Pengaruh Disparitas Pembangunan Antar Kabupaten Kota Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kepulauan Nias

(1)

PENGARUH DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR

KABUPATEN KOTA TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI WILAYAH KEPULAUAN NIAS

TESIS

Oleh

OIMOLALA TELAUMBANUA

NIM. 117003059/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2013


(2)

PENGARUH DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR

KABUPATEN KOTA TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI WILAYAH KEPULAUAN NIAS

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

OIMOLALA TELAUMBANUA

NIM. 117003059/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2013


(3)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 09 April 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE. Anggota : 1. Prof. Erlina, M.Si., Ph.D., Ak.

2. Dr. Rujiman, MA 3. Ir. Supriadi, MS


(5)

(6)

PENGARUH DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTARKABUPATEN KOTA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH

KEPULAUAN NIAS

ABSTRAK

Kabupaten Kota di Kepulauan Nias setelah Bencana Alam 28 Maret 2005 dan terbentuknya daerah-daerah otonomi baru yang mengalami pemekaran tahun 2008 bahwa pembangunan yang dilaksanakan cukup mampu mendorong peningkatan laju pertumbuhan ekonomi di Kepulauan Nias, tetapi dalam banyak kasus relatif tidak bisa mengurangi disparitas (ketimpangan). Seraca umum disparitas yang terjadi meliputi pendapatan perkapita dan disparitas spasial yang menyebabkan adanya wilayah maju (developed region) dan wilayah tertinggal (underdeveloped region). Beberapa faktor yang memengaruhi disparitas terjadi di Kabupaten Kota di Kepulauan Nias diantaranya disparitas pembangunan dari aspek (1) Fisik meliputi keterbatasan fasilitas kesehatan, pendidikan dan perekonomian, (2) Ekonomi meliputi tingkat konsumsi, Investasi atau tabungan dan distribusi pendapatan dan (3) Sosial meliputi Indeks pembangunan manusia (IPM), tingkat pengangguran terbuka dan angka pekerja usia sekolah. Pembangunan secara umum dapat diupayakan melalui kenaikan laju pertumbuhan ekonomi wilayah akan berdampak pada perbaikan kesejahteraan dan perekonomian secara keseluruhan.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan besarnya disparitas pembangunan yang bersumber dari disparitas proporsional pada PDRB perkapita dengan menggunakan indeks Williamson serta hubungan disparitas pembangunan antarkabupaten kota terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah Kepulauan Nias dengan menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan selama kurun waktu tahun 2009 hingga 2011 indeks Williamson kabupaten kota Kepulauan Nias cenderung mengalami peningkatan sebesar 0,2595, 0,2631, dan 0,2696. Disparitas pembangunan antarkabupaten kota berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah. Kepulauan Nias. Secara simultan dan parsial, perbedaan pada PDRB perkapita, pembangunan fisik, ekonomi dan sosial signifikan sebagai sumber utama disparitas (ketimpangan) pembangunan antarkabupaten kota di Kepulauan Nias. Berarti secara vertikal pertumbuhan ekonomi wilayah di Kepulauan Nias memiliki hubungan yang positif dengan disparitas pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas bisa dicapai dengan meningkatkan PDRB perkapita diikuti oleh meningkatnya sumberdaya manusia dan kemudahan dalam mengakses infrastruktur.

Kata Kunci : Disparitas Pembangunan, Pertumbuhan Ekonomi Wilayah, Kepulauan Nias.


(7)

THE INFLUNCE OF THE DISPARITY OF DEVELOPMET OF INTER-DISTRICTS AND TOWNS ON REGIONAL ECONOMIC GROWTH

IN NIAS ISLANDS

ABSTRACT

The development of districts and towns in Nias Islands after the natural disaster on Mach 28, 2005 and the establishment of new autonomy regions which were extended in 2008 are able to increase the economic growth in Nias Islands. In many cases, however, disparity cannot be reduced. In general, disparity includes income per capita and spatial disparity which creates developed regions and underdeveloped regions. Some factors which influence the disparity in the districts and towns in Nias Islands are the disparity of the development from 1) the physical aspects which include the limitation of health, educational, and economic facilities, 2) the economic aspects which include the levels of consumption, investment or savings, and the distribution of income, and 3) the social aspects which include human development index (IPM), the level of open unemployment, and the school-aged labor force. The development, in general, which can also be carried out by increasing regional economic growth rate, will improve welfare and economy as a whole.

The aim of the research was to describe the disparity of development which comes from the proportional disparity in PDRB per capita by using Williamson index and the correlation between the disparity of development of the districts and towns and the regional economic development rate of Nias Islands, using multiple linear regression analysis. The result of the research showed that during the period of 2009 until 2011, Williamson index of districts and towns in Nias Islands was inclined to increase 0.2595, 0.2631, and 0.2696. The disparity of development of districts and towns had significant influence on the regional economic development in Nias Islands. Simultaneously and partially, the disparity of PDRB per capita and physical and socio-economic development was the significant source of the disparity of development of districts and towns in Nias Islands. It was indicated that, vertically, the regional economic development in Nias Islands had positive correlation with the disparity of development. Qualified economic development can be achieved by increasing PDRB per capita, followed by the increase of human resources and the facility in accessing infrastructures. Keywords: Disparity of Development, Regional Economic Growth, Nias Islands


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkahNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis banyak memperoleh bantuan moril dan material dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc,(CTM),SP.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang,MSIE, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof.Dr.lic.rer.reg.Sirojuzilam,SE., sebagai Ketua Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Ibu Prof.Erlina,SE,M.Si.Ph.D.Ak, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Bapak Dr. Rujiman, MA., Bapak Ir. Supriadi, MS., Bapak Agus Suriadi, S.Sos.,M.Si selaku Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan. 6. Bapak Drs. Sokhiatulo Laoli, MM, sebagai Bupati Nias atas bantuan dan

kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi pada program pascasarjana.

7. Bapak Ir.H. Riadil Akhir Lubis, MS.i., sebagai Kepala Bappeda Provinsi Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitasi yang diberikan.

8. Bapak Ir.Agustinus Zega, sebagai Kepala Bappeda dan Penanaman Modal Kabupaten Nias, atas arahan dan motivasi yang telah diberikan.

9. Bapak/Ibu Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah lingkup Pemerintah Kabupaten Kota seKepulauan Nias atas perkenannya memberikan data


(9)

10. Istriku tercinta Dewi Karyawati Zebua dan anak-anakku tersayang (Odelia Anjanette Telaumbanua, Olivia Katriel Telaumbanua, Dion Paskah Timothy Telaumbanua dan Diamanda Cantika Theodora Telaumbanua) atas do’a, perhatian dan dorongan yang tetap diberikan selama proses penyelesaian studi.

11. Teman-teman mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Universitas Sumatera Utara, rekan-rekan kerja di Bappeda dan Penanaman Modal Kabupaten Nias serta segenap keluarga dan handai tolan lainnya atas dukungan dan motivasi yang telah diberikan.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua. Amin..

Medan, April 2013 Penulis,


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunungsitoli pada tanggal 14 Pebruari 1965 dari pasangan Bapak Pdt.TD.Telaumbanua (Alm), STh dan Ibu Sadariah Telaumbanua (Alm). Penulis merupakan anak ke lima dari delapan bersaudara.

Penulis menyelesaikan jenjang Sekolah Dasar di SD Negeri Nomor 070978 Gunungsitoli tahun 1979. Jenjang Sekolah Tingkat Pertama di SMP Negeri 3 Gunungsitoli tahun 1982. Jenjang Sekolah Tingkat Atas di SMA Negeri 11 Medan tahun 1985. Tahun 1991 menyelesaikan program strata 1 (S1) Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian pada Universitas Sumatera Utara Medan. Tahun 1994 hingga 2000 bekerja di PT.Bintangdelapan Sarana Group Cabang Palembang. Tahun 2001 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Daerah Kabupaten Nias. Tahun 2011 melanjutkan pendidikan Magister Program Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan pada Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ... ii

KATA PENGANTAR.... ... iii

RIWAYAT HIDUP... ... v

DAFTAR ISI.... ... vi

DAFTAR TABEL.... ... ix

DAFTAR GAMBAR... ... x

DAFTAR LAMPIRAN.... ... xi

BAB I : PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 7 2.1. Penelitian Terdahulu ... 7

2.2. Konsep Pembangunan Wilayah ... 9

2.3. Disparitas Pembangunan Antarwilyah……… ... 10

2.4. Ukuran Disparitas Pembangunan Antarwilayah ……. ... 14

2.5. Pertumbuhan Ekonomi ……… ... 17

2.5.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 17

2.5.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 20

2.5.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ... 22

2.6. Kerangka Pemikiran dan Konsep Penelitian……… ... 26

2.6.1. Hubungan Antara Disparitas Pembangunan antar wilayah dengan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah.. ... 26


(12)

BAB III : METODE PENELITIAN……… 31

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian . ... 31

3.2. Jenis Penelitian ... 32

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 32

3.3.1. Populasi Penelitian……… ... 32

3.3.2. Sampel Penelitian……… ... 32

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... . 34

3.5. Jenis dan Sumber Data ... 34

3.6. Identifikasi dan Defenisi Operasional Variabel Penelitian. 35

3.6.1. Defenisi Variabel Dependen (Y)……... 35

3.6.2. Defenisi Variabel Independen (X)……… ... 36

3.7. Pengujian Validitas dan Reliabilitas.. ... 37

3.7.1. Uji Validitas.. ... 37

3.7.2. Uji Reliabilitas.. ... 38

3.8. Model Analisis Data… ... 38

3.9. Pengujian Asumsi Klasik…. ... 39

3.9.1. Uji Normalitas ... 40

3.9.2. Uji Multikolinieritas ... 40

3.9.3. Uji Heteroskedastisistas……. ... 41

3.10. Uji Hipotesis dan Koefisien Determinasi (R2).. ... 42

3.10.1. Uji Hipotesis ... 42

3.10.2. Uji Determinasi (R2) ... 42

BAB IV : HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN…… ... 44

4.1. Hasil Penelitian……… ... 44

4.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Kota Kepulauan Nias ... 44

