Studi Perbandingan Respon Bangunan Dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Dengan Bangunan Yang Menggunakan Sistem Rangka Berpengaku Konsentrik Dan Dengan Bangunan Yang Menggunakan Metalic Yielding Damper Akibat Beban Gempa.

(1)

STUDI PERBANDINGAN RESPON BANGUNAN DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN DAN DENGAN BANGUNAN YANG MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA BERPENGAKU KONSENTRIK

SERTA DENGAN BANGUNAN YANG MENGGUNAKAN

METALIC YIELDING DAMPER AKIBAT BEBAN GEMPA

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Penyelesaian Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

DANIEL TRT SITOHANG

070404093

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

Kata Pengantar

Puji dan syukur kepada tuhan yang maha esa, tuhan yesus kristus dan roh kudus yang telah memberikan rahmat dan berkat-nya hingga selesainya tugas akhir ini dengan judul “studi perbandingan respon bangunan dengan sistem rangka pemikul momen dengan bangunan yang menggunakan sistem rangka berpengaku konsentrik dan dengan bangunan yang menggunakan metalic yielding damper akibat beban gempa”

Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam ujian sarjana teknik sipil bidang studi struktur pada departemen teknik sipil fakultas teknik universitas sumatera utara (usu). Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini yang masih banyak kekurangan. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Dengan tangan terbuka dan hati yang tulus penulis menerima saran dan kritik bapak dan ibu dosen serta rekan mahasiswa demi penyempurnaan tugas akhir ini. Penulis juga menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan tidak terhingga kepada kedua orang tua yang selalu penulis muliakan yang telah memberikan segalanya hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :

1. Bapak prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku ketua departemen teknik sipil universitas sumatera utara.

2. Bapak Ir.Syahrizal, MT., selaku sekretaris departemen teknik sipil universitas sumatera utara.


(3)

3. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, Mt selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang tiada hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Kedua orang tua penulis tersayang yang selalu berdoa dan memberikan semangat serta dukungan kepada penulis sehingga tugas ini dapat selesai dengan baik.

5. Bapak/ibu dosen staf pengajar jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

6. Adik – adik penulis yang terkasih yang selalu mendukung penulis yaitu vani, vian, elon, wildo, theo, dan echa, teguh, surya, Irma, sarah. Terutama vani yang sudah banyak membantu penulis disaat genting.

7. Ria S Lubis yang selalu mendukung dalam suka maupun duka dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Rekan – rekan mahasiswa jurusan teknik sipil, terutama teman – teman angkatan 2007,. Adik- adik angkatan 2010, dan abang / kakak stambuk 2004, 2005, 2006, terima kasih atas masukan nya selama ini.

Medan, Juli 2011

(Daniel TRT Sitohang) 0 7 0 4 0 4 0 9 3


(4)

ABSTRAK

Dengan kondisi daerah indonesia yang terletak di daerah rawan gempa, maka perlu direncanakan struktur bangunan tahan gempa. Metode perencanaan struktur tahan gempa dibagi menjadi dua, yaitu perencanaan konvensional yang berdasarkan konsep bagaimana meningkatkan kapasitas tahanan struktur terhadap gaya gempa yang bekerja padanya. Konsekwensinya adalah pada bangunan dimana kekakuan lateralnya cukup besar akan mengalami percepatan lantai yang besar, sedangkan pada bangunan fleksibel akan mengalami perpindahan lateral yang cukup besar. Kemudian metode yang kedua yaitu dengan pendekatan teknologi dengan menambahkan alat-alat seismic devices ke struktur.

Pada tugas akhir ini dibahas alat seismic devices, yaitu metallic yielding damper. Tujuannya adalah membandingkan struktur yang menggunakan metallic yielding damper dan dengan struktur rangka pemikul momen serta dengan struktur rangka berpengaku konsentrik.

Di dalam tugas akhir ini, struktur bangunan yang dimodelkan adalah gedung perkantoran 5 lantai yang terletak di indonesia khususnya nias. Struktur bangunan tersebut dimodelkan dengan bantuan program Sap v14. Kemudian beban gempa direncanakan dengan analisa non-linier, yaitu gempa el-centro n-s yang direkam pada tanggal 15 mei 1940 di california yang diskalakan sesuai dengan percepatan permukaan tanah di daerah Nias sesuai dengan peta hazard gempa Indonesia 2010. Berdasarkan hasil analisis dan hitungan disimpulkan bahwa struktur yang menggunakan metallic yielding damper mampu mereduksi displacement, momen, gaya lintang, dan gaya normal. Bangunan dengan metallic yielding damper dapat mereduksi percepatan gempa sebesar 60,9 % terhadap sistem rangka pemikul momen dan sebesar 68% terhadap sistem rangka berpengaku konsentrik.


(5)

Daftar Isi

Kata pengantar i

Abstrak iii

Daftar isi iv

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar xi

Bab I. Pendahuluan 1

I.1. Latar Belakang 1

I.2. Permasalahan 5

I.3. Tujuan Penulisan 6

I.4. Pembatasan masalah 7

I.5. Metode Pembahasan 8

Bab II. Teori Dasar 9

2.1. Umum 9

2.2. Prinsip Umum Desain Mengatasi Gaya Lateral 11

2.3 Karakteristik Struktur Bangunan ... 12

2.3.1 Massa 13

2.3.1.1 Model Lumped Mass 13

2.3.1.2 Model Consistent Mass Matrix 14

2.3.2 Redaman 15

2.3.2.1 Damping Klasik 15

2.3.2.2 Damping Nonklasik 16

2.3.3 Kekakuan 17

2.3.3.1 Kekakuan kolom 17


(6)

2.4. Model Struktur Sebagai Sistem Derajat Tunggal 21

2.4.1 Sistem Derajat Kebebasan-Tunggal(SDOF) Tak Teredam 21

2.4.2 Sistem Derajat Kebebasan-Tunggal (SDOF Teredam 24

2.4.2.1 Redaman Liat (Viscous Damping) 25

2.4.2.2 Persamaan Gerak 25

2.4.2.3 Sistem Redaman Kritis 26

2.4.2.4 Sistem Redaman Super Kritis 28

2.4.2.5 Sistem Redaman Subkritis 29

2.5. Model Struktur Sebagai Sistem Derajat-Kebebasan Banyak 31

2.5.1 Persamaan Difrensial Struktur MDOF 31

2.5.1.1 Matriks Massa, Matriks Kekakuan Dan Matriks Redaman 31

2.5.2 Getaran Bebas Pada Struktur MDOF 35

2.5.2.1 Frekuensi Sudut (w) Dan Normal Modes 37

2.6 Daktailitas 38

2.7 Simpangan Antar Lantai 40

2.7.1 Simpangan Inelastis Maksimum 40

2.7.2 Batasan Simpangan Antar Lantai 41

2.8 Desain Gempa 41

2.8.1 Analisa Time History 42

2.8.2 Penentuan Percepatan Puncak Di Permukaan Tanah 43

Bab III. Pemodelan 46

3.1 Struktur Portal Baja Tahan Gempa 46

3.1.1 Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) 48

3.1.2 Sistem Rangka Berpengaku Konsentrik 48


(7)

3.2.1 Metode Dissipasi Energi Damper 52

3.3 Adas (Added Damping And Stiffness) 53

3.3.1 Kekakuan Dan Daktailitas Pelat Damper 55

3.3.1.1 Daktilitas Bahan Pelat 56

3.3.2 Pengaruh Bentuk Pelat Terhadap Daktilitas Dan Kekakuan 57

3.3.2.1 Pelat Damper Bentuk X 57

3.3.2.2 Pelat Damper Bentuk Segiempat 60

3.3.3 Model Analisa Damper Terhadap Struktur 63

3.3.3.1 Efek B/D Ratio Dan Stiffness Ratio (SR) 64

3.4 Perencanaan Elemen Struktur 65

3.4.1 Balok 66

3.4.2 Kolom 69

3.4.3 Bracing 73

Bab IV. Pembahasan/Aplikasi

79

4.1 Pendahuluan 79

4.2 Pengerjaan Model Struktur 80

4.2.1 Pemodelan Struktur 80

4.2.2 Pembebanan Pada Struktur 81

4.2.2.1. Beban Gravitasi 82

4.2.2.2. Beban Gempa 83

4.3. Perencanaan Elemen Struktur Berdasarkan Beban Gravitasi (Dl + LL) 87

4.3.1 Perencanaan Elemen Balok Pada Struktur 88

4.3.2 Perencanaan Elemen Kolom Pada Struktur 92


(8)

4.4.1 Metallic Damper Bentuk X Dengan Stiffness Ratio (Sr) = 2,18 97

4.4.2 Metallic Damper Bentuk Segiempat Dengan Stiffness Ratio (Sr) = 2,23 104

4.4.3 Metallic Yieding Damper Dengan Stiffness Ratio (Sr) = 1,15 106

4.5 Kesimpulan Perencanaan 108

4.6 Prosedur Analisa Struktur Dengan Menggunakan Sap2000 V14. 109

4.6.1 Input Data Untuk Yielding Damper 117

4.7 Analisa Hasil Perhitungan Struktur Bangunan. 121

4.7.1 Analisa Hasil Perhitungan Sistem Rangka Pemikul Momen 121 4.7.2 Analisa Hasil Perhitungan Sistem Rangka Berpengaku Konsentrik 127 4.7.3 Analisa Hasil Perhitungan Bangunan Dengan Yielding Damper Bentuk X 134

4.7.4 Analisa Hasil Perhitungan Bangunan Dengan Yielding Damper Bentuk Segiempat. 141

4.7.5 Analisa Hasil Perhitungan Bangunan Dengan Yielding Damper Bentuk X Dengan Stiffness Ratio = 1,15. 147

4.8. Grafik respon bangunan terhadap gempa. 154

4.8.1 Sistem Rangka Pemikul Momen 154

4.8.2 Sistem Rangka Berpengaku Konsentrik 156

4.8.3 Bangunan Dengan Damper Bentuk X 158

4.8.4 Bangunan Dengan Damper Bentuk Segiempat 160

4.8.5 Bangunan Dengan Damper Bentuk X Dengan Stiffness Ratio (SR)= 1,15162 4.8.6 Perbandingan Respon Bangunan 164

4.9 Kesimpulan Pembahasan 170

BAB V. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan 172

5.2 Saran. 172


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1: Rasio Redaman berdasarkan Jenis dan Kondisi Struktur 16

Tabel 2.2. Faktor Keutamaan Gedung 43

Tabel 2.3. Klasifikasi site didasarkan atas korelasi penyelidikan tanah lapangan dan

laboratorium (SNI-2002, UBC-97, IBC-2009, ASCE 7-10,) 43

Tabel 2.4: Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah

berdasarkan Peta Gempa Indonesia 2010 44

Tabel 3.1 klasifikasi sistem struktur, sistem pemikul beban gempa, faktor modifikasi

respons, R, dan faktor kuat cadang struktur, Ω0 52

Tabel 4.1 Kinerja Batas Layan (∆s) SRPMK 123

Tabel 4.2 Kinerja Batas Ultimate (∆M) SRPMK 124

Tabel 4.3 Gaya – gaya maksimum pada balok pada Struktur SRPMK. 125

Tabel 4.4 Gaya – gaya maksimum pada kolom pada Struktur SRPMK. 126 Tabel 4.5. Kinerja Batas Layan Struktur SRBKK 129

Tabel 4.6. Kinerja Batas Ultimate Struktur SRBKK 129

Tabel 4.7. Gaya – gaya maksimum pada balok struktur SRBKK 130

Tabel 4.8. Gaya – gaya maksimum pada kolom struktur SRBKK 131

Tabel 4.9. Gaya – gaya maksimum pada bresing struktur SRBKK 132

Tabel 4.10. Kinerja Batas Layan Struktur dengan Yielding Damper X 135


(10)

