusia tidak luput dari kesilapan dan kesalahan, demikian juga penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini sehingga Tugas Akhir ini masih memiliki kesalahan dan kekurangan walaupun penulis telah berusaha semaksimal mungkin. Oleh karena itu dengan tangan terbuka dan hati yang tulus penulis akan menerima saran dan kritik yang positif demi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Harapan penulis, semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua khusunya yang bergerak dalam bidang Teknik Sipil.

Medan, Februari 2009 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR NOTASI ... xi BAB I PENDAHULUAN ... I - 1

1.1 Latar Belakang ... I - 1 1.2 Perumusan Masalah ... I - 3 1.3 Tujuan Penelitian ... I - 4 1.4 Pembatasan Masalah ... I - 4 1.5 Metodologi Penelitian ... I - 6 BAB II TEORI DASAR ... II - 1 2.1 Bangunan Tingkat Tinggi ... II - 1 2.1.1. Sejarah dan Perkembangan ... II - 1 2.1.2. Klasifikasi Bangunan Tingkat Tinggi ... II - 3 2.2 Sistem Outrigger Truss ... II - 6 2.2.1. Umum ... II - 6 2.2.2. Karakterisitik Outrigger Truss ... II - 9 2.2.3. Aplikasi ... II - 12 2.2.4. Keuntungan Pemakaian Outrigger Truss ... II - 13 2.2.5. Permasalahan ... II - 14 2.2.6. Contoh ... II - 16 2.3 Aksi dan Penyebaran Gaya pada Bangunan Tingkat


(7)

BAB III RESPON BEBAN ANGIN PADA BANGUNAN TINGKAT

TINGGI ... III - 1 3.1 Beban Angin ... III - 1 3.1.1. Kecepatan Angin ... III - 1 3.1.2. Beban Angin dalam Peraturan ... III - 2 3.1.3. Arah Angin ... III - 4 3.1.4. Turbulensi ... III - 4 3.2 Perhitungan Beban Angin pada Bangunan Tingkat Tinggi III - 4 3.3 Perhitungan pada Bangunan Tingkat Tinggi ... III - 8 3.3.1. Kekakuan ... III - 8 3.3.2. Displacement ... III - 8 3.4 Lokasi Optimum Penempatan Outrigger Truss pada

Bangunan Tingkat Tinggi ... III - 16 BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN ... IV - 1

4.1 Data Bangunan Tingkat Tinggi ... IV - 1 4.2 Perhitungan Beban Angin ... IV - 3 4.3 Kekakuan ... IV - 7

4.4 Displacement ... IV - 8

4.4.1. Displacement Model Struktur I ... IV - 10 4.4.2. Displacement Model Struktur II ... IV - 11 4.4.3. Displacement Model Struktur III ... IV - 13 4.4.4. Displacement Model Struktur IV ... IV - 14 4.4.5. Displacement Model Struktur V ... IV - 16 4.4.6. Pendataan ... IV - 17


(8)

4.6 Menentukan Lokasi Optimum Penempatan Single

Outrigger ... IV - 43 4.6.1. Defleksi Lateral ... IV - 43 4.6.2. Lokasi Optimum Single Outrigger ... IV - 47 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... V - 1

5.1 Kesimpulan ... V - 1 5.2 Saran ... V - 2 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 Sistem Outrigger Truss pada Bangunan Tingkat Tinggi (Tampak Samping)

Gambar I.2 Sistem Outrigger Truss pada Bangunan Tingkat Tinggi (Tampak Atas) Gambar I.3 Model Bangunan 40 Lantai

Gambar II.1 Klasifikasi Sistem Struktur Bangunan Tingkat Tinggi (CTBUH, Group SC, 1980)

Gambar II.2 Bangunan Tingkat Tinggi dengan Sistem Outrigger Truss

Gambar II.3 Bangunan Tingkat Tinggi dengan Sistem Outrigger Truss yang Konvensional

Gambar II.4 Transfer Gaya dalam Sistem Outrigger Truss yang Konvensional Gambar III.1 Karakteristik Kecepatan Angin

Gambar III.2 Kecepatan Maksimum Angin

Gambar III.3 Grafik Beban Angin Berdasarkan Ketinggian Bangunan Gambar III.4 (a) Displacement Satu Arah

Gambar III.4 (b) Double Flexure Gambar III.5 Aliran Turbulen

Gambar III.6 Pemodelan dalam Penempatan Outrigger Gambar IV.1 Bangunan 40 Lantai

Gambar IV.2 Grafik Beban Angin Berdasarkan Ketinggian Bangunan Gambar IV.3 Distribusi Beban Angin

Gambar IV.4 Core Wall

Gambar IV.5 Distribusi Beban Angin pada Model I Gambar IV.6 Distribusi Beban Angin pada Model II Gambar IV.7 Distribusi Beban Angin pada Model III Gambar IV.8 Distribusi Beban Angin pada Model IV Gambar IV.9 Distribusi Beban Angin pada Model V


(10)

Gambar IV.10 Grafik Hasil Displacement pada Model I Gambar IV.11 Grafik Hasil Displacement pada Model II Gambar IV.12 Grafik Hasil Displacement pada Model III Gambar IV.13 Grafik Hasil Displacement pada Model IV Gambar IV.14 Grafik Hasil Displacement pada Model V Gambar IV.15 Grafik Perbandingan Hasil Displacement Gambar IV.16 Grafik Hasil Inter-storey Drift pada Model I Gambar IV.17 Grafik Hasil Inter-storey Drift pada Model II Gambar IV.18 Grafik Hasil Inter-storey Drift pada Model III Gambar IV.19 Grafik Hasil Inter-storey Drift pada Model IV Gambar IV.20 Grafik Hasil Inter-storey Drift pada Model V Gambar IV.21 Grafik Perbandingan Hasil Inter-storey Drift Gambar IV.22 Grafik Defleksi Terhadap Lantai Bangunan


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel IV.1 Perhitungan Hasil Displacement pada Model I Tabel IV.2 Perhitungan Hasil Displacement pada Model II Tabel IV.3 Perhitungan Hasil Displacement pada Model III Tabel IV.4 Perhitungan Hasil Displacement pada Model IV Tabel IV.5 Perhitungan Hasil Displacement pada Model V Tabel IV.6 Displacement pada Puncak Bangunan

Tabel IV.7 Persentase Pengurangan Displacement

Tabel IV.8 Perhitungan Hasil Inter-storey Drift pada Model I Tabel IV.9 Perhitungan Hasil Inter-storey Drift pada Model II Tabel IV.10 Perhitungan Hasil Inter-storey Drift pada Model III Tabel IV.11 Perhitungan Hasil Inter-storey Drift pada Model IV Tabel IV.12 Perhitungan Hasil Inter-storey Drift pada Model V Tabel IV.13 Inter-storey Drift Maksimum

Tabel IV.14 Persentase Pengurangan Inter-storey Drift Tabel IV.15 Hasil Perhitungan Defleksi Lateral


(12)

DAFTAR NOTASI

W Besar Beban Angin

K Nilai Kekakuan

A Luasan Penampang

EC Modulus Elastisitas dari Core

d Jarak Antar Kolom

L Tinggi Bangunan

I Momen Inersia dari Core Wall

b Lebar Core

h Tinggi Core

∆n Displacement pada Model n

% ∆ Persentase Pengurangan Displacement

M Nilai Momen

ISD Hasil Perhitungan Inter-storey Drift

% ISD Persentase Pengurangan Inter-storey Drift

x Ketinggian Pemasangan Outrigger Diukur dari Puncak Bangunan

Z Ketinggian Pemasangan Outrigger Diukur dari Tanah

Rotasi dari Kantilever Akibat Beban Angin Secara Lateral Saat Z = L

Rotasi dari Kantilever Akibat Kekakuan


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Inovasi dalam perencanaan struktur terus menerus dikembangkan dalam mendesain

bangunan tingkat tinggi dengan tujuan dapat menahan beban gempa dan tekanan angin.

Pembangunan gedung bertingkat tinggi dapat dilakukan jika teknik-teknik perencanaan

pembangunan yang digunakan dapat memaksimalkan kapasitas dari bahan-bahan struktur

tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak sistem design dan metode

perencanaan yang terus dikembangkan dalam dunia teknik sipil dan dapat digunakan untuk

merencanakan bangunan tingkat tinggi; salah satunya adalah penerapan dan penggunaan

sistem outrigger truss pada bangunan tingkat tinggi.

Sistem outrigger truss biasanya digunakan sebagai salah satu sistem struktural yang

efektif untuk mengontrol beban yang bekerja secara lateral. Ketika beban lateral yang

tergolong kecil maupun menengah bekerja pada suatu struktur, baik beban angin ataupun

gempa yang menimbukan respons pada bangunan, maka kerusakan struktur secara struktural

maupun non-struktural dapat dihindari. Sistem outrigger ini dapat dan umumnya digunakan

pada bangunan bertingkat tinggi yang juga terletak pada daerah yang merupakan zona gempa

ataupun yang beban anginnya cukup berdampak pada bangunan.

Sistem outrigger truss merupakan salah satu sistem penahan beban lateral yang

umumnya direncanakan dengan profil baja dan dipasang secara diagonal (juga dapat berupa

struktur dinding beton ataupun struktur komposit). Kolom bagian terluar dari bangunan

tingkat tinggi terhubung dengan core wall yang terdapat di bagian tengah bangunan dengan

batang-batang outrigger truss yang bersifat sangat kaku pada satu tingkat atau lebih (Gambar


(14)

batang-batang outrigger yang kaku yang juga terhubung dengan core wall serta mempengaruhi tarik

dan tekan pada kolom.

Gambar I.1 – Sistem Outrigger Truss pada Bangunan Tingkat Tinggi (Tampak Samping)


(15)

Gambar I.2 – Sistem Outrigger Truss pada Bangunan Tingkat Tinggi (Tampak Atas)

Outrigger truss yang digunakan pada bangunan tingkat tinggi tidak dipasang pada setiap lantai. Pemasangan outrigger truss disesuaikan dengan kebutuhan dan perencanaan

dari bangunan tersebut. Umumnya, outrigger truss dapat dipasang hanya pada satu lantai saja

ataupun lebih pada bangunan.

