Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Gambar 1.5. Koordinat citra digital. Secara matematis, citra digital dapat dituliskan dalam bentuk matriks sebagai berikut: . 1 , 1 1 , 1 , 1 1 , 1 1 , 1 , 1 1 , 1 , , ,                    N M f M f M f N f f f N f f f y x f       Banyak metode yang dapat digunakan untuk melakukan kompresi, antara lain metode Huffman, RLE Run Length Encoding, metode Shannon- Fano, kompresi citra berbasis transformasi, dan sebagainya. Dalam bidang matematika, salah satu teori yang dapat diterapkan untuk melakukan kompresi citra berbasis transformasi adalah Transformasi Fourier Diskrit. Dalam ilmu matematika, analisis Fourier berumur kurang lebih 200 tahun. Pada tahun 1807, Jean Baptiste Fourier mempresentasikan makalahnya tentang teori konduksi panas di Paris Academy. Pemaparan tersebut menjadi awal munculnya analisis Fourier. Terdapat dua masalah lain yang menjadi akar dari munculnya analisis Fourier. Masalah pertama adalah cara untuk mendeskripsikan getaran yang diciptakan oleh senar yang bergetar bila kedua ujungnya diikat dengan kencang. Masalah ini mengarah pada persamaan gelombang, seperti yang telah dirumuskan oleh matematikawan Jean d’Alembert, Leonhard Euler, Daniel Bernoulli, dan Joseph-Louis Lagrange. Matematikawan Bernoulli memberikan penyelesaian berbentuk deret trigonometri ... 2 cos 2 sin cos sin    at x B at x A y dengan x adalah koordinat spasial dan t adalah variabel waktu. Penyelesaian yang diberikan oleh Bernoulli ini menyerupai bentuk kontinyu dari deret Fourier. Sedangkan, Euler dan Lagrange menDiskritisasi masalah getaran tersebut dengan menggambarkan bahwa senar tersebut terdiri dari partikel- partikel yang terbatas dan partikel-partikel tersebut saling terhubung Gambar 1.6. Gambar 1.6. Ilustrari getaran dari senar yang diDiskritisasi. Penyelesaian dari masalah Diskritisasi tersebut ialah dengan mencari sampel- sampel dari fungsi yang menggambarkan pergerakan senar tersebut. Lagrange memberikan penyelesaian berbentuk jumlahan fungsi sinus dari berbagai frekuensi yang beragam. Penyelesaiannya ini merupakan dasar transformasi sinus Fourier Diskrit. Masalah kedua yaitu, menentukan orbit dari benda- benda langit. Euler, Lagrange dan Alexis Claude Clairaut membuat pemikiran dasar di mana data yang diambil dari pengamatan diaproksimasi dengan kombinasi linear dari fungsi periodik. Perhitungan koefisien dalam ekspansi trigonometri ini mengarah ke perhitungan yang kemudian akan disebut dengan transformasi Fourier Diskrit. Transformasi Fourier Diskrit dapat diterapkan untuk menganalisis data, dekomposisi spektral, penyaringan sinyal, pemrosesan citra image processing, seperti kompresi citra, dan lain-lain. Sebagai contoh, pada penelitian terbaru mengenai Trapridge Glacier di daerah teritorial Yukon, Kanada. Pada penelitian tersebut, data yang digunakan berasal dari data yang dikumpulkan dengan sensor-sensor pada hamparan gletser, yang diletakkan 80 meter di bawah permukaan air. Secara khusus, pengukuran kekeruhan jumlah bahan tersuspensi air subglacial diambil setiap Δt = 10 menit  0,0069 hari. Bila diplot, data ini menghasilkan kurva bergerigi seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1.7 waktu meningkat ke kanan dan nilai-nilai kekeruhan diplot pada sumbu vertikal. Gambar 1.7. Grafik dari data asli yang terdiri dari N = 368 data, pengukuran kekeruhan air diambil setiap Δt = 10 menit. Grafik data asli di atas menunjukkan pola dan ketidakteraturan. Pada skala terbesar dari grafik terlihat suatu pola seperti gelombang dengan periodenya sekitar satu hari. Pada skala waktu yang lebih kecil, data tampaknya terinfeksi dengan osilasi frekuensi tinggi yang sebagian disebabkan karena derau. Kemudian, analisis data kekeruhan tersebut dengan mengurangkan setiap nilai dari data kekeruhan dengan rata-rata dari keseluruhan data kekeruhan. Gambar 1.8. Grafik data yang setiap data asli dikurangkan dengan rata-rata datanya. Nilai data yang muncul sebagai fluktuasi nilai rata-rata dari nol. Dengan kumpulan data yang disesuaikan, dari data tersebut dapat diperoleh dekomposisi spektralfrekuensinya dengan menggunakan konsep dari transformasi Fourier Diskrit. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 1.9. tingkat kekeruhan t hari t data asli – rata-rata data Gambar 1.9. Grafik spektrum data setelah diterapkan transformasi Fourier Diskrit sumbu horisontal merupakan frekuensi dan sumbu vertikal merupakan ukuran bobot relatif dari masing-masing frekuensi dalam struktur keseluruhan data kekeruhan. Dari grafik spektrum di atas terlihat bahwa sebagian besar ‘energi’ dalam data berada pada frekuensi yang lebih rendah. Gambar 1.10. Perbesaran dari grafik spektrum data pada frekuensi rendah. Dari gambar 1.7 dapat dilihat bahwa dari data asli muncul ‘derau’. ‘Derau’ yang muncul karena kontribusi semua frekuensi tinggi dalam spektrum, sehingga untuk mengatasi ‘derau’ tersebut dilakukan penyaringan. Istilah dari penyaringan dapat digambarkan dengan sederhana, yaitu menghilangkan semua frekuensi yang tinggi pada spektrum di atas frekuensi yang dipilih. f f Spektrum baru yang terbentuk direkonstruksi dengan invers dari transformasi Fourier Diskrit, sehingga dapat dihasilkan data yang grafiknya lebih mulus dari data aslinya. Gambar 1.11. Grafik dari data asli setelah dilakukan penyaringan dengan menghilangkan frekuensi di atas 50. Gambar 1.12. Grafik mulus dari data asli setelah dilakukan penyaringan dengan menghilangkan frekuensi di atas 10. Masalah di atas memberikan ilustrasi tentang penerapan transformasi Fourier Diskrit dalam dekomposisi spektral dan penyaringan sinyal. Dalam tulisan ini, penerapan transformasi Fourier Diskrit yang akan dibahas ialah penerapan transformasi Fourier Diskrit dalam pemrosesan citra, khususnya dalam kompresi pada citra digital t t