Tabel 4.12.Gaya – gaya maksimum pada balok struktur dengan Yielding Damper X (136)

Tabel 4.13. Gaya – gaya maksimum pada kolom struktur dengan Yielding Damper X (137)

Tabel 4.14. Gaya–gaya maksimum pada bracing struktur dengan Yielding Damper 138

Tabel 4.15. Gaya–gaya maksimum pada Yielding Damper X 138

Tabel 4.16. Deformasi (∆) pada Yielding Damper X 139

Tabel 4.17 Kinerja Batas Layan Struktur dengan Yielding Damper Segiempat 142

Tabel 4.18 Kinerja Batas Ultimate Struktur dengan Yielding Damper Segiempat 143

Tabel 4.19 Gaya – gaya maksimum pada balok pada struktur menggunakan damper

segiempat 143

Tabel 4.20 Gaya – gaya maksimum pada kolom pada struktur menggunakan damper

segiempat 144

Tabel 4.20 Gaya – gaya maksimum pada kolom pada struktur menggunakan damper

segiempat 144

Tabel 4.22 Gaya – gaya maksimum pada damper bentuk segiempat 145

Tabel 4.23 Deformasi (∆) pada damper bentuk segiempat 145

Tabel 4.24 Kinerja Batas Layan pada Struktur Menggunakan Damper dengan

(SR) =1,15 148

Tabel 4.25 Kinerja Batas Ultimate pada Struktur Menggunakan Damper dengan

(SR) =1,15 149

Tabel 4.26 Gaya – gaya maksimum pada balok pada Struktur dengan Damper


(11)

Tabel 4.27.Gaya -gaya maksimum pada kolom pada Struktur dengan Damper

dengan (SR) =1,15 150

Tabel 4.28.Gaya-gaya maksimum Bresing pada Struktur dengan Damper dengan

(SR) =1,15 151

Tabel 4.29.Gaya-gaya maksimum pada yielding Damper dengan (SR) =1,15 151


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar. 1.1.Sistem Rangka Pemikul Momen 8

Gambar. 1.2 Sistem Rangka Berpengaku Konsentrik 8

Gambar. 1.3 Bangunan menggunakan Yielding Damper 8

Gambar 2.1 Struktur dengan bresing 20

Gambar 2.2 Model matematis untuk sistem berderajat – kebebasan – satu. 22

Gambar 2.3 Beberapa bentuk alternative dari model matematis sistem

berderajat-kebebasan-satu 22

Gambar 2.4 Hubungan gaya dan perpindahan (a) pegas kuat, (b) pegas linier, (c)

pegas lemah 23

Gambar 2.5 Model struktur sistem derajat kebebasan tunggal teredam 24

Gambar 2.6 Respon getar bebas dengan redaman kritis 28

Gambar 2.7 Grafik simpangan terhadap waktu dari getaran kritis,super kritis,dan

sub kritis 31

Gambar 2.8 Struktur 3-DOF, Model Matematik dan Free Body Diagram 32

Gambar 2.9 . Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas

10% dalam 50 tahun 46

Gambar 2.10. Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar(SB) untuk probabilitas

10% dalam 100 tahun. 47

Gambar 2.11. Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas


(13)

Gambar 3.1. Struktur Rangka Pemikul Momen 5

Gambar 3.2 Model Sistem Rangka Berpengaku Konsentrik 52

Gambar 3.3 Getaran bebas tanpa damping dan dengan damping 54

Gambar 3.4 Faktor Dinamis Getaran 55

Gambar 3.5 ADAS pada Struktur 56

Gambar 3.6 Bentuk Hysterestic loop pada metallic yielding damper 67

Gambar 3.7 Deformasi plastis pada struktur bertingkat satu 59

Gambar 3.8 Hubungan tegangan – regangan baja 60

Gambar 3.9 Pelat Damper Bentuk X 60

Gambar 3.10 Pelat damper bentuk segi-empat 63

Gambar 3.11. Tegangan dan regangan pada damper segiempat 64

Gambar 3.12 Faktor panjang tekuk untuk beberapa kondisi perletakan 75

Gambar 4.1 Pemodelan Struktur 81

Gambar 4.2. Rekaman percepatan permukaan tanah gempa El-centro. 86

Gambar 4.3 Fungsi Time History pada Sap2000 v14.(sumber:SAP2000 v14

Function) 112

Gambar 4.4 Load Case Data untuk fungsi analisa riwayat waktu 113

Gambar 4.5 Load Case Data untuk fungsi modal pada struktur 114

Gambar 4.6 Fungsi Gravitasi untuk analisa riwayat waktu. 115


(14)

Gambar 4.8. Menjalankan Program Sap2000(sumber :Sap2000v14) 117

Gambar 4.9 Menu Link/support property data. (sumber : Sap2000v14) 119

Gambar 4.10. Data property untuk Yielding Damper bentuk X(s:Sap2000v14)

120

Gambar 4.11. Data property untuk Yielding Damper bentuk segi4(s:Sap2000v14)

120

Gambar 4.12.Data property untuk Yielding Damper bentuk X tanpa memperhatikan

Stiffness Ratio(s:Sap2000v14) 121

Gambar 4.13. Sistem Rangka Pemikul Momen 122

Gambar 4.14. Sistem Rangka Berpengaku Konsentrik 128

Gambar 4.15. Struktur yang menggunankan

Sistem Yielding Damper bentuk X...135

Gambar 4.16. Struktur yang menggunakan Sistem Yielding Damper bentuk

Segiempat 141

Gambar 4.17. Struktur yang menggunakan Sistem Yielding Damper bentuk X

dengan SR = 1,15 148

Gambar 4.18. Grafik perpindahan terhadap waktu pada joint 24 (lantai 5) pada SRPM 154

Gambar 4.19. Grafik percepatan pada joitn 24 (lantai5) terhadap waktu pada

struktur SRPM 154

Gambar 4.20. Grafik Base Shear arah X terhadap waktu pada SRPM 155


(15)

Gambar 4.22. Grafik perpindahan terhadap waktu pada joint 24 (lantai 5) pada

struktur SRBK 156

Gambar 4.23. Grafik percepatan pada joint 24 terhadap waktu (lantai 5) pada

struktur SRBK 156

Gambar 4.24. Grafik Base Shear arah X terhadap waktu pada struktur SRBK 157

Gambar 4.25. Perpindahan maksimum tiap tingkat struktur SRBK 157

Gambar 4.26. . Grafik perpindahan pada joint 24 terhadap waktu (lantai 5) pada

struktur dengan Damper X 158

Gambar 4.27. . Grafik percepatan pada joint 24 terhadap waktu (lantai 5) pada

Struktur dengan Damper X 158

Gambar 4.28. Grafik Base Shear arah X terhadap waktu pada Struktur dengan

Damper X 159

Gambar 4.29. Perpindahan maksimum tiap tingkat struktur dengan Damper X 159 Gambar 4.30. . Grafik perpindahan pada joint 24 terhadap waktu (lantai 5) Damper

segiempat 160

Gambar 4.31. . Grafik percepatan pada joint 24 terhadap waktu (lantai 5) Damper

segiempat 160

Gambar 4.32. Grafik Base Shear arah X terhadap waktu pada bangunan dengan

Damper segiempat 161

Gambar 4.33. Perpindahan maksimum tiap tingkat struktur dengan Damper


(16)

Gambar 4.34. . Grafik perpindahan pada joint 24 terhadap waktu (lantai 5) pada

bangunan dengan Damper X dengan SR = 1,15 162

Gambar 4. 35. Grafik percepatan pada joint 24 terhadap waktu (lantai 5) pada

bangunan dengan Damper X dengan SR = 1,15 162

Gambar 4.36. Grafik Base Shear arah X terhadap waktu. pada bangunan dengan

Damper X dengan SR = 1,15 163

Gambar 4.37 Perpindahan maksimum tiap tingkat struktur dengan Damper X

dengan SR = 1,15. 163

Gambar 4.38. Perbandingan perpindahan maksimum tiap lantai pada

masing-masing struktur 164

Gambar 4.39. Perbandingan grafik perpindahan terhadap waktu pada joint 24

(lantai5) pada masing-masing struktur 164

Gambar 4.40. Perbandingan grafik perpindahan terhadap waktu pada joint 24

(lantai5) pada masing-masing bangunan dengan damper yang berbeda. 165

Gambar 4.41. Perbandingan grafik pecepatan terhadap waktu pada joint 24 (lantai5)

pada masing-masing bangunan dengan damper yang berbeda 165

Gambar 4.42. Perbandingan grafik pecepatan terhadap waktu pada joint 24 (lantai5)

pada masing-masing bangunan. 166

Gambar 4.43. Perbandingan grafik base shear 166

Gambar 4.44. Perbandingan grafik momen tumpuan pada balok (KNm). 167

Gambar 4.45. Perbandingan grafik momen lapangan pada balok (KNm). 167


(17)

Gambar 4.47. Perbandingan grafik momen pada kolom (KNm). 168

Gambar 4.48. Perbandingan grafik gaya normal pada bresing (KN). 169


(18)

ABSTRAK

Dengan kondisi daerah indonesia yang terletak di daerah rawan gempa, maka perlu direncanakan struktur bangunan tahan gempa. Metode perencanaan struktur tahan gempa dibagi menjadi dua, yaitu perencanaan konvensional yang berdasarkan konsep bagaimana meningkatkan kapasitas tahanan struktur terhadap gaya gempa yang bekerja padanya. Konsekwensinya adalah pada bangunan dimana kekakuan lateralnya cukup besar akan mengalami percepatan lantai yang besar, sedangkan pada bangunan fleksibel akan mengalami perpindahan lateral yang cukup besar. Kemudian metode yang kedua yaitu dengan pendekatan teknologi dengan menambahkan alat-alat seismic devices ke struktur.

Pada tugas akhir ini dibahas alat seismic devices, yaitu metallic yielding damper. Tujuannya adalah membandingkan struktur yang menggunakan metallic yielding damper dan dengan struktur rangka pemikul momen serta dengan struktur rangka berpengaku konsentrik.

Di dalam tugas akhir ini, struktur bangunan yang dimodelkan adalah gedung perkantoran 5 lantai yang terletak di indonesia khususnya nias. Struktur bangunan tersebut dimodelkan dengan bantuan program Sap v14. Kemudian beban gempa direncanakan dengan analisa non-linier, yaitu gempa el-centro n-s yang direkam pada tanggal 15 mei 1940 di california yang diskalakan sesuai dengan percepatan permukaan tanah di daerah Nias sesuai dengan peta hazard gempa Indonesia 2010. Berdasarkan hasil analisis dan hitungan disimpulkan bahwa struktur yang menggunakan metallic yielding damper mampu mereduksi displacement, momen, gaya lintang, dan gaya normal. Bangunan dengan metallic yielding damper dapat mereduksi percepatan gempa sebesar 60,9 % terhadap sistem rangka pemikul momen dan sebesar 68% terhadap sistem rangka berpengaku konsentrik.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kondisi geografis Indonesia terletak di daerah dengan tingkat kejadian gempa bumi tektonik yang relatif tinggi. Maka perlu dilakukan berbagai upaya untuk memperkecil resiko yang ditimbulkannnya. Dalam beberapa kejadian gempa besar di Indonesia jumlah korban yang paling banyak terutama disebabkan oleh keruntuhan bangunan. Oleh karena itu desain bangunan tahan gempa berdasarkan pada konsep: bahwa akibat gempa besar bangunan diperbolehkan mengalami rusak berat tetapi manusia yang ada di dalamnya harus selamat. Pada perencanaan bangunan, parameter gempa yang mempengaruhi perencanaan adalah percepatan tanah yang ditimbulkan oleh gelombang seismic yang bekerja pada massa bangunan.

