FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN PADA PERUSAHAAN KEHUTANAN DAN PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

(1)

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN PADA PERUSAHAAN KEHUTANAN DAN

PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

Oleh EVI ARIESTY

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh sejauh mana

pengungkapan lingkungan hidup telah dilakukan oleh perusahaan kehutanan dan pertambangan di Indonesia, dan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengungkapan lingkungan oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Tingkat pengungkapan limgkungan perusahaan diukur dengan menggunakan indeks pengungkapan lingkungan yang diadopsi dan dimodifikasi dari indeks yang dikembangkan oleh Clarkson et.al. (2007). Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat pengungkapan lingkungan perusahaan adalah ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage, profil dewan komisaris, dan kepemilikan manajemen.

Sampel penelitian ini diambil dengan metode purposive judgement sampling. Populasi penelitian adalah seluruh perusahaan kehutanan dan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode lima tahun. Hasil akhir

mendapatkan dua belas perusahaan sebagai sampel, sehingga didapatkan enam puluh laporan tahunan sebagai objek penelitian. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 12.00.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan lingkungan pada perusahaan kehutanan dan pertambangan di Indonesia masih sangat rendah, namun terus mengalami peningkatan selama lima tahun periode penelitian. Analisis regresi menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pengungkapan lingkungan pada perusahaan sampel adalah ukuran perusahaan dan kepemilikan manajemen, sedangkan profitabilitas, financial leverage, dan profil dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan lingkungan perusahaan sampel.

Kata kunci: pengungkapan lingkungan, indeks pengungkapan lingkungan, ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage, profil dewan komisaris, kepemilikan manajemen.


(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Informasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi para investor dan calon investor untuk pengambilan keputusan. Adanya informasi yang lengkap, akurat serta tepat waktu memungkinkan investor untuk melakukan pengambilan keputusan secara rasional sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Menurut Undang-undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 pasal 1: Informasi atau fakta material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada Bursa Efek, dan atau keputusan pemodal, calon pemodal atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.

Salah satu informasi yang sering diminta untuk diungkapkan perusahaan saat ini adalah informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan, terutama tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan hidup di sekitarnya. Isu-isu lingkungan secara langsung dan tidak langsung telah masuk dalam kinerja ekonomi suatu usaha. Karena perusahaan itu sesungguhnya tidak hanya memiliki tanggung jawab ekonomi kepada para shareholder seperti bagaimana memperoleh profit dan menaikkan harga saham, ataupun tanggung jawab legal kepada pemerintah,


(3)

namun juga harus disertakan pula tanggung jawab yang bersifat sosial. Konsep ini dikenal dengan istilah “Triple Bottom Line” (Elkington, 1997 dalam Wibisono, 2007). Dalam gagasan tersebut, Elkington memberi pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah memperhatikan 3P. Yaitu, selain mengejar keuntungan (profit), perusahaan juga mesti memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Karena perusahaan adalah sebuah organisasi yang dalam operasional sehari-harinya mengeksploitasi sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya, dan kemudian menjadi pelaku utama penyebab kerusakan lingkungan.

Sejarah perkembangan akuntansi yang berkembang pesat setelah terjadi revolusi industri, menyebabkan pelaporan akuntansi lebih banyak digunakan sebagai alat pertanggungjawaban kepada pemilik modal sehingga mengakibatkan orientasi perusahaan lebih berpihak kepada pemiliki modal. Dengan keberpihakan itu, mengakibatkan perusahaan melakukan eksploitasi sumber-sumber alam secara tidak terkendali sehingga mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang pada akhirnya mengganggu kehidupan manusia.

Menurut Afiff dalam Roziqin (1998) masyarakat setidaknya harus menanggung empat macam biaya dari dampak pencemaran terhadap lingkungan akibat operasional industri yang merusak, yaitu:

1. Damage cost, yaitu: biaya kerusakan akibat dampak langsung dan tidak langsung adanya limbah


(4)

2. Avoidance cost, yaitu: biaya ekonomi dan sosial dalam kaitannya dengan berbagai upaya untuk menghindari dampak pencemaran yang terjadi. 3. Abatement cost, yaitu: biaya yang dikeluarkan untuk menjaga atau

mengurangi tingkat pencemaran.

4. Transaction cost, yaitu: biaya sumber daya yang digunakan untuk melakukan penelitian, perencanaan, pengelolaan, dan pemantauan pencemaran.

Pada awalnya masyarakat memandang perusahaan hanya bertanggungjawab pada penyediaan barang dan jasa, lapangan pekerjaan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun pandangan masyarakat berubah drastis ketika lingkungan hidup semakin rusak dan tidak sehat, sumber-sumber alam semakin menipis, dan bumi semakin padat dan panas. Pada saat ini masyarakat menuntut masalah kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh perusahaan harus menjadi tanggung jawab perusahaan, sehingga harus dipertimbangkan dalam setiap pengambilan keputusan. Biaya pengelolaan lingkungan yang harus dikeluarkan perusahaan dalam perkembangannya sampai saat ini masih atas desakan masyarakat yang menuntut perusahaan untuk bertanggungjawab terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Oleh sebab itu, sudah saatnya tanggung jawab tersebut beralih kepada pihak pengelola industri atau para pengusaha, dengan cara melakukan investasi untuk meminimalkan pencemaran dan kerusakan serta melakukan pengelolaan limbah sedini mungkin (Roziqin, 1998).

Akuntansi sebagai alat pertanggungjawaban mempunyai fungsi sebagai alat kendali terhadap aktivitas perusahaan. Tanggung jawab manajemen tidak hanya terbatas atas pengelolaan dana perusahaan kepada investor dan kreditor, tetapi


(5)

juga meliputi dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan terhadap lingkungan alam dan sosialnya. Pengakomodasian tanggung jawab terhadap lingkungannya belum sepenuhnya dijalankan oleh perusahaan baik dalam proses penilaian maupun pelaporannya.Ini dibuktikan dengan masih banyaknya berbagai konflik industrial seperti demonstrasi dan protes dari masyarakat yang merasa terganggu akibat limbah atau polusi yang dilepas oleh industri menyebabkan kerusakan lingkungan.

Indonesia banyak mengalami masalah pencemaran lingkungan akibat banyaknya perusahaan yang tidak bertanggungjawab pada lingkungan sekitarnya. Beberapa masalah pencemaran lingkungan oleh perusahaan antara lain adalah kasus semburan lumpur panas di ladang migas PT Lapindo Brantas, masalah pencemaran Teluk Buyat oleh PT Newmont, serta permasalahan kerusakan lingkungan di sekitar daerah pertambangan PT Freeport Indonesia.

Permasalahan pencemaran dan kerusakan lingkungan yang ada di Indonesia perlu segera diantisipasi, karena dalam menghadapi era globalisasi nanti, pengusaha dalam negeri kita harus mampu menghasilkan barang dan jasa yang dapat bersaing dengan barang dan jasa yang disediakan oleh perusahaan asing. Salah satu tema yang digaungkan dalam perjanjian perdagangan luar negeri adalah isu lingkungan hidup, seperti eco-labeling, produk ramah lingkungan, recycling, dan sebagainya. Demikian juga tuntutan yang semakin meningkat dari konsumen dalam dan luar negeri, akan produk-produk yang ramah lingkungan untuk dikonsumsi harus mampu diakomodasi oleh perusahaan-perusahaan Indonesia.


(6)

Ada dua pengaruh yang dapat mendorong perusahaan dalam meningkatkan kesadarannya akan lingkungan hidup, yaitu pengaruh internal dan pengaruh eksternal perusahaan. Pengaruh internal perusahaan adalah komitmen pimpinan, budaya organisasi, kesadaran karyawan, dan program-program lingkungan hidup yang disiapkan perusahaan. Sedangkan pengaruh eksternal adalah tuntutan masyarakat, peraturan-peraturan pemerintah dan badan-badan profesional seperti Ikatan Akuntan Indonesia, serta program-program lembaga swadaya masyarakat.

Usaha dari pihak regulasi untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang telah dilakukan dengan menetapkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Aturan pelaksanaan lebih lanjut telah dinyatakan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999. Dalam Undang-undang itu juga disebutkan bahwasanya penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta

perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Undang-undang tersebut selanjutnya dijabarkan ke dalam peraturan-peraturan dari instansi pemerintah yang terkait, seperti kementerian kehutanan, industri dan perdagangan, pertambangan dan sebagainya dalam bentuk peraturan pemerintah (PP).

Lebih jauh lagi, suatu nota kesepahaman (MoU) antara Kementerian Lingkungan Hidup dengan Bank Indonesia telah ditandatangani tahun 2005 yang lalu sebagai tindak lanjut dari Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penetapan Peringkat Kualitas Aktiva bagi bank umum. Aspek lingkungan menjadi salah satu


(7)

variabel penentu dalam pemberian kredit bagi perusahaan. Kinerja lingkungan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup melalui PROPER adalah tolok ukur mereka. PROPER adalah penilaian kinerja perusahaan terkait

lingkungan hidup. Evaluasi kinerja lingkungan hidup perusahaan ini adalah program tahunan Kementerian Lingkungan Hidup untuk mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui instrumen informasi.

Sejalan dengan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia telah mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 32 dan No. 33 yang melibatkan pengelolaan lingkungan hidup bagi perusahaan kehutanan dan perusahaan pertambangan.

Bagaimana penerapan dari peraturan-peraturan pemerintah, undang-undang dan PSAK tersebut oleh perusahaan-perusahaan terkait masih perlu untuk dipelajari. Belum banyak studi yang dilakukan tentang pengelolaan lingkungan dan

pengungkapannya oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Meskipun demikian, pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Russel Craig dan Joselito Diga tentang pengungkapan laporan tahunan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, ditemukan bahwa dari 30 perusahaan yang disurvey, sebanyak 7 (atau 23,3%) perusahaan melaporkan program pengelolaan lingkungannya. Mereka melaporkan usaha-usahanya dalam pengelolaan limbah, program penghijauan dan peningkatan kesadaran lingkungan bagi karyawannya. Akan tetapi tidak ada pelaporan khusus mengenai data keuangan sehubungan dengan program-program dan kegiatan tersebut.


(8)

Susi dan Kurniati Bahusin (2001) menemukan bahwa pada perusahaan pemegang HPH, rata-rata hanya melakukan pengungkapan sebesar 56,25% dari seluruh item yang diwajibkan PSAK 32 untuk diungkapkan. Sedangkan perusahaan

pertambangan, rata-rata hanya mengungkapkan 26,67% dari seluruh item yang diwajibkan oleh PSAK 33. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi pengungkapan lingkungan, seperti total asset, total penjualan, umur go public, dan kepemilikan, ternyata tidak

berpengaruh terhadap pengungkapan lingkungan pada perusahaan yang diteliti.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan menemukan sejauh mana perusahaan-perusahaan kehutanan dan pertambangan telah mengungkapkan informasi lingkungan dalam laporan tahunannya, dan juga menemukan faktor-faktor yang sesungguhnya mempengaruhi pengungkapan lingkungan oleh

perusahaan-perusahaan yang diteliti. Penelitian ini berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Lingkungan pada Perusahaan Kehutanan dan Pertambanganyang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.

