Karakterisasi dan formulasi rengginang tepung ikan tembang (Sardinella fimbriata)

(1)

KARAKTERISASI DAN FORMULASI RENGGINANG

TEPUNG IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata)

ZEHRA KHALISHI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

ZEHRA KHALISHI. C34062740. Karakterisasi dan Formulasi Rengginang Tepung Ikan Tembang (Sardinella fimbriata). Dibimbing oleh DJOKO POERNOMO dan PIPIH SUPTIJAH.

Ikan tembang sangat berlimpah di lautan, namun memiliki nilai ekonomis yang rendah dikarenakan kurang diminati oleh masyarakat untuk dikonsumsi secara langsung sehingga memerlukan proses lanjutan. Salah satu pemanfaatan dan pengembangan produk hasil perikanan non ekonomis yaitu pembuatan tepung ikan. Pemanfaatan ikan tembang untuk pembuatan tepung ikan dikarenakan pasokan ikan tembang mudah diperoleh tanpa dipengaruhi fluktuasi musim dan harganyapun relatif murah.

Rengginang adalah kerupuk yang berbentuk bundar, tebal dan gurih yang biasanya dikonsumsi sebagai camilan atau pendamping hidangan utama. Rengginang terbuat dari bahan dasar beras sehingga merupakan produk yang kaya akan karbohidrat. Salah satu cara melengkapi kekurangan gizi makanan dari serelia adalah dengan memberikan protein yang bermutu tinggi. Protein tersebut dapat diperoleh dari penambahan tepung ikan tembang sehingga rengginang dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif produk cemilan yang bergizi.

Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan protein pada rengginang, mempelajari proses pembuatan rengginang dengan penambahan tepung ikan tembang, mengetahui konsentrasi tepung ikan tembang terbaik dalam pembuatan rengginang dengan menggunakan uji indeks kinerja dan mengetahui karakteristik rengginang dengan penambahan tepung ikan tembang. Konsentrasi air, garam dan bawang putih ditetapkan berdasarkan hasil trial and eror sebelumnya. Tingkat kesukaan panelis terhadap rengginang tepung ikan tembang menggunakan organoleptik dengan uji hedonik yang dilanjutkan dengan pengambilan keputusan dengan Bayes. Konsentrasi tepung ikan tembang yang digunakan pada penelitian sebesar 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%. Rancangan percobaan yang digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan konsentrasi tepung ikan tembang terhadap parameter subjektif dan objektif yaitu RAL.

Hasil penelitian menunjukan bahwa rengginang dengan penambahan tepung ikan tembang sebanyak 5% merupakan rengginang terbaik dengan pengujian Bayes. Pada rengginang dengan penambahan tepung ikan tembang sebanyak 5% menyumbangkan persentase angka kecukupan gizi (AKG) karbohidrat, protein dan lemak secara berturut-turut 29%, 13% dan 2%. Total energi yang disumbangkan 351,19 kkal. Rengginang yang ditambahkan tepung ikan tembang sebanyak 5% dapat mencukupi sebanyak 18% kebutuhan tubuh kalori untuk satu hari (berdasarkan kebutuhan 2000 kkal/hari untuk orang dewasa) dan 13% kebutuhan tubuh akan protein (berdasarkan 100 gram/hari kebutuhan protein). Dapat disimpulkan bahwa rengginang dengan penambahan tepung ikan tembang sebanyak 5% termasuk dalam kategori pangan berkalori dan asupan protein dalam tubuh manusia terpenuhi dengan baik apabila mengonsumsi rengginang sebanyak 8 keping per hari dengan serving size 100 gram.


(3)

KARAKTERISASI DAN FORMULASI RENGGINANG

TEPUNG IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata)

ZEHRA KHALISHI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(4)

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP. 19580511 198503 1 002

Judul Skripsi : Karakterisasi dan Formulasi Rengginang Tepung Ikan Tembang (Sardinella fimbriata)

Nama : Zehra Khalishi

NRP : C34062740

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing I

(Ir. Djoko Poernomo, B.Sc) NIP. 19580419 198303 1 001

Pembimbing II

(Dra. Pipih Suptijah, MBA ) NIP. 19531020 198503 2 001


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Karakterisasi dan Formulasi Rengginang Tepung Ikan Tembang (Sardinella fimbriata)” belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk tujuan memperoleh gelar akademik tertentu. Saya juga menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali bahan sebagai rujukan yang dinyatakan dalam naskah dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Zehra Khalishi C34062740


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir skripsi dengan judul “Karakterisasi dan Formulasi Rengginang Tepung Ikan Tembang (Sardinella fimbriata)”. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada:

1 Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Kebaikan hati dari Bapak dan Ibu akan selalu penulis ingat.

2 Ir. Wini Trilaksani, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat, pengarahan, motivasi dan saran selama penulis menjalani perkuliahan.

3 Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.

4 Bapak Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl. Biol sebagai Ketua Komisi Pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan.

5 Keluarga tercinta: Papa, Mama, Abang Miftah, Kak Sarah, Kak Dina dan Adikku Nabila yang selalu memberikan dukungan baik moril, materil, spiritual, kepercayaan dan do’a yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

6 Mas Alfian Musthofa, terimakasih atas segala hal yang telah diberikan baik berupa kasih sayang, perhatian, dukungan, do’a, canda tawa, kesabaran, nasehat dan kebersamaan yang telah diberikan kepada penulis. 7 Fedwi Anggi, teman satu kostanku. Terimakasih telah menemani penulis

selama setahun terakhir melewati kebersamaan baik suka maupun duka. 8 Keluarga besar Departemen Teknologi Hasil Perairan, staff dosen dan Tata

Usaha (TU) dan teman-teman THP 43, 42, 41 dan 44 yang telah memberikan dorongan dan semangat.


(7)

9 Teman-teman THP 43: Ridha, Ratna, Arin, Lia, Norita, Hilda, Patma, Molly, Minal, Merlinda, Yayan, Umi, Rachmawati, Ratih, Wahyu, Rozi, Trias, Oji, Rio dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamaan dan persahabatan selama menjalani perkuliahan di THP.

10 Teman-teman penulis dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dan dukungan moril.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Juli 2011


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 9 April 1988 dari pasangan Bapak Ir. Muhammad Roem Lubis dan Ibu Dra. Rita Brisma sebagai anak ketiga dari empat bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai dari TK Islam Al-Hidayah dan lulus pada tahun 1994, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan IAIN Jakarta dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Madrasah Tsanawiyah UIN Jakarta dan lulus pada tahun 2003. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMA Labschool Cinere dan lulus pada tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan pada tahun 2007, penulis diterima di Jurusan Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Semasa kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif sebagai asisten mata kuliah Teknologi Produk Tradisional Hasil Perairan tahun ajaran 2009-2010, pengurus FPC (Fishering Processing Club) tahun 2007/2008 dan 2008/2009 dan anggota tari tradisional Unit Kesenian Gentra Kaheman.

Dalam rangka menyelesaikan pendidikan dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Karakterisasi dan Formulasi Rengginang Tepung Ikan Tembang (Sardinella fimbriata)” dibawah bimbingan Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Dra. Pipih Suptijah, MBA.


(9)

Contents

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Tujuan... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA...4

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata)... 4

2.2 Protein Ikan ... 5

2.3 Tepung Ikan ... 7

2.4 Mutu Tepung Ikan ... 8

2.5 Rengginang ... 9

2.5.1 Bahan baku rengginang tepung ikan tembang... 10

2.5.2 Bahan tambahan...11

2.5.2.1 Bawang putih (Allium sativum L.)... 12

2.5.2.2 Garam... 13

2.5.2.3 Air... 13

2.5.3 Proses pembuatan rengginang... 13

3 METODOLOGI ... 18

3.1 Waktu dan Tempat ... 18

3.2 Bahan dan Alat ... 18

3.3 Metode Penelitian ... 19

3.4 Prosedur Pengujian ... 22

3.4.1 Uji organoleptik... 22

3.4.2 Analisis fisik... 23

3.4.2.1 Kekerasan ... 23

3.4.2.2 Volume pengembangan... 23

3.4.3 Analisis kimia... 24

3.4.3.1 Analisis kadar air metode oven ... 24

3.4.3.2 Analisis kadar abu metode tanur ... 24

3.4.3.3 Analisis kadar protein metode Kjeldahl ... 25

3.4.3.4 Analisis kadar lemak metode ekstraksi Soxhlet...26

3.4.3.5 Analisis kadar karbohidrat... 27

3.4.3.6 Uji mikrobiologis atau Total Plate Count (TPC)... 27

3.5 Analisis Data ... 29

4 HASIL DAN PEMBAHASAN...32

4.1 Karakteristik tepung ikan tembang ... 32

4.2 Formulasi rengginang tepung ikan tembang... 36


(10)

4.3.1 Penampakan... 37

4.3.2 Warna...40

4.3.3 Rasa...42

4.3.4 Aroma... 44

4.3.5 Tekstur ... 46

4.4 Karakteristik rengginang tepung ikan tembang ... 48

4.4.1 Kadar protein... 48

4.4.2 Kekerasan ... 50

4.4.3 Volume pengembangan... 52

4.4.4 Total mikroba...54

4.5 Pemilihan rengginang terbaik dengan metode bayes ... 56

4.6 Analisis proksimat produk rengginang tepung ikan tembang ... 58

4.7 Nilai gizi rengginang tepung ikan tembang ... 61

5 KESIMPULAN DAN SARAN...63

5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Saran...64

Daftar Pustaka...65


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1 Persyaratan mutu tepung ikan ... 9

2 Komposisi zat kimia butir beras dan beras ketan ... 11

3 Komposisi zat kimia bawang putih (Allium sativum) per 100 gram ... 12

4 Lembar penilaian uji sensori dengan skala hedonik ... 22

5 Hasil analisis proksimat tepung ikan tembang ... 33

6 Formula rengginang tepung ikan tembang... 36

7 Karakteristik dan nilai kepentingan parameter objektif dan subjektif ... 57

8 Hasil perhitungan metode Bayes ... 58


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1 Ikan tembang (Sardinella fimbriata) ... 4