4.1.2. Kondisi Adminstratif Kepulauan Nias…… ... 47

4.1.3. Deskripsi Perekonomian……… ... 48


(13)

4.1.4. Karakteristik Responden……… ... 50

4.1.5. Persepsi Responden atas Variable Penelitian… ... 52

4.1.6. Pengujian Validitasi dan Reliabilitas... 56

4.1.6.1. Uji Validitas… ... 57

4.1.6.2. Uji Reliabilitas…… ... 57

4.1.7. Pengujian Asumsi Klasik……… ... 58

4.1.7.1 Pengujian Normalitas……….. ... 58

4.1.7.2.Pengujian Heterskedastisitas.. ... 59

4.1.7.3.Uji Multikolinearitas.. ... 60

4.1.8. Pengujian Hipotesis… ... 61

4.2. Pembahasan………... ... 63

4.2.1. Deskripsi Indeks Disparitas Wilayah……… ... 63

4.2.2. Pengaruh Disparitas Pembangunan Antar kabupaten kota terhadap Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kepulauan Nias ……… ... 66

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN……… ... 70

5.1. Kesimpulan ……… ... 70

5.2. Saran ……… ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... .. 71


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 1.1. Pertumbuhan PDRB ADHK 2000, IPM Prov.Sumut dan

Kabupaten Kota Kepulauan Nias Tahun 2008 - 2011 ... 4

3.1. Responden Penelitian ... 33

3.2. Matriks Operasional Variabel Penelitian ... 35

4.1 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten Kota Kepulauan Nias Tahun 2011. ... 46

4.2. Iklim dan Topografi Kabupaten Kota Kepulauan Nias ... 47

4.3. Hasil Pengujian Validitas Variabel Penelitian ... 57

4.4. Hasil pengujian reliabilitas ... 58

4.5. Uji Multikolinearitas……. ... 60

4.6. Ringkasan pengujian hipótesis…… ... 61

4.7. Disparitas PDRB perkapita kabupaten kota Kepulauan Nias menurut ADHK 2000 (Juta Rupiah)……... 63


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 2.1. Kurva disparitas pembangunan antarwilayah (Kurva Kuznet ”U”

terbalik). ... 27

2.2. Kerangka Pemikiran ... 29

2.3. Peta Lokasi Penelitian.. ... 31

4.1. Peta Kepulauan Nias ... 44

4.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Kota Kepulauan Nias Periode Tahun 2009 – 2011.... ... 45

4.3. Perkembangan PDRB perkapita Kabupaten Kota Menurut ADHB Periode Tahun 2009 – 2011.. ... 48

4.4. Laju Pertumbuhan Ekonomi se Kepulauan Nias Menurut ADHK 2000 Periode Tahun 2009 – 2011... ... 49

4.5. Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Usia (Tahun).. ... 50

4.6. Persentase Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan... ... 50

4.7. Persentase Responden berdasarkan Jabatan.... ... 51

4.8. Distribusi Tanggapan Responden atas Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kepulauan Nias terhadap dimensi Akumulasi Modal... ... 52

4.9. Distribusi Tanggapan Responden atas Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kepulauan Nias terhadap dimensi Penduduk dan Angkatan Kerja.. ... 53

4.10. Distribusi Tanggapan Responden atas Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kepulauan Nias terhadap dimensi Tekonologi... 54

4.11. Distribusi Tanggapan Responden atas Disparitas Pembangunan Fisik Antarkabupaten Kota Kepulauan Nias... ... 55

4.12. Distribusi Tanggapan Responden atas Disparitas Pembangunan Ekonomi Antarkabupaten Kota Kepulauan Nias... ... 55

4.13. Distribusi Tanggapan Responden atas Disparitas Pembangunan Sosial Antarkabupaten Kota Kepulauan Nias... ... 56

4.14. Pengujian Normalitas ... 59

4.15. Pengujian Heteroskedastisitas ... 59


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 74

2. Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Pertumbuhan Ekonomi Wilayah (Y) dan Variabel Disparitas Pembangunan Antarkabupaten Kota Fisik (X1), Ekonomi (X2), Sosial (X3) ... 78

3. Uji Validitas dan Reliabilitas... 82

4. Deskriptif Statistik ... 87

5. Uji Normalitas ... 88

6. Pengujian Heteroskedastisitas ... 90

7. Pengujian Multikolinearitas... 91

8. Pengujian Hipotesi 2... 92

9. Perhitungan Indeks Williamson Tahun 2009-2011 ... 94

10. Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas Pembangunan Fisik, Ekonomi dan Sosial Kepulauan Nias... ... 97


(17)

PENGARUH DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTARKABUPATEN KOTA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH

KEPULAUAN NIAS

ABSTRAK

Kabupaten Kota di Kepulauan Nias setelah Bencana Alam 28 Maret 2005 dan terbentuknya daerah-daerah otonomi baru yang mengalami pemekaran tahun 2008 bahwa pembangunan yang dilaksanakan cukup mampu mendorong peningkatan laju pertumbuhan ekonomi di Kepulauan Nias, tetapi dalam banyak kasus relatif tidak bisa mengurangi disparitas (ketimpangan). Seraca umum disparitas yang terjadi meliputi pendapatan perkapita dan disparitas spasial yang menyebabkan adanya wilayah maju (developed region) dan wilayah tertinggal (underdeveloped region). Beberapa faktor yang memengaruhi disparitas terjadi di Kabupaten Kota di Kepulauan Nias diantaranya disparitas pembangunan dari aspek (1) Fisik meliputi keterbatasan fasilitas kesehatan, pendidikan dan perekonomian, (2) Ekonomi meliputi tingkat konsumsi, Investasi atau tabungan dan distribusi pendapatan dan (3) Sosial meliputi Indeks pembangunan manusia (IPM), tingkat pengangguran terbuka dan angka pekerja usia sekolah. Pembangunan secara umum dapat diupayakan melalui kenaikan laju pertumbuhan ekonomi wilayah akan berdampak pada perbaikan kesejahteraan dan perekonomian secara keseluruhan.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan besarnya disparitas pembangunan yang bersumber dari disparitas proporsional pada PDRB perkapita dengan menggunakan indeks Williamson serta hubungan disparitas pembangunan antarkabupaten kota terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah Kepulauan Nias dengan menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan selama kurun waktu tahun 2009 hingga 2011 indeks Williamson kabupaten kota Kepulauan Nias cenderung mengalami peningkatan sebesar 0,2595, 0,2631, dan 0,2696. Disparitas pembangunan antarkabupaten kota berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah. Kepulauan Nias. Secara simultan dan parsial, perbedaan pada PDRB perkapita, pembangunan fisik, ekonomi dan sosial signifikan sebagai sumber utama disparitas (ketimpangan) pembangunan antarkabupaten kota di Kepulauan Nias. Berarti secara vertikal pertumbuhan ekonomi wilayah di Kepulauan Nias memiliki hubungan yang positif dengan disparitas pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas bisa dicapai dengan meningkatkan PDRB perkapita diikuti oleh meningkatnya sumberdaya manusia dan kemudahan dalam mengakses infrastruktur.

Kata Kunci : Disparitas Pembangunan, Pertumbuhan Ekonomi Wilayah, Kepulauan Nias.


(18)

THE INFLUNCE OF THE DISPARITY OF DEVELOPMET OF INTER-DISTRICTS AND TOWNS ON REGIONAL ECONOMIC GROWTH

IN NIAS ISLANDS

ABSTRACT

The development of districts and towns in Nias Islands after the natural disaster on Mach 28, 2005 and the establishment of new autonomy regions which were extended in 2008 are able to increase the economic growth in Nias Islands. In many cases, however, disparity cannot be reduced. In general, disparity includes income per capita and spatial disparity which creates developed regions and underdeveloped regions. Some factors which influence the disparity in the districts and towns in Nias Islands are the disparity of the development from 1) the physical aspects which include the limitation of health, educational, and economic facilities, 2) the economic aspects which include the levels of consumption, investment or savings, and the distribution of income, and 3) the social aspects which include human development index (IPM), the level of open unemployment, and the school-aged labor force. The development, in general, which can also be carried out by increasing regional economic growth rate, will improve welfare and economy as a whole.

The aim of the research was to describe the disparity of development which comes from the proportional disparity in PDRB per capita by using Williamson index and the correlation between the disparity of development of the districts and towns and the regional economic development rate of Nias Islands, using multiple linear regression analysis. The result of the research showed that during the period of 2009 until 2011, Williamson index of districts and towns in Nias Islands was inclined to increase 0.2595, 0.2631, and 0.2696. The disparity of development of districts and towns had significant influence on the regional economic development in Nias Islands. Simultaneously and partially, the disparity of PDRB per capita and physical and socio-economic development was the significant source of the disparity of development of districts and towns in Nias Islands. It was indicated that, vertically, the regional economic development in Nias Islands had positive correlation with the disparity of development. Qualified economic development can be achieved by increasing PDRB per capita, followed by the increase of human resources and the facility in accessing infrastructures. Keywords: Disparity of Development, Regional Economic Growth, Nias Islands


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hakekat pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah terwujudnya kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial sebagaimana telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Artinya bahwa dengan adanya proses pembangunan yang dilaksanakan secara berkelanjutan dari waktu ke waktu diharapkan adanya perubahan yang signifikan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Sedangkan terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat diukur dari tingkat pendidikan, kesehatan, sosial, budaya, politik dan keamanan.

Pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin-melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi dan institusional-demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik. Komponen spesifik atas “ kehidupan yang serba lebih baik” itu, bertolak dari tiga nilai pokok di atas, proses pembangunan di semua masyarakat paling tidak harus memiliki tiga tujuan inti (1) Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok, (2) Peningkatan standar hidup, dan (3) Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan. (Todaro & Smith, 2006)

Pembangunan dalam lingkup Negara secara spasial tidak selalu merata. Disparitas (Kesenjangan) antardaerah seringkali menjadi permasalahan serius. Beberapa daerah mencapai pertumbuhan cepat, sementara beberapa daaerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. Daerah-daerah tersebut tidak mengalami


(20)

kemajuan yang sama disebabkan oleh karena kurangnya sumber-sumber yang dimiliki; adanya kecenderungan peranan modal (investor) memilih daerah perkotaan atau daerah yang telah memiliki fasilitas seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi, juga tenaga kerja yang terampil; di samping itu adanya disparitas redistribusi pembagian pendapatan dari Pusat kepada daerah.