I.2. Perumusan Masalah

Dalam tugas akhir ini akan dibahas penggunaan sistem outrigger truss yang akan

ditempatkan di beberapa lantai pada bangunan beton setinggi 40 lantai, dan pengaruh respon

yang ditimbulkan oleh beban angin terhadap bangunan tingkat tinggi yang menggunakan

outrigger dan yang tidak menggunakan outrigger. Perencanaan beban angin akan diperhitungkan secara analitis. Dengan program perhitungan EXCEL, lokasi penempatan

Outrigger

Truss

Shear Wall

(Core Wall)


(16)

outrigger truss yang optimum dan displacement secara lateral serta inter-storey drift dapat diperoleh.

I.3. Tujuan Penelitian

Dari tugas akhir ini penulis ingin mendapatkan beberapa tujuan akhir, diantaranya:

1. Membandingkan penggunaan outrigger truss pada bangunan tingkat tinggi dengan

bangunan tingkat tinggi yang tidak menggunakannya; dengan menunjukkan

displacement secara lateral akibat dari beban angin.

2. Menunjukkan hasil dari inter-storey drift yang merupakan hasil dari selisih

displacement tiap lantai.

3. Menentukan lokasi optimum penempatan outrigger truss pada bangunan tingkat

tinggi.

I.4. Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini permasalahan dibatasi pada :

1. Bangunan yang dianalisis adalah bangunan 40 lantai.

2. Bangunan memiliki core wall 5 m x 5 m dengan ketebalan 50 cm yang mempunyai

ruang 5 m di kedua sisi (Gambar I.3).

3. Bangunan tingkat tinggi yang dianalisis adalah bangunan dari beton, tetapi dianalisis

dalam bentuk portal dua dimensi.

4. Outrigger truss yang digunakan adalah dari baja, tetapi dianalisis dalam bentuk portal


(17)

5. Outrigger yang akan dimodelkan dalam lima bentuk permodelan berupa single truss

yang artinya hanya satu lantai pada bangunan yang akan dipasang outrigger.

6. Tinggi setiap lantai adalah 3.5 m yang menjadikan tinggi bangunan secara

keseluruhan menjadi 140 m.

7. Perencanaan beban menggunakan peraturan ACI 318 – 08, dalam hal ini hanya beban

angin saja.

8. Bangunan diasumsi sebagai bangunan kelas B berukuran 15 m x 15 m yang berada di

tengah kota dengan masa waktu penggunaan 50 tahun.

9. Karena peninjauan menggunakan beban angin akan menggunakan parameter yang

sangat banyak, maka analisis akan dibatasi hanya dari 5 model bangunan dengan

dimensi yang tetap yaitu dari segi ketinggian per lantai yang tetap, bentang lebar yang

tetap, jumlah lantai sebanyak 40 (tidak dibandingkan dengan bangunan yang lebih


(18)

Gambar I.3 – Model Bangunan 40 Lantai 5 m


(19)

I.5. Metodologi Penelitian

Metode pengerjaan dan pembahasan tugas akhir ini adalah secara teoritis dan analitis.

Adapun tahapan pengerjaannya antara lain:

1. Pengenalan dan pembahasan teoritis mengenai bangunan tingkat tinggi dan sistem

outrigger truss.

2. Pembahasan teori mengenai tata cara menganalisis struktur dengan metode

perhitungan.

3. Pembahasan respon pada bangunan tingkat tinggi yang ditimbulkan oleh beban lateral

seperti beban angin.

4. Analisis dan perhitungan struktur terhadap respon dari beban angin.

5. Membandingkan hasil displacement dari bangunan yang menggunakan outrigger

truss dan yang tidak menggunakannya.

6. Membandingkan hasil inter-storey drift akibat displacement dari bangunan yang

menggunakan outrigger truss dan yang tidak menggunakannya.

7. Menunjukkan lokasi optimum dari penempatan outrigger truss pada bangunan 40

lantai.


(20)

BAB II

TEORI DASAR

II.1. Bangunan Tingkat Tinggi II.1.1. Sejarah dan Perkembangan

Walaupun bangunan tingkat tinggi umumnya dianggap sebagai produk dari dunia

internasioanal ataupun negara industri yang maju dan modern, ternyata keinginan manusia

untuk membangun jalan menuju ke langit hampir seusia dengan peradaban manusia. Piramid

kuno di Mesir, kuil Mayan di Tikal, Guatemala dan Kutab Minar di India adalah beberapa

contoh yang nyata dan menjadi saksi dari keinginan tersebut. Gedung pencakar langit dalam

pemikiran modern mulai bermunculan sekitar satu abad yang lalu. Itupun setelah berakhirnya

Perang Dunia II yang menyebabkan arus urbanisasi yang deras serta perkembangan populasi

yang mendesak kebutuhan akan pembangunan gedung tingkat tinggi.

Perkembangan dari bangunan tingkat tinggi mengikuti alur dari kemajuan dan

perkembangan kota. Urbanisasi, yang dimulai seiring dengan gencarnya industrialisasi, masih

terus berjalan di berbagai tempat di dunia hingga saat ini. Di Amerika Serikat, proses ini

bermula dari abad ke – 19. Masyarakat mulai berpindah dari jalur rural (desa) menuju urban

(kota) yang memicu dan memaksa kota untuk meningkatkan daya tampungnya. Teknologi

pembangunan menanggapi hal ini dengan serius; sehingga pada masa ini baja ringan,

eskalator dan lift serta suplai energi listrik juga mulai dikenal dengan dimulainya daya

tampung kota secara vertikal.

Dampak dominan dari bangunan tingkat tinggi terhadap tata kota telah mengundang

banyak kontroversi antara gedung kota dengan bangunan kuno yang bersejarah.


(21)

banyak kota di berbagai negara. Namun demikian, semuanya dibangun dan diciptakan

dengan tujuan menyerukan karakteristik dan pernyataan simbol dari kemakmuran dan

kemajuan suatu negara serta perwakilan dari ambisi perekonomian masyarakatnya.

Sistem struktural untuk bangunan tingkat tinggi telah mengalami evolusi yang

dramatis dari beberapa dekade yang lalu hingga pada tahun 1990-an. Perkembangan dan

kemajuan dalam bentuk sistem struktural ini telah menjadi sebuah respon kegerakan menuju

trend arsitektural yang terus berkembang dalam perencanaan gedung tingkat tinggi. Pada

tahun 1980-an, mulai dikenal bangunan tingkat tinggi dengan gaya internasional dan

design-design modern. Gedung-gedung tinggi berbentuk prisma, bergeometri vertikal dan gedung

tinggi beratap rata mulai bermunculan dan menjamur di kota-kota besar serta menjadi umum

dan dikenal masyarakat.

Zaman dan teknologi dunia pembangunan terus berkembang sehingga mengakibatkan

gedung-gedung tinggi semakin beragam bentuknya dengan tampilan dan design yang

semakin luar biasa pula. Hal ini mendongkrak kemajuan dari perkembangan bangunan

tingkat tinggi yang telah menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari (sebagai apartemen,

hotel, perkantoran, sekolah, rumah sakit, gedung serba guna maupun pusat perbelanjaan);

serta meningkatkan perkembangan estetika dunia arsitektural yang berpengaruh pada tata

kota. Sistem struktural yang inovatif seperti megaframe, interior super diagonal braced

frame, hybrid steel, core dan sistem outrigger telah menjadi perwakilan dari sebuah perkembangan sistem struktural pada bangunan tingkat tinggi.

II.1.2. Klasifikasi Bangunan Tingkat Tinggi

Bangunan tingkat tinggi didefinisikan sebagai bangunan yang ketinggiannya


(22)

maksimal daripada bangunan biasa pada waktu dan tempat tertentu. Para insinyur teknik sipil

khususnya ahli struktur harusnya mengetahui dan menyadari pentingnya suatu sistem dari

struktur dapat menahan beban yang bekerja secara lateral, apalagi telah dikategorikan jenis

dari sistem struktural bangunan tingkat tinggi.

Pada tahun 1965, Fazlur Khan menyadari bahwa hirarki dari sistem struktur ini dapat

dikategorikan dengan tujuan dapat menjadi pendekatan yang efektif untuk penahanan beban

lateral (Gambar II.1). Tipe yang pertama merupakan sistem penahan momen yang efisien

untuk gedung bertingkat 20 hingga 30 lantai. Tipe berikutnya merupakan generasi dari sistem

tubular dengan efisiensi dari kantilever yang tinggi. Tampilan bagan dari sistem ini terus

dimodernisasi secara periodik dalam jangka waktu tertentu apabila ada sistem baru yang

ditemukan dan dikembangkan dalam perencanaan bangunan tingkat tinggi.

Proses pengklasifikasian bangunan tingkat tinggi ini didasarkan pada kriteria teknik

dan sistem yang keduanya menjelaskan aspek fisis dan aspek design dari bangunan tersebut,

seperti berikut:

- Material

• Baja

• Beton

• Komposit

- Sistem penahan beban gravitasi

Floor Framing (balok, slab)

• Kolom

• Truss

• Pondasi


(23)

• Dinding

• Frame

• Truss

• Diaphragm - Tipe beban lateral

• Angin

• Seismik

- Kekuatan dan kebutuhan kenyamanan

• Drift

• Acceleration


(24)

G a m b ar II. 1 – K la si fi k as i S is te m S tr uk tur B an gu na n T in gka t T in gg i (C T B U H , G ro up S C , 1980)

T

Y

P

E

I

S

H

E

A

R

F

R

A

M

E

S

T

Y

P

E

I

I

I

N

T

E

R

A

C

T

I

N

G

S

Y

S

T

E

M

S

T

Y

P

E

I

I

I

P

A

R

T

I

A

L

T

U

B

U

L

A

R

S

Y

S

T

E

M

S

S

M

E

T

S

Y

S

R

A

L

U

B

U

T

V

I

E

P

Y

T

0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 0 1 0 0 1 2 0 1 1 0 T Y P E I T Y P E I I T Y P E I I I T Y P E I V


(25)

II.2. Sistem Outrigger Truss II.2.1. Umum

Inovasi dalam perencanaan struktur terus menerus berkembang di dalam perencanaan

bangunan tingkat tinggi dengan tujuan dapat menahan beban dan tekanan angin. Seiring

dengan perkembangan zaman banyak sistem dan metode perencanaan yang dapat digunakan

untuk bangunan tingkat tinggi; salah satunya adalah pengunaan sistem outrigger truss.

