Persis oleh K.H. Zamzam 1923, Syarikat Islam SI oleh HOS Cokroaminoto 1911, Persatuan Tarniyah Islamiyyah PERTI oleh Syaikh Sulaiman Ar-Rasuli
1928, bahkan sekarang terdapat organisasi seperti Majelis Ulama Indonesia MUI, Majelis Dakwah Islamiyyah MDI.
Berdasarkan pemahaman penulis, aktivitas dakwah di Indonesia tidak terlepas dari adanya organisasi yang berorientasi Islam. Oraganisasi itu sendiri tumbuh
kembang di tengah masyarakat serta bergerak tidak hanya di bidang dakwah, melainkan merangkap pada bidang sosial dan budaya. Bahkan pada belakangan
ini organisasi Islam yang berada di Indonesia mulai merambah masuk pada kawasan politik.
Tidak hanya berdirinya organisasi yang berorientasikan Islam, secara akademisi kajian mengenai ilmu dakwah di Indonesia dimulai sejak tahun 1950,
semenjak adanya Pergutuan Tinggi Agama Islam. Kemudian dibukanya Jurusan Dakwah pada Fakultas Ushuluddin PTAIN IAIN pada tahun 1960. Pada sekitar
tahun 1960-an juga muncul suatu kelompak dakwah yang tergabung dalam Perguruan Tinggi Dakwah Islam PTDI.
C. Profile Ustadz Muhammad Arifin Ilham
Ustadz Muhammad Arifin Ilham atau yang lebih dikenal dengan nama ustadz Arifin Ilham merupakan anak ke-2 dari pasangan Bapak H. Ilham Marzuki dan
Ibu Hj. Nurhayati. Da’i yang lahir di Banjarmasin 8 Juni 1969 ini merupakan satu-satunya anak lelaki di antara ke-empat saudarinya. Pada saat berumur dua
tahun Arifin hampir meninggal karena terseret arus sungai yang deras dan dalam.
Arifin berkata “saat itu saya sedang menemani ibu mencuci pakaian di sungai, saya bermain bersama kakak perempuan yang bernama mursidah, lalu tiba-tiba
saya tergelincir dan terseret arus sungai yang deras dan dalam, setelah itu saya tidak sadar lagi apa yang terjadi”. Tanpa pikir panjang sang ibu langsung
berenang dan mengejar anaknya yang terseret arus sungai. Setelah berenang sejauh empat meter alhamdulillah Arifin berhasil diselamatkan.
Ketika berusia lima tahun Arifin dimasukkan oleh ibunya di TK Aisyah, lalu berlanjut di SD Muhammadiyah dekat rumahnya di Banjarmasin. Pada saat SD
Arifin terkenal sangat bodoh, nakal dan pemalas. Buktinya dia baru bisa membaca huruf latin pada kelas tiga. Meskipun memiliki sifat buruk seperti itu tetapi nilai
sosial kebersamaan yang dimiliki sangatlah tinggi, hal ini terbukti ketika ia tidak suka melihat temannya yang berbadan kecil diganggu oleh temannya yang
berbadan besar serta jago karate, seketika itu pula Arifin menantang berkelahi temannya yang berbadan besar tersebut, namun Arifin kalah, wajahnya memar,
dan bibirnya pun robek. Ujar Arifin yang menyebutkan dirinya dengan panggilan namanya sendiri. Agar tidak berkelahi lagi pada kemudian hari, maka Arifin
dipindahkan ke SD Rajawali. Kenakalan Arifin pun masih berlanjut meskipun telah pindah di SD Rajawali.
Mungkin karena pengaruh hidup di kota, ia sering berjudi dengan teman- temannya. Bukan berjudi dengan uang melaikan dengan kelereng, yang menang
mendapat 10 kelereng. Selain itu Arifin sering mencuri uang Abah panggilan akrab untuk ayah Arifin yang terdapat di lemari pakaian untuk membeli kelereng,
tidak banyak hanya seribu rupiah namun sering dilakukan karena ia selalu kalah dalam berjudi kelereng.
Karena Arifin anak lelaki satu-satuya, Abah yang merasa kurang memperhatikan dan mengawasi tumbuh kembang anaknya maka Abah lebih
sering mempercayakan neneknya untuk mendidik Arifin. Selain itu Abah sangat berkeinginan sekali anaknya agar pandai mengaji maka dari itu Abah memanggil
guru ngaji untuk mengajar di rumahnya. Kenakalan Arifin pun berlanjut dengan menggembosi ban sepeda guru ngajinya, serta menyembunyikan sendalnya
setelah mengajar. Puncak kenakalan Arifin terjadi ketika ia duduk di bangku kelas enam. Pada
saat itu ia mengancam untuk membakar rumah apabila tidak dibelikan motor. Meskipun telah menyiapkan korek dan minyak tanah, orang tua Arifin tidak
memperdulikan ancaman tersebut. “Maklum motor yang dibeli tidak sesuai dengan keinginan, mintanya motor trail yang dibeli malah motor vespa, biarpun
lebih murah tapi tetap trendi” kata Arifin dengan nada jengkel. Karena terlalu kesal dengan Abah maka ia ikut bergabung dengan teman-teman di lapangan
badminton di sebelah rumahnya. Ia tahu Abah sedang di sana juga, dan ia tahu kalau Abah tidak suka merokok, begitu pula dengan Arifin, namun karena ingin
memancing kekesalan Abah maka Arifin mulai membakar rokok. Sampai pada hisapan ketiga Abah menghampiri Arifin dan menampar di depan teman-
temannya.