Karakteristik peserta didik berdasarkan aspek Sosio-Emosional

10 Faktor Kecerdasan Emosional Goleman menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya menjadi lima kemampuan utama, yaitu; a. Mengenali Emosi Diri, Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. b. Mengelola Emosi, mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. c. Memotivasi Diri Sendiri, Presatasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri. d. Mengenali Emosi Orang Lain, Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman 2000 :57 kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. e. Membina Hubungan, Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi Goleman, 2000:59. Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain. 1. Mengenal emosi diri 2. Mengelola emosi 3. Memotivasi diri sendiri 4. Mengenal emosi orang lain 5. Membina hubungan 11 Gambar 1.2 Faktor Kecerdasan Emosional

7. Karakteristik Peserta Didik Berdasarkan Aspek Moral

7.1. Pengertian Moral

Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” moris yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturannilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan, dan memelihara hak orang lain, serta larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya.

7.2. Perkembangan Moral

Perkembangan moral adalah suatu perubahan yang berkaitan dengan budaya mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh sekelompok orang dalam hubungannya dengan kelompoknya ataupun dengan orang lain Suryabrata, 1984. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral imoral. Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, dalam pengalamannya berinteraksi dengan orang lain dengan orang tua, saudara, teman sebaya, atau guru, anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan. Teori Psikoanalisa tentang Perkembangan Moral Dalam menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan pembagiaan struktur kepribadian manusia atas tiga, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek biologis yang irasional dan tidak disadari. Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri dari aspek psikologis, yaitu sub sistem ego yang rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas. Sedangkan superego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek sosial 12 yang berisikan sistem nilai dan moral, yang benar-benar memperhitungkan benar dan salahnya sesuatu.

a. Teori belajar tentang perkembangan moral

Teori belajar sosial melihat tingkah laku moral sebagai respons atas stimulus. Dalam hal ini, proses-proses penguatan, penghukuman dan peniruan digunakan untuk menjelaskan perilaku moral anak-anak.

b. Teori Kognitif Piaget tentang Perkembangan Moral

Teori kognitif Piaget mengenai perkembangan moral melibatkan prinsip- prinsip dan proses-proses yang sama dengan pertumbuhan kognitif yang ditemui dalam teorinya tentang perkembangan intelektual. Bagi Piaget perkembangan moral digambarkan melalui aturan permainan. Berdasarkan hasil observasinya tahapan aturan-aturan permainan yang digunakan anak-anak, piaget menyimpulkan bahwa pemikiran anak-anak tentang moralitas dapat dibedakan atas dua tahap, yaitu: a Tahap Heterononous Morality Tahap perkembangan moral yang terjadi pada anak usia kira-kira 6 hingga 9 tahun. Anak-anak pada masa ini yakin akan keadilan immanen, yaitu konsep bahwa bila suatu aturan yang dilanggar, hukuman akan segera dijatuhkan. b Tahap Autonomous Morality Tahap perkembangan moral yang terjadi pada anak usia kira-kira 9 hingga 12 tahun. Anak mulai sadar bahwa aturan-aturan dan hukuman-hukuman merupakan ciptaan manusia dan dalam penerapan suatu hukuman atau suatu tindakan harus mempertimbangkan maksud pelaku serta akibat-akibatnya.

c. Teori Kohlberg tentang Perkembangan Moral

Teori kohlberg tentang perkembangan moral merupakan pelumas, modifikasi, dan redefeni atas teori Piaget. Teori ini didasarkan atas analisisnya terhadap hasil wawancara dengan anak laki-laki usia 10 hingga 16 tahun yang dihadapkan dengan suatu dilema moral, di mana mereka harus memilih antara tindakan menaati peraturan atau memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang bertentangan dengan beraturan.