Pertumbuhan ekonomi yang cepat akan menimbulkan disparitas distribusi pendapatan hal ini dikarenakan tidak memperhatikan apakah pertumbuhan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau perubahan sturktur ekonomi. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi pendapatan yang merata. Pertumbuhan ekonomi ini diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan laju pertumbuhannya atas dasar harga konstan (Masli, 2008). Disparitas (kesenjangan) pembangunan antardaerah dapat dilihat dari kesenjangan dalam : pendapatan perkapita, kualitas sumberdaya manusia, ketersediaan sarana dan prsarana dan akses perbankan (Daryanto, 2009).

Kepulauan Nias sebagai wilayah kepulauan yang masih tertinggal dan terpisah dari kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, Kepulauan Nias menghadapi tantangan yang serius dalam pembangunan ekonominya bahkan jauh sebelum bencana tsunami dan gempa bumi yang terjadi 28 Maret 2005. Akibat keterpisahan dan ketertinggalan tersebut, kemampuan ekonomi masyarakat setempat sulit untuk berkembang. Ditambah lagi adanya permasalahan mendasar dalam bentuk infrastruktur transportasi yang minim.


(21)

Kabupaten Kota di Kepulauan Nias setelah Bencana Alam 28 Maret 2005 dan terbentuknya daerah-daerah otonomi baru yang mengalami pemekaran tahun 2008 bahwa pembangunan yang dilaksanakan cukup mampu mendorong peningkatan laju pertumbuhan ekonomi di Kepulauan Nias, tetapi dalam banyak kasus relatif tidak bisa mengurangi disparitas (ketimpangan). Seraca umum disparitas yang terjadi meliputi pendapatan perkapita dan disparitas spasial yang menyebabkan adanya wilayah maju (developed region) dan wilayah tertinggal (underdeveloped region).

Pembangunan menyangkut perubahan mendasar dari seluruh struktur ekonomi dan ini menyangkut perubahan-perubahan dalam produksi dan permintaan maupun peningkatan dalam distribusi pendapatan dan pekerjaan. Konsekuensinya adalah perlu diciptakannya suatu perekonomian yang lebih beragam, dengan beberapa sektor utama yang saling berkait, untuk pengadaan input dan memperluas pasaran hasil (Sirojuzilam, 2005).

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana Pemerintah Daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan sector swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi). Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antarpenduduk, antardaerah dan antarsektor ( Kuncoro, 2004)

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten/kota di Kepulauan Nias sebagai salah satu indikator keberhasilan pembangunan yang di ukur dengan produk domestik regional bruto (PDRB) selama 3 tahun (2008 – 2010) mengalami fluktuasi,


(22)

terlebih pada tahun 2009 terjadi penurunan PDRB kabupaten Nias akibat pemekaran kabupaten Nias menjadi Kabupaten Nias Utara, Nias Barat dan kota Gunungsitoli. Laju pertumbuhan ekonomi yang pada tahun 2009 terjadi penurunan secara merata pada kabupaten/kota di Kepulauan Nias dan hal yang sama terjadi di tingkat provinsi Sumatera Utara akibat krisis ekonomi. Pada tahun 2010 perekonomian kabupaten/kota di Kepulauan Nias sudah ada peningkatan pertumbuhan positif, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Table 1.1. Pertumbuhan, PDRB Atas Dasar Harga Konstan 20000, IPM Provinsi SUMUT dan Kabupaten/Kota di Kepulauan Nias Tahun 2008-2011.

Wilayah IPM

PDRB per Kapita ADHK

2000 (jutaan) PERTUMBUHAN

2008 2009 2010 2011 2008 2009 2010 2011 SUMUT 7,47 8,34 8,68 9,14 9,65 6,39 5,07 6,35 6,58 Nias 69,09 4,03 3,65 3,89 4.11 6,66 6,62 6,75 6,81 Nias Selatan 67,72 3,.99 4,12 4,25 4,34 4,77 4,08 4,12 4,46 Nias Utara 68,18 x 3,63 3,85 4,08 x 6,59 6,73 6,88 Nias Barat 67,10 x 2,93 3,10 3,29 x 5,66 6,28 6,76 Kota

Gunungsitoli 72,21 x 6,51 6,88 7,25 x 7,45 6,73 6,55 Sumber : BPS, Sumatera Utara Dalam Angka 2012

Indikasi pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap disparitas (ketimpangan) pembangunan antarkabupaten/kota (wilayah) di Kepulauan Nias dapat dicermati pada tabel 1.1. memperlihatkan bahwa terjadi disparitas dalam perkembangan ekonomi kabupaten/kota di Kepulauan Nias. Wilayah Kota Gunungsitoli sebagai ibu kota pemerintah kabupaten Nias sebelumnya yang merupakan pusat konsentrasi kegiatan ekonomi atau pemusatan pembangunan dibanding dengan


(23)

Secara spasial kota Gunungsitoli wilayah tersebut memiliki aksesibilitas cukup tinggi karena berada pada jalur transportasi utama baik laut dan udara yang merupakan pintu masuk dan keluar Kepulauan Nias.

Disparitas (Ketimpangan) memiliki dampak yang positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari ketimpangan yaitu dapat mendorong wilayah lain yang kurang maju dan berkembang untuk dapat bersaing dan meningkatkan pertumbuhannya guna untuk meningkatkan kesejahteraannya. Sedangkan dampak negatif dari ketimpangan yang ekstrim antara lain adalah inefisiensi ekonomi melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak adil untuk kesejahteraan masyarakat (Todaro, 2004). Dampak negative inilah yang menyebabkan ketimpangan yang tinggi menjadi salah satu masalah dalam pembangunan dalam menciptakan kesejahteraan di suatu wilayah.

Terjadinya disparitas (ketimpangan) pembangunan antarwilayah ini selanjutnya membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat pada wilayah bersangkutan. Biasanya implikasi yang ditimbulkan adalah dalam bentuk kecemburuan dan ketidakpuasan masyarakat yang dapat pula berlanjut dengan implikasi politik dan ketenteraman masyarakat (Sjafrizal, 2012).

Berdasarkan latarbelakang masalah diatas maka penulis mengangkat topik dalam penelitian ini dengan judul ”Pengaruh Disparitas Pembangunan Antarkabupaten Kota terhadap Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kepulauan


(24)

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan deskripsi latar belakang masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat disparitas pembangunan antarkabupaten kota Kepulauan Nias ?

2. Apakah disparitas pembangunan antarkabupaten kota berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah Kepulauan Nias ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui tingkat disparitas pembangunan antarkabupaten/kota di Kepulauan Nias.

2. Untuk mengetahui pengaruh disparitas pembangunan antarkabupaten/kota terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah Kepulauan Nias.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak, diantaranya :

1. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam menentukan arah kebijakan perencanaan pembangunan antarkabupaten kota Kepulauan Nias untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah.

2. Sebagai bahan rujukan bagi pemangku kepentingan dalam perekat kerjasama antardaerah melalui wadah Nias Island Regional Management.

3. Sebagai bahan acuan untuk pembahasan atau penelitian yang fokus tentang hubungan pertumbuhan dan ketimpangan pembangunan ekonomi daerah di Kepulauan Nias.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian terkait pertumbuhan ekonomi maupun disparitas pembangunan antar wilayah telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain;

Kuncoro (2004) penelitian terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas (ketimpangan) antarkecamatan di Kabupaten Banyumas, mengatakan bahwa pada periode pengamatan 1993-2000, (1) Terjadi kecenderungan peningkatan disparitas (ketimpangan) baik dianalisis dengan indeks Williamson maupun dengan indeks entropi Theil. Ketimpangan salah satunya disebabkan oleh konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial, (2) Hipotesis Kuznets mengenai ketimpangan yang berbentuk U terbalik berlaku di Kabupaten Bayumas. Hal ini terbukti dari hasil analisis trend an korelasi Pearson. Hubungan antara pertumbuhan dengan indeks ketimpangan Williamson dan entropi Theil .

Penelitian Sirojuzilam (2007) menunjukkan hasil bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain investasi, pengeluaran pemerintah, pendidikan, transportasi, aglomerasi industri dan budaya (heterogenitas etnik). Perbedaan dari pertumbuhan ekonomi inilah yang kemudian menciptakan ketimpangan antar daerah atau wilayah. Bahwa adanya perbedaan dan ketimpangan diantara Wilayah Barat dan Wilayah Timur Provinsi Sumatera Utara akibat adanya perbedaan potensi sumber daya wilayah, infrastruktur transportasi, pengeluaran pemerintah, pendidikan, sumber daya manusia, kepadatan penduduk, investasi, heterogenitas etnik (keberagaman suku), dan


(26)

sumber daya alam, maka tipe perencanaan dan kebijakan regional tidaklah harus sama diantara berbagai wilayah.

Yakin (2009) meneliti tentang Analisis Ketimpangan Pembangunan Kabupaten Nias dengan Kabupaten Nias Selatan, bahwa ketimpangan pembangunan yang terjadi di kabupaten Nias lebih tinggi dari kabupaten Nias Selatan, tetapi ketimpangan pembangunan di kedua kabupaten ini tergolong rendah (IW < 0,3). Berdasarkan analisis tipologi klassen, kedua kabupaten ini termasuk daerah relatif tertinggal (Kuadran IV). Hipotesis Kuznets juga berlaku untuk kedua kabupaten ini.

Herwin (2010) meneliti tentang analisis ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo, mengatakan bahwa secara vertikal pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan positif dengan ketimpangan pembangunan. Hal ini dapat dilihat dalam pola pergerakan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan dibarengi dengan peningkatan nilai indeks Gini.