B. Permasalahan

1.Perumusan Masalah

Adanya fakta yang ditemukan oleh penelitian terdahulu mengenai kurangnya pengungkapan lingkungan oleh perusahaan-perusahaan kehutanan dan


(9)

Faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan lingkungan, dan bagaimana faktor-faktor pendorong tersebut berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan lingkungan pada perusahaan yang diteliti.

2.Batasan Masalah

1. Masalah yang akan diteliti adalah sejauh mana pengungkapan lingkungan dalam laporan tahunan telah dilakukan, dan sejauh mana faktor-faktor pendorong pengungkapan tersebut berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan lingkungan pada perusahaan-perusahaan yang diteliti. 2. Sampel penelitian adalah perusahaan-perusahaan kehutanan dan

pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2004-2008. Alasan dipilihnya perusahaan kehutanan dan pertambangan adalah karena biaya kegiatan pengelolaan lingkungan hidup, perlakuan akuntansinya, penyajiannya dalam laporan keuangan dan pengungkapannya telah diatur dalam PSAK, yaitu PSAK No. 32 dan 33.

3. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan tahunan perusahaan-perusahaan sampel pada tahun 2004-2008.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui sejauh mana pengungkapan lingkungan hidup telah dilakukan oleh perusahaan kehutanan dan pertambangan di Indonesia.


(10)

2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengungkapan lingkungan hidup oleh perusahaan-perusahaan tersebut, dan bagaimana faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan lingkungan hidup dalam laporan tahunan perusahaan-perusahaan yang diteliti.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara umum, hasil penelitian ini memberi gambaran bagaimana tingkat pengungkapan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan kehutanan dan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk pengambilan kebijakan oleh manajemen perusahaan.

3. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menjadi referensi untuk melakukan penelitian yang lebih baik mengenai pengungkapan lingkungan hidup dalam laporan tahunan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.


(11)

BAB II

KERANGKA TEORITIS DAN BANGUNAN HIPOTESIS

A. Pengungkapan (Disclosure)

1. Pengertian Pengungkapan dan Kualitas Pengungkapan

Laporan keuangan merupakan mekanisme yang penting bagi manajer untuk berkomunikasi dengan investor (investor publik yang tidak memiliki hubungan khusus dengan manajemen serta tidak terlibat dalam pengelolaan perusahaan). Laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi bagi pengambil keputusan. Informasi dalam laporan keuangan akan dapat dipahami dan tidak menimbulkan salah interpretasi hanya jika laporan keuangan tersebut merupakan suatu komunikasi pengukuran akuntansi untuk para pemakai untuk mempermudah dalam mengambil keputusan.

Evans (2003, dalam Suwardjono, 2005) mengartikan pengungkapan sebagai berikut:

“Disclosure mean supplying information in the financial statement. Including the statement themselves, the notes to statement, and the

supplementary disclosure associated with the statement. It does not extend to public or private statement made by management or information


(12)

Evans (2003, dalam Suwardjono, 2005) membatasi pengertian pengungkapan hanya pada hal-hal yang menyangkut pelaporan keuangan. Pernyataan manajemen dalam surat kabar atau media massa lain serta informasi di luar tingkat pelaporan keuangan tidak termasuk dalam pengertian pengungkapan. Sedangkan Wolk, Tearney, dan Dodd (dalam Tarigan, 2008) memasukkan statement keuangan segmental dan statement yang merefleksikan perubahan harga sebagai bagian dari pengungkapan.

Kualitas pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan dikenal dengan berbagai konsep, antara lain kecukupan (adequency), kelengkapan

(comprehensiveness), informatif (informativeness), dan tepat waktu (time lines). Imhoff (1992, dalam Marwata 2001) menunjuk tingkat kelengkapan sebagai karakteristik kualitas ungkapan.

Marwata (2001) mendefinisikan kualitas pengungkapan dari luasnya pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan. Indikator empiris kualitas pengungkapan berupa indeks pengungkapan (disclosure index) yang merupakan rasio antara jumlah elemen (item) informasi yang dipenuhi dengan jumlah elemen informasi yang mungkin dipenuhi. Makin tinggi angka indeks pengungkapan, maka makin tinggi kualitas pengungkapan.

2. Fungsi atau tujuan pengungkapan

Tujuan dari pengungkapan adalah untuk menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda.


(13)

Pasar modal merupakan sarana utama pemenuhan dana dari masyarakat, sehingga pengungkapan dapat bertujuan sebagai berikut:

1. Tujuan melindungi

Tujuan melindungi dilandasi oleh gagasan bahwa tidak semua pemakai cukup canggih sehingga pemakai yang naif perlu dilindungi dengan mengungkapkan informasi yang mereka tidak mungkin memperolehnya atau tidak mungkin mengolah informasi untuk menangkap substansi ekonomik yang melandasi suatu pos statement keuangan. Dengan kata lain, pengungkapan yang dimaksudkan untuk melindungi perlakuan manajemen yang mungkin kurang adil dan terbuka. Dengan adanya tujuan ini, tingkat atau volume pengungkapan akan menjadi tinggi.

2. Tujuan informatif

Tujuan informatif dilandasi oleh gagasan bahwa pemakai yang dituju sudah diarahkan untuk menyediakan informasi yang dapat membantu keefektifan pengambilan keputusan pemakai tersebut. Tujuan ini melandasi penyusun standar akuntansi untuk menentukan tingkat pengungkapan.

3. Tujuan kebutuhan khusus

Tujuan ini merupakan gabungan dari tujuan perlindungan publik dan tujuan informatif. Apa yang harus diungkapkan kepada publik dibatasi dengan apa yang dipandang bermanfaat bagi pemakai yang dituju sementara untuk tujuan


(14)

berdasarkan peraturan melalui formulir-formulir yang menuntut pengungkapan secara rinci.

Belkoui (2000) lebih spesifik lagi mengemukakan tujuan pengungkapan tersebut, yaitu:

a. Untuk menjelaskan item-item yang diakui dan untuk menyediakan ukuran yang relevan bagi item-item tersebut. Selain ukuran dalam laporan

keuangan.

b. Untuk menjelaskan item-item yang belum diakui dan menyediakan ukuran yang bermanfaat bagi item-item tersebut.

c. Untuk menyediakan informasi untuk membantu investor dan kreditur dalam menentukan risiko dan item-item yang potensial untuk diakui dan yang belum diakui.

d. Untuk menyediakan informasi penting yang dapat digunakan oleh

pengguna laporan keuangan untuk membandingkan antar perusahaan dan antar tahun.

e. Untuk menyediakan informasi mengenai aliran kas masuk dan keluar dimasa mendatang.

f. Untuk membantu investor dalam menetapkan return dan investasi.

3. Luas Pengungkapan

Ada perbedaan pendapat dalam hal sejauh mana luas pengungkapan laporan keuangan seharusnya dilakukan dan kebutuhan informasi pihak pengguna berbeda. Ada tiga konsep mengenai keluasan pengungkapan laporan keuangan (Hendriksen, 1997) yaitu adequate, fair, dan full disclosure. Konsep yang paling


(15)

sering dipraktikkan adalah pengungkapan yang memadai (adequate disclosure), yaitu pengungkapan minimum yang harus dipenuhi agar statement keuangan secara keseluruhan tidak menyesatkan untuk kepentingan pengambilan keputusan. Pengungkapan yang wajar atau adil (fair disclosure) mengandung sasaran etis dengan menyediakan informasi yang layak terhadap pembaca potensial.

Sedangkan pengungkapan penuh (full disclosure) merupakan pengungkapan atas semua informasi yang relevan.

Pengungkapan penuh memiliki kesan penyajian informasi secara melimpah, sehingga beberapa pihak justru berpendapat tidak baik. Informasi yang terlalu melimpah akan kontra produktif karena pengungkapan detail-detail yang tidak begitu penting justru akan menutup informasi yang signifikan untuk menyebabkan laporan keuangan sulit diinterpretasikan. Tetapi pengungkapan yang layak

mengenai informasi yang signifikan bagi para investor dan pihak lain hendaknya memadai, wajar, dan lengkap. Tidak ada perbedaan yang nyata diantara konsep-konsep ini jika semuanya dipergunakan dalam konteks yang layak.

Sementara itu ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh standar, yang pertama adalah pengungkapan wajib (mandatory disclosure), yaitu pengungkapan yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku. Dan yang kedua adalah pengungkapan sukarela

(voluntary disclosure), yaitu pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku, meskipun semua perusahaan publik diwajibkan untuk memenuhi pengungkapan minimum,


(16)

mereka berbeda secara substansial dalam jumlah tambahan informasi yang diungkap kepada pasar modal.

4. Metode Pengungkapan

Pada tahun 1991, AICPA mendirikan Special Committee on Financial Reporting atau Jenkins Committee. Komite ini bertugas untuk menentukan : a) sifat dan cakupan informasi yang seharusnya tersedia bagi pihak selain manajemen, dan b) cakupan informasi yang seharusnya dilaporkan oleh auditor. Pada bulan

November 1995, komite ini mengeluarkan laporan yang disebut The Information Needs of Investor and Creditors.

Laporan yang diusulkan berbentuk menyeluruh yang didalamnya termasuk 10 elemen dalam bidang kategori informasi yang luas. Elemen-elemen tersebut adalah sebagai berikut :

1) Data keuangan dan non keuangan :

Laporan keuangan dan ungkapan-ungkapan yang terkait

Data operasi tingkat tinggi dan pengukuran kinerja yang digunakan oleh manajemen untuk mengelola bisnis.

2) Analisis manajemen mengenai data keuangan dan non keuangan : Alasan terjadinya perubahan dalam data yang terkait dengan keuangan, operasi dan kinerja serta identifikasi dan dampak tren yang penting pada masa lalu.

3) Informasi mengenai keadaan masa mendatang :

Kesempatan dan resiko, termasuk hasilnya dari tren yang paling penting.


(17)

Rencana manajemen, termasuk faktor-faktor kesuksesan yang penting.

Perbandingan antara kinerja bisnis sesungguhnya dengan kesempatan, resiko dan rencana manajemen yang diungkapkan sebelumnya.

4) Informasi mengenai manajemen dan pemegang saham :

Direktur, manajemen, kompensasi, pihak-pihak penting yang terkait dengan perusahaan, transaksi dan hubungan-hubungan dengan pihak-pihak terkait

5) Latar belakang perusahaan :

Tujuan dan strategi secara luas

Cakupan dan gambaran bisnis dan kepemilikan Dampak struktur industri pada perusahaan

Hedriksen (1997) di dalam bukunya menjelaskan metode-metode pengungkapan sebagai berikut :

1. Bentuk dan susunan laporan keuangan

Informasi yang paling relevan dan signifikan harus selalu tampak dalam batang tubuh utama dari salah satu laporan keuangan termasuk di dalam laporan posisi atau neraca, perhitungan rugi laba, arus kas, dan laporan perubahan posisi keuangan. Akan tetapi bentuk dan susunan laporan bisa saja diubah secara efektif agar dapat mencakup jenis informasi tertentu yang tidak diungkapkan dalam laporan yang tradisional.