Wilayah Indonesia dibagi menjadi 6 wilayah gempa dengan masing – masing tingkat kerawanan terjadinya gempa. Wilayah Indonesia terletak pada empat (4) lempeng tektonik yaitu lempeng Australia-India, lempeng Euro-Asia, lempeng Pasifik dan Lempeng Filipina. Gempa bumi tidak mungkin dicegah dan sulit diramalkan kapan akan terjadi. Untuk itu harus dilakukan usaha untuk memperkecil akibat dari gaya gempa terhadap bangunan, paling tidak orang yang berada dalam bangunan dapat selamat jika terjadi gempa yang besar.

Kerusakan bangunan akibat gempa secara umum dapat dilakukan dengan menambah kekakuan dari struktur tersebut. Namun sering berakibat kerusakan baik structural maupun non structural yang diakibatkan perbedaan simpangan antar tingkat. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan memperkaku bangunan arah lateral, tapi dapat berakibat bertambah besarnya gaya gempa terhadap bangunan oleh


(20)

karena semakin bertambahnya massa bangunan. Sehingga metode yang lebih baik adalah dengan meredam gaya gempa tersebut pada tingkat yang tidak membahayakan bagi bangunan.

Filosofi perencanaan bangunan tahan gempa konvensional yang diadopsi oleh hampir semua peraturan mengenai perencanaan bangunan tahan gempa yang mengutamakan segi keselamatan jiwa dan segi ekonomis yang dikenal dengan perencanaan kapasitas, mempunyai dasar sebagai berikut :

1. Struktur berperilaku elastis jika terjadi gempa kecil,

2. Bangunan akan mengalami kerusakan jika terjadi gempa sedang, namun terbatas pada kerusakan structural atau non-struktural yang dapat diperbaiki.

3. Bangunan tidak runtuh bila terjadi gempa besar.

Berdasarkan Standard Nasional Indonesia (SNI) gempa yang berlaku saat ini,

struktur bangunan tahan gempa pada umumnya direncanakan dengan

mengapplikasikan konsep daktilitas. Dengan penerapan konsep ini, pada saat gempa kuat terjadi elemen-elemen struktur tertentu yang dipilih diperbolehkan untuk mengalami plastifikasi (kerusakan) sebagai sarana untuk pendissipasian energi gempa yang diterima oleh struktur. Namun demikian struktur diharapkan tidak runtuh (collapse). Agar struktur tidak runtuh maka elemen-elemen tertentu tersebut harus direncanakan sedemikian rupa agar dapat menglami deformasi inelastis secara stabil selama terjadinya gempa kuat. Struktur baja merupakan salah satu sistem struktur tahan gempa dengan kinerja yang sangat bagus, karena material baja mempunyai karakteristik yang unik dibandingkan dengan material struktur lainnya, dengan mengandalkan pada sifat daktilitas dan kekuatannya yang tinggi maka


(21)

struktur baja sangat cocok digunakan untuk daerah-daerah dengan tingkat seismisitas yang tinggi. Dari hasil-hasil riset yang pernah dilakukan telah didapatkan tiga sistem struktur baja tahan gempa yang umum digunakan yaitu:

(1) Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM)

Rangka baja penahan momen (SRPM) mempunyai kemampuan dissipasi energi

yang cukup untuk dapat memberikan daktilitas yang diperlukan

(requiredductility). Tapi struktur ini memerlukan terjadinya simpangan antar lantai yang cukup besar supaya timbul sendi – sendi plastis pada balok yang akan berfungsi untuk menyerap energy gempa. Akibatnya struktur ini kurang kaku sehingga memerlukan ukuran penampang yang lebih besar dan panel zone pelat ganda yang mahal untuk memenuhi persyaratan drift (drift requirements). Simpangan yang terjadi begitu besar juga akan menyebabkan kerusakan non-struktural yang besar disamping akan menambah pengaruh P-∆ terutama pada bangunan tinggi.

(2) Sistem Rangka Berpengaku Konsentrik (SRBK)

Sistem rangka berpengaku konsentrik (CBF) secaraefisien dapat memenuhi batas-batas lendutan melaluiaksi rangkanya . Sistem rangka ini dikembangkan sebagai struktur penahan gaya lateral dan memiliki tingkat kekakuan yang cukup baik. Hal ini bertolak belakang dengan MRF yang hanya bias digunakan sebagai penahan momen. Kekakuan system ini terjadi akibat adanya elemen pengaku (bracing) yang berfungsi sebagai penahan gaya lateral yang terjadi pada struktur. Penyerapan energy pada system ini dilakukan melalui pelelehan yang dirancang


(22)

untuk terjadi pada pelat buhul.Sistem ini daktilitasnya kurang begitu baik dimana kegagalannya ditentukan oleh tekuk bresing.

(3) Sistem Rangka Berpengaku Eksentrik (SRBE)

Karena keterbatasan kedua sistem struktur tersebutmaka dikembangkan suatu sistem struktur baru yangdisebut struktur berpengaku eksentrik (EBF).Pada system rangka ini terdapat suatu balok yang disebut Link dan direncanakan secara khusus.

EBF diharapkan dapat mengalami deformasi inelastis yang cukup besar dan stabil pada saat Link memikul gaya-gaya akibat beban gempa rencana karena elemen Link tersebut berfungsi sebagai pendisipasi energy ketika struktur menerima beban gempa.Pendisipasian energi ini diwujudkan dalam bentuk plastifikasi pada elemen link tersebut.Hal tersebut yang membuat EBF memiliki nilai daktilitas yang lebih tinggi dibandingkan dari CBF dimana CBF lebih mengutamakan pada kekuatan strukturnya.Kolom-kolom, batang bresing, dan bagian dari balok di luar Link harus direncanakan untuk tetap dalam kodisi elastic akibat gaya-gaya yang dihasilkan oleh Link pada saat pelelehan penuh hingga tahap perkerasan regangan.

Ketiga sistem struktur diatas dirancang untuk menahan gempa dengan kemampuan dari struktur itu sendiri. Sejalan dengan perkembangan teknologi bahan untuk struktur tahan gempa, telah ditemukan bahan anti seismic yang disebut juga Damper, dalam hal ini disebut Yielding Damper. Yielding Damper ini dibubuhkan pada struktur yang pada umumnya dibubuhkan pada sambungan antara bresing dan balok pada sistem rangka berpengaku konsentrik.


(23)

1.2 PERMASALAHAN

Pembahasan pada tugas akhir ini merupakan perbandingan respon terhadap gaya gempa oleh bangunan yang menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen, bangunan dengan Sistem Rangka Berpengaku Konsentrik, dan dengan bangunan yang menggunakan bahan anti seismic yaitu Yielding Damper yang diletakkan diantara balok dan bresing pada Sistem Rangka Berpengaku Konsentrik, sehingga pada tugas akhir ini akan dilihat perbedaan antara bangunan – bangunan yang disebutkan di atas. Perbedaan yang akan dilihat yaitu, simpangan antar lantai, momen,gaya lintang dan gaya normal yang terjadi setiap elemen struktur.

Terdapat persamaan prinsip antara metode struktur tahan gempa yaitu sistem tersebut diharapkan mengalami deformasi inelastic pada suatu bagian tertentu sehingga menyerap gaya gempa secara stabil sehingga diharapkan elemen anti gempa ini akan mengalami plastifikasi (kerusakan) sedang elemen struktur lainnya tidak mengalami kerusakan atau bahkan diharapkan masih berada pada kondisi elastis.

Dalam perencanaan bangunan, beban akibat gempa sangat diperhitungkan dalam analisanya sehingga walaupun bangunan tersebut terkena gempa kuat tidak langsung rubuh melainkan diharapkan suatu elemen struktur dalam bangunan tersebut diharapkan mengalami deformasi inelastis secara stabil yang akan mendisipisi energi gempa sehingga bangunan tersebut diharapkan masih berdiri dan walaupun collaps, terdapat waktu dalam pelelehan setiap elemen – elemen strukturnya sehingga manusia di dalamnya dapat menyelamatkan diri.

Pada analisa beban gempa sangat tergantung kepada struktur dari bangunan tersebut dimana bentuk dari denah dan ketinggian bangunan tersebut adalah faktor


(24)

utama dalam memperhitungkan gaya akibat dan guncangan gempa tersebut. Untuk itu analisa yang dipakai dalam menganalisis struktur bangunan tersebut adalah Analisa Respons Dinamik Riwayat Waktu yang akan memperhitungkan displacement, kinerja batas layan, kinerja batas ultimit, momen, lintang dan normal. Menurut SNI 03-1726-2002, akselerogran gempa masukan yang ditinjau dalam analisis respons dinamik linier dan non-linier riwayat waktu, harus diambil dari rekaman gerakan tanah akibat gempa yang didapat di suatu lokasi yang mirip kondisi geologi, topografi dan seismotektoniknya dengan lokasi tempat struktur bangunan gedung yang ditinjau berada. Untuk mengurangi ketidakpastian mengenai kondisi lokasi ini, paling sedikit harus ditinjau empat buah akselerogram dari empat gempa yang berbeda, salah satunya harus diambil akselerogram Gempa El-centro N-S yang telah direkam pada tanggal 15 mei 1940 di California. Perbedaan keempat akselerogram tersebut harus ditunjukkan dengan nilai maksimum absolut koefisien korelasi silang antara satu akselerogram terhadap lainnya yang lebih kecil daripada 10%.

1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan dari tugas akhir ini adalah :

1. Menghitung respon struktur bangunan berupa simpangan antar lantai antara SRPM, SRBK, serta bangunan yang menggunakan Yielding Damper.

2. Menghitung momen,gaya lintang,gaya normal dari bangunan SRPM, SRBK, serta bangunan yang menggunakan Yielding Damper.

3. Menganalisa sistem dan prosedur struktur tahan gempa pada bangunan dengan

SRPM, SRBK, serta bangunan yang menggunakan Yielding Damper.


(25)

5. Membandingkan kondisi mana yang lebih baik antara SRPM, SRBK, serta bangunan yang menggunakan Yielding Damper. Serta membandingkan respon bangunan yang menggunakan yielding damper tipe X dan tipe Segi Empat.

1.4 PEMBATASAN MASALAH

1. Jenis struktur yang dibahas adalah Sistem Rangka Pemikul Momen yang dikondisikan dengan jenis gempa yang di skalakan, Sistem Rangka Berpengaku Konsentrik tipe K-Split tanpa Yielding Damper dan dengan Yielding Damper.

2. Material struktur yang digunakan adalah material baja yaitu material baja profil WF.

3. Bangunan yang ditinjau adalah bangunan bertingkat 5 lantai seperti tergambar.

4. Analisa Dinamik Riwayat Waktu El Centro N-S yang direkam tanggal 15 Mei 1940 .

5. Damper yang digunakan adalah jenis Metalic Yielding Damper berbentuk X dan Segi Empat.

6. Damper dihitung berdasarkan Stiffness Ratio dan tidak berdasarkan Stiffness Ratio.

7. Bangunan ditinjau dua (2) dimensi dengan lebar tiap portal 10 meter dan tinggi tiap lantai 3,75 meter.


(26)

Model struktur yang akan dibahas pada tugas akhir ini.

Gambar. 1.1.Sistem Rangka Pemikul Momen Gambar. 1.2 Sistem Rangka Berpengaku

Konsentrik

Gambar. 1.3 Bangunan menggunakan Yielding Damper 1.5 METODE PEMBAHASAN

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah studi literatur yaitu dengan mengumpulkan data – data dan keterangan dari literature yang berhubungan dengan pembahasan pada tugas akhir ini dan masukan dari dosen pembimbing. Analisa struktur dilakukan dengan program computer yaitu program SAP 2000 v14.


