27
ditambahkan larutan natrium hidroksida, serapan larutan tersebut diukur pada panjang gelombang 200-400 nm dengan alat spektrofotometer ultra violet.
3.8.4 Pembuatan Kurva Baku Natrium diflofenak pada panjang gelombang maksimum
Pembuatan kurva baku natrium diklofenak pada panjang gelombang maksimum dilakukan dengan cara: dipipet berturut–turut 0,6 ml; 0,8 ml;4 ml; 1,2 ml;
1,4; 1,6; dan 1,8 ml larutan kemudian dimasukkan kedalam labu takar 10 ml dan diadakan hingga 10 ml natrium hidroksida. Diperoleh larutan dengan konsentrasi 6, 8
, 12 , 14 , 16 dan 18 mcgml. Larutan diukur serapannya pada panjang gelombang yang sesuai dengan hasil pengukuran panjang gelombang maksimum.
3.9 Pembuatan Suspensi dan Larutan
3.9.1 Pembuatan Suspensi CMC 1
Sebanyak 1 gram CMC yang telah ditimbang seksama ditaburkan dalam lumpang yang berisi 20 ml akuades panas. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang
transparan, lalu digerus sampai homogen, diencerkan dengan akuades dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian dicukupkan volumenya dengan akuades hingga 100
ml.
3.9.2 Pembuatan Suspensi Natrium Diklofenak 0,05
Sebanyak 50 mg natrium diklofenak baku, digerus di dalam lumpang. Kemudian ditambahkan CMC 1 digerus sampai homogen. Dituang kedalam labu tentukur 100 ml,
ditambah CMC 1 sampai batas tanda, kocok hingga homogen.
3.9.3 Pembuatan Suspensi Ekstrak
Sebanyak 250 mg ekstrak etanol bunga pepaya jantan, dimasukkan ke dalam lumpang, digerus. Ditambahkan sedikit suspensi CMC 1 kemudian dihomogenkan.
Dituang ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambah CMC 1 sampai batas tanda.
Universitas Sumatera Utara
28
3.10 Perlakuan Terhadap Hewan Percobaan
Tikus jantan sebanyak 20 ekor dengan berat badan 150-200 g dikelompokkan secara acak menjadi 4 kelompok, yang masing–masing kelompok terdiri dari 5 ekor
tikus dan diberi perlakuan secara per oral.
3.10.1 Perlakuan Pada Hewan Percobaan dengan Pemberian Natrium Diklofenak tanpa Ekstrak Etanol Bunga Pepaya Jantan EEBPJ
Perlakuan Pada Hewan Percobaan dengan Pemberian natrium diklofenak tanpa
EEBPJ adalah sebagai berikut:
a. rambut pada ekor tikus dicukur terlebih dahulu.
b. pengambilan darah dilakukan pada masing-masing hewan percobaan
sebanyak 0,5 ml dari vena bagian ekor dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi heparin, tambahkan TCA 20 sebanyak 1 ml
kemudian dihomogenkan dengan vortex dan disentrifus untuk diambil supernatan sebagai blanko.
c. kemudian hewan di uji diberikan larutan natrium diflofenak dengan dosis
yang telah dikonversikan dosis manusia ke dosis tikus terhadap dosis lazim 25 mg.
d. masing-masing hewan uji diambil darahnya sebanyak 0,5 ml dari vena bagian
ekor dengan interval waktu 15 menit; 30 menit; 45 menit; 75 menit; 105 menit; 135 menit; 195 menit; 255 menit; 315 menit; 435 menit; 675 menit;
795 menit. Kemudian tambahkan TCA 20 sebanyak 1ml lalu divorteks dan disentrifus pada 2000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan plasmanya
dan diambil supernatan kemudian ukur absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang yang telah didapatkan pada panjang gelombang
maksimum.
Universitas Sumatera Utara
29
3.10.2 Perlakuan Pada Hewan Percobaan dengan Pemberian Natrium Diklofenak dengan Pemberian EEBPJ selama 7 Hari Berturut-turut
Perlakuan pada hewan percoban dengan pemberian Natrium Diklofenak
dengan pemberian EEBPJ selama 7 hari berturut-turut adalah sebagai berikut: a. pada kelompok perlakuan masing-masing hewan diberi EEBPJ dengan dosis 20
mgkg bb, 400 mgkg bb dan 80 mgkg bb selama 7 hari berturut-turut. Pengambilan sampel darah dilakukan pada masing-masing kelompok hewan
percobaan sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan TCA 20 sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan heparin dihomogenkan dengan
vortex dan disentrifus untuk diambil supernatan sebagai blanko. b. kemudian hewan uji diatas pada hari ke-7 setelah 4 jam pemberian EEBPJ diberi
larutan obat natrium diklofenak secara oral. c. masing-masing hewan uji diambil darahnyanya sebanyak 0,5 ml dengan interval
waktu 15 menit; 30 menit; 45 menit; 75 menit; 105 menit; 135 menit; 195 menit; 255 menit; 315 menit; 435 menit; 675 menit; 795 menit.