2 Diagram alir proses pembuatan tepung ikan tembang ... 20

3 Diagram alir proses pembuatan rengginang tepung ikan ... 21

4 Tepung ikan tembang (Sardinella fimbriata) ... 32

5 Histogram nilai organoleptik rengginang tepung ikan tembang ... 37

6 Histogram hasil uji penampakan rengginang tepung ikan tembang ... 38

7 Histogram hasil uji warna rengginang tepung ikan tembang ... 41

8 Histogram hasil uji rasa rengginang tepung ikan tembang ... 43

9 Histogram hasil uji aroma rengginang tepung ikan tembang ... 44

10 Histogram hasil uji tekstur rengginang tepung ikan tembang ... 46

11 Histogram nilai kadar protein rengginang tepung ikan tembang ... 49

12 Histogram nilai kekerasan rengginang tepung ikan tembang ... 50

13 Histogram volume pengembangan rengginang tepung ikan tembang ... 53


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Rendemen ikan tembang ... 72

2 Uji proksimat bahan baku ... 73

3 Lembar penilaian uji hedonik ... 74

4 Foto rengginang tepung ikan tembang ... 75

5 Rekapitulasi data organoleptik ... 76

6 Hasil perangkingan dan uji kruskal wallis organoleptik ... 81

7 Data pengujian kadar protein rengginang tepung ikan tembang ... 84

8 Data pengujian kekerasan rengginang tepung ikan tembang ... 86

9 Data pengujian volume pengembangan rengginang tepung ikan tembang 88 10 Data pengujian total mikroba rengginang tepung ikan tembang ... 90

11 Hasil perhitungan bayes rengginang tepung ikan tembang... 92


(14)

1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai sumberdaya ikan yang berlimpah, dimana dua pertiga wilayah territorial Indonesia adalah perairan. Perikanan merupakan sektor penting di dalam perolehan devisa untuk pembangunan Indonesia dan penyediaan kesempatan kerja. Disamping itu, ikan juga dipandang mempunyai peranan penting dalam penyediaan protein hewani untuk perbaikan status gizi bangsa Indonesia. Pada tahun 2007, total produksi tangkapan laut, sebesar 57,05% dimanfaatkan dalam bentuk basah sebesar 30,19%, bentuk olahan tradisional sebesar 10,90% dan bentuk olahan modern dan olahan lainnya 1,86%. Sedangkan dari ekspor tahun 2005 sebesar 857,782 ton, 80% diantaranya didominasi produk olahan modern sedangkan produk olahan tradisional hanya sekitar 6% saja. Apabila dilihat dari tingkat pemanfaatan, terutama untuk ikan non ekonomis belum optimal. Hal ini disebabkan pemanfaatannya masih terbatas dalam bentuk olahan tradisional dan konsumsi segar (Departemen Kelautan dan Perikanan 2007).

Salah satu usaha untuk meningkatkan nilai dan mengoptimalkan pemanfaatan produksi hasil tangkapan laut adalah dengan pengembangan produk bernilai tambah. Namun, produk bernilai tambah yang diproduksi di Indonesia masih dari ikan ekonomis seperti tuna atau udang kaleng, tuna steak, loin dan lain sebagainya yang memiliki nilai jual meski tanpa dilakukan proses lanjutan. Sedangkan apabila ingin merubah nilai jual ikan non ekonomis, maka salah satu cara yang bisa ditempuh untuk pengembangan produk hasil perikanan adalah melalui teknologi produk perikanan (Departemen Kelautan dan Perikanan 2007). Salah satu pemanfaatan teknologi produk perikanan untuk pengembangan produk hasil perikanan non ekonomis yaitu pembuatan tepung ikan dari ikan non ekonomis.

Tepung ikan adalah produk yang diperoleh dari penggilingan ikan yang diperoleh dari suatu reduksi bahan mentah menjadi suatu produk yang sebagian besar terdiri dari komponen protein ikan (Irianto dan Giyatmi 2002). Tepung ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki kedudukan penting


(15)

sampai saat ini dimana masih sulit digantikan kedudukannya oleh bahan baku lain apabila ditinjau dari kualitas maupun harganya. Kandungan protein tepung ikan relatif tinggi. Protein tersebut disusun oleh asam-asam amino esensial yang kompleks, diantaranya asam amino lisin dan methionin. Disamping itu juga, mengandung mineral kalsium dan phospor serta vitamin B kompleks, khususnya vitamin B12 (Arifudin 1993 dalam Purnamasari et al. 2006).

Salah satu contoh ikan non ekonomis yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber tepung ikan adalah ikan tembang. Ikan tembang berukuran kecil, bersisik dan berduri banyak. Ikan tembang ditangkap oleh para nelayan dalam jumlah besar. Ikan tembang sangat berlimpah di lautan, namun memiliki nilai ekonomis yang rendah dikarenakan kurang diminati oleh masyarakat untuk dikonsumsi secara langsung sehingga memerlukan proses lanjutan. Pemanfaatan ikan tembang untuk pembuatan tepung ikan dikarenakan pasokan ikan tembang mudah diperoleh tanpa dipengaruhi fluktuasi musim dan harganyapun relatif murah sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tepung ikan.

Tepung ikan yang kita kenal saat ini adalah tepung ikan yang berasal dari sisa-sisa pengolahan seperti kepala, jeroan, insang, sisik, sirip dan isi perut yang digunakan untuk pembuatan pakan ikan, sedangkan tepung ikan yang digunakan untuk pangan berasal dari daging dan tulang ikan. Pemanfaatan tepung ikan dalam olahan produk pangan masih sangat sedikit, hal ini dikarenakan sebagian besar pemanfaatan tepung ikan masih dalam bentuk pemberian pakan makanan ternak. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai penambahan tepung ikan dalam pembuatan produk pangan, yaitu: rengginang.

Rengginang adalah kerupuk yang berbentuk bundar, tebal dan gurih serta biasanya dijadikan sebagai camilan atau pendamping hidangan utama di meja makan. Berbeda dengan jenis kerupuk lainnya, rengginang terbuat dari beras ketan yang tidak dihancurkan sehingga setiap butiran beras ketan tampak di kerupuk yang renyah ini. Rengginang terbuat dari bahan dasar beras sehingga merupakan produk yang kaya akan karbohidrat. Salah satu cara melengkapi kekurangan gizi makanan dari serelia adalah dengan memberikan protein yang bermutu tinggi (Buckle et al. 1987). Protein tersebut dapat diperoleh dari


(16)

penambahan tepung ikan tembang sehingga rengginang dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif produk cemilan yang bergizi.

1.2 Tujuan

Adapun penelitian ini bertujuan untuk: meningkatkan protein pada rengginang, mempelajari proses pembuatan rengginang dengan penambahan tepung ikan tembang (Sardinella fimbriata), mengetahui konsentrasi tepung ikan tembang (Sardinella fimbriata) terbaik dalam pembuatan rengginang dengan menggunakan uji indeks kinerja dan mengetahui karakteristik fisik dan kimia rengginang dengan penambahan tepung ikan tembang (Sardinella fimbriata) yang dihasilkan.


(17)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata)

Ikan tembang memiliki rangka yang terdiri dari tulang benar yang bertutup insang. Kepala simetris dan badan tidak seperti ular. Tidak seluruh sisik terbungkus dalam kelopak tebal. Bagian ekor tidak bercincin-cincin. Hidung tidak memanjang ke depan dan tidak membentuk rostrum. Pipi atau kepala tidak berkelopak keras dan tidak berduri (Saanin 1984).

Klasifikasi ikan tembang berdasarkan tingkat sistematiknya menurut Saanin (1984):

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Actinopterygii Sub kelas : Neopterygii Infrakelas : Teleostei Superordo : Clupeomorpha Ordo : Clupeiformes Subordo : Clupeoidei Famili : Clupeidae Subfamili : Clupeinae Genus : Sardinella

Spesies : Sardinella fimbriata

Nama lokal : Tembang (Jakarta), Mangida (Bali), Tembang lakara (Bugis), Sintring (Madura), Jurung (Pekanbaru) dan Matasa (Seram) Morfologi ikan tembang (Sardinella fimbriata) dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.

Gambar 1 Ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber: Fishbase (2010)


(18)

Sirip punggung ikan tembang terdiri dari jari-jari lemah yang berbuku-buku dan berbelah. Sirip pada punggung bersisik, tidak bersungut dan tidak berjari-jari keras. Tidak bersirip punggung tambahan yang seperti kulit, tidak bercak-bercak yang bercahaya, bertulang dahi belakang dan sirip dada senantiasa sempurna. Perut sangat pipih dan bersisik tebal yang bersiku. Sirip perut jauh ke belakang di muka sirip dubur, rahang sama panjang, daun insang satu sama lain tidak melekat, bentuk mulut terminal (posisi mulut terletak di bagian depan ujung hidung), tajam serta bergerigi. Gigi lengkap pada langit-langit, sambungan tulang rahang dan lidah (Saanin 1984).

Ikan tembang memiliki bentuk badan yang memanjang dan pipih. Lengkung kepala bagian atas sampai diatas mata agak hampir lurus, dari setelah mata sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Tinggi badan lebih besar daripada panjang kepala. Mata tertutup oleh kelopak mata. Awal dasar sirip punggung sebelum pertengahan badan, dasar sirip punggung sama panjang dengan dasar sirip anal. Kepala dan badan bagian atas hijau kebiruan, sedangkan bagian bawah putih keperakan. Sirip-sirip berwarna keputihan. Sirip punggung mempunyai 18 jari-jari lemah, sirip dada mempunyai 15 jari-jari lemah, sirip anal memiliki 18 jari-jari lemah dan sirip perut memiliki 8 jari-jari lemah. Ikan tembang dapat mencapai ukuran 17 cm (Peristiwady 2006).

2.2Protein Ikan

Protein merupakan suatu zat gizi yang amat penting bagi tubuh, karena selain berfungsi sebagai penghasil energi dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat untuk pengatur, pembangun, pertumbuhan dan pemeliharaan serta perbaikan tubuh dan fungsi-fungsi tubuh. Sifat protein sebagai zat pengatur dimiliki oleh enzim. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk sel-sel dan jaringan dalam tubuh. Selain itu, protein juga berperan dalam proses pertumbuhan, pemeliharaan dan perbaikan jaringan tubuh yang mengalami kerusakan (Winarno 2008).