(18)

Judul yang cocok dan uraian-uraian pos dalam laporan dapat memberi penjelasan bagi pembaca, akan tetapi istilah-istilah yang kabur hanya bisa mengakibatkan kebingungan dan salah paham. Istilah-istilah teknis dapat bermanfaat apabila memiliki pengertian yang akurat. Keseragaman peristilahan disetiap bagian laporan akuntansi akan sangat membantu apabila makna dan pos-pos yang digunakan sama di dalam setiap kasus yang ada. Pilihan mengenai berapa banyak informasi yang harus disajikan dan pemilihan mengenai pos-pos apa saja yang perlu disajikan secara terpisah tergantung pada tujuan-tujuan laporan dan pada materialitas pos-pos yang bersangkutan. Keringkasan merupakan tujuan yang diinginkan tetapi penyajian yang baik, informasi yang terperinci harus lebih

diutamakan jika membuat laporan tersebut berarti untuk pengambilan keputusan.

3. Informasi Selipan (Parenthetical Information)

1) Indikasi mengenai prosedur spesifik atau metode penilaian yang dipergunakan

2) Karakteristik khusus yang memberikan pengertian yang lebih besar mengenai kepentingan relatif pos yang bersangkutan.

3) Rincian mengenai jumlah suatu pos yang tercantum dalam klasifikasi yang lebih luas yang ada.

4) Penilaian alternatif


(19)

4. Catatan Kaki

Tujuan catatan kaki bagi laporan keuangan sesungguhnya adalah untuk mengungkapkan informasi yang tidak dapat disajikan dengan baik dalam batang tubuh suatu laporan tanpa merusak sifat kejelasan laporan

keuangan tersebut. Manfaat catatan kaki adalah digunakan :

1) Untuk menyajikan informasi non kuantitatif sebagai bagian yang terpadu dari laporan keuangan.

2) Untuk mengungkapkan kualifikasi dan retriksi terhadap pos-pos yang terdapat dalam laporan.

3) Untuk mengungkapkan suatu jumlah rincian yang lebih besar daripada yang dapat disajikan dalam laporan.

4) Untuk menyajikan materi kuantitatif ataupun deskriptif yang mempunyai tingkat kepentingan sekunder.

Catatan kaki dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Penjelasan teknik atau perubahan dalam metode

2) Penjelasan hak-hak kreditur atas aktiva-aktiva tertentu ataupun prioritas-prioritas hak.

3) Pengungkapan aktiva dan hutang masyarakat. 4) Pengungkapan retriksi bagi pembayaran deviden.

5) Deskripsi mengenai transaksi yang mempengaruhi modal saham dan hak-hak para pemegang ekuitas.

6) Uraian mengenai kontrak-kontrak pelaksanaan. 5. Ikhtisar dan Skedul Pelengkap


(20)

Pada umumnya ikhtisar itu menunjukkan informasi tambahan atau informasi yang dirancang dalam suatu penampilan yang berbeda. Skedul pelengkap dimasukkan dalam suatu seksi tersendiri dari laporan yang disebut financial highlights.

6. Sertifikat Auditor

Sertifikat auditor berperan sebagai suatu metode untuk mengungkapkan jenis informasi sebagai berikut :

1) Pengaruh yang material dari penggunaan metode akuntansi yang berbeda dari yang diterima umum.

2) Pengaruh yang material dari perubahan satu metode akuntansi yang lazim lainnya.

3) Perbedaan opini antara auditor dan klien mengenai dapat diterimanya salah satu atau lebih metode akuntansi yang dipergunakan dalam laporan.

7. Surat Direktur Utama (The President’s Letter)

Jenis informasi yang disajikan antara lain kejadian-kejadian nonkeuangan dan perubahan-perubahan selama setahun tersebut, harapan dan perkiraan di masa datang, rencana pertumbuhan dan perubahan operasi, jumlah dan pengaruh yang diharapkan dengan adanya pengeluaran serta usaha-usaha penelitian.

B. Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup menurut PSAK No. 33 paragraf 54 adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk didalamnya


(21)

manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan, dan kesejahteraan manusia, serta makhluk hidup lainnya.

Menurut Soemarwoto (1994) lingkungan hidup merupakan suatu ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama-sama dengan benda hidup dan benda tidak hidup, dimana setiap makhluk hidup saling berinteraksi satu sama lain atau dengan kata lain mereka hidup berdampingan secara erat dan saling memiliki keterkaitan.

Lingkungan hidup terdiri dari berbagai proses ekologi dan merupakan suatu kesatuan. Proses ini merupakan siklus yang mendukung lingkungan hidup terhadap pembangunan. Siklus ini berupa 1) siklus hidrologi yang mengatur tata perairan. 2) Siklus hara yang mengatur makanan. 3) Siklus energi dan bahan yang mengatur penggunaan dan perubahan bentuk energi, dan 4) siklus lain yang merupakan struktur dasar ekosistem (Hadiprodjo dan Brojonegoro, 1992 dalam Tarigan, 2008).

Tabel 2.1 menjabarkan bentuk dan sumber pencemaran lingkungan. Dengan adanya pencemaran tersebut, sangat diperlukan pengelolaan dan konversi lingkungan yang merupakan suatu usaha penanggulangan dan pengendalian dampak lingkungan. Soemarwoto (1994) memberikan ruang lingkup yang cukup luas dengan cara beraneka untuk melakukan pengelolaan lingkungan, diantaranya adalah :

1. Pengelolaan lingkungan secara rutin

2. Perencanaan dini pengelolaan lingkungan suatu daerah yang menjadi dasar dan tuntutan bagi perencanaan pembangunan.


(22)

3. Perencanaan pengelolaan lingkungan berdasarkan perkiraan dampak lingkungan yang akan terjadi sebagai akibat suatu proyek pembangunan yang sedang direncanakan.

4. Perencanaan pengelolaan lingkungan untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan baik karena sebab alamiah maupun karena tindakan manusia.

Tabel 2.1. Sumber dan Bentuk Pencemaran Lingkungan

Sumber Pencemaran Bentuk Pencemaran 1. Udara Pemanasan dan pusat

tenaga

Industri besi dan baja Pengecoran logam bukan besi

Industri kimia

Produksi minyak mineral industri petrokimia Transportasi bermotor Industri bahan bangunan

Terbuangnya zat beracun dan zat radioaktif ke udara seperti SO2, CO, NO, HC dan CO2

Zat padat yang melayang (debu) Kabut asap (smog) Bau busuk

Hujan asam Polusi asap

Cepatnya pelapukan dan perkaratan 2. Air Limbah industri

Sisa metabolisme manusia

Kegiatan pertanian Perembesan air kotor dari permukaan tanah Aliran air hujan yang berasal dari kota

Tercemarnya sumber air seperti sungai, danau, dan laut dengan ditandai oleh bau busuk, berubahnya warna dan berbusa

3. Tanah Sampah organik dan non-organik

Abu

Bangkai binatang Sampah jalan dan pasir Sampah industri Kegiatan pertanian

Masalah penumpukan Penurunan nilai tanah Penurunan sifat-sifat baik segi fisik, kimia dan biologi

Sebagai penghantar zat berbahaya yang diserap tumbuhan yang

kemudian akan dikonsumsi manusia dan hewan


(23)

C. Akuntansi Lingkungan

1. Pengertian Akuntansi Lingkungan

Akuntansi lingkungan hidup yang merupakan sub bagian dari akuntansi sosial, berawal dari pemikiran perlunya melakukan perhitungan terhadap kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan suatu entitas dari kegiatan operasionalnya, yang dikenal sebagai environmental cost, yang biasanya diungkapkan sebagai kewajiban bersyarat dalam laporan keuangan.

Istilah akuntansi lingkungan mempunyai banyak arti dan kegunaan. Akuntansi lingkungan dapat mendukung akuntansi pendapatan, akuntansi keuangan maupun bisnis internal akuntansi manajerial. Fokus utamanya didasarkan pada penerapan akuntansi lingkungan sebagai suatu alat komunikasi manajerial untuk

pengambilan keputusan bisnis internal. Akuntansi lingkungan (environmental accounting) merupakan istilah yang berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan ke dalam praktek akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah.

Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (United States Environment Protection Agency/US EPA) akuntansi lingkungan adalah:

“Suatu fungsi penting tentang akuntansi lingkungan adalah untuk menggambarkan biaya-biaya lingkungan supaya diperhatikan oleh para stakeholders perusahaan yang mampu mendorong dalam pengidentifikasian cara-cara mengurangi atau menghindari biaya-biaya ketika pada waktu yang bersamaan sedang memperbaiki kualitas lingkungan”.

Akuntansi lingkungan juga dapat didefinisikan sebagai pencegahan, pengurangan dan atau penghindaran dampak terhadap lingkungan, bergerak dari beberapa kesempatan, dimulai dari perbaikan kembali kejadian-kejadian yang menimbulkan


(24)

bencana atas kegiatan-kegiatan tersebut. Dampak lingkungan merupakan beban terhadap lingkungan dari operasi bisnis atau kegiatan manusia lainnya yang secara potensial dapat merintangi pemeliharaan lingkungan yang baik.

2. Latar Belakang Akuntansi Lingkungan

Konsep akuntansi lingkungan sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Akibat tekanan lembaga-lembaga bukan pemerintah dan meningkatnya kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat yang mendesak agar perusahaan-perusahaan menerapkan pengelolaan lingkungan, bukan hanya

kegiatan industri demi bisnis saja.

Latar belakang pentingnya akuntansi lingkungan pada dasarnya menuntut kesadaran penuh perusahaan-perusahaan maupun organisasi lainnya yang telah mengambil manfaat dari lingkungan. Manfaat yang diambil ternyata telah berdampak pada maju dan berkembangnya bisnis perusahaan. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan-perusahaan atau organisasi lainnya agar dapat

meningkatkan usaha dalam mempertimbangkan konservasi lingkungan secara berkelanjutan. Usaha yang dibuat tentunya berkaitan dengan akuntansi lingkungan yang merupakan bagian dari aktifitas bisnis mereka. Salah satu usaha tersebut adalah memasukkan anggaran lingkungan pada laporan keuangan dan

pertanggungjawaban perusahaan. Ada beberapa alasan kenapa perusahaan perlu untuk mempertimbangkan pengadopsian akuntansi sebagai bagian dari sistem akuntansi perusahaan, antara lain:

1. Memungkinkan secara signifikan mengurangi dan menghapus biaya-biaya lingkungan.


(25)

2. Memungkinkan pendapatan dihasilkan dari biaya-biaya lingkungan. 3. Memperbaiki kinerja lingkungan perusahaan yang selama ini mungkin

mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan keberhasilan bisnis perusahaan.

