1.2 Rumusan Masalah
Be rdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dalam hal ini merusmuskan masalah yang dibahas adalah, Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan
mahasiswa keperawatan terhadap anestesiologi dan terapi intensif.
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan perawat yang memiliki pengetahuan yang baik terhadap anestesiologi dan terapi intensif.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui
tingkat pengetahuan mahasiswa keperawatan tentang anestesiologi.
2. Mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa keperawatan tentang ilmu
terapi intensif.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat, yakni :
1.4.1 Untuk Peneliti
Dapat mengembangkan kemampuan dibidang penelitian serta mengasah kemampuan analisis peneliti.
1.4.2 Untuk Pendidikan
Sebagai data untuk pengembangan ilmu anestesi dan terapi intensif di Fakultas Keperawatan.
1.4.3 Untuk Pihak Lain
Sebagai sumber data dan acuan dalam melaksanakan penelitian-penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan 2.1.1. Pengertian
Menurut Notoatmodjo 2003 pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1979 pengetahuan adalah hal-hal yang mengenai sesuatu segala apa yang
diketahui, kepandaian.
2.1.2. Tingkat pengetahuan
Menurut Notoatmodjo 2003 pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai enam tingkatan yakni :
1. Tahu know Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan adalah mengingat kembali recall terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh karena itu, tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami comprehension Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang
objek yang telah diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi application Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil.
Universitas Sumatera Utara
4. Analisis analysis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen. Tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis synthesis Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi evaluation Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk meletakkan penilaian terhadap satu
materi atau objek. Menurut Notoatmodjo 2007, belajar adalah mengambil tanggapan-tanggapan dan menghubungkan tanggapan-tanggapan dengan
mengulang-ulang. Tanggapan-tanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian stimulus atau rangsangan-rangsangan. Makin banyak dan sering diberikan
stimulus maka memperkaya tanggapan pada subjek belajar.
2.2. Anestesiologi 2.2.1. Definisi Anestesiologi
Anestesiologi ialah ilmu kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama dan sesudah
pembedahan. Definisi Anestesiologi berkembang terus sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. Definisi yang ditegakkan oleh The American
Board of Anestesiology 1989 dalam Latief dkk 2001 ialah mencakup semua kegiatan atau praktek yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Menilai, merancang, menyiapkan pasien untuk anestesia. 2. Membantu pasien menghilangkan nyeri pada saat penbedahan, persalinan atau
pada saat dilakukan tindakan diagnostik-terapeutik. 3. Memantau dan memperbaiki hemeostatis pasien perioperatif dan pada pasien
dalam keadaan kritis. 4. Mendiagnosis dan mengobati sindroma nyeri.
Universitas Sumatera Utara
5. Mengelola dan mengajarkan Resusitasi Jantung Paru RJP. 6. Membuat evaluasi fungsi pernapasan dan mengobati gangguan pernapasan.
7. Mengajarkan, memberi supervisi dan mengadakan evaluasi tentang penampilan personel paramedik dalam bidang anestesia, perawatan
pernapasan dan perawatan pasien dalam keadaan kritis. 8. Mengadakan penelitian tentang ilmu dasar dan ilmu klinik untuk menjelaskan
dan memperbaiki perwatan pasien terutama tentang fungsi fisiologis dan respons terhadap obat.
9. Melibatkan diri dalam administrasi rumah sakit, pendidikan kedokteran dan fasilitas rawsat jalan yang diperlukan untuk implementasi pertanggung
jawaban.
2.2.2 Teori anestesia umum
Dari berbagai teori yang pernah dikemukakan tentang mekanisme terjadinya anestesia, tampaknya teori neurofisiologi merupakan teori yang dapat menjelaskan
terjadinya anestesia. Kini diyakini bahwa anestesia terjadi karena adanya perubahan neurotransmisi di berbagai bagian SSP. Kerja neurotrasmiter di
pascasinaps akan diikuti dengan pembentukan second messenger dalam hal ini cAMP yang selanjutnya mengubah transmisi di neuron. Di samping asetikolin
sebagai neurotransmiter klasik, dikenal juga katekolamin, serotonin, GABA, adenosin, serta berbagai asam amino dan peptida endogen yang bertindak sebagai
neurotransmiter di SSP, misalnya asam glutamat dengan mekanisme hambatan pada reseptor NMDA Zulnida, Elysabeth, 2007. Akhir-akhir ini terbukti bahwa
sarsaran kerja anestetik inhalasi maupun anestetik intravena adala GABA
A
receptor-chloride channel, suatu komponen membran neuron yang berperanan dalam transmisi sinaps penghambat Zulnida, Elysabeth, 2007.