Ketika outrigger menjadi salah satu bagian dari struktur yang bersatu dengan

bangunan tingkat tinggi dalam dua puluh lima tahun terakhir; outrigger ternyata mempunyai

sejarah tersendiri dalam pemakaiannya sehari-hari sebagai salah satu unsur struktural. Salah

satu pemakaian sistem outrigger adalah pada kapal layar yang besar.

Kapal layar yang besar pada masa lalu maupun masa ini didapati telah menggunakan

sistem outrigger untuk menahan tekanan angin yang bekerja pada layar kapal. Caranya

adalah dengan menyesuaikannya dengan tonggak layar (mast) yang tinggi dan ramping pada

kapal sebaik mungkin.

Dalam bangunan tingkat tinggi, core wall dapat diidentikkan dengan tonggak layar

dari kapal dan outrigger berperan seperti alat untuk menggelar layar (spreader), sedangkan

kolom terluar dari bangunan berperan seperti tali ataupun rantai penyokong layar pada kapal

(stay ataupun shroud).

Sistem outrigger truss digunakan sebagai salah satu sistem struktural yang efektif

untuk mengontrol beban yang bekerja secara lateral. Ketika beban lateral bekerja pada suatu

struktur, baik beban angin ataupun gempa, maka kerusakan struktur secara struktural maupun

non-struktural dapat diminimalkan. Sistem ini umumnya digunakan pada bangunan

bertingkat tinggi yang juga terletak pada daerah yang merupakan zona gempa ataupun yang


(26)

Kerusakan bangunan akibat beban lateral secara konvensional dapat dicegah dengan

memperkuat dan memperkaku struktur bangunan terhadap gaya lateral yang bekerja padanya.

Namun, kerusakan secara non struktural umumnya disebabkan karena adanya inter-storey

drift (perbedaan simpangan antar tingkat). Usaha memperkecil inter-storey drift dapat dilakukan dengan memperkaku bangunan dalam arah lateral.

Sistem outrigger truss merupakan salah satu sistem pengaku dan penahan beban

lateral yang umumnya berupa profil baja (bisa juga dari beton ataupun komposit). Kolom

bagian terluar dari bangunan tingkat tinggi terhubung dengan core wall yang terdapat di

bagian tengah bangunan dengan outrigger truss yang sangat kaku pada satu tingkat atau

lebih.

Konsep dari pemakaian outrigger truss telah tersebar luas dewasa ini, apalagi di

dalam perencanaan bangunan bertingkat tinggi. Penggunaan outrigger truss pada bangunan

tingkat tinggi di luar negeri apalagi negara maju sudah sangat berkembang. Di dalam konsep

ini, outrigger truss berfungsi sebagai penahan beban lateral yang menghubungkan core

dengan kolom yang terletak pada bagian terluar dari bangunan tersebut. Core yang dimaksud

dapat berupa shear wall ataupun braced frame sesuai perencanaan.

Serupa dengan yang terjadi pada kapal layar, outrigger mengurangi momen yang

berputar pada core yang juga berfungsi sebagai kantilever murni, dan mentransfer momen

yang telah dikurangi ke kolom yang berada di luar core secara tarikan ataupun tekanan.

Pada kapal layar, outrigger dapat mengurangi dampak dari sambungan yang kritis

yang menghubungkan tonggak layar dengan balok pada kapal (keel beam). Akibatnya,

ukuran dari tonggak layar pun dapat diminimalkan. Keuntungan ini dapat diaplikasikan pada

bangunan tingkat tinggi yang didapati sanggup untuk mengurangi momen yang berputar pada


(27)

diberikan ke balok kapal (keel beam); adalah momen yang sama pada bangunan yang

ditransfer ke kolom terluar pada bangunan tingkat tinggi.

Penggunaan dan efisiensi dari outrigger berakar baik dalam sejarahnya tersendiri.

Outrigger juga telah menjadi salah satu elemen kunci dalam perencanaan bangunan tingkat tinggi yang efisien dan ekonomis.

Gambar II.2 – Bangunan Tingkat Tinggi dengan Sistem Outrigger Truss


(28)

II.2.2. Karakteristik Outrigger Truss

Sistem outrigger truss dapat mengefisienkan penggunaan dari material struktur.

Sistem outrigger truss ini memaksimalkan kekuatan aksial dan kekakuan dari kolom bagian

terluar untuk menahan bagian dari perputaran momen yang merupakan efek dari pembebanan

lateral. Namun, tidak hanya itu, beberapa masalah mengenai pembatasan ruang dan

komplikasi secara struktural dapat terjadi seiring dengan penggunaan outrigger truss (akan

dibahas lebih lanjut pada II.2.5).

Dalam konsep outrigger yang konvensional, outrigger truss dihubungkan secara

langsung dari shear wall ataupun braced frame dengan kolom pada bangunan tingkat tinggi.

Secara umum, kolom yang dimaksud adalah kolom yang terletak pada sisi terluar dari

bangunan. Gambar II.3 merupakan bagian yang ideal pada sebuah bangunan tingkat tinggi

yang menggunakan 2 (dua) set outrigger truss, termasuk salah satunya yang berada pada

puncak bangunan.

Kenyataannya, outrigger truss yang digunakan pada bangunan tingkat tinggi tidak

dipasang pada setiap lantai bangunan. Pemasangan outrigger truss disesuaikan dengan

kebutuhan dan perencanaan dari bangunan tersebut. Umumnya, outrigger truss dapat

dipasang setiap 10 atau 20 lantai.

Outrigger truss pada gambar II.3 menunjukkan sebuah bangunan bertingkat tinggi, dengan diagonal ganda dalam simbol konfigurasi “X”. Jumlah penggunaan batang-batang


(29)

Gambar II.3 – Bangunan Tingkat Tinggi dengan Sistem Outrigger Truss yang Konvensional

Cara dari kolom terluar dari bangunan menahan bagian dari perputaran momen yang

dihasilkan oleh angin maupun beban-beban lainnya yang bekerja pada bangunan

digambarkan dalan Gambar II.4. Outrigger truss, yang terhubung dengan core dan kolom di

luar core, meregangkan kembali perputaran pada core dan mengkonversi bagian dari momen

pada core menjadi pasangan gaya vertikal pada kolom. Pemendekan dan perpanjangan dari

kolom serta deformasi dari outrigger dapat menyebabkan beberapa perputaran pada core.

Dalam perencanaan umum, perputaran terhitung kecil sehingga core membalikkannya ke


(30)

Gambar II.4 – Transfer Gaya dalam Sistem Outrigger Truss yang Konvensional

II.2.3. Aplikasi

Dalam konsep penggunaan outrigger truss yang konvensional, outrigger truss terhubung secara langsung dengan core dan kolom terluar dari bangunan yang mengkonversi

momen pada core menjadi pasangan gaya vertikal pada kolom. Tetapi di dalam perencanaan

dan aplikasi lapangannya, outrigger truss tidak hanya bisa direncanakan secara independen.

Kenyataannya, untuk merencanakan suatu bangunan tingkat tinggi yang menggunakan

outrigger truss juga dapat dikombinasikan dengan sistem struktural lainya yang juga dikenal dengan belt truss.

Pada gambar II.2 juga telah diberi gambaran bahwa belt truss merupakan sistem

pengaku yang juga menunjang dan menopang outrigger truss. Sama halnya dengan

perencanaan outrigger truss, belt truss sendiri juga hanya dipasang pada lantai-lantai tertentu


(31)

diletakkan, dipasang dan direncanakan; maka di sana pula terdapat belt truss yang lebih

sering berupa profil dari baja dan akan mendukung kinerja dari outrigger truss sendiri.

Belt truss tidaklah terhubung dengan core wall yang ada pada bangunan. Belt truss dipasang dengan posisi mengelilingi seluruh bagian terluar dari struktur yang

menghubungkan kolom-kolom terluar dari bangunan secara horizontal. Belt truss juga hanya

dipasang pada lantai-lantai yang menggunakan outrigger truss saja sebagai penambahan

kekuatan dan kekakuan struktur.

II.2.4. Keuntungan Penggunaan Outrigger Truss

Untuk kebanyakan bangunan tingkat tinggi secara umum, jawaban dari permasalahan

pada struktur core dan sistem tubular adalah daya kerja dari satu atau lebih dari lantai yang

dipasang outrigger. Outrigger menghubungkan core pada bangunan dengan kolom terluar

pada bangunan dengan sistem truss maupun elemen dinding. Sistem outrigger dapat dibentuk

dengan kombinasi baja, beton, maupun struktur komposit. Ketika outrigger telah dipasang

dan diefektifkan dengan baik, maka dapat memberikan keuntungan secara struktural dan

fungsional bagi keseluruhan perencanaan bangunan, diantaranya:

1. Momen yang berputar pada core dan peningkatan deformasi yang terjadi dapat

dikurangi melalui momen yang berputar berlawanan arah yang bekerja pada core

pada masing-masing persimpangan outrigger. Momen ini ditimbulkan dari pasangan

gaya pada kolom terluar yang terhubung dengan outrigger.

2. Pengurangan yang signifikan dan kemungkinan hilangnya gaya ke atas dan gaya

regang melalui kolom dan pondasi.

3. Penempatan jarak kolom terluar tidak didasarkan pada pertimbangan struktural saja


(32)

4. Framing terluar dapat berupa balok biasa yang sederhana dan framing kolom tanpa

harus membutuhkan sambungan frame yang kaku, mengakibatkan perencanaan

bangunan lebih ekonomis.

II.2.5. Permasalahan

Setiap sistem perencanaan dan material struktur tentunya memiliki keunggulan dan

kelemahannya masing-masing. Begitu pula dengan sistem outrigger truss yang mempunyai

beberapa keunggulan, diantaranya dapat mengurangi displacement serta inter-storey drift

akibat beban lateral. Tetapi, hal ini juga tidak terluput dari beberapa kelemahan. Ada

beberapa masalah yang dapat ditimbulkan dalam pengunaan outrigger truss. Masalah yang

ditimbulkan dapat membatasi aplikasi dari konsep di dalam lapangan, diantaranya:

1. Ruang yang termakan akibat pemasangan outrigger truss (terutama bagian yang

diagonal); memakan tempat yang cukup banyak pada lantai dimana outrigger truss

dipasang. Bahkan pada lantai penyimpanan mesin dan perlengkapan, keberadaan

outrigger truss merupakan masalah yang paling utama karena tidak tertutup kemungkinan bahwa satu lantai yang menggunakan outrigger tidak dapat difungsikan

sebagaimana mestinya.