4. Diharapkan menghasilkan biaya atau harga yang lebih akurat terhadap produk dari proses lingkungan yang dihasilkan.

5. Memungkinkan keuntungan yang lebih bersaing sebagaimana pelanggan mengharapkan produk/jasa lingkungan yang lebih bersahabat.

6. Dapat mendukung pengembangan dan jalannya sistem manajemen lingkungan yang menghendaki aturan untuk beberapa jenis perusahaan.

3. Konsep dan Tujuan Akuntansi Lingkungan

Secara garis besar, keutamaan penggunaan konsep akuntansi lingkungan bagi perusahaan adalah kemampuan untuk meminimalisasi persoalan-persoalan lingkungan yang dihadapinya. Banyak perusahaan besar industri dan jasa yang kini menerapkan akuntansi lingkungan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan lingkungan dari sudut pandang biaya dan manfaat atau efek. Akuntansi lingkungan diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk menghasilkan penilaian kuantitatif tentang biaya dan dampak perlindungan lingkungan.

Tujuan dari akuntansi lingkungan adalah untuk meningkatkan jumlah informasi relevan yang dibuat bagi mereka yang memerlukan atau dapat menggunakannya. Tujuan lain dari pentingnya pengungkapan akuntansi lingkungan berkaitan dengan kegiatan-kegiatan konservasi lingkungan oleh perusahaan maupun


(26)

organisasi lainnya yaitu mencakup kepentingan organisasi publik dan perusahaan-perusahaan publik yang bersifat lokal. Pengungkapan ini penting terutama bagi para stakeholders untuk dipahami, dievaluasi dan dianalisis sehingga dapat memberi dukungan bagi usaha mereka. Oleh karena itu, akuntansi lingkungan selanjutnya menjadi bagian dari suatu sistem sosial perusahaan.

Di samping itu, maksud dan tujuan dikembangkannya akuntansi lingkungan antara lain meliputi:

1. Akuntansi lingkungan merupakan sebuah alat manajemen lingkungan. 2. Akuntansi lingkungan sebagai alat komunikasi dengan masyarakat.

Sebagai alat manajemen lingkungan, akuntansi lingkungan digunakan untuk menilai keefektifan kegiatan konservasi berdasarkan ringkasan dan klasifikasi biaya konservasi lingkungan. Data akuntansi lingkungan juga digunakan untuk menentukan biaya fasilitas pengelolaan lingkungan, biaya keseluruhan konservasi lingkungan dan juga investasi yang diperlukan untuk kegiatan pengelolaan

lingkungan. Selain itu, akuntansi lingkungan juga digunakan untuk menilai tingkat keluaran capaian tiap tahun untuk menjamin perbaikan kinerja lingkungan yang harus berlangsung terus menerus.

Sebagai alat komunikasi dengan publik, akuntansi lingkungan digunakan untuk menyampaikan dampak negatif lingkungan, kegiatan konservasi lingkungan dan hasilnya kepada publik. Tanggapan dan pandangan terhadap akuntansi lingkungan dari berbagai pihak, pelanggan dan masyarakat digunakan sebagai umpan balik untuk mengubah pendekatan perusahaan dalam pelestarian atau pengelolaan lingkungan.


(27)

4. Fungsi dan Peran Akuntansi Lingkungan

Pentingnya penggunaan akuntansi lingkungan bagi perusahaan atau organisasi lainnya dijelaskan dalam fungsi dan peran akuntansi lingkungan. Fungsi dan peran ini dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu fungsi internal dan fungsi eksternal. Masing-masing fungsi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

Fungsi Internal

Fungsi internal merupakan fungsi yang berkaitan dengan pihak internal

perusahaan sendiri. Pihak internal adalah pihak yang menyelenggarakan usaha. Faktor yang dominan pada fungsi internal ini adalah pimpinan perusahaan. Sebagaimana halnya dengan sistem informasi lingkungan perusahaan, fungsi internal memungkinkan untuk mengatur biaya konservasi lingkungan dan

menganalisis biaya dari kegiatan-kegiatan konservasi lingkungan yang efektif dan efisien serta sesuai dengan pengambilan keputusan.

Fungsi Eksternal

Fungsi eksternal merupakan fungsi yang berkaitan dengan aspek pelaporan keuangan. SFAC No. 1 menjelaskan bahwa pelaporan keuangan memberikan informasi yang bermanfaat bagi investor dan kreditor, dan pemakai lainnya dalam mengambil keputusan investasi, kredit dan yang serupa secara rasional. Informasi tersebut harus bersifat komprehensif bagi mereka yang memiliki pemahaman yang rasional tentang kegiatan bisnis dan ekonomi dan memiliki kemauan untuk mempelajari informasi dengan cara yang rasional.


(28)

Pada fungsi ini, faktor penting yang perlu diperhatikan perusahaan adalah pengungkapan hasil dari kegiatan konservasi lingkungan dalam bentuk data akuntansi. Fungsi eksternal memberi kewenangan bagi perusahaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan stakeholders, seperti pelanggan, rekan bisnis, investor, penduduk lokal maupun bagian administrasi. Oleh karena itu, perusahaan harus memberikan informasi tentang bagaimana manajemen perusahaan mempertanggungjawabkan pengelolaan kepada pemilik atas

pemakaian sumber ekonomi yang dipercayakan kepadanya. Diharapkan dengan publikasi hasil akuntansi lingkungan akan berfungsi dan berarti bagi perusahaan-perusahaan dalam memenuhi pertanggungjawaban serta transparansi mereka bagi para stakeholders yang secara simultan sangat berarti untuk kepastian evaluasi dari kegiatan konservasi lingkungan.

D. Pengungkapan Lingkungan

Pengungkapan lingkungan adalah pengungkapan informasi yang berkaitan dengan lingkungan di dalam laporan tahunan perusahaan. Kata pengungkapan

(disclosure) memiliki arti tidak menutupi atau tidak menyembunyikan. Apabila dikaitkan dengan data, pengungkapan berarti memberikan data yang bermanfaat kepada pihak yang memerlukan. Jadi, data tersebut harus benar-benar bermanfaat, karena apabila tidak bermanfaat, tujuan dari pengungkapan tersebut tidak akan tercapai. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa perusahaan akan

mengungkapkan semua informasi yang diperlukan dalam rangka berjalannya fungsi pasar modal. Pendukung pendapat ini menyatakan bahwa jika suatu


(29)

informasi tidak diungkapkan hal ini disebabkan informasi tersebut tidak relevan bagi investor atau informasi ini tersedia di tempat lain.

Dalam FASB, FASC nomor 1 menyatakan bahwa pemakai laporan keuangan adalah pihak investor dan kreditor yang tidak lain merupakan pihak ekstern. Pihak investor berkepentingan atas laporan keuangan perusahaan dalam rangka

penentuan kebijaksanaan penanaman modalnya, sedangkan pihak kreditor yang berkepentingan atas laporan keuangan untuk memutuskan kredit kepada

perusahaan.

Di negara-negara Eropa, pengungkapan informasi laporan keuangan ditujukan kepada pihak yang lebih luas lagi yaitu meliputi juga pengungkapan untuk pegawai dan pemerintah. Pengaruhnya terhadap item yang diungkapkan menjadi luas. Arpan (1981) mengamati praktek yang dilakukan oleh perusahaan di Perancis yang mengharuskan perusahaan untuk menyusun neraca sosial (social balancesheet) kepada pemerintah setiap tahun.

Belum banyak penelitian yang dilakukan mengenai pengelolaan lingkungan hidup oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Meskipun demikian, pada suatu

penelitian tentang pengungkapan laporan tahunan perusahan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, ditemukan bahwa dari 30 perusahaan yang disurvey, sebanyak 7 (atau 23,3%) perusahaan melaporkan program pengelolaan lingkungannya. Mereka melaporkan usaha-usahanya dalam pengelolaan limbah, program penghijauan dan peningkatan kesadaran lingkungan bagi karyawannya. Akan tetapi tidak ada pelaporan khusus mengenai data keuangan sehubungan dengan


(30)

program-program dan kegiatan tersebut (Russel Craig and Joselito Diga, Corporate Accounting Disclosure in ASEAN, 1998).

Sedangkan di negara-negara maju, penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pelaporan lingkungan oleh perusahaan telah mengalami peningkatan yang

signifikan sejak empat dekade terakhir (Bates, 2002; Welford 1998). Penelitian di Negara-negara maju menunjukkan bahwa pengungkapan akuntansi lingkungan telah dilakukan secara sukarela atau dengan dorongan dari pemerintah melalui keringanan pajak dan sebagainya.

Pengungkapan (disclosure) dibagi kepada dua karakter, yaitu: pengungkapan wajib (mandatory) dan sukarela (voluntary). Pengungkapan dalam akuntansi lingkungan merupakan jenis pengungkapan sukarela, dan perusahaan berhak memilih bentuk pelaporan sesuai dengan kebutuhan dan kompleksitas organisasinya.

Saat ini tidak ada standar yang baku mengenai item-item pengungkapan lingkungan. Namun beberapa institusi telah mengeluarkan rekomendasi sistem pengungkapan lingkungan, antara lain Dewan Ekonomi dan Sosial – Perserikatan Bangsa-Bangsa (ECOSOC PBB), Ernst and Ernst, Institute of Chartered

Accountant in England and Wales (ICAEW), dan Global Reporting Initiative (GRI). GRI adalah sistem pengungkapan yang paling banyak dijadikan rujukan saat ini. GRI yang berdiri tahun 1997 merupakan inisiatif bersama antara koalisi LSM di Amerika Serikat, Coalition for Environmentally Responsible Economies (CERES) dengan United Nation Environment Programme (UNEP).


(31)

Tahun 2000, untuk pertama kalinya GRI mempublikasikan guideline-nya disusul publikasi untuk expanded version-nya pada Agustus 2002. Saat ini tidak kurang dari 460 perusahaan dari 45 negara mengadopsi total atau sebagian dari GRI untuk digunakan sebagai sustainability report pada perusahaannya (Wibisono, 2007).

Item-item pengungkapan lingkungan antara lain: 1. Pengungkapan kebijakan lingkungan 2. Sertifikasi lingkungan (ISO 14000 series) 3. Rating lingkungan

4. Energi yang digunakan dalam operasi perusahaan 5. Pencegahan/ pengurangan polusi

6. Dukungan pada konservasi satwa 7. Regulation compliance

Usaha dari pihak regulasi untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang telah dilakukan dengan menetapkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Aturan pelaksanaan lebih lanjut telah dinyatakan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999. Dalam Undang-undang itu juga disebutkan bahwasanya penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta

perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Undang-undang tersebut selanjutnya dijabarkan ke dalam peraturan-peraturan dari instansi


(32)

pemerintah yang terkait, seperti kementerian kehutanan, industri dan perdagangan, pertambangan dan sebagainya dalam bentuk peraturan pemerintah (PP).