Secara umum, daging ikan memiliki komposisi protein sebesar 15-25% dari berat total daging ikan. Molekul protein terutama terdiri dari asam amino yang merupakan senyawa organik yang mengandung satu atau lebih gugus amino dan satu atau lebih gugus karboksil. Asam amino penting yang harus ada dalam


(19)

konsumsi makanan sehari-hari dan tidak dapat disintesis oleh tubuh dikenal dengan istilah asam amino esensial. Protein daging ikan mengandung asam amino esensial, yaitu: valin, histidin, isoleusin, lisin, leusin, methionin, threonin, triptofan dan fenilalanin (Irianto dan Giyatmi 2002). Kebutuhan tubuh manusia terhadap asam amino esensial dapat dipenuhi dari protein yang terkandung di dalam makanan yang dimakan. Tanaman pangan sering kekurangan satu atau lebih asam amino esensial sehingga perlu digabungkan dengan bahan protein lainnya. Dengan demikian, bahan satu dan lainnya akan saling menutupi dan melengkapi kekurangan dari satu protein dengan asam amino sejenis yang berlebihan pada protein lain (Wirakusumah 2007).

Mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang dikandungnya. Protein dengan nilai biologi tinggi atau bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk keperluan pertumbuhan dan pemeliharaan. Beberapa jenis protein mengandung semua macam asam amino esensial, namun masing-masing dalam jumlah terbatas, akan tetapi cukup untuk perbaikan jaringan tubuh dan tidak cukup untuk pertumbuhan. Asam amino yang terdapat dalam jumlah terbatas untuk pertumbuhan dinamakan asam amino pembatas atau limiting amino acid. Lisin merupakan asam amino pembatas pada beras (Almatsier 2006). Penambahan tepung ikan tembang yang kaya akan lisin dapat saling mengisi untuk menghasilkan protein yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan pemeliharaan.

Kebutuhan protein perorangan tergantung pada laju pertumbuhan dan berat badan. Orang dewasa memerlukan sekitar 1 gram protein untuk setiap kilogram berat badan. Selama periode pertumbuhan, protein diperlukan secara proporsional, misalnya untuk anak-anak usia 5-6 tahun dibutuhkan sekitar 2 gram protein untuk setiap kilogram berat badan. Kekurangan protein dapat menyebabkan penyakit yang dikenal sebagai kwashiorkor dan marasmus. Penyakit ini disebabkan oleh susunan makanan yang mengandung kandungan protein yang rendah. Selain itu, kekurangan protein juga dapat menyebabkan anemia, karena protein penting untuk pembentukan sel-sel butir darah merah (Gaman dan Sherrington 1992).


(20)

2.3 Tepung Ikan

Tepung ikan adalah komoditas olahan hasil perikanan yang diperoleh dari suatu proses reduksi bahan mentah menjadi suatu produk yang sebagian besar terdiri dari komponen protein ikan. Tepung ikan mempunyai kandungan protein yang tinggi dan merupakan salah satu zat gizi yang paling penting dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tepung ikan mempunyai nilai gizi sepuluh kali lebih besar dibandingkan dengan tepung yang dibuat dari hewan darat (Kulikov 1971). Dengan demikian, penggunaan tepung ikan pada produk berfungsi dalam menyuplai protein (Irianto dan Giyatmi 2002).

Berdasarkan bahan baku, tepung ikan dapat digolongkan menjadi tepung ikan yang berwarna gelap yang biasanya terbuat dari limbah pengolahan ikan dan tepung ikan berwarna putih kekuningan yang biasanya terbuat dari rucah. Bahan mentah untuk produksi tepung ikan dapat dibedakan atas tiga kategori utama, yaitu (Irianto dan Giyatmi 2002):

a) Ikan yang sengaja ditangkap untuk produksi tepung ikan dan sering disebut sebagai ikan industri, contoh ikan teri di Peru, ikan teri dan pilchard di Afrika Selatan, herring dan capelin di Norwegia dan Denmark. b) Hasil tangkap samping dari kegiatan perikanan lain, contoh perikanan

udang.

c) Limbah ikan dari kegiatan industri pengolahan, misalnya karkas dari industri fillet serta kepala dan isi perut dari industri pengalengan.

Salah satu syarat pengolahan tepung ikan adalah tersedianya bahan mentah yang berlebihan dan harganya murah, karena harga tepung ikan juga relatif murah dipasaran (Moeljanto 1992). Jenis bahan mentah yang digunakan oleh pengolahan atau pabrik tepung ikan di Indonesia adalah ikan utuh dan limbah dari pengolahan lainnya. Biasanya ikan utuh yang diolah menjadi tepung ikan adalah ikan yang bermutu rendah atau ikan yang tidak terserap oleh industri pengolahan yang lain dan ikan yang berasal dari hasil tangkapan sampingan (Irianto dan Giyatmi 2002).

Tinggi rendahnya kadar protein pada tepung ikan selain dipengaruhi oleh cara pengolahan, juga dipengaruhi oleh bahan mentah yang digunakan. Bahan mentah ikan yang digunakan dalam pengolahan tepung ikan seharusnya bermutu baik. Hanya dengan menggunakan ikan bermutu baik saja yang dapat menjamin


(21)

bahwa tepung ikan yang dihasilkan akan bermutu baik pula. Apabila ikan yang digunakan sebagai bahan mentah dalam pengolahan tepung ikan bermutu tidak baik, maka akan menghasilkan tepung ikan yang mutunya tidak sesuai yang diharapkan, yaitu kadar protein rendah dan kadar lemak tinggi. Selain bahan mentah yang digunakan mempunyai mutu yang baik, bahan mentah yang digunakan juga sebaiknya dari ikan yang memiliki nilai ekonomis yang rendah (Irianto dan Giyatmi 2002).

Penggolongan teknologi pengolahan tepung ikan didasarkan pada proses pemasakan dan pengeringan bahan mentah ikan. Terdapat dua metode utama pengolahan tepung ikan yang telah diterapkan secara komersial, yaitu pengolahan sistem basah dan pengolahan sistem kering. Proses pengolahan sistem basah digunakan terutama untuk produksi tepung ikan dengan bahan mentah ikan berlemak tinggi (>5%), seperti: ikan lemuru. Metode ini telah diterapkan secara luas dan yang paling umum dijumpai pada pengolahan tepung ikan. Proses pengolahan sistem basah, meliputi: pengukusan, pengepresan, pengeringan, penggilingan hingga diperoleh tepung ikan kering. Proses pengolahan sistem kering dipergunakan untuk bahan mentah ikan yang mengandung kadar lemak rendah (<5%). Proses pengolahan sistem kering, meliputi: penggilingan kasar, pengeringan, pengepresan dan penggilingan (Irianto dan Giyatmi 2002).

2.4 Mutu Tepung Ikan

Mutu tepung ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis dan kesegaran ikan dan teknik atau cara pengolahannya (Irianto dan Giyatmi 2002). Mutu tepung ikan dapat dinilai secara fisik, kimia, mikrobiologi. Secara fisik, kriteria yang dinilai adalah bentuk dan keseragaman ukuran partikel tepung. Penilaian secara kimiawi dilakukan dengan mengukur kandungan protein, lemak, air dan abu. Secara mikrobiologi, tepung ikan harus terbebas dari bakteri patogen seperti Salmonella dan kapang. Tepung ikan yang bermutu baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: mempunyai butiran yang seragam, bebas dari sisa-sisa tulang dan benda-benda asing lainnya (Moeljanto 1992). Badan Standarisasi Nasional telah menetapkan persyaratan mutu tepung ikan melalui SNI 01-2715-1996/Rev. 92 yang dapat dilihat pada Tabel 1.


(22)

Tabel 1 Persyaratan mutu tepung ikan

Komposisi Mutu I Mutu II Mutu III

Kimia:

a) Air (%) maks 10 12 12

b) Prot. Kasar (%) min 65 55 45

c) Serat Kasar (%) maks 1,5 2,5 3

d) Abu (%) maks 20 25 30

e) Lemak (%) maks 8 10 12

f) Ca (%) 2,5 – 5,0 2,5 – 6,0 2,5 – 7,0

g) P (%) 1,6 – 3,2 1,6 – 4,0 1,6 – 4,7

h) NaCl (%) maks 2 3 4

Mikrobiologi:

- Salmonella (pada 25 gr sampel) Negatif Negatif Negatif Organoleptik:

- Nilai minimum 7 6 6

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1996)

Mutu tepung ikan terutama ditentukan oleh kadar protein. Pada umumnya, semakin tinggi kadar protein kasar tepung ikan, maka semakin tinggi harga jualnya. Tepung ikan impor biasanya berkualitas baik, karena kandungan protein kasarnya berkisar antara 60-74% dengan kadar lemak berkisar antara 6-10%. Tepung ikan produksi lokal umumnya mengandung protein kasar berkisar antara 31,72-57,02%, kadar lemak berkisar antara 4,57-20,68% dan kadar air berkisar antara 7,33-11,16% (Purnamasari et al. 2006).

2.5 Rengginang

Rengginang adalah makanan jajanan yang telah lama dikenal di daerah Jawa Barat. Biasanya rengginang dapat dijual secara umum dalam bentuk sudah digoreng ataupun bentuk mentah. Bahan dasar yang biasa digunakan pada pembuatan rengginang yaitu beras ketan yang ditambahkan dengan bumbu sesuai selera, seperti: garam, MSG (Monosodium Glutamat), bawang putih dan terasi.

Kerupuk berbentuk bundar, tebal, dan gurih ini biasanya ditemui sebagai camilan atau pendamping hidangan utama di meja makan. Berbeda dengan jenis kerupuk lainnya, rengginang terbuat dari beras ketan yang tidak dilakukan proses penggilingan bahan menjadi adonan halus sehingga setiap butiran beras ketan tampak di kerupuk yang renyah ini. Bahan utama pembuatan rengginang adalah beras ketan putih maupun hitam. Beras ketan yang sudah dimasak bersama bumbu, kemudian dicetak dengan bentuk cakram pipih dan selanjutnya


(23)

dikeringkan dengan cara dijemur di panas matahari. Rengginang biasanya dijual dalam bentuk kering ataupun yang sudah digoreng (Sari 2010).