(27)

BAB II

TEORI DASAR

2.1 UMUM

Perencanaan konvensional bangunan tahan gempa adalah berdasarkan konsep bagaimana meningkatkan kapasitas tahanan struktur terhadap gaya gempa yang bekerja padanya. Misalnya dengan menggunakan shear wall, sistem rangka pemikul momen khusus, sistem rangka dengan bracing dan sebagainya. Konsekwensinya, pada bangunan dimana kekakuan lateralnya cukup besar akan mengalami percepatan lantai yang besar, sedangkan pada bangunan fleksibel akan mengalami perpindahan lateral yang cukup besar, sehingga bangunan akan mengalami kerusakan yang signifikan pada peristiwa gempa kuat.

Dasar perencanaan bangunan tahan gempa adalah merencanakan suatu komponen struktur yang boleh mengalami kelelehan. Komponen struktur yang leleh tersebut merupakan komponen yang menyerap energi gempa selama gempa terjadi. Sehingga komponen tersebut akan mengalami plastifikasi sedangkan elemen struktur lainnya direncanakan masih dalam keadaan elastis. Hal ini yang diharapkan membuat bangunan tersebut masih dapat berdiri walaupun menerima gaya gempa yang besar.

Filosofi perencanaan bangunan tahan gempa konvensional yang diadopsi oleh hampir semua peraturan mengenai perencanaan bangunan tahan gempa yang mengutamakan segi keselamatan jiwa dan segi ekonomis yang dikenal dengan perencanaan kapasitas, mempunyai dasar sebagai berikut :

4. Struktur berperilaku elastis jika terjadi gempa kecil,

Jika gempa dengan intensitas percepatan tanah yang kecil dalam waktu ulang yang besar mengenai struktur, disyaratkan tidak mengganggu fungsi bangunan,


(28)

seperti aktivitas normal didalam bangunan dan perlengkapan yang ada. Artinya tidak dibenarkan ada terjadi kerusakan pada struktur baik pada komponen struktur maupun dalam elemen non-struktur yang ada. Dalam perencanaan harus diperhatikan control dan batas simpangan (driff) yang dapat terjadi semasa gempa, serta menjamin kekuatan yang cukup bagi komponen struktur untuk menahan gaya gempa yang terjadi dan diharapkan struktur masih berprilaku elastis.

5. Bangunan akan mengalami kerusakan jika terjadi gempa sedang, namun terbatas pada kerusakan structural atau non-struktural yang dapat diperbaiki. Jika struktur dikenai gempa dengan waktu ulang sesuai dengan umur atau, masa rencana bangunan, maka struktur direncanakan untuk dapat menahan gempa sedang tanpa kerusakan pada komponen struktur namun pada komponen non-struktur boleh terjadi kerusakan yang dapat diperbaiki, dan diharapkan struktur dalam batas elastis

6. Bangunan tidak runtuh bila terjadi gempa besar.

Jika gempa kuat yang mungkin terjadi pada umur/ masa banunan yang direncanakan membebani struktur, maka struktur direncanakan untuk dapat bertahan dengan tingkat kerusakan yang besar tanpa mengalami kerusakan dan keruntuhan (collapse). Tujuan utama dari keadaan batas ini adalah untuk menyelamakan jiwa manusia.

Struktur portal baja tahan gempa sendiri pada saat ini terbagi atas tiga (3) yaitu :

1. Sistem Rangka Pemikul Momen ( SRPM ) 2. Sistem Rangka Berpengaku Konsentrik ( SRBK )


(29)

3. Sistem Rangka Berpengaku Eksentrik ( SRBE )

Pada saat ini telah banyak dikembangkan bahan – bahan untuk struktur bangunan yang digunakan untuk mereduksi gaya gempa pada suatu bangunan salah satunya adalah Yielding Damper. Pendekatan desain ini bukan dengan cara memperkuat struktur bangunan, tetapi adalah dengan mereduksi gaya gempa yang bekerja pada bangunan.

Salah satu konsep pendekatan perencanaan yang telah digunakan banyak orang adalah dengan menggunakan metalic yielding damper. Dapat berupa Added Damper and Stiffness Damper (ADAS Damper) dan Reinforce Buckling Restrained Brace Damper (RBRB Damper).

2.2 PRINSIP UMUM DESAIN MENGATASI GAYA LATERAL

Pemilihan struktur untuk bangunan tinggi didasarkan kepada faktor fungsi yang dikaitkan dengan kebutuhan budaya, social, ekonomi, dan teknologi. Struktur itu sendiri hanyalah satu diantara berbagai pertimbangan. Beberapa faktor yang terutama berkaitan dengan perencanaan teknologi dari bangunan adalah :

1. Pertimbangan ekonomi 2. Kondisi tanah

3. Rasio tinggi lebar suatu bangunan

4. Pertimbangan fabrikasi dan pembangunan 5. Pertimbangan mekanis

6. Pertimbangan tingkat bahaya kebakaran 7. Pertimbangan setempat


(30)

Semakin tinggi suatu bangunan, pengaruh aksi gaya lateral menjadi semakin berarti. Pada ketinggian tertentu ayunan lateral bangunan menjadi sedemikian besar sehingga pertimbangan kekakuan, mutu bahan, menentukan rancangan. Dengan demikian optimasi suatu struktur untuk kebutuhan ruang tertentu haruslah menghasilkan kekakuan maksimum, tetapi dengan berat sekecil mungkin sehingga akan dihasilkan struktur yang inovatif dan dapat diterapkan pada ambang ketinggian tertentu. Struktur bangunan harus memiliki kemampuan untuk menahan berbagai jenis gaya latereal seperti oleh angin atau gaya gempa. Gaya lateral gempa beresiko cukup tinggi untuk mengakibatkan kegagalan struktur, seperti keruntuhan gedung yang dapat mengakibatkan banyak korban jiwa.

2.3 KARAKTERISTIK STRUKTUR BANGUNAN

Pada persamaan difrensial melibatkan tiga properti utama suatu struktur yaitu massa, kekakuan dan redaman. Ketiga properti struktur itu umumnya disebut dinamik karakteristik struktur. Properti-properti tersebut sangat spesifik yang tidak semuanya digunakan pada problem statik. Kekakuan elemen / struktur adalah salah satu-satunya karakteristik yang dipakai pada problem statik, sedangkan karakteristik yang lainnya yaitu massa dan redaman tidak dipakai.

2.3.1 Massa

Suatu struktur yang kontiniu kemungkinan mempunyai banyak derajat kebebasan karena banyaknya massa yang mungkin dapat ditentukan. Banyaknya derajat kebebasan umumnya berasosiasi dengan jumlah massa tersebut akan menimbulkan kesulitan.


(31)

Hal ini terjadi karena banyaknya persamaan differensial yang ada. Terdapat dua permodelan pokok yang umumnya dilakukan untuk mendeskripsikan massa struktur.

2.3.1.1 Model Lumped Mass

Model pertama adalah model diskretisasi massa yaitu massa diangggap menggumpal pada tempat-tempat (lumped mass) join atau tempat-tempat tertentu. Dalam hal ini gerakan / degree of freedom suatu join sudah ditentukan. Untuk titik model yang hanya mempunyai satu derajat kebebasan / satu translasi maka nantinya elemen atau struktur yang bersangkutan akan mempunyai matriks yang isinya hanya bagian diagonal saja. Clough dan Penzien (1993) mengatakan bahwa bagian off-daigonal akan sama dengan nol karena gaya inersia hanya bekerja pada tiap-tiap massa. Selanjutnya juga dikatakan bahwa apabila terdapat gerakan rotasi massa (rotation degree of freedom ), maka pada model lumped mass ini juga tidak akan ada rotation moment of inertia. Hal ini terjadi karena pada model ini massa dianggap menggumpal pada suatu titik yang tidak berdimensi (mass moment of inertia dapat dihitung apabila titik tersebut mempunyai dimensi fisik). Dalam kondisi tersebut terdapat matriks massa dengan diagonal mass of moment inertia sama dengan nol. Pada bangunan gedung bertingkat banyak, konsentrasi beban akan terpusat pada tiap-tiap lantai tingkat bangunan. Dengan demikian untuk setiap-tiap tingkat hanya ada satu tingkat massa yang mewakili tingkat yang bersangkutan. Karena hanya terdapat satu derajat kebebasan yang terjadi pada setiap massa / tingkat, maka jumlah derajat kebebasan pada suatu bangunan bertingkat banyak akan ditunjukkan oleh banyaknya tingkat bangunan yang bersangkutan. Pada kondisi tersebut matriks massa hanya akan berisi pada bagian diagonal saja.


(32)

2.3.1.2 Model Consistent Mass Matrix

Model ini adalah model yang kedua dari kemungkinan permodelan massa struktur. Pada prinsip consistent mass matrix ini, elemen struktur akan berdeformasi menurut bentuk fungsi (shape function) tertentu. Permodelan massa seperti ini akan sangat bermanfaat pada struktur yang distribusi massanya kontinu. Apabila tiga derajat kebebasan (horizontal, vertikal dan rotasi) diperhitungkan pada setiap node maka standar consistent mass matrix akan menghasilkan full-populated consistent matrix artinya suatu matrix yang off-diagonal matriksnya tidak sama dengan nol. Pada lumped mass model tidak akan terjadi ketergantungan antar massa (mass coupling) karena matriks massa adalah diagonal. Apabila tidak demikian maka mass moment of inertia akibat translasi dan rotasi harus diperhitungkan.

Pada bangunan bertingkat banyak yang massanya terkonsentrasi pada tiap-tiap tingkat bangunan, maka penggunaan model lumped mass masih cukup akurat. . Untuk pembahasan struktur MDOF seterusnya maka model inilah (lumped mass) yang akan dipakai. Untuk menghitung massa baik yang single lumped mass maupun multiple lumped mass dapat dipakai formulasi sederhana yaitu:

m=

(2.1)

dimana : m = massa struktur (kg dtk2/cm)

g = percepatan gravitasi ( 980 cm/ dtk2 )

2.3.2 Redaman

Redaman merupakan peristiwa pelepasan energi ( energi dissipation) oleh struktur akibat adanya berbagai macam sebab. Beberapa penyebab itu antara lain


(33)

adalah pelepasan energi oleh adanya gerakan antar molekul didalam material, pelepasan energi oleh gesekan alat penyambung maupun system dukungan, pelepasan energi oleh adanya gesekan dengan udara dan pada respon inelastic pelepasan energi juga terjadi akibat adanya sendi plastis. Karena redaman berfungsi melepaskan energi maka hal ini akan mengurangi respon struktur. Secara umum redaman atau damping dapat dikategorikan menurut damping system dan damping types. Damping system yang dimaksud adalah bagaimana sistem struktur mempunyai kemampuan dalam menyerap energi. Menurut sistem struktur yang dimaksud, terdapat dua sistem disipasi energi yaitu :

2.3.2.1 Damping Klasik

Apabila dalam sistem struktur memakai bahan yang sama bahannya mempunyai rasio redaman (damping ratio) yang relative kecil dan struktur damping dijepit didasarnya maka sistem struktur tersebut mempunyai damping yang bersifat klasik (classical damping). Damping dengan sistem ini akan memenuhi kaidah kondisi orthogonal (orthogonality condition).

2.3.2.2 DAMPING NONKLASIK

Damping dengan sistem ini akan terbentuk pada suatu sistem struktur yang memakai bahan yang berlainan yang mana bahan-bahan yang bersangkutan mempunyai rasio redaman yang berbeda secara signifikan. Sebagai contoh suatu bangunan yang bagian bawahnya dipakai struktur beton bertulang sedangkan bagian atasnya memakai struktur baja. Antara keduanya mempunyai kemampuan disipasi energi yang berbeda sehingga keduanya tidak bias membangun redaman yang klasik. Adanya interaksi antara tanah dengan struktur juga akan membentuk sistem redaman


(34)

yang non-klasik, karena tanah mempunyai redaman yang cukup besar misalnya antara 10-25 %, sedangkan struktur atasnya mempunyai rasio redaman yang relative kecil, misalnya 4-7 %.