Baransano (2011) meneliti tentang Analisis Disparitas Pembangunan Wilayah di Papua Barat, mengatakan bahwa : (1) Hasil analisis dengan Indeks Williamson dan Indeks Theil menunjukan disparitas pembangunan di Provinsi Papua Barat berangsur menurun (convergence). Setelah didekomposisi dengan Indeks Theil diketahui bahwa sumber disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Papua Barat selama 2005-2008 lebih banyak dipengaruhi oleh disparitas dalam wilayah pengembangan II yaitu Kabupaten Sorong, Kota Sorong, Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Raja Ampat. (2) Secara simultan, ketimpangan proporsional pada PDRB perkapita, Jumlah Penduduk, Alokasi Dana Perimbangan dan Indeks Pembangunan Manusia signifikan mempengaruhi


(27)

disparitas pembangunan wilayah sedangkan secara parsial variabel Alokasi Dana Perimbangan tidak signifikan sebagai sumber disparitas pembangunan.

Yasokhi (2012) meneliti tentang ”Desentralisasi Fiskal Kaitannya Dengan Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas Wilayah Kota Gunungsitoli”. , bahwa Indeks disparitas wilayah (indeks williamson) tahun 2010 (0,14) mengalami penurunan atau semakin mendekati angka 0 (nol) dibandingkan dengan tahun 2009 (0,19), hal ini menggambarkan bahwa berdasarkan hasil penelitian deskriptif, pada tahun 2010 terjadi kecenderungan menurunnya disparitas wilayah/distribusi pendapatan antar sub-wilayah/kecamatan.

2.2. Konsep Pembangunan Wilayah

Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat statis dalam kurun waktu yang cukup lama untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan pendapatan nasional bruto atau GNI (gross national income). Indeks ekonomi lainnya yang juga sering digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan adalah tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita (income per capita) atau GNI per kapita (Todaro & Smith, 2006)

Rodinelli dalam Sirojuzilam (2005) mengemukakan bahwa dalam pembangunan kebijakan pemerintah ditunjukkan untuk mengubah cara berpikir, selalu memikirkan perlunya investasi pembangunan. Dengan adanya pembangunan akan terjadilah peningkatan nilai-nilai budaya bangsa, yaitu terciptanya taraf hidup yang lebih baik, saling harga menghargai sesamanya, serta terhindar dari tindakan sewenang-wenang. Pengertian wilayah sangat penting untuk diperhatikan apabila berbicara tentang program-program pembangunan


(28)

yang terkait dengan pengembangan wilayah dan pengembangan kawasan. Pengembagan kawasan terkait dengan pengembangan fungsi tertentu dari suatu unit wilayah, mencakup fungsi sosial, ekonomi, budaya, politik maupun pertahanan dan keamanan.

Pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan kontribusi pada pembangunan suatu wilayah. Konsep pengembangan wilayah adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya dengan penyeimbangan dan penyerasian pembangunan antardaerah, antarsektor serta pelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah. 2.3. Disparitas Pembangunan Antarwilayah

Disparitas (ketimpangan) pembangunan ekonomi antarwilayah merupakan fenomena umum yang terjadi dalam proses pembangunan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini padaa awalnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Karena itu tidaklah mengherankan bilamana setiap daerah biasanya terdapat wilayah relative maju (developed region) dan wilayah relative terbelakang (underdeveloped region)

Terjadinya disparitas pembangunan antarwilayah ini selanjutnya membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat pada wilayah bersangkutan. Biasanya implikasi yang ditimbulkan adalah dalam bentuk kecemburuan dan ketidakpuasan masyarakat yang dapat pula berlanjut dengan implikasi politik dan


(29)

ketentraman masyarakat. Karena itu, aspek disparitas pembangunan ekonomi antarwilayah ini perlu ditanggulangi melalui formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh Pemerintah (Sjafrizal, 2012)

Emilia dan Imelia (2006) mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebab disparitas (ketimpangan) pembangunan ekonomi adalah:

1. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah

Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah. Ekonomi dari daerah dengan konsentrasi tinggi cenderung tumbuh pesat dibandingkan daerah yang tingkat konsentrasi ekonomi rendah cenderung mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah. 2. Alokasi Investasi

Berdasarkan teori Pertumbuhan Ekonomi dari Harrod Domar menerangkan bahwa adanya korelasi positip antara tingkat investasi dan laju pertumbuhan ekonomi. Artinya rendahnya investasi disuatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat perkapita di wilayah tersebut rendah karena tidak ada kegiatan kegiatan ekonomi yang produktif.

3. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah Antarwilayah

Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan kapital antarwilayah merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Hubungan antara faktor produksi dan disparitas pembangunan atau pertumbuhan antarwilayah dapat di jelaskan dengan pendekatan mekanisme pasar. Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan perbedaan pendapatan


(30)

perkapita antarwilayah dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output atau input bebas.

4. Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA) Antarwilayah

Menurut kaum klassik pembangunan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di daerah yang miskin SDA. Dalam arti SDA dilihat sebagai modal awal untuk pembangunan yang selanjutnya harus dikembangkan selain itu diperlukan fakor-faktor lain yang sangat penting yaitu teknologi dan SDM.

5. Perbedaan Kondisi Demografi Antarwilayah

Disparitas (ketimpangan) Ekonomi Regional di Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan kondisi geografis antarwilayah. Terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat dan etos kerja. Dilihat dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran jumlah populasi yang besar dengan pendidikan dan kesehatan yang baik, disiplin yang tinggi, etos kerja tinggi merupakan aset penting bagi produksi.

6. Kurang Lancarnya Perdagangan antarwilayah

Kurang lancarnya perdagangan antardaerah (intra-trade) merupakan unsur menciptakan ketimpangan ekonomi regional. Tidak lancarnya Intra-trade disebabkan : Keterbatasan transportasi dan komunikasi. Tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah melalui sisi permintaan dan sisi penawaran. Sisi permintaan : kelangkaan akan barang dan jasa untuk konsumen mempengaruhi


(31)

permintaan pasar terhadap kegiatan ekonomi lokal yang sifatnya komplementer dengan barang jasa tersebut. Sisi penawaran, sulitnya mendapat barang modal, input antara, bahan baku atau material lain yang dapat menyebabkan kegiatan ekonomi suatu wilayah akan lumpuh dan tidak beroperasi optimal.

Disparitas (ketimpangan) pembangunan ekonomi wilayah juga dikarenakan masing-masing daerah mempunyai tingkat aktivitas ekonomi yang berbeda-beda, misalnya dilihat dari tingkat sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi dan jumlah investasi. Tidak semua daerah mempunyai hal tersebut yang dapat mendorong percepatan kemajuan pembangunan ekonomi.

Kuncoro (2002) mengemukakan disparitas mengacu pada standar hidup relatif dari seluruh masyarakat. Sebab disparitas (kesenjangan) antar wilayah yaitu adanya perbedaan faktor anugrah awal (endowment factor). Perbedaan inilah yang menyebabkan tingkat pembangunan di berbagai wilayah dan daerah berbeda-beda, sehingga menimbulkan gap atau jurang kesejahteraan di berbagai wilayah tersebut (Sukirno,2003).

Syafrizal (2012) mengemukakan bahwa menurut Hipotesa Neo-klasik, pada permulaan proses pembangunan suatu negara, ketimpangan pembangunan antarwilayah cenderung meningkat. Proses ini akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak. Setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut, maka secara berangsur-angsur ketimpangan pembangunan antarwilayah tersebut akan menurun. Dengan kata lain, kurva ketimpangan pembangunan antarwilayah adalah berbentuk huruf U terbalik (reverse U shape curva).

Di Negara sedang berkembang pada waktu proses pembangunan baru dimulai kesempatan dan peluang pembangunan yang ada umumnya dimanfaatkan


(32)

oleh daerah-daerah yang kondisi pembangunan sudah lebih baik. Sedangkan daerah-daerah yang masih sangat terbelakang tidak mampu memanfaatkan peluang ini karena keterbatasan prasaran dan sarana serta rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hambatan ini tidak saja disebabkan oleh faktor ekonomi, tetapi juga oleh faktor sosial-budaya sehingga akibatnya ketimpangan pembangunan antarwilayah cenderung meningkat karena pertumbuhan ekonomi cenderung lebih cepat di daerah dengan kondisinya lebih baik, sedang daerah yang terbelakang tidak banyak mengalami kemajuan (Sjafrizal, 2012).

Disparitas pada kenyataannya tidak dapat di hilangkan dalam pembangunan suatu daerah. Adanya disparitas, akan memberikan dorongan kepada daerah yang terbelakang untuk dapat berusaha meningkatkan kualitas hidupnya agar tidak jauh tertinggal dengan daerah sekitarnya. Selain itu daerah-daerah tersebut akan bersaing guna meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga ketimpangan dalam hal ini memberikan dampak positif. Akan tetapi ada pula dampak negatif yang ditimbulkan dengan semakin tingginya disparitas (ketimpangan) antar wilayah. Dampak negatif tersebut berupa inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya di pandang tidak adil (Todaro dan Smith, 2006).

2.4 Ukuran Disparitas Pembangunan Antarwilayah

Syafrizal (2012) mengemukakan bahwa penetapan ukuran disparitas sangat penting, karena dalam melihat disparitas pembangunan antarwilayah di suatu negara atau suatu daerah bukanlah hal yang mudah karena dapat menimbulkan silang pendapat yang berkepanjangan, di mana satu pihak


(33)

berpendapat bahwa disparitas suatu daerah cukup tinggi dilihat dari banyaknya kelompok miskin di daerah yang bersangkutan, namun di pihak lain, ada pendapat bahwa ketimpangan suatu daerah cukup tinggi dilihat dari segelintir kelompok kaya yang berada ditengahtengah masyarakat yang mayoritas masih miskin.