Pembuatan rengginang dapat dibuat dari beras ketan atau beras biasa. Perbedaannya terdapat pada tekstur yang dihasilkan. Rengginang yang terbuat dari beras ketan menghasilkan tekstur yang lebih porus dan halus di mulut, sedangkan rengginang yang terbuat dari beras biasa menghasilkan tekstur yang kurang porus dan agak kasar di mulut (Hsieh dan Luh 1991). Karakteristik yang diperhatikan pada rengginang yaitu tingkat volume pengembangan, kekerasan atau kerenyahan, aroma dan rasa.

2.5.1 Bahan baku rengginang tepung ikan tembang

Bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam jumlah besar dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh bahan lain. Sumber bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan rengginang adalah bahan pangan yang mengandung karbohidrat yang cukup tinggi yaitu pati. Pati yang digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan rengginang disebut puffable material. Puffable material adalah bahan yang memegang peranan utama dalam proses pemekaran produk (Wiriano 1984).

Beras adalah suatu bahan makanan yang merupakan sumber pemberi energi untuk manusia. Beras di Indonesia dikategorikan atas varietas dengan ciri bentuk butiran agak bulat sampai bulat dan bentuk butiran lonjong sampai sedang. Butiran beras tersusun atas kulit ari, testa, nukleus, aleuron, lembaga dan endosperm. Istilah testa adalah sinonim dari integumen. Endosperm merupakan bagian yang terbesar dalam butir beras yaitu 89-94% dan sisanya kulit ari 1-2%, testa dan aleuron 4-6% dan lembaga 2-3% (Haryadi 2006).

Beras ketan (Oryza sativa glutinosa) merupakan salah satu varietas dari padi dan termasuk famili Graminae. Terdapat beberapa perbedaan antara beras biasa dan beras ketan secara fisik maupun kimia. Secara fisik, beras ketan berwarna keruh (ovak), lunak dan apabila dimasak akan bersifat lengket, manis dan berbau aromatik, sedangkan butir beras biasa berwarna lebih terang dan keras. Secara kimia, kandungan amilopektin beras ketan lebih tinggi dibandingkan dengan beras biasa. Selain itu, beras biasa mempunyai tekstur yang keras dan


(24)

transparan, sedangkan beras ketan memiliki tekstur lebih rapuh, butirnya besar dan warnanya putih ovak (Grist 1975).

Ketan sebagai bahan pangan disusun oleh pati, protein dan unsur lain seperti lemak, serat kasar, mineral, vitamin dan air. Pati merupakan salah satu polisakarida yang paling sederhana di alam. Pati biasa berbentuk sebagai partikel yang disebut granula. Lapisan terluar beras kaya akan komponen non pati, seperti: protein, lemak, serat, abu, pentos dan lignin serta bagian endosperm yang kaya akan pati. Karbohidrat utama dalam beras adalah pati yang menyusun 90% dari berat kering endosperm beras. Lipida beras terkumpul dalam butiran lipida atau sferosom. Bagian lembaga dan lapisan aleuron mengandung lipida tertinggi. Dalam lipida terdapat 16% isolesitin dalam granula beras, tetapi isolesitin tidak terdapat dalam lipida terikat dalam pati ketan (Juliano 1976). Secara kimia, komposisi zat kimia butir beras dan beras ketan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi zat kimia butir beras dan beras ketan

Komponen Beras Biasa Beras Ketan

Ketan Hitam Ketan Putih

Energi (cal) 360,00 356,00 362,00

Protein (g) 6,80 7,00 6,70

Lemak (g) 0,70 0,70 0,70

Karbohidrat (g) 78,90 78,00 79,40

Kalsium (mg) 6,00 10,00 12,00

Fosfor (mg) 140,00 148,00 148,00

Besi (mg) 0,80 0,80 0,80

Vitamin B1 (mg) 0,12 0,20 0,16

Air (%) 13,00 13,00 12,00

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1972) 2.5.2 Bahan tambahan

Bahan tambahan makanan didefinisikan sebagai bahan-bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dan biasanya dalam jumlah sedikit dengan tujuan tertentu, seperti: memperbaiki warna, bentuk, citarasa, tekstur atau memperpanjang masa simpan produk (FAO dan WHO 1956 dalam

Winarno et al. 1980). Peranan bahan tambahan makanan diantaranya adalah untuk mengurangi terjadinya kerusakan, mencegah kehilangan gizi pangan, meningkatkan nilai gizi dan citarasa, memperbaiki tekstur dan penampakan, mempermudah produksi serta meningkatkan selera konsumen terhadap makanan


(25)

tersebut. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan rengginang adalah bawang putih, garam dan air.

2.5.2.1 Bawang putih (Allium sativum L.)

Bawang putih (Allium sativum) telah lama digunakan sebagai salah satu bumbu masakan oleh masyarakat Indonesia maupun masyarakat lain di berbagai belahan dunia, karena aromanya yang khas dan wangi. Penggunaan bawang putih tidak hanya sebagai bahan penyedap rasa, tetapi juga digunakan sebagai salah satu bahan yang dapat memberikan efek kesehatan. Lebih dari 1000 publikasi hasil penelitian menunjukkan bahwa bawang putih merupakan salah satu bahan pangan yang terbaik untuk mencegah timbulnya penyakit (Saparinto dan Hidayati 2006). Komposisi kimia bawang putih dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi zat kimia bawang putih (Allium sativum) per 100 gram

Kandungan Jumlah

Air (g) 66,2 – 71,0

Energi (kal) 95,0 – 122,0

Protein (g) 4,5 – 7,0

Lemak (g) 0,2 – 0,3

Karbohidrat (g) 23,1 – 24,6

Ca (mg) 26,0 – 42,0

P (mg) 15,0 – 109,0

K (mg) 346,0

Sumber: Saparinto dan Hidayati (2006)

Bumbu dapat menutupi bau atau rasa yang kurang enak dari bahan atau makanan. Umbi bawang putih adalah bahan alami yang biasa ditambahkan sebagai bumbu dalam makanan karena mempunyai aroma khas dan mampu meningkatkan selera makan. Aroma tersebut berasal dari senyawa allicin yang berperan memberi aroma bawang putih dan salah satu zat aktif yang bersifat antibakteri yang dapat membunuh bakteri gram positif maupun negatif, karena mempunyai gugus asam amino benzoat. Bawang putih juga mengandung scordinin yaitu senyawa kompleks thioglosida yang berfungsi sebagai antioksidan (Palungkun dan Budiarti 1992).


(26)

2.5.2.2 Garam

Istilah garam biasanya digunakan untuk garam dapur dengan nama kimia Natrium Klorida (NaCl). Garam yang digunakan dalam pembuatan kerupuk sebaiknya dipilih yang mempunyai mutu yang baik, warna putih mengkilat, kotorannya sedikit dan sesuai dengan syarat mutu garam yang telah ditentukan. Fungsi garam dalam pembuatan kerupuk adalah untuk menambah cita rasa, memperkuat kekompakan adonan dan memperlambat pertumbuhan jamur pada produk akhir. Banyaknya garam yang ditambahkan dalam pembuatan kerupuk biasanya 2,5–3,0% dari total adonan kerupuk yang akan dibuat (Wiriano 1984).

Pemakaian garam NaCl biasanya lebih banyak diatur oleh rasa, kebiasaan dan tradisi daripada keperluan. Makanan yang mengandung natrium kurang dari 0,3% garam akan terasa hambar sehingga kurang disenangi. Garam juga berfungsi sebagai bahan pengawet karena garam berperan sebagai penghambat selektif terhadap mikroorganisme tertentu (Buckle et al. 1987).

2.5.2.3 Air

Fungsi air dalam adonan kerupuk selain untuk melarutkan garam dan bumbu serta untuk menghomogenkan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan adonan. Jumlah air yang digunakan dalam adonan akan mempengaruhi tingkat pengembangan kerupuk, penyerapan minyak dan tingkat kerenyahan produk akhir. Apabila penambahan jumlah air kurang, maka tidak terjadi gelatinisasi sempurna selama pengukusan sehingga kerupuk tidak dapat mengembang dengan baik, sedangkan apabila jumlah air yang ditambahkan berlebih, maka adonan yang dihasilkan menjadi lembek dan kerupuk lebih lama dikeringkan (Wiriano 1984).

2.5.3 Proses pembuatan rengginang

Tahapan proses pembuatan rengginang secara garis besar, meliputi: perendaman beras ketan selama sehari, pengukusan, pencetakan, pengeringan selama dua hari dan penggorengan. Tiap-tiap tahap mempunyai tujuan tertentu sehingga pelaksanaannya harus dilakukan dengan baik agar hasil yang didapatkan sesuai dengan yang diharapkan. Berikut ini merupakan tahapan proses pembuatan rengginang:


(27)

a) Perendaman

Proses perendaman yang dilakukan sebelum pemanasan kering bertujuan untuk membantu proses gelatinisasi pati (Hariyadi 2001). Granula pati mentah jika dimasukkan ke dalam air akan menyerap air dan membengkak, akan tetapi jumlah air yang diserap dan pembengkakannya terbatas. Apabila pati membengkak, beratnya akan meningkat beberapa kali lipat dibandingkan dengan berat kering pati. Peningkatan berat tersebut disebut swelling power yang nilainya berbeda-beda pada setiap jenis pati (Belitz dan Grosch 1987).

Perendaman sebelum pemanasan kering memberikan kesempatan penetrasi air ke dalam biji beras sehingga membantu proses pemasakan biji beras selama pengukusan. Apabila waktu perendaman beras yang dilakukan kurang atau tidak dilakukan perendaman sebelum pemanasan kering, maka dapat menyebabkan pemasakan hanya di lapisan luar biji beras ketan saja sehingga tidak mampu menghasilkan rengginang dengan baik (antar butiran beras ketan tidak kompak) (Priwit 2009). Perendaman beras ketan dilakukan selama 24 jam.

b)Pengukusan

Pemanasan dalam proses pembuatan rengginang dapat berupa pemasakan dan bertujuan untuk memberikan kondisi agar produk tersebut siap untuk dikonsumsi ataupun siap untuk digunakan pada proses berikutnya. Pengukusan merupakan proses pemanasan kering yang tidak terjadi kontak langsung antara air dengan bahan sehingga tahap perendaman diperlukan untuk membantu proses gelatinisasi pati (Hariyadi 2001).