Tabel 2.1: Rasio Redaman berdasarkan Jenis dan Kondisi Struktur

No Level tegangan (stress

level) Jenis dan kondisi struktur

Rasio redaman (damping ratio)

1

Tegangan elastik atau tegangan kurang 1/2

tegangan leleh

Struktur baja las, beton prestress,

beton biasa retak rambut 2-3%

Beton biasa retak minor 3-5%

Struktur baja sambungan baut,keling,struktur kayu dengan

sambungan baut/paku

5-7%

2

Tegangan sedikit di bawah leleh atau pada

saat leleh

Struktur baja las, beton prestress tanpa

loss of orestress secara total 5-7% Beton prestress dengan tegangan lanjut 7-10%

Beton biasa 7-10%

Struktur baja dengan samb.baut,keling,atau struktur kayu

dengan sambungan baut

10-15%

struktur kayu dengan sambungan paku 15-20% Sumber : Newmark N.M, Hall W.J (1982)

2.3.3 Kekakuan

Kekakuan adalah salah satu dinamik karakteristik struktur bangunan yang sangat penting disamping massa bangunan. Antara massa dan kekakuan struktur akan mempunyai hubungan yang unik yang umumnya disebut karakteristik diri atau Eigenproblem. Hubungan tersebut akan menetukan nilai frekuensi sudut ω, dan periode getar struktur T. Kedua nilai ini merupakan parameter yang sangat penting dan akan sangat mempengaruhi respon dinamik struktur.


(35)

ℎ ℎ

ℎ ℎ

h d = y

Pada prinsip bangunan geser ( shear building ) balok pada lantai tingkat dianggap tetap horizontal baik sebelum maupun sesudah terjadi pergoyangan. Adanya plat lantai yang menyatu secara kaku dengan balok diharapkan dapat membantu kekakuan balok sehingga anggapan tersebut tidak terlalu kasar. Pada prinsip desain bangunan tahan gempa dikehendaki agar kolom lebih kuat dibandingkan dengan balok, namun demikian rasio tersebut tidak selalu linear dengan kekakuannya. Dengan prinsip shear building maka dimungkinkan pemakaian lumped mass model. Pada prinsip ini, kekakuan setiap kolom dapat dihitung berdasarkan rumus yang telah ada.

Pada prinsipnya, semakin kaku balok maka semakin besar kemampuannya dalam mengekang rotasi ujung kolom, sehingga akan menambah kekuatan kolom. Perhitungan kekakuan kolom akan lebih teliti apabila pengaruh plat lantai diperhatikan sehingga diperhitungkan sebagai balok T.

Kekakuan kolom jepit-jepit dirumuskan sebagai berikut:

= dan =


(36)

=

Karena K

=

dan P = H1, maka :

K=

=

(2.2)

Sedangkan kekakuan jepit-sendi dapat dihitung sebagai berikut:

M = dan H = =

y

K = =

(2.3)

Dimana : K = kekakuan kolom (kg/cm)

E = elastisitas (kg/cm2)

I = inersia kolom (cm4)

h = tinggi kolom (cm)

Struktur bangunan umumnya didukung oleh beberapa kolom. Kolom – kolom tersebut fungsi utamanya adalah bersama – sama menahan beban baik secara vertical maupun horizontal. Kolom – kolom tersebut berarti akan memperkuat satu sama lain dalam menahan beban. Kolom pada bangunan dimodelkan sebagai pegas yang dalam menahan beban dapat dianggap sebagai rangkaian seri maupun parallel tergantung arah beban vertical atau horizontal. Ciri – cirri rangkaian kolom parallel adalah apabila kolom – kolom tersebut berhubungan dengan massa secara bersamaan. Pegas parallel menganut prinsip persamaan regangan, artinya seluruh pegas mengalami


(37)

regangan yang sama, sehingga kekakuan total yang merupakan kekakuan ekivalen dapat dihitung menurut rumus :

Keq = ∑ (2.4)

Pada rangkaian pegas seri, didapat kekakuan ekivalen menurut rumus,

= ∑ (2.5)

Yang mana i = 1,2,3,…n adalah jumlah kolom, Ki adalah kekakuan kolom I menurut persamaan (2.2) atau persamaan (2.3).

2.3.3.2 Kekakuan Elemen Bresing

Untuk mengurangi terjadinya simpangan horizontal yang berlebihan, suatu struktur kadang – kadang dipasang sistem bresing, terutama pada struktur baja. Dengan adanya sistem ini maka struktur akan menjadi kaku, karena bresing mempunyai kekakuan yang cukup besar. Walaupun sistem bresing dibuat bersilangan (dua arah), namun demikian sistem ini hanya akan bekerja dalam satu arah saja yaitu arah tarik. Hal ini terjadi karena pada arah desak struktur, elemen bresing akan mudah sekali mengalami tekuk (buckling).

Gambar 2.1 Struktur dengan bresing

L

u P H


(38)

Menurut prinsip mekanika, pada suatu batang tarik akan diperoleh hubungan,

P = !" # $,

dimana $ = % cos ),dan H = P cos ), maka akan diperoleh H = P = !"# % *+, ) (2.6)

Kekakuan merupakan gaya per perpindahan, yaitu k =

-., maka

k = !"

# *+, ) (2.7)

2.4. Model Struktur Sebagai Sistem Derajat-Kebebasan Tunggal 2.4.1 Sistem Derajat Kebebasan-Tunggal (SDOF) Tak Teredam

Dalam dinamika struktur, jumlah kordinat bebas,(independent coordinates) diperlukan untuk menetapkan susunan atau posisi sistem setiap saat, yang berhubungan dengan jumlah derajat-kebebasan (degrees of freedom). Pada umumnya struktur berkesinambungan (continuous structure) mempunyai jumlah derajat kebebasan (number of degrees of freedom) tak berhingga. Namun dengan proses idealisasi atau seleksi, sebuah model matematis yang tepat dapat mereduksi jumlah derajat kebebasan menjadi suatu jumlah disktrit dan pada beberapa keadaan dapat menjadi berderajat-kebebasan-tunggal (SDOF). Pada analisa dinamis SDOF dimodelisasikan sebagai sistem dengan koordinat perpindahan tunggal. Secara matematis sistem berderajat – kebebasan – tunggal ini dapat dimodelkan pada

gambar 2.2 yang mempunyai elemen – elemen sebabagai berikut:


(39)

y

F(t) y

k

c

2. Elemen pegas k menyatakan kapasitas gaya balik elastic ( elastic restoring force ) dan kapasitas energy potensial dari struktur.

3. Elemen redaman c yang menyatakan sifat geseran dan kehilangan energy dari struktur.

4. Gaya pengaruh F(t) yang menyatakan gaya luar yang bekerja pada sistem struktur.

Dengan mengambil model matematis pada Gambar 2.2 dianggap bahwa tiap elemen dalam sistem menyatakan suatu sifat khusus, yaitu massa m yang hanya dianggap menyatakan sifat khusus inersia bukan elastisitas dan redaman, pegas k menyatakan elastisitas bukan inersia atau redaman, dan redaman c menyatakan kehilangan energi.

Gambat 2.2 Model matematis untuk sistem berderajat – kebebasan – satu.

Pada sistem yang tak teredam elemen c dianggap tidak ada atau diabaikan pada struktur tersebut. Sistem berderajat – kebebasan satu tak teredam sering dihubungkan dengan osilator sederhana tak teredam ( simple undamped oscillator ) yang selalu disajikan seperti gambar 2.3(a) atau gambar 2.3(b). Pada model ini massa m dihambat oleh pegas k dan bergerak menurut garis lurus sepanjang satu sumber koordinat. Karakteristik mekanis dari pegas digambarkan antara besar gaya Fs yang bekerja pada ujung pegas dengan hasil perpindahan y seperti gambar 2.4 yang menunjukkan grafis tiga jenis pegas yang berbeda.


(40)

m y k

y y

k

( a )

( b )

( c )

z o n e E F s

y

y

F s

( a ) ( b )

Gambar 2.3 Beberapa bentuk alternative dari model matematis sistem

berderajat-kebebasan-satu

Lengkungan ( a ) pada gambar 2.4 menyatakan sifat dari pegas kuat (hard spring) dimana gaya harus memberikan pengaruh lebih besar dari pada suatu perpindahan yang disyaratkan seiring dengan terdeformasinya pegas. Pegas kedua (b) disebut pegas linear (linear spring), karena deformasinya selaras (proporsional) dengan gaya dan gambaran grafisnya mempunyai karakteristik garis lurus. Konstanta keselarasan (constant of proportionalitiy) antara gaya dan perpindahan [ kemiringan garis (b) dari pegas linear disebut konstanta pegas (spring constant), yang biasanya dinyatakan dengan huruf k. Sehingga, kita dapat menulis hubungan antara gaya dan perpindahan pegas linier sebagai berikut. /, = 0. 2 (2.8)

Gambar 2.4 Hubungan gaya dan perpindahan (a) pegas kuat, (b) pegas linier, (c)


(41)

Pegas dengan karakteristik lengkungan (c) pada gambar 2.4 disebut pegas lemah ( soft spring ). Untuk pegas jenis ini, pertambahan gaya untuk memperbesar perpindahan cenderung mengecil pada saat deformasi pegas menjadi semakin besar. Pegas linier adalah bentuk yang paling sederhana untuk dianalisa. Karena karakteristik elastic dari sistem struktur pada dasarnya linear, atau mungkin karena kemudahan dalam menganalisa, selalu diasumsikan sifa deformasi gaya dari sistem adalah linier. Perlu dicatat bahwa dalam praktek banyak kondisi dimana perpindahan akibat gaya luar struktur adalah kecil (zona E) jadi pendekatan linier sangan dekat dengan sifat asli struktur.

2.4.2 Sistem Derajat Kebebasan-Tunggal (SDOF) Teredam

Pada osilator sederhana dengan kondisi ideal tak teredam akan tetap bergetar dengan amplidtudo konstan pada frekuensi naturalnya. Pengalaman menyatakan bahwa tidak ada suatu alat yang bergetar dengan kondisi yang ideal ini. Gaya – gaya yang dinyatakan sebagai gesekan (friction) atau gaya redam ( damping force ) selalu ada pada tiap sistem yang bergerak. Gaya – gaya ini melepaskan ( dissipate ) energy, adanya gaya – gaya geser yang tak dapat diabaikan, membentuk suatu mekanisme energi mekanis, energi kinetic maupun energi potensial yang ditransformasikan ke bentuk energy lain, misalnya panas.


(42)

2.4.2.1 Redaman Liat ( Viscous Damping )

Dengan memperhitungkan gaya – gaya redam ( damping force ) dalam analisa dinamis struktur, dianggap bahwa gaya – gaya ini selalu selaras dengan besar cepatannya dan mempunyai arah gerak yang berlawanan. Bentuk redaman ini dikenal sebagai redaman liat (viscous damping), ini adalah bentuk dari gaya redam (damping force) yang dapat terjadi pada benda tertahan geraknya dalam cairan pekat.

Terdapat beberapa keadaan dimana anggapan redaman liat ( viscous damping ) benar nyata dan di dalam mana mekanisme pelepasan energy mendekati kondisi liat (viscous). Namun, anggapan redaman-liat (viscous damping) ini sering dibuat tanpa memperhatikan kenyataan karakteristik pelepasan dari sistem. Analisa matematik yang relative sederhana, merupakan alasan utama penggunaan metode ini secara luas.