2. Masalah arsitektural dan fungsional dari bangunan tersebut yang dapat menjadi

pertimbangan karena pengaruh dari pemasangan outrigger truss yang terhubung

dengan core wall pada bagian tengah bangunan.

3. Cara untuk menghubungkan outrigger truss dengan core wall dapat menjadi suatu hal

yang sangat rumit. Tingkat kesulitan akan semakin tinggi apabila sistem core yang

direncanakan adalah shear wall dari beton.

4. Dalam beberapa hal, core dan outrigger truss tidak akan memendek secara bersamaan


(33)

berfungsi dengan efektif dan maksimal. Outrigger truss dapat mengalami tegangan

yang cukup signifikan ketika mencoba untuk mengontrol perbedaan pemendekan

antara core dan batang-batang outrigger truss. Ketelitian yang tinggi dan biaya

tambahan juga diperlukan dalam permasalahan ini. Selain itu, penyelesaian beberapa

sambungan truss harus ditunda hingga bangunan hampir mencapai puncak

penyelesaian pembangunannya karena lantai bangunan yang menggunakan outrigger

haruslah sangat kaku. Semua usaha ini dilakukan untuk mengurangi masalah yang

terjadi akibat perbedaan pemendekan.

Karena masalah utama terletak pada terbatasnya ruang muat dan gerak akibat

penempatan outrigger truss, maka biasanya lantai yang menggunakan outrigger

dimaksimalkan sebaik mungkin agar tidak menjadi bagian dari bangunan megah dan tinggi

yang tidak berfungsi sama sekali.

Agar dapat menjadi lantai dari bangunan yang efektif dan maksimal, adapun langkah

yang dapat dilakukan sebagai solusi adalah menjadikan lantai-lantai yang menggunakan

outrigger ini menjadi ruangan mesin ataupun genset. Caranya adalah dengan menyesuaikan ukuran mesin yang akan menempati ruangan yang juga sedikit terhimpit oleh batang-batang

outrigger, agar dapat muat dalam petak-petak ruangan yang terbentuk akibat pemasangan outrigger truss. Alternatif lainnya yang dapat dijadikan solusi adalah menjadikan ruangan tersebut menjadi gudang panyimpanan stok barang ataupun tempat penyimpanan

barang-barang ataupun perlengkapan kantor lainnya. Selain itu, bisa dimanfaatkan pula sebagai

ruangan kontrol, ruangan pengawasan keamanan, ruangan kompresor AC ataupun ruangan


(34)

II.2.6. Contoh

Penggunaan outrigger truss telah berkembang di dalam dunia pembangunan sejauh

ini, apalagi di negara-negara maju seperti di Amerika Serikat, Australia dan negara industri

lainnya. Di Indonesia penggunaan system outrigger truss belum begitu dikenal karena

kurangnya pembangunan gedung bertingkat tinggi yang signifikan. Berikut merupakan

beberapa contoh gedung-gedung tingkat tinggi di dunia yang menggunakan sistem outrigger

truss untuk membuktikan bahwa dunia pembangunan terus berkembang, diantaranya:

1. Gedung City Spire di New York, Amerika Serikat

- Arsitek : Murphy Jahn

- Struktur : Robert Rosenwasser Associates

- Tahun selesai : 1987

- Ketinggian : 248 m

- Jumlah lantai : 75 tingkat

- Fungsi : Perkantoran dan pemukiman

- Kecepatan angin : 47 m/dtk

- Defleksi lateral maksimum : H/500

- Tipe struktur : Shear wall dengan outrigger pada lantai

transfer dan lantai kantor

- Pondasi : Batu karang, 4 MPa

- Kolom : 56 MPa

- Core : Dinding beton

2. Gedung Chifley Tower di Sydney, Australia


(35)

- Struktur : Flack and Kurtz Australia dan

Thornton-Tomasetti Associates

- Tahun selesai : 1992

- Ketinggian : 215 m

- Jumlah lantai : 50 tingkat

- Fungsi : Perkantoran

- Kecepatan angin : 50 m/dtk

- Defleksi lateral maksimum : H/400

- Tipe struktur : Braced steel core dengan outrigger pada lantai

5, 29 – 30, 42 – 43

- Pondasi : Batu kali, 5 MPa

- Kolom : Baja, 250 – 350 MPa

- Core : Braced Steel Frame

3. Gedung One Liberty Place, Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat

- Tahun selesai : 1988

- Ketinggian : 167,3 m

- Jumlah lantai : 44 tingkat

4. Gedung Figueroa at Wilshire, Los Angeles, California, Amerika Serikat

- Tahun selesai : 1990

- Ketinggian : 218,5 m

- Jumlah lantai : 53 tingkat


(36)

- Tahun selesai : 1984

- Ketinggian : 210,5 m

- Jumlah lantai : 50 tingkat

6. Gedung Trump Tower, New York, Amerika Serikat

- Tahun selesai : 1982

- Ketinggian : 202 m

- Jumlah lantai : 58 tingkat

7. Gedung Waterfront Place, Brisbane, Australia

- Tahun selesai : 1990

- Ketinggian : 158 m

- Jumlah lantai : 40 tingkat

8. Gedung Prudential Plaza, Chicago, Illinois, Amerika Serikat

- Tahun selesai : 1990

- Ketinggian : 278 m

- Jumlah lantai : 64 tingkat

9. Gedung Citibank Plaza, Hong Kong

- Tahun selesai : 1992

- Ketinggian : 220 m

- Jumlah lantai : 41 tingkat


(37)

- Tahun selesai : 1985

- Ketinggian : 198 m

- Jumlah lantai : 43 tingkat

Gedung-gedung tersebut merupakan bangunan tingkat tinggi yang menggunakan sistem

outrigger. Di Indonesia, penggunaan sistem bracing ini belum terlalu dikenal.

II.3. Aksi dan Penyebaran Gaya pada Bangunan Tingkat Tinggi

Beban-beban yang bekerja pada suatu struktur dapat ditimbulkan oleh alam maupun

oleh manusia sendiri. Oleh karena itu, terdiri dari dua sumber utama untuk pembebanan

bangunan yaitu dari aspek geofisika dan manusia.

Gaya geofisika yang merupakan hasil dari perubahan alam yang terus berlangsung,

dapat diklasifikasikan lagi ke dalam gaya gravitasional, meteorologikal dan seismologikal.

Sebagai akibat dari gravitasi, berat dari bangunan itu sendiri telah menghasilkan gaya

strukturnya tersendiri yang dinamakan beban mati (dead load). Beban ini terhitung konstan

karena berjalan sesuai dengan usia bangunannya.

Beban-beban meteorologikal sangat bervariasi dalam hal bentuk, waktu dan juga

lokasi yang dapat berupa angin, temperatur, kelembapan, hujan, salju maupun es.

Beban-beban seismologikal merupakan dampak dari gerakan tanah atau bumi yang

tidak terprediksi (bencana alam) seperti beban gempa.

Sumber gaya yang diciptakan oleh manusia dapat berupa variasi dari getaran ataupun


(38)

berupa langkah kaki manusia dan juga peralatan yang dapat menghasilkan dampak terhadap

bangunan.

Struktur bangunan bertingkat tinggi yang terdiri dari bidang-bidang vertikal seperti

rangka beserta bidang horizontal berupa struktur lantai. Gaya gravitasi dan lateral disebar

melalui struktur lantai ke bidang-bidang vertikal bangunan, lalu dari bidang-bidang itu ke

bumi. Intensitas arah dan jenis aksi dari aliran gaya bergantung pada bentuk bidang-bidang

vertikal dan juga pada susunannya didalam bangunan.

Pada bangunan tingkat tinggi, kekakuan yang memadai sangat diperlukan untuk dapat

menahan gaya lateral akibat angin ataupun gempa. Gaya-gaya ini menimbulkan tegangan

yang besar dan menyebabkan pergerakan ke samping atau getaran. Dengan demikian, suatu

jenis pengaku harus disediakan pada arah memanjang dan melintang bangunan.

Gaya-gaya lateral disebarkan melalui lantai yang bertindak sebagai balok horizontal ke

bidang-bidang bangunan vertikal yang diperkaku. Selanjutnya bidang-bidang ini meneruskan

gaya ke pondasi. Hanya sambungan geser antara bidang-bidang horizontal dan bidang-bidang

vertikal dapat meneruskan gaya lateral.

Sambungan sendi atau rol di antara bidang-bidang tersebut hanya meneruskan beban

gravitasi. Jumlah dan jenis sistem penyebaran lateral akan menimbulkan besarnya tekanan

yang bekerja pada permukaan tanah. Oleh karena itu, tekanan yang bekerja terhadap tanah

yang melebihi batas harus dihindari.

Sistem rangka kaku dalam pemodelan struktur merupakan suatu rangka struktur yang

gaya-gaya lateralnya dipikul oleh sistem struktur dengan sambungan-sambungannya

direncanakan secara kaku dan komponen strukturnya direncanakan untuk memikul efek dari


(39)

Gambar II.5 – Contoh Pemasangan Outrigger pada Dearborn Center, Chicago, Illinois, Amerika Serikat

Exterior Column

Shear Wall

Diagonal to bottom chord connections shall

be left loose for approximately 360 days

after outrigger tr uss has been installed


(40)

BAB III

RESPON BEBAN ANGIN PADA

BANGUNAN TINGKAT TINGGI

III.1. Beban Angin

Selain beban gempa, permasalahan beban angin juga menjadi hal yang utama dalam

perencanaan bangunan tingkat tinggi karena berpengaruh pada kekuatan bangunan dan juga

menyangkut masalah kenyamanan (serviceability) dari pengguna bangunan tersebut.

Untuk memahami semua masalah angin dan memprediksi karakteristik angin secara

ilmiah mungkin merupakan suatu hal yang mustahil. Hal ini disebabkan oleh pengaruh beban

angin pada bangunan yang bersifat dinamis dan dipengaruhi oleh beberapa faktor

lingkungan.

III.1.1. Kecepatan Angin

Karakter dinamis dari angin dapat dilihat pada gambar III.1. Kecepatan angin didapat

dari ketinggian spesifik pada bangunan, dengan indikasi dari dua fenomena yaitu kecepatan

angin yang konstan dan kecepatan tekanan angin yang bervariasi. Alhasil, angin mempunyai

dua komponen yaitu statis dan dinamis.