Pada dasarnya pengukusan adalah proses pemanasan bahan pangan dengan uap atau air panas secara langsung pada suhu kurang dari 100oC selama kurang lebih 10 menit. Tujuan pengukusan tergantung pada perlakuan lanjutan terhadap bahan pangan tersebut. Proses pengukusan yang dilakukan sebelum pengeringan dapat menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan perubahan warna, cita rasa dan tekstur. Adapun tujuan dilakukan pengukusan adalah mengurangi kadar air dalam produk, meningkatkan kekompakan adonan dan agar terjadi sebagian gelatinisasi pada adonan (Damayanthi dan Mudjajanto 1994).


(28)

c) Pencetakan

Pencetakan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bentuk yang dikehendaki dan ukuran yang seragam. Keseragaman ukuran penting untuk memperoleh penampakan dan penetrasi panas yang merata sehingga memudahkan proses penggorengan dan menghasilkan kerupuk dengan warna yang seragam (Lavlensia 1995). Proses pencetakan dilakukan dengan pembentukan rengginang berbentuk bulat dengan diameter 5 cm dan ketebalan rata-rata 1 cm. Ketebalan rengginang yang dibuat tipis (tidak terlampau tebal) yang bertujuan rengginang akan lebih cepat mengering selama proses penjemuran dibawah sinar matahari. d)Pengeringan

Pengeringan merupakan suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan padat dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai batas tertentu, dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi pada bahan (Muchtadi 2008).

Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan suatu alat pengering (artificial drying) atau dengan penjemuran (sun drying) yaitu pengeringan dengan menggunakan energi langsung dari sinar matahari. Pengeringan dengan sinar matahari banyak dilakukan karena energi panas yang digunakan murah dan melimpah, akan tetapi kerugiannya adalah jumlah panas sinar matahari yang tidak tetap sepanjang hari disertai dengan kenaikan suhu yang tidak dapat diatur sehingga waktu penjemuran sukar untuk ditentukan dengan tetap. Selain itu, penjemuran dilakukan di tempat terbuka yang langsung berhubungan dengan sinar matahari sehingga kebersihannya sukar untuk diawasi (Winarno et al. 1980).

Pengeringan rengginang bertujuan untuk menghasilkan bahan dengan kadar air tertentu. Adanya kadar air yang terkandung akan mempengaruhi kualitas dan kapasitas pengembangan rengginang dalam proses pengorengan. Disamping itu, pengeringan rengginang bersifat mengawetkan dan mempertahankan mutu (Winarno et al. 1980). Produk yang digoreng tanpa pengeringan akan menghasilkan produk yang tidak mengembang, keras dan permukaan tidak merata. Agar dapat mengembang, gel pati memerlukan tekanan uap yang maksimum pada proses penggorengan, untuk itu diperlukan tingkat kadar air


(29)

tertentu pada rengginang mentah (Wiriano 1984). Pengeringan rengginang dengan menggunakan sinar matahari memerlukan waktu selama 2 hari apabila cuaca cerah dan sekitar 4-5 hari apabila cuaca kurang cerah. Dari proses pengeringan akan menghasilkan kerupuk mentah dengan kadar air sekitar 14% atau kerupuk mentah yang mudah dipatahkan.

Bahan pangan yang dikeringkan mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan dapat terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dan lainnya, meskipun perubahan-perubahan tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin dengan cara memberikan perlakuan pendahuluan terhadap bahan pangan yang akan dikeringkan. Pengurangan kadar air akan menyebabkan kandungan protein, karbohidrat, lemak dan mineral pada bahan pangan terkonsentrasi lebih tinggi, namun sejumlah vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak atau berkurang (Winarno et al. 1980).

e) Penggorengan

Penggorengan kerupuk adalah pemasakan kerupuk mentah menjadi kerupuk matang yang siap dikonsumsi. Cara penggorengan yang umum digunakan adalah penggorengan dalam wajan dengan minyak goreng. Pada proses penggorengan, kerupuk mentah mengalami pemanasan sehingga air yang terikat pada jaringan dapat menguap dan menghasilkan tekanan uap untuk mengembangkan struktur elastis jaringan kerupuk tersebut (Setiawan 1988).

Proses penggorengan memiliki arti proses dimana bahan makanan yang dimasukkan ke dalam penggorengan akan segera menerima panas dan kandungan air dalam bahan pangan akan menguap dan ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung selama proses penggorengan. Selama berjalannya penggorengan, bahan pangan menyerap minyak dengan presentase yang cukup besar. Komponen bahan pangan yang digoreng akan membentuk cita rasa akibat pemasakan lemak, protein, karbohidrat dan komponen-komponen minor lainnya yang ada dalam makanan (Moreira 2003).

Penggorengan merupakan suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan menggunakan lemak atau minyak pangan (Ketaren 1986). Teknik menggoreng dibagi menjadi dua tipe, yaitu teknik gangsa (pan frying/contact frying) dan teknik terendam (deep-fat frying). Teknik gangsa dilakukan dengan


(30)

cara menggoreng bahan dengan secara langsung bersentuhan dengan pemanas dan hanya dibatasi oleh selaput tipis minyak. Teknik terendam merupakan proses penggorengan dengan bahan terendam seluruhnya oleh minyak dengan batas minyak minimal 2 cm diatas permukaan produk. Penggorengan dengan minyak melimpah berlangsung lebih cepat. Minyak tersebut mendidih pada suhu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan air mendidih yaitu berkisar 160-250oC. Suhu penggorengan merupakan salah satu faktor yang akan menentukan hasil produk. Suhu yang dianjurkan berkisar antara 177-201oC atau tergantung bahan yang digoreng (Winarno 1997).

Waktu yang dibutuhkan bagi bahan pangan untuk tergoreng sempurna tergantung pada tipe bahan pangan, suhu minyak, metode penggorengan, ketebalan bahan pangan dan perubahan kualitas yang dihasilkan (Fellows 1992). Penggorengan dianggap selesai apabila kerupuk tidak mengalami perubahan bentuk dan pengembangan, tidak adanya gelembung-gelembung udara ke permukaan minyak dan hilangnya suara berdesis. Setelah proses penggorengan selesai, kerupuk segera diangkat untuk mencegah kerupuk menjadi hangus (Yustica 1994).


(31)

3 METODOLOGI

3.1Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai dengan Januari 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Diversifikasi Produk Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Laboratorium Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan rengginang tepung ikan adalah ikan tembang (Sardinella fimbriata) yang diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Angke, beras ketan putih, bawang putih, garam, air dan minyak goreng. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah akuades, H2SO4, NaOH 40%, H3BO3, K2SO4, HCl 0,1 N, metil biru, metil merah, pelarut

heksana, tablet kjeldahl dan media agar NA (Nutrient Agar).

Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan tepung ikan tembang adalah timbangan digital, pisau, talenan, stopwatch, termometer, autoklaf, pengepres, penggiling (grinder), oven, blender dan saringan halus (nilon mesh). Alat yang digunakan dalam proses pembuatan rengginang tepung ikan tembang adalah dandang, tampah, cetakan rengginang, timbangan digital, gelas ukur, termometer, pisau, ulekan, baskom, saringan kasar atau panci yang berlubang dan kompor. Alat yang digunakan pada pengujian kimia produk antara lain label, timbangan digital, cawan porselin, oven, desikator, neraca analitik, tanur pengabuan, pemanas Kjeldahl, labu Kjeldahl, kertas saring, destruktor, erlenmeyer, alat ekstraksi soxhlet, tabung reaksi, labu lemak, cawan petri, mortar, bulb, penjepit refluks, waring blender, pipet ukur, buret, gelas piala, gelas ukur dan inkubator. Pengujian fisik produk dilakukan dengan menggunakan alat

rheoner, gelas ukur, manik-manik yang berbentuk bulat dengan diameter 2 mm, neraca analitik dan penggaris.


(32)

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini meliputi proses pembuatan tepung ikan tembang, perhitungan rendemen tepung ikan tembang, uji proksimat tepung ikan tembang, pembuatan rengginang dengan penambahan konsentrasi tepung ikan tembang yang berbeda-beda, penentuan rengginang ikan tembang yang terbaik dengan uji Bayes, analisis proksimat dan perhitungan nilai gizi rengginang tepung ikan tembang terpilih dan rengginang komersil (rengginang tanpa penambahan tepung ikan melainkan ditambahkan terasi) sebagai pembanding. Pembuatan rengginang tepung ikan tembang terpilih dan rengginang komersil diproduksi pada hari yang sama. Rengginang komersil diproduksi oleh Kube (Kelompok Usaha Bersama) yang berada di Kampung Anyar, Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang di Bogor, Jawa Barat.

Konsentrasi tepung ikan tembang yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%. Analisis dengan menggunakan metode Bayes bertujuan untuk melihat penambahan konsentrasi tepung ikan tembang yang terbaik. Setelah terpilih konsentrasi tepung ikan tembang yang terbaik berdasarkan uji Bayes, dilakukan analisis proksimat. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat yang dihitung secara bydifference.