d. kemudian ditambah 1 ml TCA 20 dan heparin lalu divorteks dan disentrifus pada 2000 rpm selama 10 menit dan dipipet supernatannya 0,5 ml kemudian
diukur absorbansinya dengan menggunakan alat spektrofotometer pada panjang gelombang yang telah diperoleh pada panjang gelombang maksimum.
Universitas Sumatera Utara
30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Simplisia dan Ekstrak
Tumbuhan yang diteliti telah diidentifikasi di Herbarium Medanese MEDA, Universitas Sumatera Utara. Hasil identifikasi tumbuhan yaitu Carica papaya L.
Caricaceae. Surat hasil identifikasi dapat dilihat pada lampiran 2, halaman 50. Pemeriksaan makroskopik, skrinning fitokimia simpilisa bunga pepaya jantan
telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya Sitorus, 2012, dengan cara dan metode yang sama dilakukan kembali terhadap bunga pepaya jantan. Hasil pemeriksaan
makroskopik bunga pepaya jantan berwarna putih agak kekuningan dan panjang kira-kira 2 - 3 cm dan rasanya pahit. Simplisia bunga pepaya jantan pepaya berwarna
coklat dan berbau khas. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia bunga pepaya jantan terlihat adanya fragmen berkas pembuluh yang berbentuk tangga,
serbuk sari, dan papila. Pengamatan serbuk simplisia menggunakan mikroskop cahaya dapat dilihat Gambar 4.1. berikut.
Universitas Sumatera Utara
31
Gambar 4.1 Mikroskopik serbuk bunga pepaya jantan
Keterangan Gambar:
1. Xylem dengan bentuk spiral
2. Serbuk sari
3. Papila
Pada penelitian ini penyarian bunga pepaya jantan dilakukan secara perkolasi dengan menggunakan pelarut etanol 96. Setelah dilakukan perkolasi maka
senyawa-senyawa kimia yang terkandung didalam bunga pepaya jantan dapat tersari sempurna di dalam cairan penyari, dimana dari 400 gram serbuk bunga pepaya
jantan diperoleh ekstrak kental sebanyak 55 gram. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia bunga pepaya jantan dapat dilihat
pada Tabel 4.1.
Universitas Sumatera Utara
32
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia bunga pepaya jantan
No Parameter
Hasil 1.
2. 3.
4. 5.
Kadar air Kadar sari larut air
Kadar sari larut dalam etanol Kadar abu total
Kadar abu tidak larut asam 6,65
19,1 7,26
7,68
1,3
Berdasarkan Tabel 4.1 ditunjukkan bahwa kadar air simplisia 6,65, berarti simplisia sudah memenuhi persyaratan secara umum yaitu sebaiknya kadar air
simplisia tidak lebih dari 10,00. Kadar sari larut dalam air 19,1 lebih tinggi daripada kadar sari larut dalam etanol 7,26. Kadar abu total simplisia adalah
7,68. Kadar abu tidak larut asam adalah 1,3, dalam Materia Medika Indonesia belum tercantum mengenai karakteristik simplisia bunga pepaya jantan dengan
demikian, perlu dilakukan pembakuan secara nasional mengenai parameter karakterisasi simplisia bunga pepaya jantan supaya ada sebuah acuan baku bagi
peneliti dalam melakukan karakterisasi terhadap simplisia maupun ekstrak dari bunga pepaya jantan.
Hasil pemeriksaan skrining fitokimia pada simplisia bunga pepaya jantan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Universitas Sumatera Utara
33
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan skrining fitokimia serbuk simplisia bunga pepaya jantan
No Golongan Senyawa
Hasil 1.
2. 3.
4. 5.
6. Alkaloida
Flavonoida Tanin
Steroida-Triterpen Saponin
Glikosida -
+ +
+ +
+ Keterangan: + = Positif ; - = Negatif
4.2 Analisis Parameter Farmakokinetik.