Lebih jauh lagi, suatu nota kesepahaman (MoU) antara Kementerian Lingkungan Hidup dengan Bank Indonesia telah ditandatangani tahun 2005 yang lalu sebagai tindak lanjut dari Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penetapan Peringkat Kualitas Aktiva bagi bank umum. Aspek lingkungan menjadi salah satu variabel penentu dalam pemberian kredit bagi perusahaan. Kinerja lingkungan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup melalui PROPER adalah tolok ukur mereka. PROPER adalah penilaian kinerja perusahaan terkait

lingkungan hidup. Evaluasi kinerja lingkungan hidup perusahaan ini adalah program tahunan Kementerian Lingkungan Hidup untuk mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui instrumen informasi.

Sejalan dengan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah tersebut, pedoman mengenai pelaksanaan akuntansi lingkungan telah dikeluarkan oleh Ikatan

Akuntan Indonesia, yaitu dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 32 dan No. 33 yang mengatur tentang akuntansi kehutanan dan pertambangan umum.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 32 tentang Akuntansi Kehutanan

PSAK No. 32 memberikan pedoman yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan akuntansi kehutanan. Manfaat dan tujuan akuntansi kehutanan sesuai dengan PSAK No. 32 adalah terwujudnya pembakuan perlakuan akuntansi dan penyajian laporan keuangan perusahaan pengusahaan hutan, seperti pemegang


(33)

HPH/HPHTI, berdasarkan asas keterbukaan, sehingga dapat dipergunakan oleh berbagai pihak ekstern seperti instansi yang berwenang dan masyarakat.

Akuntansi kehutanan disusun dengan tujuan untuk menciptakan keseragaman dan harmonisasi dalam perlakuan akuntansi dan penyajian laporan keuangan

perusahaan pengusahaan hutan dikarenakan karakteristiknya yang berbeda dengan perusahaan pada umumnya.

Dengan berlakunya Akuntansi Kehutanan dalam semua perusahaan yang berkaitan dengan pengusahaan hutan, maka diharapkan:

a) Terdapat keseragaman dalam praktik-praktik akuntansi dan pelaporan keuangan oleh perusahaan pengusahaan hutan di Indonesia, sehingga mendorong terciptanya laporan keuangan yang berdaya banding. b) Laporan keuangan menjadi lebih informatif bagi pihak eksternal yang

tidak terlibat langsung dalam perusahaan.

c) Pemerintah akan dapat memantau perkembangan dan kondisi keuangan perusahaan.

(SAK, 2007:32.1)

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 33 tentang Akuntansi Pertambangan Umum

PSAK No. 33 ditujukan untuk memberikan dasar keseragaman dalam penyajian informasi keuangan perusahaan yang beroperasi di bidang pertambangan umum. Sifat dan karakteristik industri pertambangan umum berbeda dengan industri lainnya. Di antaranya adalah, kegiatan operasinya berpotensi menimbulkan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup, sehingga setiap perusahaan


(34)

pertambangan wajib memenuhi ketentuan perundangan yang berlaku mengenai lingkungan hidup, di samping mempunyai konsep pascapenambangan yang jelas.

Sebagai usaha untuk mengurangi dan mengendalikan dampak negatif kegiatan usaha penambangan, maka dalam PSAK No. 33 juga diatur tentang kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam industri pertambangan umum, yang meliputi upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, dan pengembangan

lingkungan hidup. Kegiatan-kegiatan pengelolaan lingkungan hidup itu wajib diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

E. Laporan Tahunan

Laporan tahunan wajib disampaikan oleh emiten yang terdaftar di Bursa Efek sebagai pelaporan kegiatan selama satu tahun sebelumnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders). Keseluruhan isi dari laporan tahunan tidak diatur oleh otoritas profesi yang berwenwng seperti Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) namun diatur oleh Regulator Bursa Efek yaitu Bapepam.

Bentuk dan isi laporan tahunan menurut peraturan Bapepam secara garis besar dibagi menjadi lima bagian besar, yaitu:

1. Ketentuan umum

Berisi tentang ketentuan bentuk fisik laporan tahunan serta ringkasan umum mengenai bahasan yang wajib dilaporkan dalam laporan tahunan.


(35)

2. Laporan manajemen

Berisi tentang penjelasan umum mengenai perusahaan, seperti sambutan komisaris dan direksi kepada pemegang saham, pelanggan atau

masyarakat umum; uraian mengenai keikutserataan perusahaan dalam program kemasyarakan; informasi mengenai perkembangan perusahaan; uraian tentang aspek pemasaran atas produk dan jasa perusahaan; riwayat hidup para anggota komisaris dan/atau direksi; dan informasi lain yang bersifat umum berkaitan dengan hal-hal yang ingin dicapai di masa depan. Serta berisi tentang penjelasan khusus mengenai perusahaan yang belum tercakup dalam penjelasan umum.

3. Bagian mengenai ikhtisar data keuangan penting

Berisi tentang keharusan perusahaan menyajikan informasi keuangan perbandingan selama 5 tahun buku atau sejak memulai usahanya jika perusahaan tersebut menjalankan kegiatan usahanya selama kurang dari 5 tahun.

4. Bagian mengenai analisis dan pembahasan umum oleh manajemen Berisi tentang uraian singkat yang membahas dan menganalisis laporan keuangan dan informasi lain dengan penekanan pada perubahan-perubahan material yang terjadi sejak laporan tahunan terakhir atau sejak pernyataan pendaftar diajukan.

5. Bagian mengenai laporan keuangan

Berisi tentang penyajian laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan


(36)

Indonesia dan peraturan Bapepam di bidang akuntansi serta harus diaudit oleh akuntan yang terdaftar di Bapepam.

Tujuan dari laporan tahunan adalah:

1. Berguna bagi pemakai (users) laporan tahunan dalam membuat keputusan investasi, masalah kredit atau keputusan-keputusan lainnya.

2. Menyediakan laporan tahunan yang komprehensif mengenai prospek perusahaan di masa depan, baik kegiatan operasi, keuangan, dan informasi-informasi relevan lainnya.

3. Menyediakan informasi mengenai klaim sumber daya perusahaan serta perubahannya.

F. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Lingkungan

Ada dua pengaruh yang mendorong perusahaan untuk memperhatikan aspek lingkungan hidup dalam kegiatan usahanya, yaitu dorongan dari dalam (internal force) dan dorongan dari luar (external force). Faktor pendorong dari dalam perusahaan adalah para karyawan dan manajemen puncak. Pengaruh bisa timbul dari pihak karyawan yang mempengaruhi tindakan manajemen puncak, akan tetapi bisa juga sebaliknya, dimana manajemen puncak menetapkan kebijakan tentang lingkungan hidup bagi perusahaan. Pengaruh juga bisa muncul berupa hal-hal kecil yang kemudian berkembang menjadi isu lingkungan yang meluas di dalam organisasi.

Meskipun demikian, ada beberapa persyaratan bagi perubahan itu dalam perusahaan, yaitu sikap dan tindakan pimpinan perusahaan, yang diharapkan


(37)

dapat mengubah budaya organisasi yang memiliki kesadaran akan pentingnya pengelolaan lingkungan hidup yang tinggi.

Adapun faktor pendorong dari luar perusahaan terutama adalah peraturan-peraturan pemerintah dan dari badan-badan terkait. Faktor eksternal lainnya di antaranya adalah dari konsumen, masyarakat, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, dan juga perusahaan pesaing.

Review yang dilakukan oleh Berthelot et. al. (2003) menunjukkan bahwa penelitian mengenai hubungan antara environmental disclosure dengan kinerja keuangan cukup banyak dilakukan. Beberapa peneliti umumnya menggunakan variabel kinerja keuangan atau pasar modal sebagai prediktor bagi kinerja lingkungan atau pengungkapan lingkungan itu sendiri. Dari hasil investigasi penelitian terdahulu tersebut, nampak bahwa penelitian yang menggunakan variabel non keuangan sebagai prediktor kinerja lingkungan masih jarang

dilakukan. Di samping itu, penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan kinerja lingkungan dalam laporan tahunan juga masih jarang dilakukan.

Dari beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi lingkungan dalam laporan tahunan tersebut, menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Ada beberapa faktor yang sering digunakan sebagai variabel penduga untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Faktor-faktor tersebut antara lain: size atau ukuran perusahaan, profitabilitas, profil dewan komisaris, financial leverage,


(38)

kepemilikan manajemen, dan tipe industri atau profil perusahaan (high profile atau low profile).

1. Ukuran Perusahaan (Size)

Ukuran perusahaan (size) merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi, dimana perusahaan besar yang memiliki biaya keagenan yang lebih besar akan mengungkapkan informasi yang lebih luas untuk mengurangi biaya keagenan tersebut. Di samping itu perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar merupakan

pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan. Ukuran perusahaan dapat diproksikan dari nilai kapitalisasi pasar, total asset, log penjualan, jumlah tenaga kerja dan sebagainya.

Menurut Cowen et. al., (1987), secara teoritis perusahaan besar tidak lepas dari tekanan, dan perusahaan yang lebih besar dengan aktivitas operasi dan pengaruh yang lebih besar terhadap masyarakat mungkin akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan program-program sosial yang dibuat perusahaan sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan akan semakin luas.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pattern (1991, 1992), menunjukkan bahwa ukuran perusahaan (size) merupakan faktor yang mempengaruhi pengungkapan akuntansi lingkungan. Sembiring (2005), juga menemukan bahwa size perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hasil penelitian Sembiring (2005) ini sejalan dengan hasil penelitian yang


(39)

dilakukan oleh Belkaoui dan Karpik (1989), Adam et. al., (1995, 1998), Hackston dan Milne (1996), Kokubu et. al., (2001), Hasibuan (2001), dan Gray et. al., (2001). Semua penelitian ini, secara umum menyatakan bahwa semakin besar suatu perusahaan maka pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuat juga cenderung semakin luas. Akan tetapi tidak semua penelitian mendukung hubungan antara size perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian yang tidak berhasil menunjukkan hubungan antara kedua variabel ini antara lain Roberts (1992), Sigh dan Ahuja (1983), Davey (1982), dan Ng (1985).

2. Profitabilitas

Profitabilitas perusahaan adalah kemampuan suatu perusahaan menghasilkan laba. Ratio profitabilitas perusahaan diwakili oleh perhitungan profit margin, Net ratio of ROI, dan Earning per share.

Seperti halnya hasil penelitian mengenai hubungan size perusahaan dan

pengungkapan sosial di atas, hasil penelitian mengenai hubungan profitabilitas dan pengungkapan sosial perusahaan juga memperlihatkan hasil yang sangat beragam. Secara teoritis, menurut Kokubu et. al., (2001) terdapat hubungan positif antara kinerja ekonomi suatu perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi dengan premis bahwa

perolehan laba yang semakin besar akan membuat perusahaan mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas.