2.4.2.2 Persamaan Gerak

Suatu sistem dianggap sebagai osilator sederana dengan redaman liat (viscous damping) seperti pada gambar 2.2. Pada gambar tersebut m dan k adalah massa dan konstanta pegas dari osilator dan c adalah koefisien redaman liat. Dengan cara seperti ini pada kondisi osilator tak teredam, dengan menggambar diagram freebody (DFB) dan menggunakan hukum Newton untuk mendapatkan persamaan diffrensial gerak. Penjumlahan gaya – gaya pada arah y memberikan persamaan diffrensial gerak.

32..+ *2.+ 02 = 0

(2.9)

Dapat dibuktikan bahwa solusi coba –coba (trial solution) y = A sin 5 t atau y = B cos 5 t tidak akan memenuhi persamaan (2.9). Namum fungsi eksponensial y =


(43)

6 789 memenuhi persamaan ini. Dengan mensubstitusikan fungsi ini pada persamaan (2.9) didapat persamaan

3 6: 789+ * 6: 789+ 0 6 789 = 0

Dimana setelah menghilangkan faktor yang sama, didapatkan persamaan yang disebut persamaan karakteristik untuk sistem, yaitu

m: + *: + 0 = 0 (2.10)

Akar – akar dari persamaan kuadarat adalah

p1,2

=

; < = √<?; @AB

A

(2.11)

sehingga solusi umum dari persamaan (2.9) didapat dari superposisi dua

solusi yang mungkin, yaitu

y(t) = 61 78 9+ 62 78 9 (2.12)

dimana C

1

dan C

2

adalah konstanta integrasi yang ditentukan dari kondisi

awal.

2.4.2.3 Sistem Redaman Kritis

Untuk suatu sistem yang berosilasi dengan redaman kritis ( critical damping ) seperti definisi di atas, ekspresi dibawah tanda akar persamaan (2.11) sama dengan nol, yaitu

E F<GAH −A B= 0 (2.13) atau


(44)

Dimana Ccr menyatakan harga redaman kritis ( critical damping value ). Karena

frekuensi natural frekuensi natural dari sistem tak teredam dinyatakan oleh 5 = JAB , maka koefisien redaman kritis yang diberikan oleh persamaan (2.14) dapat juga dinyatakan dengan notasi

Ccr = 2 mw = 2B

5 (2.15)

Harga – harga persamaan karakteristik dari sistem redaman kritis, adalah sama dan bersasal dari persamaan (2.11) yaitu,

p1=p2 = -6*K23 (2.16)

Karena kedua akar tersebut sama, maka solusi umum yang diberikan oleh persamaan (2.12) mempunyai konstanta integrasi, sebab itu terdapat satu solusi independen yaitu,

y

1

(t) = C

1

7

;LF<G/ AN9

(2.17)

Solusi independen yang lain didapat dengan fungsi,

y

2

(t) = C

2

t

7

;LF<G/ AN9 (2.18)

Persamaan ini dapat diuji dan akan memenuhi persamaan diffrensial (2.9). Solusi umum untuk sistem redaman kritis diberikan oleh superposisi dua solusi di atas


(45)

v o

y o y ( t)

t

2.4.2.4 Sistem Redaman Super Kritis

Pada sistem redaman superkritis ( overdamped sistem ), koefisien redamannya lebih besar dari koefisien redaman dari sistem redaman kritis, yaitu C > Ccr. Oleh karena itu besaran dibawah tanda akar persamaan (2.11) adalah positif, jadi kedua akar persamaan karakteristik adalah riel dan solusinya diberikan oleh persamaan (2.12). Perlu diperhatikan bahwa, untuk sistem redaman superkritis dan redaman kritis, gerakan yang terjadi bukan osilasi, namun besar osilasi mengecil secara eksponensial dengan waktu menuju nol. gambar 2.6 menyatakan grafik respons dari osilator sederhana dengan redaman kritis pada gambar 2.6, tetapi diperlukan lebih banyak waktu untuk kembali ke posisi netral bila redaman bertambah.

Gambar 2.6 Respon getar bebas dengan redaman kritis 2.4.2.5 Sistem Redaman Subkritis

Bila harga koefisien redaman lebih kecil dari hargai kritis ( C < Ccr ), yang mana akan terjadi bila besaran di bawah tanda akar negative, maka harga akar – akar dari persamaan karakteristik (2.11) adalah bilangan kompleks, jadi,


(46)

dimana i = √−1 adalah unit imajiner. Untuk hal ini perlu digunakan persamaan Euler yang menghubungkan fungsi – fungsi exponensial dengan trigonometric yaitu,

7 O= cos P + sin P

7; O = cos P − sin P (2.21)

Dengan mensubstitusikan akar –akar p1 dan p2 dari persamaan (2.20) ke dalam

persamaan (2.12) dengan mengunakan persamaan (2.21) akan memberikan bentuk solusi umum dari sistem redaman subkritis (underdamped system)

y(t)= 7;E?TSH9 (A cos 5 Dt + B sin 5 Dt) (2.22)

dimana A dan B adalah konstanta integrasi dan wD adalah frekuensi redaman dari

sistem yang diberikan oleh,

5 D = JAB − E <AH (2.23)

atau 5 D = 5U1 − V (2.24)

Hasil terakhir ini didapatkan sesudah mensubstitusikan pada persamaan ( 2.21) besaran freku

w = JB

A (2.25)

dan ratio redaman ( damping ratio ) dari sistem yang di defenisikan sebagai,

ξ = F

F<G (2.26)

Kemudian bila ditentukan kondisi awal dari perpindahan dan kecepatan adalah yo dan vo, maka kontanta integrasi dapat dihitung kemudian disubstitusikan ke persamaan (2.22) memberikan,


(47)

y(t)= 7;ξW9( yo cos wDt + XY=ZY ξ5

5[ sin5\] )

(2.27)

Alternatif penulisan persamaan ini adalah,

y(t)= 7;ξW9cosL5\] − ) N (2.28)

Dimana C = J2Y + LXY=ZY^ ξ ^N? _

? (2.29)

Dan tan α = LXY=ZYξ ^N

^_ ZY

(2.30)

Periode redaman getaran ( damped period of vibration ) dan diberikan oleh persamaan (2.29)

T

D

=

` 5_

=

` 5J ;V?

(2.31)

Harga dari koefisien redaman untuk struktur adalah jauh lebih kecil dari koefisien redaman kritis dan biasanya antara 2 sampai dengan 20 % dari harga redaman kritis. Substitusi harga maksimum ξ = 0,20 pada persamaan (2.24)

5 D = 0,98 5 (2.32)

Dapat dilihat bahwa frekuensi getaran suatu sistem dengan 20% ratio redaman (damping ratio) adalah hamper sama dengan frekuensi natural sistem tak teredam. Jadi dalam praktek, frekuensi natural dari sistem teredam dapat diambil sama dengan frekuensi natural sistem tak teredam.


(48)

Gambar 2.7 Grafik simpangan terhadap waktu dari getaran kritis,super kritis,dan

sub kritis

2.5 Model Struktur Sebagai Sistem Derajat-Kebebasan Banyak 2.5.1 Persamaan Difrensial Struktur MDOF

2.5.1.1 Matriks Massa, Matriks Kekakuan dan Matriks Redaman

Untuk menyatakan persamaan diferensial gerakan pada struktur dengan derajat kebebasan banyak maka dipakai anggapan dan pendekatan seperti pada struktur dengan derajat kebebasan tunggal SDOF. Anggapan seperti prinsip shear building masih berlaku pada struktur dengan derajat kebebasan banyak (MDOF). Untuk memperoleh persamaan diferensial tersebut, maka tetap dipakai prinsip keseimbangan dinamik (dynamic equilibrium) pada suatu massa yang ditinjau. Untuk memperoleh persamaan tersebut maka diambil model struktur MDOF.


(49)

L L h h h P3(t) P2(t)

P1 (t)

k1 c1 m1 k1 c1 m1 k1 c1 m1

P1(t) P2(t) P3(t)

k1y1 c1y '1

k2(y2 - y1)

m1y1" m2y2" m3y3"

k3(y3 - y2)

c2(y'2 - y '1) c3(y '3 - y '2)

a) S tru k tu r d en g an 3 D O F

c) F ree bo d y d iag ram b ) m o d el m ate m atik

Gambar 2.8 Struktur 3-DOF, Model Matematik dan Free Body Diagram

Struktur bangunan gedung bertingkat 3, akan mempunyai 3 derajat kebebasan. Sering kali jumlah derajat kebebasan dihubungkan secara langsung dengan jumlahnya tingkat. Persamaan diferensial gerakan tersebut umumnya disusun berdasarkan atas goyangan struktur menurut first mode atau mode pertama seperti yang tampak pada garis putus-putus. Masalah mode ini akan dibicarakan lebih lanjut pada pembahasan mendatang. Berdasarkan pada keseimbangan dinamik pada free body diagram. maka akan diperoleh :

m1%a1+ c1%b1+ k1u1 - k2 (u2 – u1) - c2 (%b2 + %b1)-F1(t) = 0 (2.33)

m2%a2+ c2 (%b2 – %b1) + k2 (u2 -u1) - k3(u3 -u2) - c3 (%b3 -%b2)-F2(t) = 0 (2.34)

m3%a3+ c3 (%b3 – %b2) + k3 (u3 -u2) - F3(t) = 0 (2.35)

Pada persamaan-persamaan tersebut diatas tampak bahwa keseimbangan dinamik suatu massa yang ditinjau ternyata dipengaruhi oleh kekakuan, redaman dan simpangan massa sebelum dan sesudahnya. Persamaan dengan sifat-sifat seperti itu umumnya disebut coupled equation karena persamaan-persamaan tersebut akan tergantung satu sama lain. Penyelesaian persamaan coupled harus dilakukan secara simultan artinya dengan melibatkan semua persamaan yang ada.


(50)

Pada struktur dengan derajat kebebasan banyak, persamaan diferensial gerakannya merupakan persamaan yang dependent atau coupled antara satu dengan yang lain.

Selanjutnya dengan menyusun persamaan-persamaan di atas menurut parameter yang sama (percepatan, kecepatan dan simpangan) selanjutnya akan diperoleh :

m1%a1+ %b1(c1 + c2) – c2%b2 + u1 (k1+ k2) – k2u2 = F1(t) (2.36)

m2%a2 – c2%b1+ (c2 + c3)%b2 - c3 %b3 - k2 u1 + (k2+k3) u2 – k3 y3 = F2(t) (2.37)

m3%a3 -c3%b2 + c3%b3 - k3u2 -k3u3 = F3(t) (2.38)

Persamaan-persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut:

c30 30 00 0 0 3d

e f%a%a %da

g + c* + *−* * + *−* d −*0d

0 −*d *d

e f%b%b %db

g + c0 + 0−0 0 + 0−0 d −00d

0 −0d 0d

e f%% %dg = h

/ L]N / L]N /dL]N

i

(2.39)

(Pers. 2.4.14 dapat ditulis dalam matriks yang lebih kompak,

[M]{Ua} + [C]{kb} + [K]{U} = {F(t)} (2.40)

Yang mana [M], [C] dan [K] berturut-turut adalah mass matriks, damping matriks dan matriks kekakuan yang dapat ditulis menjadi,

(2.41)

Sedangkan {Ÿ}, {Ỳ} dan {Y} dan {F(t)} masing-masing adalah vektor percepatan, vektor kecepatan, vektor simpangan dan vektor beban.