Secara umum, kecepatan angin terus bertambah seiring dengan pertambahan

ketinggiannya, seperti yang ditunjukkan gambar III.2. Tingkat pertambahan kecepatan angin

ini merupakan faktor dari kekasaran tanah, yang awalnya diperlambat dari tanah hingga

makin cepat sesuai pertambahan ketinggian. Semakin banyak halangan pada keadaan

sekeliling (pohon, gedung, rumah, dsb), ketinggian yang diperlukan angin untuk mencapai


(41)

Gambar III.1 – Karakteristik Kecepatan Angin

Gambar III.2 – Kecepatan Maksimum Angin

III.1.2. Beban Angin dalam Peraturan

Penelitian secara ekstensif terus dilakukan untuk mendapatkan prediksi dari aksi

beban angin pada bangunan tingkat tinggi. Peraturan bangunan yang dipakai hanya

merupakan pendekatan statis yang membayang-bayangi aksi dinamis dari karakteristik beban

angin. Nilai dari tekanan angin merupakan fungsi persamaan dari kecepatan angin tahunan

dalam satuan mph (mile per hour), 30 kaki (ft) diatas permukaan tanah dengan masa waktu

50 tahun.

Average

Actual

TIME

V max


(42)

Menggunakan rumus dan metode dari referensi VI (High-rise Builiding Structures by

Wolfgang Schueller), tekanan angin yang dihasilkan oleh angin pada suatu bangunan tingkat tinggi dapat dikalkulasi dengan rumus:

p = 0.002558 CD V2 (III.1)

dimana:

p = tekanan pada muka bangunan (psf)

CD = koefisien bentuk

V = kecepatan maksimum (mph)

Koefisien bentuk CD bergantung kepada bentuk bangunan dan bentuk atap dari

bangunan. Untuk bangunan tinggi berbentuk segi empat, nilai CD nya 1,3, yang merupakan

penjumlahan dari efek tekanan angin 0,8 dan efek hisapan dari angin 0,5. Nilai dari tekanan

angin dapat diperoleh dari persamaan ketinggian bangunan. Dalam hal ini, rumus persamaan

diberikan pada bangunan yang berada pada 30 ft (9,144 m) di atas permukaan tanah dengan

kecepatan angin sebesar 75 mph (33,5 m/s) yang menghasilkan:

p = 0.002558 (1,3) (75)2≈ 18 psf

Sehingga menghasilkan kode bangunan untuk bangunan tinggi segi empat dengan kecepatan


(43)

Gambar III.3 – Grafik Beban Angin Berdasarkan Ketinggian Bangunan

III.1.3. Arah Angin

Semua pergerakan bangunan merespon terhadap arah angin. Ketika sejumlah udara

yang bergerak dalam arah tertentu bersentuhan dengan permukaan bangunan, sebuah

perputaran gaya akan ditimbulkan. Gaya inilah yang disebut tekanan angin. Tekanan angin

ini dapat menjadi besar baik karena pertambahan kecepatan angin maupun pertambahan area

dimana angin semakin bekerja dengan leluasa.

Beban angin yang besar pada lebih dari satu sisi bangunan dapat menyebabkan double

flexure pada bangunan (Gambar III.4 b).

WIND LOAD ON WALL (psf)

0 10 20 30 40

2 5 4 0 60 100 200 3 00 400

500 3 4

33

32

30

2 8 24 2 1 18 1 5


(44)

Gambar III.4 (a) – Displacement Satu Arah

Gambar III.4 (b) – Double Flexure

Double flexure dapat berdampak positif ataupun negatif pada pergerakan bangunan. Displacement berbagai arah dapat menjadi lebih kecil dari yang seharusnya jika aliran udara atau angin yang sama datang secara bersamaan pada bangunan hanya pada satu sisi saja.

Design aerodinamis pada bangunan juga dapat mendukung untuk memperkecil

displacement pada double flexure. Tekanan angin terbesar selalu terjadi ketika arah angin tegak lurus dengan muka bangunan. Ketika aliran angin menubruk permukaan bangunan pada

bagian lain selain 90Δ, kebanyakan dari aliran angin tersebut mengalir ke arah yang lain dengan sendirinya.

D

WIND

WIND

D/2


(45)

III.1.4. Turbulensi

Ketika sejumlah massa udara yang bergerak bertemu dengan objek-objek penghalang,

seperti bangunan, maka respon yang ditimbulkan angin akan seperti fluida yang lain yaitu

bergerak ke tiap sisi kemudian bergabung kembali pada aliran yang utama. Kecepatan angin

bertambah ketika massa udara yang lebih besar bergerak menuju area yang konstan pada

waktu yang bersamaan.

Efek Venturi merupakan salah satu contoh aksi turbulensi angin. Turbulensi bekerja

ketika angin yang bergerak tersebut melewati spasi antara dua bangunan tingkat tinggi.

Gambar III.5 – Aliran Turbulen Angin

III.2. Perhitungan Beban Angin pada Bangunan Tingkat Tinggi

Perhitungan beban angin dapat menggunakan grafik pada gambar III.3. Hasil

pembacaan grafik (psf) akan dikalikan dengan tinggi lantai yang bersangkutan (ft) serta dikali

dengan panjang bentang bangunan (ft). Hasil dari beban angin akan diperhitungkan dalam

satuan kips.

Momen perlawanan yang dihasilkan oleh berat bangunan itu sendiri adalah dengan

menggunakan rumus:


(46)

(III.2)

dimana:

Mres = momen perlawanan (ft k)

WDL = beban mati (kips)

D = bentang lebar bangunan (ft)

Selain itu, perput aran momen yang terjadi dapat dihitung dengan rumus:

(III.3)

dimana:

Mrot = perputaran momen (ft k)

Wi = beban angin pada ketinggian i (kips)

hi = garis tengah ketinggian i (ft)

Sehingga dari kedua momen ini dapat diperoleh angka keamanan (safety factor) untuk

mengatasi perputaran. Rumusnya adalah:

(III.4)

dimana:

SF = safety factor

Mres = momen perlawanan (ft k)


(47)

III.3. Perhitungan pada Bangunan Tingkat Tinggi III.3.1. Kekakuan

Berdasarkan referensi VII karya B. S. Taranath, nilai dari kekakuan K dapat diperoleh

dari gaya p yang bekerja pada tiap kolom terluar dari bangunan dengan persamaan p = A E / L; dimana = d / 2, sehingga menghasilkan persamaan:

(III.5)

dan kontribusi persamaan (III.5) ke dalam rumus kekakuan akan menjadi:

(III.6)

dimana:

K = nilai kekakuan

A = luas dari kolom

E = modulus elastisitas dari core

d = jarak dari kolom ke kolom

L = tinggi bangunan

III.3.2. Displacement

Untuk membandingkan hasil displacement pada model bangunan 40 lantai, akan

dibagi perhitungan displacement dalam 5 kasus (Gambar III.6). Lima contoh model

pemasangan outrigger pada bangunan 40 lantai adalah sebagai berikut:

1. Model struktur tanpa outrigger.

2. Model struktur dengan 1 outrigger pada lantai teratas.

3. Model struktur dengan 1 outrigger pada ¾ dari ketinggian bangunan.

4. Model struktur dengan 1 outrigger pada ½ dari ketinggian bangunan.


(48)

(49)

Gambar III.6 – Permodelan dalam Penempatan Outrigger


(50)

Model struktur pertama dari analisis bangunan 40 lantai ini tanpa menggunakan

outrigger. Displacement pada model struktur yang pertama dapat langsung ditentukan secara analitis dengan menggunakan persamaan:

(III.7)

dimana:

= displacement pada lantai tertinggi (mm) W = besar beban angin per ketinggian bangunan

L = tinggi bangunan

E = modulus elastisitas dari core

I = momen inersia dari core

Pada model struktur yang kedua, outrigger dipasang pada lantai tertinggi pada

bangunan (x = 0 atau Z = L) yang menyebabkan lantai teratas (lantai 40) menjadi lantai yang

kaku. Nilai x merupakan lokasi penempatan outrigger yang diukur dari puncak bangunan

sedangkan nilai Z adalah ketinggian tempat outrigger dipasang yang diukur dari permukaan

tanah. Persamaan dari perputaran sudut yang terjadi akibat pemasangan outrigger dapat

dituliskan dalam persamaan:

(III.8)

dimana:

= rotasi dari kantilever akibat beban angin secara lateral saat Z = L

= rotasi dari kantilever akibat kekakuan

= rotasi final dari kantilever saat Z = L


(51)

Tanda negatif pada menunjukkan rotasi ataupun perputaran yang terjadi akibat kekakuan

berlawanan arah dengan rotasi atau perputaran akibat beban luar (angin). Untuk kantilever

bangunan tinggi dengan momen inersia I dan modulus elastisitas E dan mendapat beban

angin merata secara lateral W, maka:

(III.9)

Jika M2 dan K2 mewakili momen dan kekakuan pada model struktur yang kedua yaitu pada

saat outrigger ditempatkan pada puncak bangunan (lantai 40) atau Z = L, maka persamaan

(III.8) dapat diuraikan menjadi:

(III.10)

Sehingga momen M2 menjadi:

(III.11)

Displacement ∆2 pada puncak bangunan dapat diperoleh dengan mensuperposisikan defleksi

dari kantilever akibat beban angin merata W dan defleksi akibat momen pengaruh outrigger,

sehingga akan diperoleh:

Sehingga menjadi:


(52)

Pada model struktur yang ketiga, outrigger dipasang pada lantai 30 pada bangunan

yaitu pada posisi x = 0.25 L atau Z = 0.75 L. Defleksi lateral y yang ditimbulkan oleh beban

lateral yang merata adalah:

(III.13)

Dengan mendiferensialkan y terhadap x, maka akan didapatkan persamaan untuk yaitu:

(III.14)

Substitusikan nilai x = ¼ L ke persamaan (III.14) sehingga akan menghasilkan:

Dan hasilnya menjadi:

(III.15)

M3 dan K3 mewakili momen dan kekakuan pada model struktur yang ketiga yaitu pada saat

outrigger ditempatkan pada lantai 30 atau Z = ¾ L, maka persamaan (III.8) dapat diuraikan menjadi:


(53)

Mengingat nilai K3 = 4 K2 / 3, maka persamaan M3 dapat ditulis:

Sehingga M3 akan menjadi:

(III.17)

Berdasarkan nilai M2 pada persamaan (III.11), maka persamaan (III.17) dapat juga ditulis:

(III.18)

Displacement ∆3 pada saat Z = ¾ L dapat diperoleh dari persamaan:

Dan nilai ∆3 dapat diperoleh dengan persamaan:

(III.19)

Pada model struktur yang keempat, outrigger dipasang pada lantai 20 pada bangunan

40 lantai yaitu pada posisi x = 0.5 L atau Z = 0.5 L. Perputaran akibat beban merata W pada

Z = ½ L sama dengan 7 W L3 / 48 E I, sehingga persamaan perputaran (III.8) akan menjadi:


(54)

M4 dan K4 mewakili momen dan kekakuan pada model struktur yang keempat yaitu pada saat

outrigger ditempatkan pada pertengahan ketinggian gedung (lantai 20) atau x = Z = ½ L. Nilai kekakuan K4 = 2 K2,maka persamaan M4 (III.20) dapat diuraikan menjadi:

(III.21)

Berdasarkan nilai M2 pada persamaan (III.11), maka persamaan (III.21) dapat juga ditulis:

(III.22)

Dan displacement ∆4 pada saat Z = ½ L dapat diperoleh dari persamaan:

Akan menjadi:

(III.23)

Pada model struktur yang terakhir dalam permodelan struktur 40 lantai ini, outrigger

dipasang pada lantai 10 pada bangunan 40 lantai yaitu pada posisi x = 0.75 L atau Z = 0.25

L. Perputaran akibat beban luar merata W pada Z = ¼ L dideferensialkan dan sama dengan W L3 / 6 E I (37 / 64), sehingga persamaan perputaran (III.8) akan menjadi:

(III.24)

M5 dan K5 mewakili persamaan momen dan kekakuan pada model struktur yang kelima yaitu


(55)

L. Nilai kekakuan dari K5 = 4 K2,maka persamaan M5 (III.24) dapat diuraikan dan setelah

diperhitungkan serta disubstitusi dengan nilai M2 (III.11) akan menjadi:

(III.25)

Dan displacement ∆5 pada saat x = ¾ L atau Z = ¼ L dapat diperoleh dari persamaan:

Akan menjadi:

(III.26)

III.4. Lokasi Optimum Penempatan Single Outrigger pada Bangunan Tingkat Tinggi Pada ilustrasi dan permodelan struktur bangunan 40 lantai sebelumnya diketahui

bahwa mengikat kolom terluar dengan core merupakan fungsi dari dua buah karakteristik,

yaitu kekakuan yang diakibatkan oleh outrigger dan perputaran sudut yang terjadi akibat

lokasi penempatan outrigger terhadap beban luar yang merata (angin).

Kekakuan dari outrigger akan mencapai nilai minimum ketika ditempatkan pada

lantai teratas, yakni pada lantai 40. Dan nilai kekakuan akan maksimum ketika ditempatkan

pada lantai yang lebih bawah, dalam permodelan ini adalah lantai 10. Sedangkan rotasi

perputaran terjadi akibat dari beban angin yang bervariasi nilainya secara parabolik, dari yang

memiliki nilai maksimum di atas hingga mencapai nilai nol di bawah. Dengan demikian, dari

sudut pandang kekakuan dan juga pertimbangan perputaran yang terjadi, lokasi outrigger

dapat ditentukan. Dan sangat jelas bahwa lokasi optimum dari penempatan outrigger truss

adalah di sekitar bagian tengah dari ketinggian bangunan.

Dengan asumsi outrigger yang digunakan adalah sangat kaku, maka lokasi optimum


(56)

adalah menggunakan persamaan untuk perputaran pada x, yang merupakan lokasi

penempatan outrigger diukur dari puncak bangunan.

(III.27)

dimana:

W = besar beban angin

Mx = momen pada x

Kx = kekakuan outrigger pada x yang senilai dengan

L = tinggi bangunan

E = modulus elastisitas dari core

I = momen inersia dari core

A = luas dari kolom yang mengikat outrigger

x = lokasi dari outrigger yang diukur dari lantai teratas


(57)

Kemudian, nilai defleksi pada puncak bangunan dapat diperoleh dari nilai Mx dengan

persamaan:

(III.28)

Lokasi optimum dari penempatan outrigger adalah lokasi dimana defleksi YM bernilai

maksimum. Didapatkan dari cara mendiferensialkan persamaan (III.28) terhadap x dan

hasilnya adalah nol.

(III.29)

Sehingga diperoleh:


(58)

BAB IV

ANALISIS DAN PERHITUNGAN

IV.1. Data Bangunan Tingkat Tinggi

Bangunan yang akan dianalisis adalah bangunan 40 lantai (Gambar IV.1) dengan

perincian data sebagai berikut:

Gambar IV.1 – Bangunan 40 Lantai 5 m


(59)

Ketinggian (dari jalan hingga atap) : 140 m

Jumlah lantai : 40 lantai

Bangunan : Beton

Live load pada lantai : 2.5 kPa (50 psf)

Kecepatan angin : - 33.5 m/s (75 mph)

- 50 tahun

Defleksi lateral maksimum : H/500

Balok : - Beton

- Ukuran (50 x 50) cm

Kolom : - Beton

- Ukuran (50 x 50) cm

- Jarak antar kolom 5 m

- 84 MPa (12000 psi)

Core : - Dinding beton dengan ketebalan 50 cm

- Ukuran (5 x 5) m

- 84 MPa (12000 psi)

Outrigger : - Profil baja


(60)

IV. 2. Perhitungan Beban Angin

Kode bangunan untuk bangunan tinggi segi empat dengan kecepatan angin 75 mph

(33,5 m/s) telah digambarkan dalam bentuk grafik pada (Gambar IV.2) sebagai berikut:

Gambar IV.2 – Grafik Beban Angin Berdasarkan Ketinggian Bangunan

WIND LOAD ON WALL (psf)

0 10 20 30 40

2 5 4 0 60 100 200 3 00 400

500 3 4

33

32

30

2 8 24 2 1 18 1 5


(61)

Bangunan tingkat tinggi yang dianalisis mempunyai ketinggian 140 m dan jika

dikonversi ke satuan ft (1 ft = 0.3048 m), maka ketinggian bangunan akan menjadi 460 ft.

Ketinggian dari tiap lantai adalah 3.5 m dan dikonversi akan menjadi 11.5 ft, serta bentang

lebar bangunan sebesar 15 m dikonversi ke satuan ft akan menjadi 49.213 ft.

Berdasarkan grafik beban angin (Gambar IV.2), maka beban angin yang bekerja pada

bangunan setinggi 460 ft (140 m) adalah sebagai berikut:

- 15 psf untuk 0 – 25 ft di atas tanah

- 18 psf untuk 26 – 40 ft di atas tanah

- 21 psf untuk 41 – 60 ft di atas tanah

- 24 psf untuk 61 – 100 ft di atas tanah

- 28 psf untuk 101 – 200 ft di atas tanah

- 30 psf untuk 201 – 300 ft di atas tanah

- 32 psf untuk 301 – 400 ft di atas tanah

- 33 psf untuk 401 – 500 ft di atas tanah

Maka, akibat pengaruh angin terhadap ketinggian bangunan akan memberikan distribusi


(62)

W1 W2 W3 W4 W5 W6 W7 W8

92 ‘

92 ‘

92 ‘

92 ‘

34.5 ‘

11.5 ‘ 23 ‘

23 ‘ 11.5 ‘

28.75 ‘ 46 ‘ 74.75 ‘ 138 ‘ 230 ‘ 322 ‘ 414 ‘

460 ‘

49.213 ‘

0.015 ft/k2 0.018 ft/k2 0.021 ft/k2 0.024 ft/k2 0.028 ft/k2 0.030 ft/k2 0.032 ft/k2 0.033 ft/k2


(63)

Perhitungan beban angin yang terdistribusi pada tiap lantai bangunan 40 lantai

setinggi 140 m (460 ft) dengan bentang lebar sepanjang 15 m (49. 213 ft) adalah sebagai

berikut:

- W1 = (0.015) (23) (49.213) = 16.978 k

- W2 = (0.018) (11.5) (49.213) = 10.187 k

- W3 = (0.021) (23) (49.213) = 23.770 k

- W4 = (0.024) (34.5) (49.213) = 40.748 k

- W5 = (0.028) (92) (49.213) = 126.773 k

- W6 = (0.030) (92) (49.213) = 135.828 k

- W7 = (0.032) (92) (49.213) = 144.883 k

- W8 = (0.033) (92) (49.213) = 149.411 k +

Wtotal = 648.578 k

Beban angin yang bekerja pada bangunan Wtotal yang telah diperoleh yaitu 648.578 k

dikonversi kembali ke satuan SI yaitu ke satuan kN, dimana 1 kips = 4.448 kN. Jadi, beban

angin Wtotal akan menjadi:

Wtotal = 2884.8749 kN


(64)

IV.3. Kekakuan

Nilai dari kekakuan K dapat diperoleh dari persamaan (III.6) yaitu:

(III.6)

Mencari luasan dari kolom (A)

A = 50 x 50 = 2500 cm2 = 0.25 m2

Elastisitas dari core (EC)

43076.2115 MPa

4.30762 x 1010 Pa = 4.30762 x 1010 N/m2

Jarak antar kolom (d) adalah 5 m

Tinggi bangunan (L) L = 40 x 3.5 = 140 m

Jadi, nilai dari kekakuan (K) adalah:


(65)

IV.4. Displacement

Untuk menentukan dan membandingkan hasil displacement pada model bangunan 40

lantai, akan dibagi perhitungan displacement dalam 5 kasus / model seperti yang telah

ditunjukkan pada (Gambar III.6). Lima contoh model struktur dengan pemasangan outrigger

pada bangunan 40 lantai adalah sebagai berikut:

1. Model struktur tanpa outrigger.

2. Model struktur dengan 1 outrigger pada lantai teratas.

3. Model struktur dengan 1 outrigger pada ¾ dari ketinggian bangunan.

4. Model struktur dengan 1 outrigger pada ½ dari ketinggian bangunan.

5. Model struktur dengan 1 outrigger pada ¼ dari ketinggian bangunan.

Sebelum menghitung dan menganalisis hasil displacement pada 5 jenis model

bangunan 40 lantai, maka terlebih dahulu akan dilakukan perhitungan momen inersia yang

ditimbulkan oleh core (Gambar IV.4). Core jika tampak dari atas adalah berbentuk segi

empat simetris (persegi) berukuran (5 x 5) m dengan ketebalan dinding sebesar 50 cm dan

tingginya dihitung dari muka tanah adalah 140 m. Perhitungan dari inersia adalah sebagai


(66)

Gambar IV.4 – Inersia

Jadi, inersia dari core adalah:

35.06771 m4

5

5

0.25

2.5


(67)

IV.4.1. Displacement Model Struktur I

Model struktur pertama dari analisis bangunan ini tidak menggunakan outrigger.