Sebaliknya, Donovan dan Gibson (2000) menyatakan bahwa berdasarkan teori legitimasi, salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan


(40)

pengungkapan tanggung jawab sosial adalah bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan. Sebaliknya, pada saat tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para pengguna laporan akan membaca “good news” kinerja perusahaan, misalnya dalam lingkup sosial dan lingkungan, dengan demikian dapat dikatakan bahwa profitabilitas mempunyai hubungan yang negatif terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

Sejalan dengan Donovan dan Gibson (2000) adalah hasil penelitian Freedman dan Jaggi (1998) dan Sembiring (2005). Pada sisi lain beberapa penelitian

menyebutkan bahwa dua variabel itu memiliki hubungan yang signifikan, seperti dikemukakan oleh Bowman dan Haire (1976) serta Preston (1978). Sedangkan Gray et. al., (2001) menemukan hubungan yang bervariasi setiap tahun untuk kedua variabel tersebut.

3. Financial Leverage

Ketergantungan perusahaan terhadap hutang dalam membiayai kegiatan

operasinya tercermin dalam tingkat financial leverage. Financial leverage ini juga mencerminkan tingkat resiko keuangan perusahaan. Berdasarkan teori agensi, tingkat leverage memiliki pengaruh negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Manajemen perusahaan dengan tingkat leverage tinggi cenderung mengurangi pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuatnya agar tidak menjadi sorotan dari para debtholders.


(41)

Penelitian mengenai hubungan antara leverage dengan pengungkapan tanggung jawab sosial juga menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Belkaoui dan Karpik (1989) serta Cormier dan Magnan (1999) menemukan hubungan yang negatif signifikan antara kedua variabel tersebut. Suda dan Kokubu (1994) dan Kokubu et.al., (2001) tidak menemukan hubungan antara kedua variabel tersebut. Selain itu Robert (1992) menemukan hubungan yang positif antara kedua variabel tersebut.

4. Profil Dewan Komisaris

Berdasarkan teori agensi, dewan komisaris dianggap sebagai mekanisme

pengendalian intern tertinggi, yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak. Dikaitkan dengan pengungkapan informasi oleh perusahaan, kebanyakan penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara berbagai karakteristik dewan komisaris dengan tingkat pengungkapan informasi oleh perusahaan. Seperti yang dinyatakan oleh Sembiring (2005), yang menemukan bukti empiris bahwa ukuran dan profil dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sosial.

5. Kepemilikan Manajemen

Penelitian mengenai kepemilikan manajemen yang dilakukan oleh Jensen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa konflik kepentingan antara manajer dengan pemilik menjadi semakin besar ketika kepemilikan manajer terhadap perusahaan semakin kecil. Dalam hal ini manajer akan berusaha untuk memaksimalkan kepentingan dirinya dibandingkan kepentingan perusahaan. Sebaliknya, semakin


(42)

besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan, dengan kata lain biaya kontrak dan pengawasan menjadi rendah. Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray et. al., 1998).

G. Hipotesis

Berdasarkan uraian mengenai faktor-faktor yang diduga mempengaruhi

pengungkapan lingkungan tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1 : Ukuran perusahaan (size) berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan lingkungan dalam laporan tahunan perusahaan-perusahaan yang diteliti.

H2 : Profitabilitas berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat pengungkapan lingkungan dalam laporan tahunan perusahaan-perusahaan yang diteliti.

H3 : Leverage perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat pengungkapan lingkungan dalam laporan tahunan perusahaan-perusahaan yang diteliti.

H4 : Profil dewan komisaris berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan lingkungan dalam laporan tahunan perusahan-perusahaan yang diteliti.


(43)

H5 : Kepemilikan manajemen berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan lingkungan dalam laporan tahunan perusahaan-perusahaan yang diteliti.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu laporan tahunan perusahaan-perusahaan kehutanan dan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2004-2008. Data diambil dari Pusat Referensi Pasar Modal Bursa Efek Indonesia, dan juga website Bursa Efek Indonesia.

B.Teknik Pengambilan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan kehutanan dan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Periodisasi populasi penelitian ini mencakup data tahun 2004, 2005, 2006, 2007, 2008.

Sampel penelitian ini diambil dengan metode purposive judgement sampling, yaitu tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu (umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian), elemen populasi yang dipilih sebagai sampel dibatasi pada elemen-elemen yang dapat memberikan informasi berdasarkan pertimbangan (Indriantoro dan Supomo, 1999).


(45)

Berikut adalah kriteria dalam penentuan perusahaan yang akan dijadikan sampel: Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia sepanjang periode penelitian, tidak delisting di tengah-tengah periode penelitian ataupun baru

melakukan Initial Public Offering (IPO) di tengah-tengah periode penelitian.

Menerbitkan laporan tahunan dengan pengungkapan informasi lingkungan. Memiliki informasi keuangan dan non-keuangan lengkap, berdasarkan variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

Terdapat kira-kira 15-20 perusahaan kehutanan dan pertambangan yang terdaftar setiap tahun, atau sekitar 84 objek penelitian. Namun, beberapa tidak dapat dijadikan sampel karena tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Sampel akhir mendapatkan 12 perusahaan per tahun (lihat tabel 3.1.), terdiri dari sembilan perusahaan pertambangan dan tiga perusahaan kehutanan (lihat tabel 3.2.).

Tabel 3.1. Jumlah Sampel

2004 2005 2006 2007 2008 total

Prior year 14 15 15 15 19 78

New issues 1 - - 4 2 7

Delisted - - - - 1 1

Remaining 15 15 15 19 20 84

Unavailable 3 3 3 7 8 24

Final sample


(46)

Tabel 3.2. Daftar Perusahaan Sampel

No Nama Perusahaan Kode Efek

1 PT Aneka Tambang ANTM

2 PT Apexindo Pratama Duta APEX

3 PT Barito Pacific Timber BRPT

4 PT Bumi Resources BUMI

5 PT Central Korporindo CNKO

6 PT Energi Mega Persada ENRG

7 PT International Nickel Indonesia INCO

8 PT Medco Energi Internasional MEDC

9 PT Sumalindo Lestari Jaya SULI

10 PT Tambang Batubara Bukit Asam PTBA

11 PT Timah TINS

12 PT Tirta Mahakam Resources TIRT

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah data-data dalam laporan tahunan tahun 2004-2008 dari perusahaan-perusahaan sampel.

Alasan penggunaan laporan tahunan menurut Parsa dan Kouhy (2000) adalah: a) Laporan tahunan adalah dokumen utama perusahaan yang

mempresentasikan perusahaan tersebut dan dapat digunakan secara luas. b) Pengumpulan semua informasi sosial yang diungkapkan oleh perusahaan

bisa dikatakan tidak mungkin, mengingat peneliti harus mengidentifikasi semua sarana yang digunakan perusahaan dalam melakukan

pengungkapan sosial, sehingga laporan tahunan merupakan representasi dari semua sarana tersebut.

Laporan tahunan untuk penelitian ini didapatkan dari Pusat Referensi Pasar Modal, Bursa Efek Indonesia. Beberapa perusahaan memiliki laporan tentang lingkungan (laporan keberlanjutan) yang berdiri sendiri, terpisah dari laporan


(47)

tahunan. Walaupun begitu, laporan seperti ini biasanya tidak terdapat dalam database Bursa Efek Indonesia yang hanya menyediakan laporan tahunan dan laporan keuangan (tahunan dan interim). Untuk mempertahankan konsistensi data, penelitian ini hanya menggunakan informasi yang ada dalam laporan tahunan.

C. Indeks Pengungkapan Lingkungan (Environmental Disclosure Index/EDI)

Dalam penelitian ini, tingkat pengungkapan lingkungan perusahaan sampel diukur dengan indeks pengungkapan lingkungan. Untuk memperoleh angka indeks pengungkapan lingkungan, data dalam laporan-laporan tahunan perusahaan sampel dianalisis dengan menggunakan content analysis. Menurut penelitian oleh Carol A. Tilt dan Christopher Symes, setiap kalimat dalam laporan tahunan

perusahaan yang membahas atau menyebut aspek lingkungan hidup dan/atau yang berkaitan dengan itu akan didefinisikan sebagai pengungkapan lingkungan (Susi dan Kurniati Bahusin, 2001). Dengan content analysis, tingkat pengungkapan lingkungan diukur dengan menjumlahkan informasi lingkungan yang ditampilkan dalam laporan tahunan dalam kategori tertentu. Unit-unit analisis tersebut dapat berupa kata, kalimat, paragraf, ataupun gambar.

The level of environmental disclosure is measured by counting the

appearance of the environmental information in the annual reports under certain category. The unit of analysis may be word, sentence, paragraph, or even image (Susi, 2007).

Environmental disclosure index (EDI) yang digunakan dalam penelitian ini dimodifikasi dari Clarkson et.al. (2007). Indeks yang dikembangkan oleh clarkson et.al. (2007) terdiri dari tujuh kategori pengungkapan lingkungan hidup, yang dibagi kedalam kelompok A1 sampai A7. Kategori A1 sampai dengan A4 merupakan kelompok hard disclosure item, yang menunjukkan ukuran yang


(48)

sebenarnya mengenai manajemen lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan dan data mengenai kinerja lingkungan. Kategori A5 sampai dengan A7 adalah

kelompok soft disclosure item, yang mencakup tentang pernyataan visi, kebijakan, dan keterlibatan perusahaan berkaitan dengan lingkungan. Berikut adalah

pembahasan untuk masing-masing kategori kelompok pengungkapan.

Hard Disclosure Item

Kategori A1 fokus kepada pengungkapan yang menyinggung struktur tata kelola perusahaan dan sistem manajemen berkenaan dengan perlindungan lingkungan. Sebagai contoh, perusahaan dengan dewan direksi yang memiliki komite lingkungan atau menerapkan ISO 14001 dalam kegiatan operasionalnya, akan menginformasikan komitmen tersebut secara luas kepada para stakeholder.

Kategori A2 fokus kepada kredibilitas pengungkapan perusahaan dalam laporan tahunannya. Perusahaan yang mendapatkan verifikasi independen untuk laporan tahunannya, dan perusahaan dengan sertifikasi produk dan program-program lingkungan dari pihak ketiga yang independen akan mendapatkan nilai tinggi dalam kategori ini.

Dalam kategori A3, mencakup item-item yang menilai seberapa luas perusahaan mengungkapkan indikator kinerja lingkungan yang lebih spesifik, tentang seberapa tinggi tingkat polusi yang disebabkan oleh perusahaan dan bagaimana upaya-upaya perusahaan untuk melakukan konservasi lingkungan dan program daur ulang.


(49)

Kategori terakhir dalam kelompok hard disclosure adalah A4, yang

menggambarkan pengeluaran perusahaan berkenaan dengan lingkungan. Indeks kategori hard disclosure yang didesain dalam A1 sampai dengan A4 tersebut membuat perusahaan dengan kinerja lingkungan yang rendah, relatif sulit untuk meniru pengungkapan lingkungan seperti yang dilakukan oleh perusahaan dengan kinerja lingkungan yang baik.

Soft disclosure item

Pengukuran pengungkapan perusahaan tentang pernyataan visi dan strategi lingkungan terdapat dalam A5. Sebagai contoh, perusahaan sering

mengungkapkan secara luas bahwa mereka memiliki kebijakan lingkungan dimana manajemen memiliki komitmen untuk melindungi lingkungan dan sebagainya.