2.3. Penilaian dan Persiapan Pra Anestesia
Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang sebab-sebab terjadinya kecelakaan anestesia. Dokter spesialis anestesia
seyogyanya mengunjungi pasien sebelum pasien dibedah, agar ia dapat
Universitas Sumatera Utara
menyiapkan pasien, sehingga pada waktu pasien dibedah dalam keadaan bugar. Tujuan utama kunjungan pra anestesia ialah untuk mengurangi angka kesakitan
operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pekayanan kesehatan. Menurut Latief dkk 2001 penilaian dan persiapan pra anestesia
mencakup, anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, kebugaran untuk anestesia, masukan oral, premedikasi.
2.4. Anestesi Intravena
Yang dimaksud dengan anestesi intravena ialah anestesi yang diberikan dengan cara suntikan zat obat anestesi melalui vena Oloan, 2009. Tehnik obat
anestesi yang diberikan secara intravena ini dapat dibagi atas tiga golongan, yaitu: 1.
Ultra short acting barbiturates Barbiturat ini diberikan terutama sebagai obatanestesi sebagai induksi, yaitu
permulaan dari pembiusan dimana dimulai dengan stadium I yang dicapai cepat dan menyenangkan pasien.
2. Neurolep analgesia
Suatu tehnik analgesia dengan memberikan obat neuroleptic penenang bersama-sama dengan necrotic analgetik. Dalam hal ini kesadaran tetap tetapi
ketenangan sangat mendalam. 3.
Dissociative anestesia Adalah suatu keadaan “dissociative” pada anestesia memakai ketamin
ketalar tanpa memberikan obat tambahan. Adapun Berbagai anestetik intravena adalah tiopental, droperidol, propofol, ketamin, etomidat,
midazotam dan fentabil.
2.5 Anestesi Inhalasi
Obat anestesi inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk membantu pembedahan adalah N
2
O. Kemudian menyusul, eter, kloroform, etil- klorida, etilen, divinil-eter, siklo-propan, trikloro-etilen, iso-propenil-vinil eter,
propenil metil eterdan sevofluran. Dalam dunia moderen, anastetik inhalasi yang
Universitas Sumatera Utara
umum digunakan untuk praktik klinik adalah N
2
O, haloten, enfluran, isofluran, desfluran dan sevofluran Latief dkk, 2001.
2.5.1. Cara Pemberian anestetik inhalasi Ada beberapa cara pemberian anestetik ihalasi menurut Oloan 2009.
1. Tehnik Open-drop tetesan pada kain kasa yang terbuka. Disini zat
anestesi yang berupa cairan diuapkan pada lembaran kain kasa yang ditutup oleh kawat halus berupa masker open mask.
2. Tehnik Insufflasi, pada tehnik ini gas anestesi dan uap zat anestesia
dicampur dengan oksigen dan dimasukkan dalam mulut pasien dengan sauatu tube anestesi yang terbuat dari karet melalui 1 oropharynglal air-
way 2 kateter yang dimasuukan dalam nasopharynx 3 kateter yang difiksasi pada sudut mulut.
3. Semi Closed System, udara yang dihisap diberikan bersama oksigen murni yang dapat ditentukan kadaranya, kemudian dilewatkan pada vaporizer
sehingga kadar zat anestetik dapat ditentukan. Sesudah dihisap penderita, udara napas yang dikeluarkan akan dibuang ke udara luar.
4. Closed method, cara ini hampir sama seperti semiclosed, hanya udara
ekspirasi dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO
2
, sehingga udara yang mengandung anestetik dapat digunakan lagi.
2.6 Anestesi Lokal