Ada beberapa ukuran disparitas (ketimpangan) pembangunan, yakni : a. Indeks Williamson

Williamson Indeks lazim digunakan dalam pengukuran ketimpangan pembangunan antarwilayah. Williamson indeks menggunkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita sebagai ketimpangan regional (regional inequality) sebagai data dasar. Alasannya jelas karena yang diperbandingkan adalah tingkat pembangunan antarwilayah dan bukan tingkat distribusi pendapatan antarkelompok masyarakat (Sjafrizal, 2012):

=

∑�

�=1 (��−�)2

�� �

� 0<Vw<1 ( 2.1)

Dimana :

Yi = PDRB per kapita kabupaten/kota i

Y = PDRB per kapita rata-rata seluruh kabupaten/kota di kepulauan Nias fi = Jumlah penduduk kabupaten/kota i

n = Jumlah penduduk seluruh kabupaten/kota di kepulauan Nias.

Indeks Williamson bernilai antara 0 - 1, dimana semakin mendekati nol artinya pembangunan wilayah tersebut semakin tidak timpang. Sedangkan bila mendekati satu maka semakin timpang wilayah.

b. Indeks Theil

Indeks lainnya yang juga lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan pembangunan antarwilayah adalah Theil indeks sebagaimana digunakan oleh


(34)

Akita dan Alisyahbana (2002). Sedangkan data yang diperlukan untuk mengukur indeks ini adalah sama dengan yang diperlukan untuk menghitung Williamson Indeks yaitu PDRB perkapita dan jumlah penduduk untuk setiap wilayah. Namun demikian, penggunaan Theil Indeks sebagai ukuran ketimpangan ekonomi antarwilayah mempunyai kelebihan tertentu.

�� = ∑��=0 ∑��=0 ����� � log�����⁄ � ����� � ⁄ �� � (2.2)

Di mana; yij = PDRB per kapita kabupaten I di provinsi j Y = Jumlah PDRB perkapita seluruh provinsi j n = Jumlah kapbupaten i di provinsi j

N = Jumlah penduduk seluruh daerah.

c. Kesenjangan Berdasarkan Konsep PDRB Perkapita relative

Ketimpangan ini diukur menggunakan proksi yang dipakai dalam penelitian Jaime Bonet (2006) yang mendasarkan ukuran ketimpangan wilayah pada konsep PDRB per kapita relatif dengan rumus :

IQit = PDRBPC��������

P.Nias,t−1 (2.3) dimana :

IQi,t = Ketimpangan wilayah kabupaten/kota i, pada tahun t PDRBPC it = PDRB perkapita Kabupaten/Kota i, pada tahun t

PDRBPC P.Nias,t = PDRB perkapita Kab/kota di Kepulauan Nias, pada tahun t Rumus tersebut menyatakan bahwa kesetaraan sempurna terjadi pada saat PDRB perkapita wilayah sama dengan PDRB perkapita Kepulauan Nias. Oleh karena itu, ketimpangan wilayah diukur dari selisih antara PDRB per kapita


(35)

relatife (wilayah terhadap nasional) dan 1 (kondisi kesetaraan sempurna), yang diabsolutkan.

2.5. Pertumbuhan Ekonomi

2.5.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan dan hasil pertumbuhan ekonomi akan dapat pula dinikmati masyarakat sampai lapisan paling bawah, baik dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah.

Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana, mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang miskin, tertinggal tidak produktif akan menjadi produktif, yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri. Strategis ini dikenal dengan istilah “

Redistribution With Growth

Pertumbuhan ekonomi menjadi faktor yang paling penting dalam keberhasilan perekonomian suatu negara secara jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan dan dianggap sebagai sumber peningkatan standar hidup (standar of living) penduduk yang jumlahnya terus meningkat.

Todaro dan Smith (2006) mengemukakan bahwa ada tiga komponen pertumbuhan ekonomi yang mempunyai arti penting bagi setiap masyarakat yakni:

1. Akumulasi modal (capital accumulation).

Meliputi semua bentuk atau semua investasi baru dalam tanah, peralatan fisik, dan sumber daya manusia melalui perbaikan dibidang kesehatan, pendidikan


(36)

dan keterampilan kerja. Akumulasi modal akan diperoleh bila sebagian dari pendapatan yang diterima saat ini ditabung dan diinvestasikan lagi dengan tujuan meningkatkan output dan pendapatan di masa depan. Semua barang modal produktif memungkinkan untuk meningkatkan tingkat output yang ingin dicapai. Investasi produktif secara langsung tersebut ditopang oleh investasi dalam apa yang dikenal sebagai infrastruktur sosial dan ekonomi-jalan-jalan, listrik, air dan sanitasi, komunikasi, dan sebagainya yang memfasilitasi dan mengintegrasikan aktivitas-aktivitas ekonomi. Investasi dalam sumber daya manusia dapat memperbaiki kualitas pekerja oleh karenanya, mempunyai pengaruh yang sama atau bahkan lebih kuat terhadap produksi seiring dengan meningkatnya jumlah manusia.

2. Tenaga kerja.

Pertumbuhan jumlah penduduk dan yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan angkatan kerja. Secara tradisional dianggap sebagai faktor positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan penduduk yang besar akan meningkatkan ukuran potensial pasar domestik sedangkan jika angkatan kerja tersedia dalam jumlah yang lebih banyak, berarti tersedia juga lebih banyak pekerja yang produktif.

3. Kemajuan teknologi.

Kemajuan teknologi yang secara luas, diterjemahkan sebagai cara baru untuk menyelesaikna pekerjaan. Kemajuan tehnologi bagi kebanyakan ekonom merupakan faktor yang paling penting. Secara sederhana kemajuan tehnologi dihasilkan dari pengembangan cara-cara lama atau penemuan metode baru dalam penyelesaian tugas-tugas tradisional. Ada tiga klasifikasi dasar dari kemajuan


(37)

teknologi yaitu : kemajuan teknologi yang bersifat netral (neutral technological progress). kemajuan teknologi hemat tenaga kerja (labor-saving techonological progress), kemajuan tehnologi yang hemat modal (capital-saving techonological progress).

Kuncoro (2004) mengemukakan bahwa untuk menghitung pertumbuhan ekonomi menggunakan harga konstan (PDRB riil) karena akan memberikan gambaran pertumbuhan output secara nyata karena tidak memasukkan inflasi. Perhitungan pertumbuhan ekonomi dalam konteks regional/wilayah, dapat dihitung dengan rumus :

Pertumbuhan Ekonomi =(PDRBt−PDRBt−1)

PDRBt−1 × 100% (2.4)

dimana,

PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t

PDRBt-1 = Produk Domestik Regional Bruto satu tahun sebelum tahun t sedangkan untuk menghitung pendapatan perkapita (Permendagri No. 54 Tahun 2010), digunakan rumus :

PDRB Perkapita = PendudukPertengahanPDRB Tahun (2.5) Pendapatan perkapita selain bisa memberikan gambaran tentang laju pertumbuhan kesejahteraan masyarakat di berbagai negara, juga dapat menggambarkan perubahan corak perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat yang sudah terjadi diantara berbagai negara. Sukirno (2006) mendefenisikan pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu tahun. Pendapatan perkapita bisa juga


(38)

diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu.

2.5.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi suatu negara, secara garis besar dapat dikelompokkan berdasarkan pandangan ekonom klasik/neo klasik dan modren. Menurut pandangan para ekonom klasik (Adam Smith, David Ricardo, Malthus dan John Stuart Mill) maupun ekonom neo-klasik (Robert Solow dan Trevor Swan), pada dasarnya ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu : (1) jumlah penduduk, (2) jumlah stok barang modal, (3) luas tanah dan kekayaan alam dan (4) tingkat tehnologi. (Sukirno,1985).

Selanjutnya, beberapa pandangan ekonom modren tentang pertumbuhan ekonomi, sebagai berikut :

a. Teori Pertumbuhan Kuznets

Kuznets dalam Jhingan (2010) mengemukakan bahwa defenisi pertumbuhan ekonomi sebagai “kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya.

Konsep teori Kuznets mengemukakan suatu hipotesis yang dikenal dengan “Hipotesis U-terbalik” yang diperoleh melalui kajian empiris terhadap pola pertumbuhan sejumlah negara di dunia, pada tahap awal pertumbuhan ekonomi terdapat trade-off antara pertumbuhan dan pemerataan. Kuznets menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara miskin pada awalnya


(39)

cenderung menyebabkan tingginya tingkat kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan. Namun bila negara-negara miskin tersebut sudah semakin maju, maka persoalan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan akan menurun (an inverse U shaped patern).

b. Teori Pertumbuhan Rostow

Rostow dalam Rustiadi (2011) mencetuskan suatu model tahapan pertumbuhan ekonomi (the stages of economic growth). Menurut Rostow proses pertumbuhan dapat dibedakan kedalam lima tahapan dari setiap negara atau wilayah, yakni :

1. Masyarakat tradisional (the traditional society), yaitu kondisi pada tahap awal pertumbuhan dimana struktur perekonomian berkembang dalam fungsi produksi terbatas yang didasarkan pada teknologi, ilmu pengetahuan dan sikap yang masih primitif.

2. Pra-syarat lepas landas (the pre-condition for take-off), adalah suatu masa transisi dimana masyarakat mempersiapkan dirinya atau dipersiapkan dari luar untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang (self-sustained growth).

3. Lepas landas (the take-off), adalah masa dimana sudah terdapat perbedaan yang sangat signifikan dalam masyarakat, seperti : revolusi politik, terciptanya inovasi-inovasi baru, peningkatan penanaman modal dan pertumbuhan pendapatan wilayah melebihi pertumbuhan penduduk.