Kategori A6 menilai pengungkapan profil lingkungan perusahaan yang

memperlihatkan gambaran pengaruh perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya. Terakhir, pengungkapan perusahaan atas inisiatif lingkungan dikategorikan dalam A7. Item-item dalam A7 termasuk pelatihan karyawan mengenai manajemen lingkungan, rencana tanggap darurat untuk kecelakaan yang menyebabkan kerusakan lingkungan, audit dan penghargaan lingkungan secara internal, dan keterlibatan perusahaan dalam komunitas atau donasi yang berkenaan dengan lingkungan. Item-item dalam kelompok soft disclosure ini dapat menggambarkan komitmen perusahaan yang sesungguhnya terhadap kelestarian lingkungan, namun dapat juga direkayasa oleh perusahaan yang tidak sungguh-sungguh berkomitmen dalam melestarikan lingkungan.


(50)

Dalam penelitian ini, ada dua item pengungkapan dalam kategori A3 yang tidak digunakan, karena dua item tersebut melibatkan data toxics release inventory (TRI) dari Environmental Protection Agency (EPA), sebuah badan perlindungan lingkungan di Amerika Serikat yang menilai kinerja lingkungan perusahaan-perusahaan di negara tersebut. Sampel dalam penelitian ini, yaitu perusahaan-perusahaan kehutanan dan pertambangan di Indonesia tentu tidak termasuk dalam perusahaan yang dinilai oleh EPA. Sehingga dua item yang melibatkan penilaian EPA

tersebut, ditiadakan dalam indeks yang digunakan untuk penelitian ini. Tabel 3.3. menguraikan item-item pengungkapan dalam indeks pengungkapan lingkungan yang dimodifikasi dari Clarkson et.al. (2007).

Kriteria-kriteria pengungkapan dalam tabel tersebut kemudian diberi skor untuk mendapatkan angka indeks pengungkapan lingkungan. Untuk kategori A1, A2, A4, A5, A6, dan A7, digunakan skoring sebagai berikut:

- Skor 1, jika perusahaan mengungkapkan item yang diminta. - Skor 0, jika perusahaan tidak mengungkapkan item yang diminta Sedangkan untuk kategori A3, digunakan skoring sebagai berikut:

- Skor 0, jika data kinerja tidak ditampilkan. - Skor 1, jika data kinerja ditampilkan.

- Skor 2, jika data kinerja ditampilkan dengan perbandingan terhadap perusahaan lain.

- Skor 3, jika data kinerja ditampilkan dengan perbandingan terhadap periode sebelumnya.


(51)

Tabel 3.3 : Indeks penilaian kualitas pengungkapan sukarela tentang kebijakan dan kinerja lingkungan.

Hard disclosure item Sesuai

dengan GRI A1) Struktur tata kelola perusahaan dan sistem manajemen

1. Adanya depeartemen/divisi untuk pengawasan atau pengendalian polusi dan/atau posisi manajemen untuk manajemen lingkungan. 2. Adanya komite yang menangani permasalahan lingkungan dan/atau

sosial dalam dewan pengurus.

3. Adanya syarat dan kondisi yang dapat diterapkan untuk pemasok dan pelanggan berkenaan dengan praktik-praktik lingkungan. 4. Keterlibatan stakeholder pada penetapan kebijakan lingkungan

perusahaan.

5. Penerapan ISO 14001 pada tingkat pegawai dan/atau perusahaan. 6. Adanya kompensasi yang berantai/bersangkut-paut pada kinerja

lingkungan. 3.1 3.1 3.16 1.1, 3.10 3.14, 3.20 3.5 A2) Kredibilitas Perusahaan

1. Pemakaian standar atau ketetapan pelaporan berkelanjutan pada laporan tentang lingkungan.

2. Verifikasi yang independen tentang pengungkapan informasi lingkungan dalam laporan tahunan.

3. Audit independen secara periodik terhadap kinerja dan/atau sistem lingkungan.

4. Sertifikasi program pengelolaan lingkungan oleh pihak berwenang yang independen.

5. Sertifikasi produk dengan tanggung jawab terhadap dampak lingkungan.

6. Penghargaan kinerja lingkungan dari pihak eksternal.

7. Keterlibatan stakeholder dalam proses pengungkapan lingkungan. 8. Berpartisipasi dalam prakarsa lingkungan sukarela yang didukung

oleh departemen/badan pemerintah yang bersangkutan.

9. Berpartisipasi dalam asosiasi industri khusus untuk meningkatkan praktik-praktik lingkungan.

10.Berpartisipasi dalam organisasi/asosiasi lingkungan hidup lainnya untuk meningkatkan praktik-praktik lingkungan.

3.14 2.20, 2.21 3.19 3.20 3.16 1.1, 3.10 3.15 3.15 3.15 A3) Environmental Performance Indicators (EPI)

1. EPI pada penggunaan dan/atau efisiensi energi.

2. EPI pada penggunaan air dan/atau efisiensi penggunaan air. 3. EPI pada emisi gas rumah kaca.

4. EPI pada emisi udara lain.

5. EPI pada pengelolaan dan/atau manajemen limbah (daur ulang, penggunaan kembali, pengurangan, perlakuan, dan pembuangan). 6. EPI pada penggunaan tanah dan sumber daya alam, biodiversity,

dan konservasi.

7. EPI pada dampak produk dan pelayanan terhadap lingkungan. 8. EPI pada pemenuhan kinerja (contohnya: hal-hal di luar dugaan,

peristiwa-peristiwa yang dapat dilaporkan).

EN3, 4, 17 EN5, 17 EN8 EN9, 10 EN11 EN12, 13 EN11 EN6, 7 A4) Biaya untuk pemeliharaan lingkungan

1. Ringkasan atau rekapitulasi penghematan perusahaan yang didapatkan karena prakarsa pemeliharaan lingkungan.


(52)

inovasi untuk mempertinggi efisiensi dan kinerja lingkungan. 3. Jumlah biaya yang dihabiskan untuk denda yang berhubungan

dengan masalah lingkungan.

EN16

Soft Disclosure Item Sesuai

dengan GRI A5) Pernyataan strategi dan visi

1. Pernyataan tertulis tentang kinerja lingkungan, oleh CEO kepada shareholder dan stakeholder.

2. Pernyataan tentang kebijakan, nilai-nilai, dan prinsip-prinsip perusahaan yang berkenaan dengan lingkungan.

3. Pernyataan tentang sistem manajemen resmi yang menghargai kinerja dan resiko lingkungan.

4. Pernyataan bahwa perusahaan secara berkala me-review dan mengevaluasi kinerja lingkungannya.

5. Pernyataan tentang inovasi lingkungan khusus atau teknologi baru.

1.1, 1.2 1.1, 1.2, 3.7 3.19 3.19 1.1, 1.2 A6) Profil lingkungan

1. Pernyataan tentang pemenuhan perusahaan dengan standar lingkungan khusus.

2. Gambaran tentang pengaruh industri terhadap lingkungan.

3. Gambaran tentang bagaimana operasi bisnis, produk, dan pelayanan mempengaruhi lingkungan.

4. Gambaran tentang kinerja lingkungan perusahaan berhubungan dengan industri sejenis.

GN8 GN8 GN8 GN8 A7) Prakarsa Lingkungan

1. Penjabaran yang sebenarnya tentang pelatihan karyawan dalam operasi dan manajemen lingkungan.

2. Eksistensi rencana pertanggungjawaban dalam kasus kecelakaan yang menyebabkan kerusakan lingkungan.

3. Penghargaan lingkungan secara internal. 4. Audit lingkungan secara internal.

5. Sertifikasi internal untuk program-program lingkungan.

6. Keterlibatan komunitas dan/atau donasi yang berhubungan dengan lingkungan.

3.19

3.19, 3.20 3.19 SO1, EC10

D. Identifikasi variabel

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel dependen

Variabel dependen dinyatakan dengan notasi Y, yaitu indeks pengungkapan lingkungan (Environmental Disclosure Index/EDI). Untuk mendapatkan nilai


(53)

EDI, jumlah skor pengungkapan masing-masing perusahaan sampel dibagi dengan jumlah skor maksimal seluruh item pengungkapan.

2. Variabel independen

Variabel independen dinyatakan dengan notasi X, terdiri dari: 1.Ukuran perusahaan (Size)

Ukuran perusahaan diproksikan dari jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan sampel.

2.Profitabilitas perusahaan

Profitabilitas perusahaan adalah kemampuan suatu perusahaan menghasilkan laba. Rasio profitabilitas diukur dengan profit margin yaitu perbandingan laba bersih terhadap pendapatan/penjualan.

3.Financial leverage perusahaan

Ketergantungan perusahaan terhadap hutang dalam membiayai kegiatan

operasinya tercermin dalam tingkat financial leverage, yang diukur dengan rasio leverage yaitu perbandingan total hutang terhadap modal sendiri.

4.Profil dewan komisaris

Berdasarkan teori agensi, dewan komisaris dianggap sebagai mekanisme

pengendalian intern tertinggi, yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak. Profil dewan komisaris diwakili oleh jumlah anggota dewan komisaris.


(54)

5.Kepemilikan manajemen

Kepemilikan manajemen pada perusahaan sampel diwakili dengan skoring. Skor 1 untuk perusahaan dengan kepemilikan saham oleh manajemen, dan skor 0 untuk perusahaan tanpa kepemilikan saham oleh manajemen.

E. Alat Analisis

Alat uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda (multiple regression). Regresi berganda digunakan dengan tujuan mengetahui bagaimana pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, tingkat leverage, ukuran dewan komisaris, dan kepemilikan manajemen terhadap tingkat pengungkapan lingkungan.

1. Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi ini bertujuan agar asumsi-asumsi yang mendasari model linier dapat terpenuhi dan penelitian tidak menjadi bias. Pengujian ini dilakukan sebelum suatu model regresi linier digunakan. Pengujian asumsi yang perlu digunakan antara lain : Uji normalitas, Uji Multikolenearitas, Uji

Heteroskedastisitas dan Uji Autokorelasi.

1.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji keberadaan distribusi normal dalam suatu model regresi. Model regresi yang baik memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Alat uji asumsi yang digunakan adalah normal probability regression standardized residual. Dasar pengambilan keputusan:


(55)

a) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Untuk hasil yang lebih akurat, dilakukan juga pengujian Kolmogorov-Smirnov dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:

a) jika nilai Kolmogorov-Smirnov signifikan pada 0,05 maka residual tidak normal.

b) Jika nilai Kolmogorov-Smirnov tidak signifikan pada 0,05 maka residual terdistribusi secara normal.

1.2 Uji Multikolonieritas

Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Uji multikolonieritas adalah untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan problem multikolinieritas. Dimana deteksi adanya multikolinieritas adalah dengan melihat nilai VIF dan tolerance. Nilai yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10.