1.2. Perumusan Masalah

Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini dirumuskan sebagai berikut. 1. Apa yang dimaksud dengan Transformasi Fourier Diskrit dan bagaimana landasan teoritisnya? 2. Bagaimana penerapan Transformasi Fourier Diskrit pada kompresi citra digital? 3. Bagaimana algoritma dan pemrograman MATLAB untuk kompresi citra digital dengan Transformasi Fourier Diskrit?

1.3. Pembatasan Masalah

Penulis akan membatasi beberapa hal untuk uraian masalah yang akan dibahas, yaitu: 1. Fungsi domain spasial pada citra digital yang akan dibahas dalam tulisan ini merupakan fungsi yang periodik. 2. Tulisan ini hanya akan membahas penerapan transformasi Fourier Diskrit 2D. 3. Penerapan transformasi Fourier Diskrit 2D hanya dibatasi pada citra digital beraras keabu-abuan.

1.4. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah mengetahui konsep deret Fourier, transformasi Fourier, transfromasi Fourier Diskrit dan penerapannya dalam kompresi citra digital. Sebagai tambahan, akan dipelajari juga bagaimana algoritma dan pemrogramannya dengan MATLAB. Tulisan ini juga disusun sebagai pemenuhan tugas akhir dalam program studi Matematika Universitas Sanata Dharma.

1.5. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan ini adalah memperoleh pengetahuan mengenai konsep transformasi Fourier Diskrit dan penerapannya dalam kompresi citra digital. Selain itu, dapat juga dibuat algoritma dan pemrograman MATLAB sehingga proses komputasi lebih efektif dan efisien.

1.6. Metode Penulisan

Metode yang digunakan penulis adalah metode studi pustaka, yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan pengolahan citra, sinyal, transformasi Fourier Diskrit dan penerapannya dalam kompresi citra.

1.7. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Batasan Masalah 1.4. Tujuan Penulisan 1.5. Manfaat Penulisan 1.6. Metode Penulisan 1.7. Sistematika Penulisan BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Aljabar Fungsi

2.2. Aljabar Matriks

BAB III TRANSFORMASI FOURIER DISKRIT 3.1. Deret Fourier 3.2. Transformasi Fourier 3.3. Transformasi Fourier Diskrit BAB IV APLIKASI TRANSFORMASI FOURIER DISKRIT BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Aljabar Fungsi

2.1.1. Periode Fungsi

Definisi 2.1 Suatu fungsi f dikatakan periodik jika terdapat suatu bilangan positif p sedemikian sehingga     x f p x f   untuk semua bilangan riil x di dalam daerah asal f . Bilangan p tersebut disebut periode f . Contoh 2.1 Fungsi   x x f sin  mempunyai periode  2 , sebab             2 sin cos 2 cos sin 2 sin 2 x x x x f      x sin  ,  x ℝ .

2.1.2. Kekontinyuan Fungsi

Definisi 2.2 Fungsi   x f dikatakan kontinyu di suatu titik c , jika   c f terdefinisi dan     c f x f c x   lim . Definisi 2.3 Suatu fungsi f dikatakan kontinyu pada interval [a,b] jika fungsi tersebut kontinyu di semua titik pada interval   b a, dan jika   a f x f a x    lim dan   b f x f b x    lim . Fungsi f dikatakan kontinyu sepotong-sepotong pada [a,b] jika interval tersebut dapat dibagi menjadi subinterval berhingga dan pada setiap subinterval tersebut f kontinyu. Contoh 2.2 Misal,                        . 2 1 untuk 5 1 1 ln 1 , 1 untuk ln , 1 - untuk 2 1 2 x x x x x x x x x f Fungsi   x f merupakan fungsi kontinyu sepotong-sepotong karena fungsi tersebut kontinyu pada setiap subinterval     1 , , , 1  dan   2 , 1 lihat Gambar 2.1 .