4. Gerakan ke arah kedewasaan (the drive to maturity), adalah masa dimana masyarakat sudah menggunakan tehnologi modern pada sebagian faktor-faktor produksi dan sumber daya alam serta terjadinya transformasi struktural


(40)

yang nyata (peranan relatif sektor insdutri jauh lebih tinggi dari sektor pertanian)

5. Masa konsumsi tinggi (the age of high mass consumption), adalah masa dimana masyarakat sudah tidak ditekankan pada produksi tetapi pada konsumsi dan kesejahteraan masyarakat serta saling berkompetisi mendapatkan sumberdaya dan dukungan politik.

c. Teori Pertumbuhan Harrod-Domar

Harrod-Domar menekankan tentang perlunya penanaman modal dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi dimana terdapat korelasi positif antara tingkat investasi dan laju pertumbuhan ekonomi, dapat dikatakan bahwa kurangnya investasi di suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat perkapita di wilayah tersebut rendah karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif seperti industri manufaktur.

2.5.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Teori pertumbuhan wilayah dimulai dari model dinamika wilayah yang sederhana sampai dengan model yang komprehensif, mulai dari teori resource endowment,teori export base, teori pertumbuhan wilayah neoklasik, model ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah dan sebuah teori baru mengenai pertumbuhan wilayah. Teori resource endowment mengatakan bahwa pengembangan ekonomi bergantung sumberdaya alam yang dimiliki dan permintaan terhadap komoditas yang dihasilkan dari sumberdaya itu (Perloff and Wingo, 1961).

Teori pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan bagian penting dalam analisis ekonomi wilayah dan perkotaan yang menjelaskan mengapa suatu daerah


(41)

dapat tumbuh cepat dan ada pula yang tumbuh lambat. Disamping itu juga dapat menjelaskan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan antardaerah dan mengapa hal itu terjadi (Sjafrizal, 2012).

Pengertian pertumbuhan ekonomi wilayah (daerah) sebagai pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan ini diukur dalam nilai riil (dinyatakan dalam harga konstan) Taringan (2004).

Salah satu indikator keberhasilan tujuan pembangunan ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi dan berkurangnya ketimpangan baik didalam distribusi pendapatan penduduk maupun antar wilayah. Pola pertumbuhan ekonomi regional /wilayah berbeda dengan apa yang lazim ditemukan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Faktor-faktor yang mendapat perhatian utama adalah keuntungan lokasi, aglomerasi, migrasi dan arus lalu lintas modal antar wilayah. Adapun beberapa teori pertumbuhan ekonomi regional yang lazim dikenal (Sirojuzilam,2011), antara lain :

1. Export Base-Models, menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh eksploitasi pemanfaatan alamiah dan pertumbuhan basis ekspor daerah yang bersangkutan.

2. Neo-Classic, menyatakan bahwa unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional adalah modal, tenaga kerja, dan teknologi.

3. Cummulative Causation Models, menyatakan bahwa peningkatan pemerataan pembangunan antar daerah tidak hanya dapat diserahkan pada kekuatan pasar


(42)

(market mechanism), tetapi perlu adanya campur tangan untuk daerah–daerah yang relatif masih terbelakang.

4. Core Periphery Models, menekankan analisa pada hubungan yang erat dan saling mempengaruhi antara pembangunan kota (core) dan desa (periphery). 5. Growth Pole, menyatakan bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak

terjadi di segala tata-ruang, akan tetapi hanya terbatas pada beberapa tempat tertentu dengan variabel–variabel yang berbeda intensitasnya. Salah satu cara untuk menggalakkan kegiatan pembangunan dari suatu daerah tertentu melalui pemanfaatan “aglomeration economics“ sebagai faktor pendorong utama.

Hoover & Fisher dalam Sirojuzilam dan Mahalli (2011) menjelaskan rangkaian tahapan perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah (regional stage of development), sebagai berikut :

1. Tahap pertama, perekonomian wilayah/penduduk sangat tergantung kepada hasil alam dan sektor pertanian,

2. Tahap kedua, wilayah mulai mengembangkan spesialisasi lokal dan perdagangan seiring dengan perbaikan transportasi, antara lain dicirikan dengan mulai munculnya industri sederhana di pedesaan,

3. Tahapan ketiga, sudah mulai terjadi perdagangan antar wilayah, antara lain dicirikan dengan perubahan sektor pertanian ke perkebunan,

4. Tahapan keempat, seiring dengan perkembangan jumlah penduduk dan berkurang nya pendapatan di sektor pertanian/perkebaunan maka wilayah didorong untuk bergerak ke arah industrialisasi sekunder, antara lain: pertambangan, industri pengo lahan makanan, industri pengolahan kayu, industri pengolahan bahan setengah jadi.


(43)

5. Tahapan kelima/terakhir, wilayah mengkhususkan diri pada industri berorientasi ekspor (ekspor modal, tenaga ahli, jasa pelayanan kepada daerah belakangnya).

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi regional antara lain ditentukan oleh faktor-faktor antara lain : investasi/akumulasi modal, jumlah penduduk, tenaga kerja, industri dan teknologi (Neo-Klasik, Bort Stein, Hoover & Fisher dan Todaro).

Beberapa Alternatif model pertumbuhan ekonomi wilayah yang dapat digunakan dalam melakukan perumusan kebijakan pembangunan daerah yang pada dasarnya memberikan beberapa faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah berikut struktur dan kaitannya dengan ketimpangan pembangunan ekonomi wilayah (Sjafrizal, 2012) yaitu :

1. Model Basis Ekspor (Export-Base Model, pertumbuhan ekonomi suatu wilayah pada dasarnya ditentukan oleh besarnya Keuntungan Kompetitif (Competitive Advantage) yang dimiliki oleh wilayah tersebut.

2. Model Interregional Income, ekspor diasumsikan sebagai faktor yang berada dalam sistim perekonomian daerah bersangkutan (endogeneous variabel) yang fluktuasinya ditentukan oleh perkembangan kegaiatan perdagangan antarwilayah.

3. Shift-Share analysis, dapat mengidentifikasi peranan ekonomi nasional dan kekhususan daerah bersangkutan terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah bersangkutan.

4. Model Neo-klasik, pertumbuhan ekonomi suatu wilayah akan sangat ditentukan oleh kemampuan wilayah tersebut untuk meningkatkan kegiatan produksinya. Sedangkan kegiatan produksi pada suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh potensi daerah yang bersangkutan, tetapi juga ditentukan pula oleh mobilitas tenaga kerja dan mobilitas modal antardaerah.


(44)

5. Model Penyebab Berkumulatif (Cumulative Causation Model), tidak percaya pemerataan pembangunan antardaerah akan dapat dicapai dengan sendirinya berdasarkan mekanisme pasar, namun ketimpangan pembangunan regional hanya akan dapat melalui program pemerintah.

6. Model Kota dan Desa (Center-pheriphery Model), bahwa pertumbuhan ekonomi suatu wilayah sangat ditentukan oleh adanya sinergi yang kuat antara kegiatan ekonomi daerah pedesaan (rual) dengan kegiatan daerah perkotaan.

2.6. Kerangka Berpikir

2.6.1. Hubungan Antara Disparitas Pembangunan Antarwilayah dengan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Kuznets (1995) dalam Kuncoro (2006) membuat hipotesis adanya kurva U terbalik (inverted U curve) bahwa mula-mula ketika pembangunan dimulai, distribusi pendapatan akan makin tidak merata, namun setelah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu, distribusi pendapatan makin merata. Menurut Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro, 2004).

Hipotesis Kuznets dapat dibuktikan dengan membuat grafik antara pertumbuhan produk domestic regional bruto dan indeks ketimpangan. Grafik tersebut merupakan hubungan antara pertumbuhan PDRB dengan indeks ketimpangan Williamson maupun pertumbuhan PDRB dengan indeks ketimpangan entropi Theil pada periode pengamatan. Gambar 2.1


(45)

memperlihatkan hubungan antara indeks ketimpangan dan pertumbuhan PDRB. Kurva tersebut menunjukkan bentuk U-terbalik (Kuncoro, 2004).

Gambar 2.1. Kurva disparitas pembangunan antarwilayah (Kurva Kuznet “U” terbalik)

Sumber : Kuncoro, 2004

Profesor Kuznets dalam Jhingan (2010) mengemukakan enam karakteristik atau ciri pertumbuhan ekonomi modern yang bisa ditemui di hampir semua negara yang sekarang maju sebagai berikut :

1. Laju pertumbuhan penduduk dan produk per kapita, ditandai dengan laju kenaikan produk per kapita yang tinggi dibarengi dengan laju pertumbuhan penduduk yang cepat.

2. Peningkatan Produktivitas, semakin meningkatnya laju produk per kapita terutama sebagai akibat adanya perbaikan kualitas input yang meningkatkan efisiensi atau produktivitas per unit input.

3. Laju perubahan struktural yang tinggi, peralihan kegiatan pertanian ke

nonpertanian, dari industri ke jasa, perubahan dalam sekala unit-unit produktif

P

enda

pa

tan p

er

ka

p

it

a

Inde

ks

Wi

ll

ia

m

son


(46)

dan peralihan dari perusahaan perseorangan menjadi perusahaan berbadan hukum serta perubahan status kerja buruh.

4. Urbanisasi, ditandai dengan semakin banyak penduduk di Negara maju yang berpindah dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan .

5. Ekspansi Negara Maju, Adanya kecenderungan negara-negara yang mulai atau sudah maju perekonomiannya untuk berusaha merambah bagian-bagian dunia lainnya sebagai daerah pemasaran dan sumber bahan baku yang baru.

6. Arus barang modal dan orang antarbangsa.

Mengikuti Hipotesa Neo-Klasik, variabel yang dapat digunakan sebagai independent variabel adalah pendapatan per kapita yang menunjukan tingkat pembangunan suatu Negara. Ada beberapa faktor lain yang juga menentukan perubahan ketimpangan pembangunan antarwilayah berdasarkan analisis Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, variabel-variabel tersebut antara lain adalah : konsentrasi kegiatan ekonomi antardaerah, mobilisasi barang (perdagangan) dan faktor produksi antardaerah serta alokasi investasi (pemerintah dan swasta) antarwilayah dan lain-lainya. Bahkan kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh suatu daerah dapat pula memengaruhi ketimpangan pembangunan wilayah bersangkutan (Sjafrizal, 2012).

Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat mencerminkan keberhasilan pembangunan pada wilayah tersebut. Apabila suatu wilayah dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya maka wilayah tersebut dapat dikatakan sudah mampu melaksanakan pembangunan ekonomi dengan baik. Akan tetapi yang masih menjadi masalah dalam pembangunan ekonomi ini adalah apakah pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu wilayah sudah merata di seluruh


(47)

lapisan masyarakat. Harapan pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan dapat meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat. Ketika pendapatan per kapita meningkat dan merata maka kesejahteraan masyarakat akan tercipta dan disparitas akan berkurang.

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya ( Kuznet dalam Jhingan, 2010).

Tarigan (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah (daerah) sebagai pertambahan pendapatan masyarakat, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang terjadi di wilayah (daerah) tersebut.

Untuk mempermudah pemahaman kita tentang konsep penelitian ini, maka dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

Gambar. 2.2. Kerangka Pemikiran Disparitas Pembangunan

Fisik (X1)

Disparitas Pembangunan Ekonomi (X2)

Disparitas Pembangunan Sosial (X3)

Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kepulauan

Nias (Y)


(48)

2.7. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu rumusan masalah yang masih harus dibuktikan kebenarannya secara teoritis, empiris dan analitis. Sugiyono (2008) mengemukakan bahwa penelitian yang bersifat eksploratif dan deskriptif sering tidak perlu merumuskan hipotesis sedangkan penelitian yang merumuskan hipotesis adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Lebih jauh Arikunto (2002) menjelaskan bahwa problematika yang sifatnya deskriptif tidak diikuti dengan hipotesis tetapi problematika yang sifatnya asosiatif perlu dihipotesiskan.

Rumusan hipotesis pada penelitian ini adalah :

1. Terjadi Disparitas pembangunan antarkabupaten kota di Kepulauan Nias.

2. Disparitas pembangunan antarkabupaten kota berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah Kepulauan Nias.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat Penelitian dilaksanakan di wilayah Kepulauan Nias yang meliputi antara lain pemerintahan Kabupaten Nias, Nias Selatan, Nias Utara, Nias Barat dan Kota Gunungsitoli pada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Bappeda, Dinas PU,Dinas Pertanian dan Kehutanan , Dinas Perikanan dan Keluatan, Sekretariat bagian Ekbang, Dinas Pendapatan dan tokoh-tokoh masyarakat. Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Desember 2012 hingga Pebruari 2013.

3.2. Jenis Penelitian

Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir dalam Riduwan, 2010), sedangkan penelitian asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2008).

Penelitian hubungan interaktif/timbal balik betujuan untuk menguji hipótesis dan merupakan penelitian yang menjelaskan fenomena dalam bentuk hubungan antar variabel. Penelitian deskriptif dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang : siapa, apa, kapan, dimana dan bagaimana yang berkaitan


(50)

dengan karakteristik populasi atau fenomena tersebut. Ada empat teknik dasar yang digunakan dalam penelitian deskriptif dan asosiatif (intraktif), yaitu survei, eksperimen, analisa data sekunder dan observasi (Erlina, 2011).

Berdasarkan tujuan penelitian serta pola hubungan antar variabel penelitian, maka jenis penelitian yang dilakukan merupakan kombinasi penelitian deskriptif dan asosiatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki, sedangkan penelitian asosiatif bertujuan untuk memperoleh fakta–fakta dari fenomena yang ada serta mencari keterangan–keterangan secara empiris tentang disparitas pembangunan antar wilayah dan pertumbuhan ekonomi di Kepulauan Nias.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masaalah penelitian (Riduwan, 2008). Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga. Adapun populasi dalam penelitian ini yakni Pegawai Negeri Sipil Daerah lingkup Pemerintah Kabupaten/Kota dan tokoh masyarakat Kepulauan Nias

3.3.2. Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah suatu cara mengambil sampel yang representatif dari populasi. Pengambilan sampel dalam peneltian ini menggunakan teknik Non-Probability Sampling (Purposive Sampling) yakni teknik pengambilan sampel yang tidak memberi kesempatan


(51)

(peluang) pada setiap anggota populasi untuk dijadikan anggota sampel dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampel atau penentuan untuk tujuan tertentu (Riduwan, 2008). Sejalan dengan tujuan penelitian maka pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode

purposive sampling dengan pertimbangan bahwa sampel/respoden ditentukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa responden yang bersangkutan memiliki kemampuan dan pemahaman yang baik terhadap pengembangan wilayah, disparitas pembangunan antarkabupaten kota dan pertumbuhan ekonomi wilayah terutama di Kepulauan Nias.

Berdasarkan kriteria tersebut, Jumlah reponden sebanyak 75 orang dari pejabat aparatur pemerintah kabupaten/kota dan tokoh masyarakat di Kepulauan Nias, masing-masing dari 6 instansi yang berbeda, antara lain Badan Perencanaan Pembangun Daerah (BAPPEDA), Dinas PU/ Bina Marga, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Sekretariat Bagian Ekbang, Dinas Pendapatan dan tokoh masyarakat sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 3.1. Responden penelitian

No. S K P D / Masyarakat Kabupaten Kota Kepulauan Nias Jumlah

Responden

Nias NS NU NB GS

1 Bappeda 2 2 2 2 2 10

2 Dinas PU/Bina Marga 2 2 2 2 2 10

3 Dinas Pertanian/Kehutanan 2 2 2 2 2 10

4 Dinas Kelautan dan Perikanan 2 2 2 2 2 10

5 Sekretariat Bagian Ekbang 2 2 2 2 2 10

6 7. Dinas Pendapatan Tokoh Masyarakat 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 10 15

Total 15 15 15 15 15 75

Sumber : Hasil penelitian lapangan (data diolah) Keterangan : NS : Nias Selatan

NU : Nias Utara NB : Nias Barat GS : Gunungsitoli


(52)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data sekunder diperoleh dari berbagai literatur serta sumber-sumber lain dari instansi/lembaga yang berkompeten antara lain Badan Pusat Statistik (BPS), Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lingkup Pemerintah Kabupaten/kota di Kepulauan Nias, sedangkan data primer diperoleh langsung dari responden yang telah ditetapkan.

Teknik pengumpulan data primer dengan menggunakan instrumen berbentuk angket (kuesioner) berisikan daftar pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya dengan sistim checklist.

3.5. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah kualitatif yang berhubungan dengan karakteristik berwujud pernyataan dan kuatitatif yang berwujud angka-angka dan sumber data terdiri data sekunder dan primer. Data sekunder digunakan sebagai alat/bahan analisis untuk menggambarkan disparitas pembangunan antarkabupaten/kota dan pertumbuhan ekonomi wilayah di Kepulauan Nias, sedangkan data primer digunakan sebagai bahan analisis untuk mengetahui persepsi responden secara empiris tentang pengaruh disparitas pembangunan antarkabupaten/kota terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah di Kepulauan Nias.


(53)

3.6. Identifikasi dan Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Matriks operasionalisasi dan pengukuran keseluruhan variabel penelitian disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 3.2. Matriks Operasional Variabel Penelitian

Sumber : Dikembangkan dari Kuznets dalam Sirojuzilam & Mahalli (2011), Todaro (2006), Kuznets (1999), Lay (1993), Rasyid (2005), Ebel dan Yilmaz (2002), Sjafrizal (2012).

3.6.1. Defenisi Variabel Dependen (Y)

Penelitian ini menggunakan satu variabel dependen (terikat), tiga variabel independen (bebas). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan Ekonomi Daerah wilayah di kabupaten kota di Kepulauan Nias. Sementara untuk variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah Disparitas Pembangunan Fisik, Ekonomi dan Sosial antarkabupaten kota.

Defenisi pertumbuhan ekonomi yang dimaksud dalam penelitian ini dikembangkan dari defenisi Kuznets dalam Sirojuzilam (2008), adalah sebagai

No Variabel Definisi Dimensi Indikator Skala

Ukur 1. Pertumbuhan Ekonomi (Y) Pertumbuhan sebagai “Kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara/wilayah untuk menyediakan banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan. (Kuznets dalam Sirojuzilam, 2008)

Akumulasi Modal

1. Investasi Tanah Skala Likert 1-5 2. Investasi Peralatan Fisik 3. Investasi SDM

4. Investasi Langsung Penduduk &

Angkatan Kerja

5. Pertumbuhan Jumlah Penduduk

6. Kenaikan jumlah Angkatan Kerja 7. Keterampilan Kerja Teknologi 8. 9. Modernisasi Perubahan Teknologi

2.

Disparitas Wilayah

(X)

Ketidaksamaan kemampuan wilayah untuk bertumbuh

(Kuznets dalam Sirojuzilam & Mahalli, 2011)

Sjafrizal (2012), mengemukakan bahwa adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah.

Fisik (X1)

1. Sarana Kesehatan Skala Likert 1-5 2. Sarana Pendidikan

3. Sarana Perekonomian

Ekonomi (X2)

4. Kemiskinan 5. Konsumsi 6. Tabungan

7. Distribusi Pendapatan

Sosial (X3)

8. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 9. Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) 10 Pekerja Usia Sekolah


(54)

“Kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara/wilayah untuk menyediakan banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan.

Salah satu metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik inferensial menggunakan data primer atau persepsi responden, oleh sebab itu untuk menganalisis pengaruh disparitas pembangunan antarkabupaten/kota (wilayah) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah digunakan indikator pertumbuhan ekonomi dari Todaro (2006), yakni : 1) akumulasi modal, 2) pertumbuhan penduduk & angkatan kerja dan 3) teknologi. Ketiga indikator tersebut dijelaskan dengan menggunakan 9 (sembilan) instrumen pernyataan yang diukur dengan menggunakan skala likert 1–5, dimana skala 5 menunjukkan pertumbuhan ekonomi sangat tinggi, skala 1 menunjukkan sangat rendah.