Proses pembuatan rengginang diawali dengan pembuatan tepung ikan tembang. Bahan baku yang digunakan untuk membuat tepung ikan adalah ikan tembang. Ikan yang digunakan sebelumnya dicuci dan ditimbang untuk mengetahui bobot awal ikan tersebut. Kemudian, ikan tembang utuh disiangi dengan membuang bagian kepala, insang, sisik, sirip dan isi perut. Setelah itu, ikan yang telah disiangi dicuci dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran dan darah yang masih menempel. Selanjutnya dilunakkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 1 jam sampai tulang dan duri yang melekat pada daging menjadi lunak, kemudian dipres dengan pengepres selama 10-15 menit. Pengepresan bertujuan untuk mengurangi jumlah air dan lemak yang terkandung dalam daging ikan. Setelah dipres kemudian digiling dengan penggiling (grinder). Kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven dengan lama pengeringan kurang lebih 15 jam pada suhu sekitar 60oC sampai kadar air menjadi rendah yaitu


(33)

Ikan tembang

Pencucian dengan air Penyiangan

Penggilingan (grinder)

Penepungan

*Pelunakkan dengan autoklaf

Pengeringan oven Pengepresan

Tepung ikan tembang

6-10%. Setelah ikan dikeringkan, dilakukan penepungan. Daging ikan yang sudah kering dihaluskan menggunakan blender, kemudian disaring menggunakan ayakan ukuran 100 mesh sehingga didapatkan tepung ikan tembang dengan butiran yang homogen dan halus (Amirullah 2008). Tepung ikan tembang yang dihasilkan dilakukan pengujian terhadap kadar air, abu, protein dan lemak. Diagram alir pembuatan tepung ikan tembang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan tepung ikan tembang Sumber: *modifikasi metode Dullah et al. (1985)

Proses pembuatan rengginang tepung ikan diawali dengan beras ketan putih direndam selama 24 jam, kemudian beras ketan tersebut ditiriskan. Setelah beras ketan ditiriskan, selanjutnya beras ketan dikukus dengan suhu 100oC selama 10 menit. Beras ketan yang telah dikukus setengah matang dicampur dengan tepung ikan tembang dan bumbu (bawang putih, garam dan air) secara homogen

Analisis Proksimat Bagian yang dibuang: kepala, insang, sisik, sirip dan isi perut


(34)

Beras Ketan Putih

Perendaman selama 24 jam

Pengukusan 100oC selama 10 menit

Penjemuran sinar matahari selama ± 2 hari

Penggorengan pada suhu ± 170oC selama 30 detik Pencampuran secara homogen

Pencetakan rengginang (tipis dan berbentuk bulat dengan diameter sekitar 5 cm) Pengukusan kembali (80oC selama 12 menit)

Penirisan

Rengginang tepung ikan tembang

dan dikukus kembali hingga matang (suhu 80oC selama 12 menit). Beras ketan yang telah matang kemudian dicetak (bulat, diameter 5 cm dan ketebalan 1 cm) kemudian ditempatkan pada tampah dan dikeringkan dibawah sinar matahari sehingga diperoleh rengginang kering mentah. Pengeringan rengginang basah membutuhkan waktu 2 hari pada keadaan terik matahari atau sekitar 5 hari apabila kondisi cuaca tidak menentu. Setelah dikeringkan, rengginang siap digoreng dan diuji organoleptik. Penggorengan rengginang dilakukan dengan sistem terendam (bahan digoreng dalam minyak yang cukup banyak sehingga bahan tercelup didalamnya). Penggorengan dilakukan pada suhu tinggi sekitar 170oC. Diagram alir proses pembuatan rengginang tepung ikan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir proses pembuatan rengginang tepung ikan tembang Sumber: *modifikasi metode Wahyono dan Marzuki (2003)

*Tepung ikan tembang Bawang putih

Garam Air


(35)

3.4 Prosedur Pengujian

Teknik pengujian dilakukan secara subjektif dan objektif. Analisis secara subjektif meliputi uji sensori (penampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur) yang diolah dengan metode Kruskal Wallis, apabila diperoleh hasil analisis ragam beda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Multiple Comparison. Analisis objektif meliputi uji fisik, kimia dan mikrobiologis. Analisis fisik yang dilakukan yaitu kekerasan dan volume pengembangan. Analisis kimia yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat yang dihitung berdasarkan by difference, sedangkan analisis mikrobiologis yang dilakukan yaitu total mikroba.

3.4.1 Uji organoleptik

Uji organoleptik yaitu uji pangan yang menggunakan indera manusia, kadang disebut uji sensori indera. Uji organoleptik yang digunakan yaitu hedonic test (uji hedonik). Uji hedonik merupakan metode uji yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk dengan menggunakan lembar penilaian. Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji organoleptik dengan skala hedonik yang meliputi: penampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur yang bertujuan untuk mengetahui respon dari panelis terhadap produk yang dihasilkan berdasarkan tingkat kesukaan. Sampel diujikan kepada 30 orang panelis (Soekarto 1985). Analisis dari hasil uji ini diolah dengan menggunakan program SPSS 13.0. Lembar penilaian uji sensori dengan skala hedonik dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Lembar penilaian uji sensori dengan skala hedonik

Skala numerik Skala hedonik

9 Amat sangat suka

8 Sangat suka

7 Suka

6 Agak suka

5 Netral

4 Agak tidak suka

3 Tidak suka

2 Sangat tidak suka

1 Amat sangat tidak suka


(36)

x 100% 3.4.2 Analisis fisik

Parameter yang diukur pada analisis fisik meliputi: kekerasan dan volume pengembangan.

3.4.2.1 Kekerasan (Faridah et al. 2008)

Kekerasan rengginang diukur dengan menggunakan alat rheoner merek Yamaden RE 3305 dengan plunger berbentuk silinder berdiameter 4 mm terhadap sepotong sampel rengginang. Rengginang diletakkan pada posisi horizontal dengan arah pergerakan plunger. Pengukuran dilakukan pada sensitivity voltage

0.5 mV atau stadia penuh 500 gf dan 1 mV atau 1000 gf, sampel table speed 5 mm/detik. Setiap tekanan yang diberikan menghasilkan sebuah kurva yang menunjukkan profil tekstur dari produk tersebut. Puncak yang terbentuk pada kertas grafik merupakan nilai kekerasan produk yang diuji. Tingkat kekerasan produk ditentukan berdasarkan resistensi maksimum produk yang dinyatakan dalam gramforce (gf). Semakin tinggi grafik Chart RE-3305 menunjukkan produk tersebut semakin keras.

3.4.2.2 Volume pengembangan (Zulviani 1992)

Volume pengembangan rengginang merupakan persentase dari perbandingan antara selisih volume rengginang matang dikurangi dengan volume rengginang mentah dibagi volume rengginang mentah. Pengukuran volume rengginang dilakukan terhadap rengginang mentah dan rengginang goreng dengan metode Muliawan (1991), yang dimodifikasi oleh Zulviani (1992). Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran volume pengembangan adalah manik-manik yang berbentuk bulat dengan diameter 2 mm, gelas ukur dan neraca analitik. Pengukuran volume pengembangan rengginang dilakukan pada rengginang goreng dan rengginang mentah. Pengukuran volume pengembangan rengginang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Va = Volume rengginang mentah


(37)

3.4.3 Analisis kimia

Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan. Analisis proksimat rengginang menggunakan metode AOAC 2007. Analisis kadar air dilakukan dengan metode oven, analisis kadar abu dilakukan dengan metode tanur, analisis kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl, analisis kadar lemak dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet dan analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference.

3.4.3.1 Analisis kadar air metode oven (AOAC 2007)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah cawan porselen yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven pada suhu 105-110oC selama 15 menit atau sampai berat konstan, kemudian cawan diletakkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan (A). Sampel sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan ke dalam cawan yang sudah dikeringkan (B), kemudian dipanaskan ke dalam oven pada suhu 105-110oC selama 3-4 jam. Setelah selesai, cawan tersebut didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan setelah dingin ditimbang kembali (C). Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan. Kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan dengan sampel sebelum dikeringkan (gram) C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram) 3.4.3.2 Analisis kadar abu metode tanur (AOAC 2007)

Cawan yang akan digunakan dikeringkan di dalam oven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105oC, kemudian didinginkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel basah ditimbang sebanyak 2 gram dan diletakkan ke dalam cawan yang sudah dikeringkan, kemudian sampel yang sudah kering dibakar menggunakan hotplate


(38)

sampai tidak berasap selama ± 20 menit. Dilanjutkan dengan pengaburan didalam tanur dengan suhu 600oC sampai pengabuan sempurna (sesekali pintu tanur dibuka sedikit agar oksigen masuk). Sampel yang sudah diabukan didinginkan ke dalam desikator dan ditimbang. Tahap pembakaran dalam tanur diulangi hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)

B = Berat cawan abu porselen dengan sampel sebelum dikeringkan (gram) C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram) 3.4.3.3 Analisis kadar protein metode Kjeldahl (AOAC 2007)

Analisis kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Cara penentuan meliputi tahap destruksi, destilasi dan titrasi. Tahap destruksi dilakukan untuk mengubah protein dalam bahan menjadi garam amonium sulfat. Pada tahap destilasi, garam ini direaksikan dengan basa dan amonia diuapkan untuk diserap dalam larutan asam borat. Jumlah nitrogen yang terkandung dapat ditentukan dengan tahap titrasi dengan HCl.

Sampel sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml, kemudian ditambahkan 1,9 gr K2SO4,kjeltab 40 mg jenis HgO dan 2,5 ml H2SO4

pekat. Sampel didihkan sampai cairan berwarna jernih (sekitar 1-1,5 jam); didinginkan dan dipindahkan ke alat destilasi. Lalu dibilas dengan air sebanyak 5 sampai 6 kali dengan akuades (20 ml) dan air bilasan tersebut juga dimasukkan dalam wadah yang terdapat dibawah kondensor dengan ujung kondensor terendam di dalamnya. Ke dalam tabung reaksi ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung kondensor ditampung dengan erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (campuran metil merah 0,2%

dalam alkohol dan metilen biru 0,2% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1) yang diletakkan dibawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam


(39)

perubahan warna dari hijau menjadi merah. Volume titran dibaca dan dicatat. Penetapan blanko dilakukan dengan prosedur yang sama, akan tetapi sampel diganti dengan akuades. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Persentase kadar protein dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

*) Faktor Konversi = 6,25

3.4.3.4 Analisis kadar lemak metode ekstraksi Soxhlet (AOAC 2007)

Sampel sebanyak 5 gram (W1) ditimbang dan dibungkus dengan kertas

saring serta dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan

dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Saat destilasi, pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan ke dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan ke dalam desikator selama 20-30 menit sampai beratnya konstan (W3). Persentase

kadar lemak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

W1 = Berat sampel (gram)

W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)


(40)

% Kadar karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak+ kadar protein)

3.4.3.5 Analisis kadar karbohidrat (AOAC 2007)

Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Persentase kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

3.4.3.6 Uji mikrobiologis atau Total Plate Count (TPC)(Fardiaz 1992)

Analisis yang dilakukan pada rengginang menggunakan metode TPC. Prinsip kerja dari analisis TPC adalah perhitungan jumlah koloni bakteri yang ada di dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Cawan petri, tabung reaksi dan pipet sebelum digunakan disterilkan terlebih dahulu dalam oven pada suhu 180oC selama 2 jam. Media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit dengan tekanan 1 atm. Pembuatan larutan pengencer dilakukan dengan cara melarutkan 8,5 gram NaCl dalam 1 liter akuades yang kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

Sebanyak 10 gram sampel yang telah dihaluskan terlebih dahulu, dilarutkan ke dalam larutan pengencer steril yang telah berisi dengan volume mencapai 100 ml, kemudian dihomogenkan dengan stomacher selama 2 menit (pengenceran 10-1). Contoh yang telah dihomogenkan dilakukan pengenceran kembali dengan cara dipipet sebanyak 1 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan pengencer steril untuk memperoleh pengenceran 10-2. Demikian seterusnya sampai didapat pengenceran 10-3, disesuaikan dengan pendugaan total mikroba rengginang tepung ikan pada saat pengamatan Dari setiap tabung reaksi pengenceran tersebut diambil dengan menggunakan pipet secara aseptik sebanyak 1 ml, kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan. Setiap pengenceran dilakukan secara duplo. Ke dalam cawan tersebut ditambahkan media nutrient agar (NA) sebagai media, kemudian setiap cawan tersebut digerakkan secara melingkar diatas meja sampai permukaan media NA merata, diamkan beberapa saat hingga mengeras.