(51)

(2.42)

(2. 42)

Struktur bangunan bertingkat sebagai suatu sistem berderajat kebebasan – banyak dapat dianggap sebagai bangunan geser. Bangunan geser dapat didefenisikan sebagai struktur dimana tidak terjadi rotasi ( putaran ) pada penampang horizontal bidang lantainya. Balok – balok pada struktur dianggap memiliki kekakuan tak terhingga dibandingkan dengan kolom sehingga rotasi yang nyata pada bagian atas kolom dapat ditahan. Dalam hal ini bangunan akan berkelakuan seperti balok terjepit yang dibebani oleh gaya geser.

Untuk mencapai keadaan tersebut pada bangunan, harus dianggap bahwa :

• Massa total dari struktur terpusat pada bidang lantai

• Balok pada lantai kaku tak hingga dibandingkan dengan kolom

• Deformasi dari struktur tidak dipengaruhi oleh gaya aksial pada kolom

2.5.2 Getara Bebas Pada Struktur MDOF

Pada umumnya, suatu struktur akan bergoyang apabila memperoleh pembebanan dari luar, misalnya akibat beban angin, getaran akibat putaran mesin ( beban harmonic ) ataupun akibat beban gerakan tanah/gempa. Getaran yang demikian dikelompokkan sebagai getaran yang dipaksa ( force vibration ). Dalam pembahasan getaran bebas pada struktur akan diperoleh beberapa karakter struktur yang penting dan sangat bermanfaat. Karakter – karakter itu adalah frekuensi sudut “w”, periode getar “T” dan frekuensi alami “f”.


(52)

Pada getaran bebas di struktur yang mempunyai derajat kebebasan banyak ( MDOF), maka matrix persamaan diffrensial gerakannya adalah:

l mn%ao + l6mn%bo + l mn%o = 0

(2.43)

Frekuensi sudut pada struktur dengan frekuensi redaman (damped frequency) wd

nilainya hampir sama dengan frekuensi sudut pada struktur yang dianggap tanpa redaman. Sehingga diperoleh nilai damping ratio yang relatif kecil. Sehingga jika kita masukkan kedalam persamaan 2.43) maka C = 0, sehingga persamaan akan menjadi :

l mn%ao + l mn%o = 0

(2.44)

Karena persamaan 2.44) adalah persamaan diffrensial pada struktur MDOF yang dianggap tidak mempunyai redaman, maka sebagaimana penyelesaian persamaan diffrensial yang sejenis pada pembahasan – pembahasan di depan, maka penyelesaian persamaan tersebut diharapkan dalam fungsi harmonic menurut bentuk,

U = {Ø}I sin (5 t)

kb = - 5 {Ø}i cos (5 t)

ka = - 5 2 {Ø}i sin (5 t) (2.45)

Yangmana {Ø}I adalah suatu ordinat massa pada mode yang ke – i. Substitusi pers.

2.45) kedalam persamaan 2.42) akan diperoleh,

- 5 2l m{Ø}i sin (5 t) + l m{Ø}i sin (5t) = 0


(53)

persamaan ini akan ada nilainya apabila determinan dari matrix yang merupakan koefisien dari vector {Ø} adalah nol, sehingga

|l m − 5 l m| = 0 (2.47)

Jumlah mode pada struktur dengan derajat kebebasan banyak biasanya dapat

dihubungkan dengan jumlah massa. Mode adalah jenis/pola/ragam

getaran/goyangan/suatu struktur bangunan. Mode ini hanya berupakan fungsi dari massa dan kekakuan tingkat pada bangunan dan bebas dari pengaruh waktu dan frekuensi getaran. Dengan adanya hubungan antara jumlah mode dengan jumlah massa struktur, maka bangunan yang mempunyai 5 tingkat misalnya, akan mempunyai 5 derajat kebebasan dan akan mempunyai 5 jenis “mode” gerakan dan akan mempunyai 5 nilai frekuensi sudut yang berhubungan langsung dengan jenis modenya. Apabila jumlah derajat kebebasan adalah n, maka persamaan 2.45) akan menghasilkan suatu polynomial pangkat n yang selanjutnya akan menghasilkan wi2

untuk i = 1,2,3 ……n. Selanjutnya substitusi masing masing frekuensi wi kedalam

persamaan 2.44) akan diperoleh nilai Ø1, Ø2, …… Øn.

2.5.2.1 Frekuensi Sudut (w) dan Normal Modes

Dalam menghitung frekuensi sudut untuk struktur MDOF, dianggap bahwa struktur tersebut dianggap tidak mempunyai redaman atau C = 0. Untuk struktur dengan dua DOF atau tingkat dua sama seperti persamaan diffrensial SDOF namun dengan pemisalan 2 buah massa dengan 2 kekakuan dan 2 perpindahan, diperoleh :

m1%a1+ k1u1 - k2 (u2 – u1) = 0


(54)

Dalam persamaan yang lebih sederhana,

m1%a1+( k1 + k2 )u1 - k2 u2 = 0

m1%a2 - k2 u1 + k2u2 = 0 (2.49)

Persamaan 2.49) dapat ditulis ke dalam persamaan matriks yaitu,

q30 3 r s0 %a%a t + qL0 + 0 N −0−0 0 r %% = 00 (2.50) Persamaan Eigenproblem dari persamaan 2.50) adalah

qL0 + 0 N − w 3−0 0 − w 3 r s−0 ØØ t = 00 (2.51)

Seperti persamaan 2.47) yaitu persamaan tersebut akan memiliki nilai jika |l m −

w l m| = 0, maka,

qL0 + 0 N − 5 3−0 0 − 5 3 r = 0−0 (2.52) Nilai determinannya adalah

3 3 5@− nL0 + 0 N3 − 0 3 o5 + L0 + 0 N0 − 0 = 0

(2.53)

Jika dimasukkan nilai2 – nilai dari m1,m2,k1 serta k2, maka akan di dapat nilai dari w1 dan w2 dan dengan demikian akan diperoleh nilai periode getar T tiap – tiap mode

yaitu,

T1 = ^` dan


(55)

2.6 DAKTAILITAS

Pengertian dasar dari daktilitas adalah kemampuan dari material atau struktur untuk menahan t e g a n g a n p l a s t i s t a n p a p e n u r u n a n y a n g d r a s t i s d a r i t e g a n g a n . D a k t i l i t a s y a n g s a n g a t berpengaruh pada struktur dapat tercapai pada panjang tertentu pada salah satu bagian d a r i s t r u k t u r t e r s e b u t . Daktilitas dapat ditinjau dari segi tegangan (strain), lengkungan (curvature),dan lendutan (displacement ).

a. Daktilitas Tegangan (Strain Ductility)

Daktilitas tegangan merupakan daktilitas yang dimiliki oleh material yang digunakan. J i k a t e g a n g a n i n e l a s t i k d i b a t a s i d e n g a n p a n j a n g y a n g s a n g a t pendek, maka akan terjadi penambahan yang besar pada daktilitas tegangan. Jadi daktilitas tegangan bergantung pada mutu material dari suatu struktur.

b. Daktilitas Lengkungan (Curvature Ductility)

Pada umumnya sumber yang paling berpengaruh dari lendutan struktur inelastis adalah rotasi pada sambungan plastis yang paling potensial. Sehingga, ini sangat berguna untuk m e n g h u b u n g k a n r o t a s i p e r u n i t p a n j a n g ( curvature) d e n g a n m o m e n t b e n d i n g u j u n g . Daktilitas lengkungan maksimum dapat ditunjukan sebagai berikut,

µ

Φ = ΦA

Φv (2.55)

d i m a n a , φm adalah lengkungan maksimum yang akan timbul, dan


(56)

c. Daktilitas Lendutan (Displacement Ductility)

D a k t i l i t a s l e n d u t a n b i a s a n y a d i g u n a k a n p a d a e v a l u a s i s t r u k t u r y a n g d i b e r i k a n g a y a g e m p a . D a k t i l i t a s d i d e f i n i s i k a n o l e h r a s i o d a r i t o t a l l e n d u t a n y a n g t e r j a d i ∆ d e n g a n lendutan pada

awal titik leleh (yield point) uy.

µ

Φ = w

wv

> 1

(2.56)

Pada struktur, ketika respon gempa yang terjadi melebihi beban rencana maka keadaan d e f o r m a s i i n e l a s t i s h a r u s t e r c a p a i .

K e t i k a s t r u k t u r m a m p u u n t u k m e r e s p o n k e a d a a n inelastis tanpa penurunan kemampuan yang drastis, maka hal ini akan disebut dalam keadaan daktail. Keadaan daktail yang sempurna terjadi pada saat ideal elastic atau disebut juga perfectlyplastic (elastoplastic).

2.7 SIMPANGAN ANTAR LANTAI 2.7.1 Simpangan Inelastis Maksimum

Menurut SNI 03-1726-2003 pasal 8.1, kinerja batas layan struktur bangunan gedung ditentukan oleh simpangan antar-tingkat akibat pengaruh Gempa Nominal, yaitu untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, disamping untuk mencegah kerusakan non-struktur. Simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur bangunan gedung tersebut akibat pengaruh Gempa Nominal yang telah dikalikan dengan faktor skala.

Simpangan antar lantai dihitung berdasarkan respons simpangan inelastis maksimum, ∆M, dihitung sebagai berikut :


(57)

(Untuk struktur gedung tidak beraturan) Dengan, R adalah faktor modifikasi respons

S adalah respons statis simpangan elastic struktur yang terjadi di titik-titik kritis akibat beban gempa horizontal rencana.

Simpangan antar tingkat (∆s) = ( 0.03*Tinggi Tingkat / R) atau maksimum 30 mm, bergantung yang mana yang nilainya terkecil.

Dalam melakukan perhitungan simpangan tersebut pengaruh translasi dan rotasi bangunan harus diperhitungkan. Simpangan elastis struktur juga dapat dihitung menggunakan analisis dinamis.

2.7.2 Batasan Simpangan Antar Lantai

Simpangan antar lantai yang dihitung tidak boleh melebihi 2,5 % dari jarak antar lantai untuk suatu struktur dengan waktu getar dasar lebih kecil daripada atau sama dengan 0,7 detik. Untuk struktur bangunan dengan waktu getar dasar lebih besar daripada 0,7 detik, simpangan antar lantai tersebut tidak boleh melebihi 2,0 % dari jarak antar lantai.

∆m ijin= 0.02 x tinggi tingkat yang bersangkutan (2.58)

2.8 DESAIN GEMPA

Untuk menghindari keruntuhan akibat gempa besar, elemen struktur harus memiliki kemampuan yang cukup untuk menyerap dan mendissipasi energy melalui deformasi inelastisnya. Biasanya kemampuan ini dinyatakan dalam daktilitas.

Bebarapa karakteristik dari gempa bumi yang dibutuhkan untuk mendesain struktur tahan gempa:


(58)

1. Nilai maksimum gerakan gempa, yaitu nilai maksimum percepatan gempa, nilai maksimum kecepatan gempa, dan nilai maksimum perpindahan tanah. 2. Lama waktu rerjadinya gempa (durasi gempa), dan

3. Rentang frekuensi gempa.

Setiap karakteristik gempa di atas berpengaruh pada respon (reaksi) struktur. Nilai maksimum gerakan gempa berpengaruh pada amplitudo dari vibrasi struktur. Durasi gempa berpengaruh pada besarnya pemindahan energi dari vibrasi tanah ke energy struktur (energy dissipation). Gempa dengan percepatan sedang dan durasi yang lama menyebabkan kerusakan lebih besar dibandingkan dengan gempa yang memiliki percepatan besar namun durasi waktu yang singkat. Rentang frekuensi gempa yang berdekatan dengan frekuensi struktur akan mengakibatkan resonansi atau pembesaran respon struktur yang dikenal dengan istilah factor amplikasi struktur. Percepatan gempa akan menimbulkan gaya inersia yang menyebabkan struktur berespon relatif terhadap tanah. Pergerakan struktur terutama perpindahannya menimbulkan gaya pegas yang harus dipikul oleh struktur terutama elemen struktur vertikal seperti kolom dan dinding geser struktur.