3.6.2. Definisi Variabel Independen (X)

Defenisi disparitas pembangunan wilayah yang dimaksud dalam penelitian ini dikembangkan dari definisi Kuznets dalam Sirojuzilam & Mahalli (2011), yakni ketidaksamaan kemampuan wilayah untuk bertumbuh sedangkan Sjafrizal (2012) mengemukakan bahwa Ketimpangan pembangunan antarwilayah adalah adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Oleh karena data yang digunakan adalah data primer atau persepsi responden terhadap disparitas wilayah (analisis statistik diferensial), maka untuk menganalisis pengaruh disparitas pembangunan wilayah terhadap pertumbuhan ekonomi, maka indikator disparitas yang digunakan sebagaimana dikemukakan Lay (1993), yakni : 1) fisik, 2) ekonomi


(1)

c. Perhitungan Indeks Williamson Tahun 2011  Menghitung nilai (�� − �)2 ��

1. Kabupaten Nias = (4,1−4,6)2 132763.605

.410

= (−0,5)2. 0,17

= 0,25 . 0,17

= 0,043

2. Kabupaten Nias Selatan = (4,4−4,6)2 292763.417

.410

= (−0,2)2. 0,38

= 0.04 . 0,38

= 0,015 (dibulatkan)

3. Kabupaten Nias Utara = (4,1−4,6)2 128763.434

.410

= (−0,5)2. 0,17

= 0,25. 0,17

= 0,043 (dibulatkan)

4. Kabupaten Nias Barat = (3,3−4,6)2 82,572 763.410

= (−1,3)2. 0,11

= 1,69 . 0,11

= 0,186

5. Kota Gunungsitoli = (7,3−4,6)2 127.382 763.410

= (2,7)2. 0,17

= 7.29 . 0,17

= 1,24 (dibulatkan)

 Menjumlahkan nilai (�� − �)2 �� masing-masing kabupaten kota

∑ = ( 0,043 + 0,015 + 0,043 + 0,186 + 1,24 )

∑ = 1,53

 Indeks Williamson (IW) :

��2011 =�1,53 4,6 ��2011 =14,24

,2 = �,���� (����������)


(2)

Lampiran 10. Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas Pembangunan Fisik, Ekonomi dan Sosial antakabupaten kota di Kepulauan Nias.

A. Jumlah penduduk kabupaten kota Kepulauan Nias Periode tahun 2009 - 2011

Kabupaten Kota Tahun

2009 2010 2011

Nias 131.269 131.377 132.605

Nias Selatan 287.492 289.708 292.417

Nias Utara 123.735 127.244 128.434

Nias Barat 75.658 81.807 82.572

Gunungsitoli 125.566 126.202 127.382

Kepulauan Nias 743.720 756.338 763.410

Sumber : Nias, Nias Selatan, Nias Utara, Nias Barat dan Gunungsitoli dalam angka 2012.

B. Perkembangan PDRB per kapita kabupaten kota menurut ADHB dan ADHK 2000 Periode tahun 2009 - 2011 (jutaan rupiah)

Wilayah

Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)

Atas Dasar Harga Konstan (ADHK)

2009 2010 2011 2009 2010 2011

Nias 7,5 8,7 9,8 3,7 3,9 4,1

Nias Selatan 7,0 7,8 8,4 4,1 4,3 4,4

Nias Utara 7,9 8,9 10,1 3,6 3,9 4,1

Nias Barat 6,2 7,2 8,2 2,9 3,1 3,3

Gunungsitoli 14,3 15,5 18,5 6,5 6,9 7,3

Kepulauan Nias 8,6 9,6 11 4,2 4,4 4,6

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2012

C. Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi SUMUT, SeKepulauan Nias dan kabupaten kota menurut ADHK 2000 Periode 2009 - 2011 (persen)

Wilayah 2009 2010 2011

Kabupaten Nias 6,62 6,75 6,81

Kabupaten Nias Selatan 4,08 4,12 4,46

Kabupaten Nias Utara 6,59 6,75 6,88

Kabupaten Barat 5,72 6,30 6,76

Kota Gunungsitoli 7,84 6,14 6,55

Kepulauan Nias 6,17 6,01 6,29


(3)

D. Distribusi responden berdasarkan tingkat usia (tahun) Kabupaten Kota Kepulauan Nias

Usia (Tahun) Jumah Responden (orang) %

21 - 30 31 - 40 41 - 50 51 keatas 7 25 31 12 9,33 33,33 41,33 16,00

Total 75 100

E. Distribusi responden berdasarkan Pendidikan Formal di Kabupaten Kota di Kepulauan Nias

Pendidikan Formal Frekuensi Persentase (%)

SLTA D1-D3

S1 S2 15 2 46 12 20 3 61 16

Total 75 100

F. Distribusi responden berdasarkan jabatan di Kabupaten Kota Kepulauan Nias

Jabatan Jumlah Responden

(orang) Persentase (%)

Tokoh Masyarakat Staf Eselon IV Eselon III Eselon II 15 16 17 26 1 20 21 23 35 1

Total 75 100

Sumber : Hasil Penelitian

G. Distribusi tanggapan responden atas pertumbuhan ekonomi daerah wilayah Kepulauan Nias terhadap dimensi akumlasi modal

Peningkatan Akumulasi Modal

Jumlah Responden dan Persentase

STS % TS % KS % S % SS %

Invest.Tanah 0 0 10 13 13 17 43 57 9 12 Invest.Peralatan Fisik 0 0 8 11 14 19 48 64 5 7 Invest. SDM 0 0 8 11 13 17 34 45 20 27 Invest. Langsung 1 1 7 9 14 19 44 59 9 12 Sumber : Hasil Penelitian


(4)

H. Distribusi tanggapan responden atas pertumbuhan ekonomi daerah wilayah Kepulauan Nias terhadap dimensi penduduk dan angkatan kerja

Peningkatan Penduduk dan Angkatan Kerja

Jumlah Responden dan Persentase

STS % TS % KS % S % SS %

Pertumbuhan Jumlah

Penduduk 0 0 9 12 8 11 42 56 16 21 Kenaikan Jumlah

Angkatan Kerja 1 1 7 9 10 13 45 60 12 16 Keterampilan Kerja 0 0 7 9 29 39 34 45 5 7 Sumber : Hasil Penelitian

I. Distribusi tanggapan responden atas pertumbuhan ekonomi daerah wilayah Kepulauan Nias terhadap dimensi teknologi

Teknologi Jumlah Responden dan Persentase

STS % TS % KS % S % SS %

Modernisasi 0 0 6 8 18 24 45 60 6 8 Perubahan Teknologi 0 0 6 8 7 9 47 63 15 20 Sumber : Hasil Penelitian

J. Distribusi tanggapan responden atas disparitas wilayah di Kepulauan Nias terhadap variabel fisik (X1)

Variabel Fisik Jumlah Responden dan Persentase

STS % TS % KS % S % SS %

Sarana Kesehatan 1 1 10 13 30 40 23 31 11 15 Sarana Pendidikan 1 1 11 13 25 33 27 36 11 15 Sarana Perekonomian 2 3 13 17 24 32 25 33 11 15 Sumber : Hasil Penelitian

K. Distribusi tanggapan responden atas disparitas wilayah di Kepulauan Nias terhadap variabel ekonomi (X2)

Variabel Ekonomi Jumlah Responden dan Persentase

STS % TS % KS % S % SS %

Kemiskinan 0 0 10 13 29 39 27 36 9 12 Konsumsi 1 1 3 4 16 21 46 61 9 12 Tabungan 0 0 8 11 30 40 28 37 9 12 Distribusi Pendapatan 2 3 21 28 25 33 22 29 5 7 Sumber : Hasil Penelitian


(5)

L. Distribusi tanggapan responden atas disparitas wilayah di Kepulauan Nias terhadap variabel sosial (X3)

Variabel Sosial Jumlah Responden dan Persentase

STS % TS % KS % S % SS %

Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) 0 0 5 7 16 21 45 60 9 12 Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) 1 1 12 16 33 44 27 36 2 3 Pekerja Usia Sekolah 0 0 9 12 23 31 39 52 4 5 Sumber : Hasil Penelitian

M. Rekapitulasi indeks Williamson Kepulauan Nias Periode tahun 2009 - 2011

Tahun Indeks Williamson (IW) Keterangan

2009 0,2595 Rendah

2010 2011

0,2631 0,2696

Sedang Tinggi


(6)

TABEL

NILAI-NILAI r PRODUCT MOMENT

N Taraf Signifikan N Taraf Signifikan N Taraf Signifikan

5% 1% 5% 1% 5% 1%

3 0,997 0,999 27 0,381 0,487 55 0,266 0,345 4 0,950 0,990 28 0,374 0,478 60 0,254 0,330 5 0,878 0,959 29 0,367 0,470 65 0,244 0,317 6 0,811 0,917 30 0,361 0,463 70 0,235 0,306 7 0,754 0,874 31 0,355 0,456 75 0,227 0,296 8 0,707 0,834 32 0,349 0,449 80 0,220 0,286 9 0,666 0,798 33 0,344 0,442 85 0,213 0,278 10 0,632 0,765 34 0,339 0,436 90 0,207 0,270 11 0,602 0,735 35 0,334 0,430 95 0,202 0,263 12 0,576 0,708 36 0,329 0,424 100 0,195 0,256 13 0,553 0,684 37 0,325 0,418 125 0,176 0,230 14 0,532 0,661 38 0,320 0,413 150 0,159 0,210 15 0,514 0,641 39 0,316 0,408 175 0,148 0,194 16 0,497 0,623 40 0,312 0,403 200 0,138 0,181 17 0,482 0,606 41 0,308 0,398 300 0,113 0,148 18 0,468 0,590 42 0,304 0,393 400 0,098 0,128 19 0,456 0,575 43 0,301 0,389 500 0,088 0,115 20 0,444 0,561 44 0,297 0,384 600 0,080 0,105 21 0,433 0,549 45 0,294 0,380 700 0,074 0,097 22 0,423 0,537 46 0,291 0,376 800 0,070 0,091 23 0,413 0,526 47 0,288 0,372 900 0,065 0,086 24 0,404 0,515 48 0,284 0,368 1000 0,062 0,081 25 0,396 0,505 49 0,281 0,364