(41)

Koloni per ml atau per gr = Jumlah koloni per cawan x

Setelah NA membeku, cawan petri diinkubasi ke dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 35oC, cawan petri tersebut diletakkan secara terbalik dalam inkubator.

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada media di dalam cawan petri. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah kontaminasi yang tidak diinginkan dan pengamatan secara duplo dapat meningkatkan ketelitian. Jumlah total bakteri yang dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni antara 30-300 koloni. Nilai TPC dapat dihitung dengan memakai rumus berikut:

Data yang dilaporkan sebagai Standart Plate Count (SPC) harus mengikuti syarat-syarat sebagai berikut:

1) Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama dan kedua. Jika angka ketiga sama dengan atau lebih besar dari lima, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi dari angka kedua.

2) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan kurang dari 30 koloni pada cawan petri, hanya koloni pada pengenceran terendah yang dihitung, hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan faktor pengencer, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan.

3) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan lebih dari 300 koloni, hanya jumlah koloni pada pengenceran tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan faktor pengencer.

4) Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan jumlah antara 30-300, dimana perbandingan antara jumlah koloni tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih kecil atau sama dengan dua, maka tentukan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan antara nilai tertinggi dan nilai terendah lebih besar dari dua, maka yang dilaporkan hanya hasil nilai terkecil.

5) Jika digunakan dua cawan petri (duplo) pengenceran, data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut, tidak boleh diambil salah satu.


(42)

3.5 Analisis Data

A.Pemilihan rengginang terbaik dengan uji indeks kerja (Marimin 2004)

Penentuan formulasi rengginang terbaik dilakukan dengan menggunakan uji indeks kinerja (metode bayes). Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Pengambilan keputusan yang optimal akan tercapai apabila mempertimbangkan berbagai kriteria.

Adanya perlakuan merupakan kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan rengginang terbaik. Pemilihan rengginang terbaik dengan uji indeks kinerja didasarkan pada total nilai yang paling tinggi dari setiap perlakuan. Parameter yang dibobot meliputi parameter subjektif yaitu: (penampakan, warna, rasa, aroma dan tekstur) dan parameter objektif yaitu: kadar protein, kekerasan, volume pengembangan dan total mikroba. Nilai kepentingan diberikan oleh hasil kuisioner panelis atau ahli pakar terhadap beberapa parameter. Nilai kepentingan masing-masing parameter yang digunakan terdiri dari 3 nilai numerik, yaitu 1 mewakili biasa, 2 mewakili penting dan 3 mewakili sangat penting.

Bobot dari masing-masing parameter didapat dari hasil manipulasi matriks perbandingan nilai kepentingan antar parameter, kemudian matriks tersebut dikuadratkan. Hasil penjumlahan setiap baris matriks dibagi dengan total penjumlahan baris matriks tersebut hingga diperoleh nilai eigen. Nilai eigen dari proses manipulasi matriks merupakan nilai bobot dalam metode bayes. Nilai bobot kemudian dikalikan dengan nilai rangking. Total nilai hasil perkalian antara nilai rangking dengan nilai bobot digunakan untuk menentukan rengginang terbaik. Total nilai yang tertinggi yang didapatkan dari hasil perkalian nilai bobot dan rangking merupakan rengginang terbaik.


(43)

B. Pengujian organoleptik dengan Kruskal Wallis

Pengujian organoleptik dilakukan dengan menggunakan analisis data dengan metode Kruskal Wallis. Jika hasil uji Kruskal Wallis berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Multiple Comparison. Langkah-langkah metode pengujian Kruskal-Wallis adalah sebagai berikut:

1) Perangkingan

2) Membuat tabel rangking

3) Menghitung jumlah T (t-1) (t+1)

4) Menghitung faktor koreksi atau pembagi Pembagi =

5) Menghitung H

Menghitung H´

dimana

6) Melihat x2tabel dengan α: 0,05 db (v) = k-1

Jika x2 hitung > x2 tabel = tolak Ho = uji lanjut multiple comparison

Jika x2 hitung < x2 tabel = gagal tolak Ho

Keterangan:

ni = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan n = Banyaknya data

Ri2 = Jumlah rata-rata tiap perlakuan ke-i

t = Banyaknya pengamatan yang seri dalam ulangan H’ = H terkoreksi

FK = Faktor koreksi

Apabila hasil uji Kruskal Wallis menunjukan kesimpulan bahwa diantara perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang berbeda nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison dengan rumus sebagai berikut:


(44)

ij i

ij

Y

C. Rancangan Percobaan (Steel dan Torrie 1993)

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor tunggal dengan dua kali ulangan. Faktornya adalah penambahan tepung ikan tembang dalam berbagai konsentrasi. Perlakuan yang diberikan meliputi rengginang tepung ikan tembang dengan penambahan tepung ikan tembang sebanyak 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Statistical Package For Social Science

(SPSS) pada komputer. Model uji rancangan acak lengkap sebagai berikut:

Keterangan:

Yij = Respon pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

µ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Galat percobaan perlakuan ke-i, ulangan ke-j

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Ho = Penambahan tepung ikan tembang dalam formulasi rengginang tidak

berpengaruh nyata terhadap karakteristik rengginang yang dihasilkan H1 = Penambahan tepung ikan tembang dalam formulasi rengginang

berpengaruh nyata terhadap karakteristik rengginang yang dihasilkan Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam oneway

ANOVA. Apabila hasil analisis ragam memberikan pengaruh yang berbeda nyata (tolak Ho), maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan yang bertujuan untuk

mengetahui perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter yang dianalisis.


(45)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik tepung ikan tembang

Tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan cara mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang terkandung dalam tubuh ikan. Tepung ikan disamping digunakan sebagai bahan baku pembuatan pakan, juga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pengolahan pangan. Tepung ikan untuk produk pangan berfungsi sebagai bahan fortifikasi yang dapat meningkatkan kandungan gizi suatu produk pangan.

Tepung ikan tembang yang dihasilkan dalam penelitian ini berwarna kecoklatan dan bertekstur halus. Warna kecoklatan pada tepung ikan tembang mungkin disebabkan adanya reaksi pencoklatan yang terjadi secara non enzimatis selama pengeringan. Pengeringan akan menghasilkan bahan yang berwarna gelap karena produk menjadi gosong akibat reaksi pencoklatan yang terjadi secara non enzimatis (Buckle et al. 1987). Reaksi pencoklatan atau reaksi maillard adalah reaksi antara karbohidrat dan protein, khususnya gula pereduksi dengan gugus asam amino primer yang terdapat pada bahan sehingga akan menghasilkan bahan berwarna coklat yang disebut melanoidin (Winarno 1997). Tepung ikan tembang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Tepung ikan tembang (Sardinella fimbriata)

(1) Rendemen daging ikan terhadap ikan tembang utuh (%)

Rendemen ikan merupakan persentase bahan baku utama (ikan tembang) yang diproses menjadi produk akhir (tepung ikan tembang) atau perbandingan antara jumlah produk akhir dengan bahan baku utama. Perhitungan rendemen bertujuan untuk memperkirakan jumlah bagian dari ikan yang dapat digunakan untuk pembuatan tepung ikan tembang. Pada bahan pangan, semakin tinggi nilai


(46)

rendemen yang dihasilkan, maka semakin ekonomis bahan pangan tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rendemen daging ikan terhadap ikan tembang utuh sebesar 62,37%. Contoh perhitungan rendemen dapat dilihat pada Lampiran 1. Rendemen ini dipengaruhi oleh variasi ukuran ikan tembang. Semakin banyak ukuran ikan tembang yang kecil, maka akan semakin rendah nilai rendemen daging ikan tembang yang dihasilkan. Begitu juga sebaliknya, semakin sedikit jumlah ikan tembang yang berukuran kecil, maka nilai rendemen yang dihasilkan akan semakin tinggi. Hal ini berkaitan dengan pembuangan kepala, insang, sirip, jeroan dan sisik pada ikan tembang utuh.

(2) Rendemen tepung ikan tembang terhadap daging ikan (%)

Rendemen tepung ikan tembang yang dihasilkan terhadap daging ikan tembang sebesar 15,34%. Rendemen tepung ikan tembang dipengaruhi oleh proses pembuatan tepung ikan tembang, seperti: pengepresan, penggilingan, pengeringan, penepungan dan pengayakan. Proses-proses tersebut dapat mengurangi rendemen tepung ikan tembang yang dihasilkan.

Pada proses pengepresan dan penggilingan terjadi akumulasi pada alat yang digunakan. Pada proses pengeringan terdapat serpihan tepung yang berukuran kecil tercecer di lantai sehingga tidak bisa diambil. Pada proses penepungan dan pengayakan, terdapat serpihan tepung yang berukuran kecil berterbangan dan tidak dapat diayak karena ukuran partikel yang masih besar. Hal itu semua dapat mengurangi rendemen tepung ikan tembang yang dihasilkan. Namun, hal itu merupakan sesuatu yang lazim dan tidak dapat dihindari, karena setiap proses pengolahan pangan akan mengalami kehilangan, baik karena tercecer maupun akumulasi di alat.