Displacement pada model struktur yang pertama dapat langsung ditentukan secara analitis dengan persamaan:

(III.7)

Beban angin yang bekerja diasumsi beban yang bekerja dengan distribusi secara merata,

sehingga beban W yang digunakan dalam kalkulasi adalah beban angin total yaitu sebesar

648.578 k.

W = Wtotal = 648.578 k

W = 2884.8749 kN

W = 2.88487 x 106 N

Gambar IV.5 – Distribusi Beban Angin pada Model I

W =

L


(68)

Jadi, displacement maksimum yang terjadi pada bangunan 40 lantai ketika tidak dipasang

outrigger adalah:

655.052 mm

IV.4.2. Displacement Model Struktur II

Pada model struktur yang kedua, outrigger dipasang pada lantai tertinggi pada

bangunan (x = 0 atau Z = L) yaitu pada lantai 40. Lantai 40 menjadi kaku karena adanya

sistem outrigger, dengan distribusi beban angin secara merata pada model ini juga.

Gambar IV.6 – Distribusi Beban Angin pada Model II

Mencari nilai momen M2 dengan persamaan (III.11):

(III.11) W =

L

2.88487 x 106


(69)

Beban angin (W) = 2.88487 x 106 N

• Tinggi bangunan (L) = 140 m

Elastisitas dari core (E) = 4.30762 x 1010 N/m2

Inersia core (I) = 35.06771 m4

Nilai kekakuan (K2) = K = 961522321.4 Nm

Sehingga, nilai M2 adalah:

5507729.202Nm

Displacement ∆2 dapat dihitung dengan persamaan (III.12) yaitu:

(III.12)

Dengan menginput semua data yang diketahui, maka nilai ∆2 akan menjadi:


(70)

IV.4.3. Displacement Model Struktur III

Pada model struktur yang ketiga, outrigger dipasang pada bangunan yaitu pada posisi

x = 0.25 L atau Z = 0.75 L. Artinya lantai 30 yang diperkaku karena adanya outrigger.

Gambar IV.7 – Distribusi Beban Angin pada Model III

Setelah persamaannya diturunkan dan telah diuraikan pada bab III sebelumnya serta

mengingat bahwa nilai K3 = 4 K2 / 3, maka persamaan M3 menjadi:

(III.18)

Sehingga, nilai M3 adalah:

7270202.546 Nm

W =

z = 0,75 L x = 0,25 L

2.88487 x 106


(71)

Displacement ∆3 pada saat Z = ¾ L dapat diperoleh dari persamaan: (III.19)

Nilai dari ∆3 adalah:

610.744 mm

IV.4.4. Displacement Model Struktur IV

Pada model struktur yang keempat, outrigger dipasang pada lantai 20 pada bangunan

40 lantai yaitu pada posisi x = 0.5 L atau Z = 0.5 L.

Gambar IV.8 – Distribusi Beban Angin pada Model IV W =

z = 0,5 L x = 0,5 L 2.88487 x 106


(72)

Nilai kekakuan K4 = 2 K2,maka persamaan M4 diuraikan menjadi:

(III.22)

Sehingga, nilai M4 menjadi:

9638526.103 Nm

Dan displacement ∆4 pada saat Z = ½ L dapat diperoleh dari persamaan (III.23) berikut: (III.23)

Jadi, nilai dari ∆4 adalah:


(73)

IV.4.5. Displacement Model Struktur V

Pada model struktur yang kelima dalam permodelan struktur 40 lantai ini, outrigger

dipasang pada posisi x = 0.75 L atau Z = 0.25 L. Yang berarti lantai 10 diperkaku.

Gambar IV.9 – Distribusi Beban Angin pada Model V

Nilai kekakuan dari K5 = 4 K2,maka nilai persamaan M5 diturunkan dan diuraikan dan akan

menjadi:

(III.25)

Sehingga, nilai M5 menjadi:

12667777.16 Nm W =

z = 0,25 L x = 0,75 L


(74)

Dan displacement ∆5 pada saat x = ¾ L atau Z = ¼ L dapat diperoleh dari persamaan:

(III.26)

Jadi, nilai dari ∆5 akan menjadi:

618.963 mm

IV.4.6. Pendataan

Tujuan dari hasil perhitungan analitis terhadap 5 model struktur bangunan 40 lantai

adalah menhasilkan output yang berupa displacement. Perhitungan telah dilakukan dan hasil

dari perhitungan dari 5 model tersebut telah disajikan dalam bentuk tabel dan grafik sebagai

berikut:


(75)

Tabel IV.1 - Perhitungan Displacement pada Model Struktur I

W 20606.21429 N/m

L 140 m

K 961522321.4 Nm E 43076200000 N/m2 I 35.06771 m4

No. Lantai x (m) (mm)

1 0 0.0 0.000

2 1 3.5 0.805

3 2 7.0 3.167

4 3 10.5 7.008

5 4 14.0 12.249

6 5 17.5 18.818

7 6 21.0 26.640

8 7 24.5 35.646

9 8 28.0 45.766

10 9 31.5 56.935

11 10 35.0 69.087

12 11 38.5 82.161

13 12 42.0 96.096

14 13 45.5 110.833

15 14 49.0 126.317

16 15 52.5 142.493

17 16 56.0 159.309

18 17 59.5 176.714

19 18 63.0 194.661

20 19 66.5 213.103

21 20 70.0 231.997

22 21 73.5 251.301

23 22 77.0 270.974

24 23 80.5 290.980

25 24 84.0 311.281

26 25 87.5 331.844

27 26 91.0 352.638

28 27 94.5 373.632

29 28 98.0 394.800

30 29 101.5 416.115

31 30 105.0 437.554

32 31 108.5 459.096

33 32 112.0 480.721

34 33 115.5 502.411

35 34 119.0 524.152

36 35 122.5 545.930


(76)

38 37 129.5 589.553

39 38 133.0 611.383

40 39 136.5 633.217

41 40 140.0 655.052

Gambar IV.10 – Grafik Hasil Displacement Model Struktur I

0,000 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000 0 ,0 7 ,0 1 4 ,0 2 1 ,0 2 8 ,0 3 5 ,0 4 2 ,0 4 9 ,0 5 6 ,0 6 3 ,0 7 0 ,0 7 7 ,0 8 4 ,0 9 1 ,0 9 8 ,0 1 0 5 ,0 1 1 2 ,0 1 1 9 ,0 1 2 6 ,0 1 3 3 ,0 1 4 0 ,0 Model 1 D is p la ce m e n t (m m ) Height (m)


(77)

Tabel IV.2 - Perhitungan Displacement pada Model Struktur II

W 20606.21429 N/m

L 140 m

K 961522321.4 Nm E 43076200000 N/m2 I 35.06771 m4

M 5507729.202 Nm

No. Lantai x (m) (mm)

1 0 0.0 0.000

2 1 3.5 0.783

3 2 7.0 3.078

4 3 10.5 6.807

5 4 14.0 11.892

6 5 17.5 18.260

7 6 21.0 25.836

8 7 24.5 34.552

9 8 28.0 44.337

10 9 31.5 55.126

11 10 35.0 66.854

12 11 38.5 79.459

13 12 42.0 92.880

14 13 45.5 107.059

15 14 49.0 121.940

16 15 52.5 137.468

17 16 56.0 153.591

18 17 59.5 170.260

19 18 63.0 187.425

20 19 66.5 205.041

21 20 70.0 223.065

22 21 73.5 241.453

23 22 77.0 260.166

24 23 80.5 279.166

25 24 84.0 298.417

26 25 87.5 317.886

27 26 91.0 337.541

28 27 94.5 357.352

29 28 98.0 377.291

30 29 101.5 397.333

31 30 105.0 417.455

32 31 108.5 437.634

33 32 112.0 457.852

34 33 115.5 478.091


(78)

36 35 122.5 518.573

37 36 126.0 538.791

38 37 129.5 558.980

39 38 133.0 579.135

40 39 136.5 599.249

41 40 140.0 619.320

Gambar IV.11 – Grafik Hasil Displacement Model Struktur II

0,000 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000 0 ,0 7 ,0 1 4 ,0 2 1 ,0 2 8 ,0 3 5 ,0 4 2 ,0 4 9 ,0 5 6 ,0 6 3 ,0 7 0 ,0 7 7 ,0 8 4 ,0 9 1 ,0 9 8 ,0 1 0 5 ,0 1 1 2 ,0 1 1 9 ,0 1 2 6 ,0 1 3 3 ,0 1 4 0 ,0 Model 2


(79)

Tabel IV.3 - Perhitungan Displacement pada Model Struktur III

W 20606.21429 N/m

L 140 m

K 961522321.4 Nm E 43076200000 N/m2 I 35.06771 m4

M 7270202.546 Nm

No. Lantai x (m) (mm)

1 0 0.0 0.000

2 1 3.5 0.778

3 2 7.0 3.057

4 3 10.5 6.759

5 4 14.0 11.806

6 5 17.5 18.126

7 6 21.0 25.643

8 7 24.5 34.289

9 8 28.0 43.994

10 9 31.5 54.692

11 10 35.0 66.318

12 11 38.5 78.811

13 12 42.0 92.108

14 13 45.5 106.154

15 14 49.0 120.890

16 15 52.5 136.262

17 16 56.0 152.219

18 17 59.5 168.711

19 18 63.0 185.689

20 19 66.5 203.107

21 20 70.0 220.921

22 21 73.5 239.089

23 22 77.0 257.571

24 23 80.5 276.330

25 24 84.0 295.330

26 25 87.5 314.536

27 26 91.0 333.918

28 27 94.5 353.444

29 28 98.0 373.089

30 29 101.5 392.826

31 30 105.0 412.631

32 31 108.5 432.484

33 32 112.0 452.364

34 33 115.5 472.254


(80)