1.3 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Untuk mengetahui bahwa model regresi yang


(56)

dihasilkan tidak terjadi autokorelasi, dilakukan uji Durbin-Watson dengan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:

H0 : tidak ada autokorelasi positif Ha : ada autokorelasi

Dengan dasar pengambilan keputusan seperti pada tabel berikut ini: Tabel 3.4. : Dasar Pengambilan Keputusan Uji Durbin-Watson

Hipotesis nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi Positif

Tolak 0 < d < dl Tidak ada autokorelasi

positif

Tidak ada keputusan dl ≤ d ≤ du Tidak ada korelasi negatif Tolak 4-dl < d < 4 Tidak ada korelasi negatif Tidak ada keputusan 4-du ≤ d ≤ 4-dl Tidak ada autokorelasi,

positif atau negative

Tidak ditolak du < d < 4-du

1.4 Uji Heteroskedastisitas

Apabila dalam suatu model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain maka terjadi heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Deteksi ada atau

tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah distandarkan. Jika pada grafik terlihat titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.


(1)

Hard Disclosure Item A1) Struktur dan tata kelola perusahaan

1. Adanya departemen/divisi untuk pengawasan atau 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0

pengendalian polusi dan/atau posisi manajemen untuk manajemen lingkungan (0-1)

2. Adanya komite yang menangani permasalahan 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0

lingkungan dan/atau sosial dalam dewan pengurus (0-1)

3. Adanya syarat dan kondisi yang dapat diterapkan 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0

untuk pemasok dan pelanggan berkenaan dengan praktik-praktik lingkungan (0-1)

4. Keterlibatan stakeholder pada penetapan kebijakan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 lingkungan perusahaan (0-1)

5. Penerapan ISO 14001 pada tingkat pegawai dan/atau 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0

perusahaan (0-1)

6. Adanya kompensasi yang berantai/bersangkut-paut 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0

pada kinerja lingkungan (0-1) A2) Kredibilitas Perusahaan

1. Pemakaian standar atau ketetapan pelaporan berkelanjutan 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 pada laporan tentang lingkungan (0-1)

2. Verifikasi yang independen tentang pengungkapan 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0

informasi lingkungan dalam laporan tahunan (0-1)

3. Audit independen secara periodik terhadap kinerja 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0

dan/atau sistem lingkungan (0-1)

TINS TIRT

EN

R

G

IN

C

O

MED

C

PT

B

A

SU

LI

A

N

TM

A

PE

X

B

U

MI

B

R

PT

CNKO

Indeks Penilaian Kualitas Pengungkapan Sukarela tentang Kebijakan dan Kinerja Lingkungan Tahun 2008


(2)

4. Sertifikasi program pengelolaan lingkungan oleh pihak 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 berwenang yang independen (0-1)

5. Sertifikasi produk dengan tanggung jawab terhadap 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 dampak lingkungan (0-1)

6. Penghargaan kinerja lingkungan dari pihak eksternal (0-1) 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 7. Keterlibatan stakeholder dalam proses pengungkapan 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 lingkungan (0-1)

8. Berpartisipasi dalam prakarsa lingkungan sukarela 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0

yang didukung oleh departemen/badan pemerintah yang bersangkutan (0-1)

9. Berpartisipasi dalam asosiasi industri khusus untuk 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 meningkatkan praktik-praktik lingkungan (0-1)

10.Berpartisipasi dalam organisasi/asosiasi lingkungan 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 hidup lainnya untuk meningkatkan praktik-praktik

lingkungan (0-1)

A3) Environmental Performance Indicators (EPI)

1. EPI pada penggunaan energi dan/atau efisiensi energi (0-4) 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 3 0 2. EPI pada penggunaan air dan/atau efisiensi penggunaan air 0 0 1 0 0 0 1 1 4 0 3 0 (0-4)

3. EPI pada emisi gas rumah kaca (0-4) 0 0 1 0 0 0 1 1 4 0 3 0

4. EPI pada emisi udara lain (0-4) 0 0 0 0 0 0 1 1 4 0 4 0

5. EPI pada pengelolaan dan/atau manajemen limbah (daur 0 0 1 0 0 1 1 1 4 0 3 0 ulang, penggunaan kembali, pengurangan, perlakuan, dan

pembuangan) (0-4)

6. EPI pada penggunaan tanah dan sumber daya alam, 1 0 4 0 0 1 4 1 4 0 3 0

biodiversity, dan konservasi (0-4)

7. EPI pada dampak produk dan pelayanan terhadap 0 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0

lingkungan (0-4)

8. EPI pada pemenuhan kinerja (contohnya: hal-hal diluar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 dugaan, peristiwa-peristiwa yang dapat dilaporkan (0-4)


(3)

A4) Biaya untuk pemeliharaan lingkungan

1. Ringkasan atau rekapitulasi penghematan perusahaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 yang didapatkan karena prakarsa pemeliharaan

lingkungan (0-1)

2. Jumlah biaya yang dihabiskan untuk teknologi, R&D, 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 dan/atau inovasi untuk mempertinggi efisiensi dan

kinerja lingkungan (0-1)

3. Jumlah biaya yang dihabiskan untuk denda yang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

berhubungan dengan masalah lingkungan (0-1) Soft Disclosure Item

A5) Pernyataan strategi dan visi

1. Pernyataan tertulis tentang kinerja lingkungan, oleh 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 CEO kepada shareholder dan stakeholder (0-1)

2. Pernyataan tentang kebijakan, nilai-nilai, dan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0

prinsip-prinsip perusahaan yang berkenaan dengan lingkungan (0-1)

3. Pernyataan tentang sistem manajemen resmi yang 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0

menghargai kinerja dan resiko lingkungan (0-1)

4. Pernyataan bahwa perusahaan secara berkala me- 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0

review dan mengevaluasi kinerja lingkungannya (0-1)

5. Pernyataan tentang inovasi lingkungan khusus atau 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0

teknologi baru (0-1) A6) Profil Lingkungan

1. Pernyataan tentang pemenuhan perusahaan dengan 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0

standar lingkungan khusus (0-1)

2. Gambaran tentang pengaruh industri terhadap 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0

lingkungan (0-1)

3. Gambaran tentang bagaimana operasi bisnis, produk, 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 dan pelayanan mempengaruhi lingkungan (0-1)

4. gambaran tentang kinerja lingkungan perusahaan 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0


(4)

A7) Prakarsa Lingkungan

1. Penjabaran yang sebenarnya tentang pelatihan 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0

karyawan dalam operasi dan manajemen lingkungan (0-1)

2. Eksistensi rencana pertanggungjawaban dalam 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0

kasus kecelakaan yang menyebabkan kerusakan lingkungan (0-1)

3. Penghargaan lingkungan secara internal (0-1) 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

4. Audit lingkungan secara internal (0-1) 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0

5. Sertifikasi internal untuk program-program lingkungan (0-1) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

6. Keterlibatan komunitas dan atau donasi yang 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0

berhubungan dengan lingkungan (0-1)

0.364 0.742 0.015 0.045 0.379 0.379 0.439 0.652

Environmental Disclosure Index (EDI) 0.424 0.258 0.348 0.152 66 66 66 66

Jumlah nilai pengungkapan maksimal 66 66 66 66 66

24 49 1

66 66 66

0.349 EDI Rata-rata


(5)

1 Aneka Tambang 2004 0.212 3,305 0.283 1.474 5 1 2005 0.273 3,239 0.259 1.113 5 1 2006 0.333 2,749 0.276 0.703 5 1 2007 0.318 2,716 0.427 0.373 4 1 2008 0.424 2,605 0.143 0.264 4 1 2 Apexindo Pratama Duta 2004 0.045 448 -0.026 1.277 5 0 2005 0.061 414 -0.038 1.047 5 0 2006 0.076 466 0.265 1.087 6 1 2007 0.273 497 0.171 1.088 6 1 2008 0.258 1,540 0.157 0.83 8 1 3 Barito Pacific Timber 2004 0.212 11,099 -0.121 -6.721 5 1 2005 0.258 6,031 0.839 1.171 5 1 2006 0.333 2,322 0.016 0.638 4 1 2007 0.318 2,987 0.132 0.574 6 1 2008 0.152 2,060 -0.186 1.217 6 1

4 Bumi Resources 2004 0.258 3,164 0.115 14.063 8 0

2005 0.242 3,909 0.071 6.268 8 0 2006 0.258 3,722 0.12 5.955 8 0 2007 0.439 4,004 0.348 1.264 8 0 2008 0.348 6,315 0.191 2.015 8 0 5 Central Korporindo Internasional 2004 0.045 55 -0.269 0.011 3 0

2005 0.045 60 0 0.092 3 0

2006 0.045 60 0.005 0.177 3 0

2007 0.045 57 0.006 0.162 3 0

2008 0.045 57 0.006 0.184 3 0

6 Energi Mega Persada 2004 0.182 585 0.087 5.197 3 1 2005 0.273 875 0.132 6.884 3 1 2006 0.242 726 -0.181 3.631 3 1 2007 0.333 626 0.102 1.797 4 1 2008 0.379 526 -0.019 1.046 5 1 7 International Nickel Indonesia 2004 0.106 3,341 0.359 0.416 10 1 2005 0.227 3,368 0.304 0.274 10 1 2006 0.318 3,440 0.384 0.008 10 1 2007 0.379 3,735 0.504 0.361 10 1 2008 0.379 3,610 0.274 0.211 10 1 8 Medco Energi Internasional 2004 0.106 1,930 0.134 1.739 8 0 2005 0.136 2,372 0.12 0.302 5 0 2006 0.333 2,194 0.048 2.208 5 0 2007 0.394 2,259 0.007 2.85 5 1 2008 0.439 2,131 0.218 1.684 5 1 No.

Lampiran 2 Data Variabel Penelitian

KM KOM LEV

PROFIT SIZE

EDI Tahun


(6)

Lampiran 2 (lanjutan)

9 Sumalindo Lestari Jaya 2004 0.182 3,679 -0.143 25.447 5 0

2005 0.227 3,490 0 4.967 5 0

2006 0.303 2,975 -0.075 2.608 5 0 2007 0.273 3,057 0.025 2.202 5 0 2008 0.364 3,361 -0.239 3.422 5 0 10 Tambang Batubara Bukit Asam 2004 0.196 3,581 0.161 0.406 6 1 2005 0.167 3,468 0.156 0.378 6 1 2006 0.273 3,416 0.137 0.348 6 1 2007 0.273 3,357 0.184 0.398 6 1 2008 0.652 3,163 0.237 0.508 5 1

11 Timah 2004 0.152 4,607 0.063 0.601 3 1

2005 0.167 4,364 0.032 0.791 3 1 2006 0.182 4,022 0.051 1.065 3 1 2007 0.576 4,023 0.209 0.498 5 1 2008 0.742 6,456 0.148 0.514 5 1

12 Tirta Mahakam 2004 0.031 3,400 0.013 3.098 4 0

2005 0.045 3,703 0.011 3.204 4 0 2006 0.045 1,310 0.002 1.882 4 0 2007 0.015 1,524 0.001 1.786 4 0 2008 0.015 1,891 -0.105 3.335 3 0