2.8.1 Analisa Time History

Untuk perencanaan struktur bangunan gedung melalui analisis dinamik linier riwayat waktu terhadap pengaruh pembebanan gempa nominal, percepatan muka tanah asli dari gempa masukan harus diskalakan ke taraf pembebanan gempa nominal tersebut, sehingga nilai percepatan puncak A menjadi:


(59)

Dimana: Ao =Percepatan puncak muka tanah (dari peta hazard gempa Indonesia 2010)

R =Faktor reduksi gempa representatif dari struktur bangunan gedung

I =Faktor keutamaan

Tabel 2.2. Faktor Keutamaan Gedung

2.8.2 Penentuan Percepatan Puncak di Permukaan Tanah

Besarnya percepatan puncak di permukaan tanah diperoleh dengan mengalikan faktor amplifikasi untuk PGA (FPGA) dengan nilai PGA yang diperoleh dari Gambar 2.9, Gambar 2.10, atau Gambar 2.11. Besarnya FPGA tergantung dari klasifikasi site yang didasarkan pada Tabel 2.3 dan nilainya ditentukan sesuai Tabel 2.4.

Tabel 2.3. Klasifikasi site didasarkan atas korelasi penyelidikan tanah


(60)

Tabel 2.4: Faktor amplifikasi untuk PGA (FPGA) (ASCE 7-10)

Keterangan:

SPGA = Nilai PGA di batuan dasar (SB) mengacu pada Peta Gempa Indonesia 2010

(Gambar 2.9, Gambar 2.10, atau Gambar 2.11).

SS = Lokasi yang memerlukan investigasi geoteknik dan analisis respon spesifik.

Percepatan puncak di permukaan tanah dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut:

PGAM = FPGA x SPGA (2.60)


(61)

PGAM = nilai percepatan puncak di permukaan tanah berdasarkan klasifikasi site.

FPGA = faktor amplifikasi untuk PGA.

Untuk mengkaji perilaku pasca-elastik struktur bangunan gedung terhadap pengaruh gempa rencana, harus dilakukan analisis respons dinamik non-linier riwayat waktu, dimana percepatan muka tanah asli dari gempa masukan harus diskalakan, sehingga nilai percepatan puncaknya menjadi sama dengan AoI.

Akselerogran gempa masukan yang ditinjau dalam analisis respons dinamik linier dan non-linier riwayat waktu, harus diambil dari rekaman gerakan tanah akibat gempa yang didapat di suatu lokasi yang mirip kondisi geologi, topografi dan seismotektoniknya dengan lokasi tempat struktur bangunan gedung yang ditinjau berada.

Untuk mengurangi ketidak-pastian mengenai kondisi lokasi ini, paling sedikit harus ditinjau empat buah akselerogram dari empat gempa yang berbeda, salah satunya harus diambil akselerogram Gempa El-centro N-S yang telah direkam pada tanggal 15 mei 1940 di California. Perbedaan keempat akselerogram tersebut harus ditunjukkan dengan nilai maksimum absolut koefisien korelasi silang antara satu akselerogram terhadap lainnya yang lebih kecil daripada 10%. Berhubung gerakan tanah akibat gempa pada suatu lokasi tidak mungkin dapat diperkirakan dengan tepat, maka sebagai gempa masukan dapat juga dipakai gerakan tanah yang disimulasikan. Parameter-parameter yang menentukan gerakan tanah yang disimulasikan ini antara lain terdiri dari waktu getar predominan tanah, konfigurasi spectrum respons, jangka waktu gerakan dan intensitas gempanya.


(62)

BAB III. PEMODELAN 3.1 STRUKTUR PORTAL BAJA TAHAN GEMPA

Secara umum terdapat dua jenis portal baja tahan gempa, yaitu Sistem Rangka Pemikul Momen, dan Sistem Rangka Berpengaku yang mana dapat dibagi lagi menjadi Sistem Rangka Berpengaku Konsentrik dan Sistem Rangka Berpengaku Eksenstrik.

3.1.1 Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM)

Sistem Struktur SRPM memberikan ruang luas pada suatu bangunan. Oleh karena itu, sistem ini sering diminati oleh banyak arsitek dan juga banyak digunakan untuk struktur gedung institusi atau perkantoran yang memerlukan ruang yang luas. Pada sistem struktur ini, sambungan antar kolom dan balok harus didesain cukup kuat untuk memperkuat kekuatan balok dan mengurangi keruntuhan brittle pada sambungan balok dan kolom. Dengan rentang balok yang cukup lebar (tanpa pengaku), SRPM dapat memberikan deformasi yang cukup besar sehingga sistem ini memiliki daktailitas yang cukup besar dibandingkan dengan jenis portal baja tahan gempa lainnya. Walaupun demikian, dengan deformasi yang cukup besar, SRPM memiliki kekakuan yang rendah jika dibandingkan dengan portal baja tahan gempa lainnya.Pada sistem struktur ini, elemen balok terhubung kaku pada kolom dan tahan terhadap lateral diberikan terutama oleh momen lentur dan gaya geser pada elemen portal dan joint. Sistem Rangka Pemikul Momen memiliki kemampuan menyerap energy yang besar tetapi memiliki kekakuan yang rendah. Pada sistem ini, untuk melakukan penyerapan energy yang besar diperlukan deformasi yang besar pada lantai strukturnya. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan struktur portal baja


(1)

Gambar 4.46. Perbandingan grafik gaya normal pada kolom (KN).

Gambar 4.47. Perbandingan grafik momen pada kolom (KNm).

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

SRPM SRBK Damper X

Damper segiempat Damper (SR)=1,15

0 100 200 300 400 500 600 700

SRPM SRBK Damper X

Damper segiempat Damper (SR)=1,15


(2)

Gambar 4.48. Perbandingan grafik gaya normal pada bresing (KN).

Gambar 4.49. Perbandingan grafik gaya geser pada Yielding Damper (KN).

4.9 Kesimpulan Pembahasan

Sesuai dengan hasil simulasi yang penulis lakukan dalam menganalisis bangunan 5 lantai dengan menggunakan sistem yang berbeda yaitu Sistem Rangka Pemikul Momen, Sistem Rangka Berpengaku Konsentrik, dan Bangunan dengan menggunakan Yielding Damper, maka didapatkan kesimpulan :

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

SRBK Damper X

Damper segiempat Damper (SR)=1,15

0 100 200 300 400 500 600 700

Damper X

Damper segiempat Damper (SR)=1,15


(3)

1. Dari hasil analisis dan perhitungan didapatkan simpangan maksimum:

• SRPM : 7,106684 cm

• SRBK : 1,187768 cm

• Damper bentuk X : 0,180384 cm • Damper bentuk Segiempat : 0,094208 cm • Damper dengan (SR) = 1,15 : 1,125614 cm

2. Dari hasil analisis dan perhitungan didapatkan simpangan antar tingkat:

• SRPM : 2,080011 cm

• SRBK : 0,461869 cm

• Damper bentuk X : 0,090729 cm • Damper bentuk Segiempat : 0,053333 cm • Damper dengan (SR) = 1,15 : 0,371587 cm

Simpangan antar tingkat izin = 1,324 cm, dan jenis struktur yang tidak memenuhi izin simpangan antar tingkat adalah struktur SRPM yaitu simpangan antar tingkat pada lantai satu (1), dua (2), dan tiga (3). Struktur yang menggunakan Yielding Damper bentuk X dan Segiempat dengan Stiffness Ratio > 2 memiliki simpangan yang sangat kecil. Bangunan yang menggunakan Yielding Damper namun dengan SR = 1,15 memiliki simpangan maksimum dan simpangan antar tingkat hampir sama dengan bangunan SRBK.

3. Dari hasil analisis dan perhitungan terhadap masing – masing struktur yang dibahas pada tugas akhir didapat bahwa struktur dengan menggunakan Yielding Damper dengan SR>2 memiliki gaya – gaya maksimum pada elemen struktur lebih kecil daripada pada jenis Struktur SRBK,SRPM dan juga lebih kecil daripada struktur dengan Yielding Damper namun dengan SR<2.


(4)

Dari hasil analisis dan perhitungan didapatkan gaya - gaya maksimum akibat kombinasi pembebanan pada balok yaitu :

• Gaya - gaya maksimum akibat kombinasi pembebanan pada kolom :

Gaya pada Balok

Jenis Struktur

SRBK SRPM Damper X Damper

Segiempat

Damper (SR) = 1,15 Momen Tumpuan

(KNm) 719,181 1034,64 716,404 717,22 777,29

Momen Lapangan

(KNm) 380,72 406,61 365,8 365,8 368,13

Gaya Lintang(KN) 425,597 488,07 423,48 423,64 435,967 Gaya Normal(KN) 908,23 172,53 165 ,428 165,48 169,81

• Gaya - gaya maksimum akibat kombinasi pembebanan pada kolom yaitu :

Gaya pada Kolom

Jenis Struktur

SRBK SRPM Damper X Damper

Segiempat

Damper (SR) = 1,15

Momen Tumpuan

(KNm) 374,89 644,59 334,3464 344,05 381,019

Momen Lapangan

(KNm) 373,588 605,3314 343,4647 343,785 382,35

Gaya Lintang(KN) 195,326 488,07 177,44 177,81 203,57 Gaya Normal(KN) 4895,906 3877,612 3950,53 3951,46 3990,81


(5)

BAB V.

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Pada semua jenis struktur yang dibahas pada tugas akhir ini, elemen balok mengalami gaya momen yang terjadi lebih besar daripada momen nominal dari balok tersebut, hal ini karena gempa rencana sebesar 1,5 G merupakan gempa besar. Dari semua jenis struktur yang dibahas, kolom yang memenuhi syarat terhadap kekuatan terhadap kombinasi tekan dan lentur dimiliki oleh struktur dengan Yielding damper bentuk X dan Segiempat

2. Bangunan dengan Yielding Damper bentuk X dan Segiempat dapat mereduksi percepatan gempa sebesar 60,9% terhadap bangunan SRPM dan 68% terhadap bangunan SRBK.

5.2 Saran.

1. Struktur yang digunakan dalam pembahasan dapat lebih kompleks jika memiliki tingkat lebih tinggi dan ditinjau dalam bentuk tiga dimensi.

2. Pada SAP2000, Yielding damper direncanakan hanya dengan memasukkan data kekakuan dan gaya geser, tidak ada dimensi Yielding Damper, sehingga hasil yang ditunjukkan tidak seperti kondisi sebenarnya, perhitungan dapat lebih detail dengan melakukan eksperimen maupun menggunakan program yang dapat


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional, 2010, Peta Hazard Gempa Indonesia 2010, Departemen Pekerjaan Umum.

Chopra, K.Anil. Dynamics Of Structures, University Of California at Barkeley. New Jersey

Connor J.Jerome, Introduction to Stuructural Motion Control, Massachusetts Institute of Technology (MIT), New Jersey 2002.

Ong,Mahadianto.2008, Pendekatan Analisa Linier Metallic Yielding Damper, Tesis. Universitas Sumatera Utara.

Rumbi Teruna,Ir. Daniel,Structural Steel Design,Departemen of Civil Engineering, University of North Sumatera.

SAP 2000 v14, Problem Time History Analysis.

Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1726-2003. Juli 2003, Tata Cara Perencanaan

Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung, Bandung.

Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1729-2002, Tata Cara Perencanaan Struktur

Baja Untuk Bangunan Gedung.

Symans, Michael D, Presented Seismic Protective System : Passive Energy

Dissipation, Rensselar Polytechnic University.

Widodo. 2001, Respon Dinamik Struktur Elastik, UII Press.

Y. Cheng, Franklin,dkk. ,2008. Innovative Systems for Seismic Response