36 35 122.5 512.007

37 36 126.0 531.844

38 37 129.5 551.643

39 38 133.0 571.396

40 39 136.5 591.097

41 40 140.0 610.744

Gambar IV.12 – Grafik Hasil Displacement Model Struktur III

0,000 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000 0

,0 7,0

1 4 ,0 2 1 ,0 2 8 ,0 3 5 ,0 4 2 ,0 4 9 ,0 5 6 ,0 6 3 ,0 7 0 ,0 7 7 ,0 8 4 ,0 9 1 ,0 9 8 ,0 1 0 5 ,0 1 1 2 ,0 1 1 9 ,0 1 2 6 ,0 1 3 3 ,0 1 4 0 ,0 Model 3 Height (m) Height (m) D is p la ce m e n t (m m )


(81)

Tabel IV.4 - Perhitungan Displacement pada Model Struktur IV

W 20606.21429 N/m

L 140 m

K 961522321.4 Nm E 43076200000 N/m2 I 35.06771 m4

M 9638526.103 Nm

No. Lantai x (m) (mm)

1 0 0.0 0.000

2 1 3.5 0.776

3 2 7.0 3.050

4 3 10.5 6.742

5 4 14.0 11.778

6 5 17.5 18.081

7 6 21.0 25.579

8 7 24.5 34.201

9 8 28.0 43.880

10 9 31.5 54.547

11 10 35.0 66.140

12 11 38.5 78.594

13 12 42.0 91.851

14 13 45.5 105.852

15 14 49.0 120.539

16 15 52.5 135.860

17 16 56.0 151.762

18 17 59.5 168.195

19 18 63.0 185.110

20 19 66.5 202.462

21 20 70.0 220.206

22 21 73.5 238.301

23 22 77.0 256.707

24 23 80.5 275.385

25 24 84.0 294.301

26 25 87.5 313.420

27 26 91.0 332.710

28 27 94.5 352.142

29 28 98.0 371.688

30 29 101.5 391.323

31 30 105.0 411.023

32 31 108.5 430.767

33 32 112.0 450.534

34 33 115.5 470.309


(82)

36 35 122.5 509.818

37 36 126.0 529.529

38 37 129.5 549.197

39 38 133.0 568.816

40 39 136.5 588.380

41 40 140.0 607.886

Gambar IV.13 – Grafik Hasil Displacement Model Struktur IV

0,000 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000 0 ,0 7 ,0 1 4 ,0 2 1 ,0 2 8 ,0 3 5 ,0 4 2 ,0 4 9 ,0 5 6 ,0 6 3 ,0 7 0 ,0 7 7 ,0 8 4 ,0 9 1 ,0 9 8 ,0 1 0 5 ,0 1 1 2 ,0 1 1 9 ,0 1 2 6 ,0 1 3 3 ,0 1 4 0 ,0 Model 4 D is p la ce m e n t (m m ) Height (m)


(83)

Tabel IV.5 - Perhitungan Displacement pada Model Struktur V

W 20606.21429 N/m

L 140 m

K 961522321.4 Nm E 43076200000 N/m2 I 35.06771 m4

M 12667777.16 Nm

No. Lantai x (m) (mm)

1 0 0.0 0.000

2 1 3.5 0.783

3 2 7.0 3.077

4 3 10.5 6.805

5 4 14.0 11.889

6 5 17.5 18.254

7 6 21.0 25.828

8 7 24.5 34.541

9 8 28.0 44.323

10 9 31.5 55.108

11 10 35.0 66.832

12 11 38.5 79.432

13 12 42.0 92.848

14 13 45.5 107.022

15 14 49.0 121.896

16 15 52.5 137.418

17 16 56.0 153.534

18 17 59.5 170.195

19 18 63.0 187.353

20 19 66.5 204.961

21 20 70.0 222.975

22 21 73.5 241.354

23 22 77.0 260.057

24 23 80.5 279.048

25 24 84.0 298.289

26 25 87.5 317.747

27 26 91.0 337.390

28 27 94.5 357.189

29 28 98.0 377.116

30 29 101.5 397.146

31 30 105.0 417.254

32 31 108.5 437.420

33 32 112.0 457.624

34 33 115.5 477.848


(84)

36 35 122.5 518.299

37 36 126.0 538.501

38 37 129.5 558.675

39 38 133.0 578.813

40 39 136.5 598.910

41 40 140.0 618.963

Gambar IV.14 – Grafik Hasil Displacement Model Struktur V

0,000 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000 0 ,0 7 ,0 1 4 ,0 2 1 ,0 2 8 ,0 3 5 ,0 4 2 ,0 4 9 ,0 5 6 ,0 6 3 ,0 7 0 ,0 7 7 ,0 8 4 ,0 9 1 ,0 9 8 ,0 1 0 5 ,0 1 1 2 ,0 1 1 9 ,0 1 2 6 ,0 1 3 3 ,0 1 4 0 ,0 Model 5 D is p la ce m e n t (m m ) Height (m)


(85)

Gambar IV.15 – Grafik Perbandingan Hasil Displacement 0,000 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000 0

,0 7,0

1 4 ,0 2 1 ,0 2 8 ,0 3 5 ,0 4 2 ,0 4 9 ,0 5 6 ,0 6 3 ,0 7 0 ,0 7 7 ,0 8 4 ,0 9 1 ,0 9 8 ,0 1 0 5 ,0 1 1 2 ,0 1 1 9 ,0 1 2 6 ,0 1 3 3 ,0 1 4 0 ,0

Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5

D is p la ce m e n t (m m


(1)

IV.6.2. Lokasi Optimum Single Outrigger

Lokasi optimum dari penempatan single outrigger adalah lokasi dimana defleksi YM bernilai maksimum. Didapatkan dari cara mendiferensialkan persamaan (III.28) terhadap x dan hasilnya adalah nol.

(III.29)

Sehingga diperoleh:

(III.30)

Dari hasil perhitungan pada tabel (IV.15) dapat dilihat bahwa model IV mempunyai nilai defleksi yang maksimum dan dapat diprediksi bahwa lokasi outrigger yang optimum berada di sekitar bagian tengah ketinggian bangunan. Nilai hasil defleksi lateral terhadap ketinggian bangunan akan disajikan dalam bentuk grafik pada (Gambar IV.22) berikut:


(2)

Gambar IV.22 – Grafik Defleksi Terhadap Lantai Bangunan

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

0 5 10 15 20 25

La

n

ta

i

Parameter Defleksi Puncak Bangunan (mm)


(3)

Nilai defleksi maksimum antara lantai 20 hingga lantai 25, dan lebih tepatnya berada pada lantai 22. Sehingga, akan memberikan lokasi optimum pada lantai 22 yang telah digambarkan dalam grafik berikut:

Gambar IV.17 – Grafik Lokasi Optimum Penempatan Single Outrigger

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

0 5 10 15 20 25

La

n

ta

i

Parameter Defleksi Puncak Bangunan (mm)

Lokasi Optimum

Single Outrigger


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis respon beban angin terhadap bangunan beton tingkat tinggi setinggi 40 lantai yang menggunakan sistem outrigger, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Bangunan tingkat tinggi yang menggunakan sistem outrigger dapat mengurangi

displacement secara lateral dibandingkan dengan bangunan identik yang tidak

menggunakannya. Pada model struktur IV, penggunaan outrigger dapat mengurangi

displacement secara lateral sebanyak 7.21 %.

Tabel IV.7 – Persentase Pengurangan Displacement

No Model Struktur ∆ max (mm) ∆' max (mm) % ∆ (%)

1 I 655.052 655.052 0

2 II 619.320 655.052 5.45

3 III 610.744 655.052 6.76

4 IV 607.886 655.052 7.21

5 V 618.963 655.052 5.51

2. Karena penggunaan outrigger dapat mengurangi displacement secara lateral, maka secara langsung juga dapat mengurangi inter-storey drift yang dianggap berbahaya untuk sebuah bangunan tingkat tinggi. Pada model sturktur IV, juga dapat mengurangi


(5)

Tabel IV.14 – Persentase Pengurangan Inter-storey Drift

No Model Struktur ISD max (mm) ISD' max (mm) % ISD (%)

1 I 21.835 21.835 0

2 II 20.071 21.835 8.08

3 III 19.647 21.835 10.02

4 IV 19.506 21.835 10.70

5 V 20.053 21.835 8.16

3. Lokasi penempatan single outrigger pada bangunan 40 lantai adalah di tengah ketinggian gedung yaitu pada lantai 20 atau pada model stuktur yang IV. Terbukti dari perhitungan hasil displacement yang paling minimum dari kelima model struktur. 4. Jika menggunakan parameter defleksi maksimum, maka sesuai dengan grafik pada

(Gambar IV.17) lokasi optimum dari penempatan single outrigger juga berada di sekitar pertengahan ketinggian gedung tetapi lebih tepatnya pada lantai 22.

V.2. Saran

1. Perlunya studi yang lebih mendalam mengenai bangunan tingkat tinggi di dalam mata kuliah teknik sipil agar mahasiswa dapat lebih memahami studi secara struktural dan aplikasi di dalam dunia lapangan kelak. Tidak terluput juga dari pembahasan bracing karena merupakan suatu kesatuan dengan bangunan tingkat tinggi.

2. Penerapan metode perhitungan secara analitis lebih ditingkatkan agar pengenalan dasar dan filosofi dari konsep struktur lebih mudah dipahami.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

American Concrete Institute ACI-318R-2008. 2008. Building Code Requirements for

Structural Concrete and Commentary.

Council on Tall Buildings and Urban Habitat. 1995. Structural Systems for Tall Buildings. New York: Mc Graw Hill.

Nair, R. Shankar. 1998. Belt Trusses and Basements as Virtual Outriggers for Tall Buildings. Chicago : Teng and Associates.

Po Seng Kian dan Frits Torang Siahaan. 2001. The Use of Outrigger and Belt Truss System

for High-rise Concrete Buildings. Surabaya : UK Petra.

Pudjisuraydi, Pamuda dan Benjamin Lumartana. 2002. A Preliminary Study of Shear Wall

Frame-Belt Truss (Virtual Outrigger) System. Surabaya: UK Petra.

Schueller, Wolfgang. 1977. High-rise Building Structures. Canada: John Wiley and Sons, Inc.

Taranath, Bungale S. 1998. Structural Analysis & Design of Tall Buildings. New York : Mc Graw Hill.