(3) Uji proksimat tepung ikan tembang

Uji proksimat tepung ikan tembang dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil analisis proksimat tepung ikan tembang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil analisis proksimat tepung ikan tembang Komponen Tepung ikan tembang (%) *Tepung ikan (%)

Protein 62,89 65

Lemak 8,35 8

Air 4,79 10

Abu 7,79 20


(47)

Protein merupakan komponen terpenting dalam tepung ikan. Salah satu tujuan utama untuk memproduksi tepung ikan yang dijadikan bahan pangan adalah untuk memenuhi kebutuhan protein hewani pada tubuh manusia, khususnya dari hasil perikanan. Tingkat mutu tepung ikan sangat ditentukan dari hasil kadar protein yang dihasilkan, disamping kadar lemak dan kadar air. Hasil analisis kadar protein pada tepung ikan tembang yaitu sebesar 62,89%. Hasil tersebut masih dibawah taraf nilai mutu I tepung ikan oleh BSN (1996). Kerusakan dan kehilangan protein bervariasi tergantung pada proses pengolahan yang dilakukan. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kerusakan dan kehilangan protein adalah suhu dan air. Suhu menyebabkan protein terdenaturasi, sedangkan air dapat menyebabkan protein terlarut dan hilang bersama air pada saat proses pencucian (Suzuki 1981).

Kandungan lemak erat kaitannya dengan kandungan protein, pada ikan yang kandungan lemaknya rendah umumnya mengandung protein dalam jumlah yang cukup besar. Lemak ikan tergantung pada spesies, lokasi geografis, makanan yang dimakan dan musim (Piggot dan Tucker 1990). Lemak pada tepung ikan tidak mempunyai nilai komersial. Penggunaan tepung ikan berkadar lemak tinggi akan menyebabkan daging mempunyai citarasa ikan (fishy taste) dan warna tepung ikan tembang yang dihasilkan berwarna kecoklatan. Hasil analisis kadar lemak pada tepung ikan yaitu sebesar 8,35%. Hasil tersebut masih memenuhi taraf nilai mutu I tepung ikan oleh BSN (1996).

Kadar lemak yang rendah pada tepung ikan tembang merupakan nilai yang diinginkan, karena produk dengan kadar lemak rendah mempunyai nilai mutu relatif lebih stabil dan tahan lama disimpan. Produk dengan kadar lemak rendah tidak cepat mengalami ketengikan yang terjadi akibat oksidasi lemak. Pada tepung ikan berkadar lemak tinggi akan mudah terjadinya proses ketengikan sebagai akibat oksidasi lemak (Ketaren 1986).

Proses oksidasi dapat berlangsung apabila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan lemak dalam jangka waktu lama sehingga oksigen akan terikat pada ikatan rangkap dan membentuk peroksida aktif. Senyawa ini sangat reaktif dan dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek yaitu asam-asam


(1)

Lampiran 10c. Hasil uji lanjut total mikroba rengginang tepung ikan tembang

TPC

Duncana

2 2.183211

2 2.332321

2 2.562252

2 2.948167

2 3.071820

1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Perlakuan 5% tepung ikan 10% tepung ikan 15% tepung ikan 20% tepung ikan 0% tepung ikan Sig.

N 1 2 3 4 5

Subset for alpha = .05

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. a.


(2)

Lampiran 11. Hasil Perhitungan Bayes Rengginang Tepung Ikan Tembang

Parameter Analisis Nilai Kepentingan

Protein 3

Kekerasan 2

Volume Pengembangan 2

Total Mikroba 1

Penampakan 3

Warna 3

Aroma 2

Rasa 3

Tekstur 3

a. Nilai kepentingan antar parameter

x/y

Protein Kekerasan VP TM Penampakan Warna Aroma Rasa Tekstur

Protein

1 1.5 1.5 3 1 1 1.5 1 1

Kekerasan

0.67 1 1 2 0.67 0.67 1 0.67 0.67

VP

0.67 1 1 2 0.67 0.67 1 0.67 0.67

TM

0.33 0.5 0.5 1 0.33 0.33 0.5 0.33 0.33

Penampakan

1 1.5 1.5 3 1 1 1.5 1 1

Warna

1 1.5 1.5 3 1 1 1.5 1 1

Aroma

0.67 1 1 2 0.67 0.67 1 0.67 0.67

Rasa

1 1.5 1.5 3 1 1 1.5 1 1

Tekstur

1 1.5 1.5 3 1 1 1.5 1 1

Keterangan:

Angka-angka pada tabel diatas diperoleh berdasarkan perbandingan antara nilai kepentingan dari masing-masing parameter. Pemberian nilai kepentingan berdasarkan tujuan dari tiap-tiap parameter. Hasil perbandingan tersebut kemudian dikuadratkan dalam bentuk matriks. Hasil pengkuadratan dapat dilihat pada Lampiran 11b.


(3)

b. Hasil perkalian matriks yang sama (matriks a x matriks a) 9 13.5 13.5 27 9 9 27 13 9

6 9 9 18 6 6 18 9 6

6 9 9 18 6 6 18 9 6

3 4.5 4.5 9 3 3 9 4.5 3

9 13.5 13.5 27 9 9 27 13.5 9

5.5 13.5 13.5 27 9 9 27 13.5 9

3 4.5 4.5 9 3 3 9 4.5 3

6 9 9 18 6 6 18 9 6

9 13.5 13.5 27 9 9 27 13.5 9

c. Hasil perkalian matriks yang sama (matriks b x matriks b)

697.5 1093.5 1093.5 2187 729 729 2187 1093.5 729

465 729 729 1458 486 486 1458 729 486

465 729 729 1458 486 486 1458 729 486

232.5 364.5 364.5 728.99 243 243 729 364.5 243

697.5 1093.5 1093.5 2187 729 729 2187 1093.5 729

666 1046.25 1046.25 2092.5 697.5 697.5 2092.5 1046.25 697.5

232.5 364.5 364.5 728.99 243 243 729 364.5 243

465 729 729 1458 486 486 1458 729 486

697.5 1093.5 1093.5 2187 729 729 2187 1093.5 729

d.Hasil penjumlahan matriks c dan nilai bobot

Hasil Penjumlahan

Nilai Bobot

697.5 1093.5 1093.5 2187 729 729 2187 1093.5 729 10539 0.15

465 729 729 1458 486 486 1458 729 486 7026 0.10

465 729 729 1458 486 486 1458 729 486 7026 0.10

232.5 364.5 364.5 728.99 243 243 729 364.5 243 3513 0.05

697.5 1093.5 1093.5 2187 729 729 2187 1093.5 729 10539 0.15

666 1046.25 1046.25 2092.5 697.5 697.5 2092.5 1046.25 697.5 10082.25 0.14

232.5 364.5 364.5 728.99 243 243 729 364.5 243 3513 0.05

465 729 729 1458 486 486 1458 729 486 7026 0.10


(4)

e. Hasil perangkingan berdasarkan uji Bayes

Perlakuan Konsentrasi Tepung Ikan Tembang Nilai

Bobot

0% 5% 10% 15% 20%

Parameter

Objektif Kadar Protein 1 2 3 4 5 0,15

Kekerasan 5 4 3 2 1 0,10

Volume

Pengembangan 5 4 3 2 1 0,10

Total Mikroba 1 5 4 3 2 0,05

Parameter

Subjektif Penampakan 5 4 3 2 1 0,15

Warna 5 4 3 2 1 0,14

Aroma 3 5 4 2 1 0,05

Rasa 3 5 4 2 1 0,10

Tekstur 4 5 3 2 1 0,15

Total Nilai 3,70 4,01 3,17 2,33 1,64


(5)

Lampiran 12. Perhitungan Angka Kecukupan Gizi (AKG)

Data proksimat rengginang komersil

Kadar air 9,67%

Kadar abu 1,09%

Kadar protein 8,44%

Kadar lemak 0,20%

Kadar karbohidrat 80,60%

Berdasarkan total kebutuhan kalori total 2000kkal/hari, berikut adalah rinciannya: Karbohidrat : 50-60% dari total kalori

Protein : 10-20% dari total kalori

Lemak : kurang dari sama dengan 30% dari total kalori Kebutuhan kalori karbohidrat = X 2000kkal = 1000 kkal Kebutuhan karbohidrat perhari = = 250 gram/hari Kebutuhan kalori protein = X 2000kkal = 400 kkal Kebutuhan protein perhari = = 100 gram/hari Kebutuhan kalori lemak = X 2000kkal = 600 kkal Kebutuhan lemak perhari = = 66,67 gram/hari

Persentasi AKG untuk rengginang dengan penambahan tepung ikan tembang 5% yang mengacu pada hasil uji proksimat adalah sebagai berikut:

% AKG karbohidrat = X 100% = 32,24% ∞ 32%

% AKG protein = X 100% = 8,44% ∞ 8% (produk ini menyumbangkan 8% dari 100 gram kebutuhan protein perhari)

% AKG lemak = X 100 = 0,29% ∞ 0%

Total energi yang dihasilkan = (4 x 80,60) + (4 x 8,44) + (9 x 0,20) = 381,52 kkal


(6)

Data proksimat rengginang terbaik

Kadar air 10,82%

Kadar abu 3,32 %

Kadar protein 12,67%

Kadar lemak 1,55%

Kadar karbohidrat 71,64%

Berdasarkan total kebutuhan kalori total 2000kkal/hari, berikut adalah rinciannya: Karbohidrat : 50-60% dari total kalori

Protein : 10-20% dari total kalori

Lemak : kurang dari sama dengan 30% dari total kalori Kebutuhan kalori karbohidrat = X 2000kkal = 1000 kkal Kebutuhan karbohidrat perhari = = 250 gram/hari Kebutuhan kalori protein = X 2000kkal = 400 kkal Kebutuhan protein perhari = = 100 gram/hari Kebutuhan kalori lemak = X 2000kkal = 600 kkal Kebutuhan lemak perhari = = 66,67 gram/hari

Persentasi AKG untuk rengginang dengan penambahan tepung ikan tembang 5% yang mengacu pada hasil uji proksimat adalah sebagai berikut:

% AKG karbohidrat = X 100% = 28,66% ∞ 29%

% AKG protein = X 100% = 12,67% ∞ 13% (produk ini menyumbangkan 13% dari 100 gram kebutuhan protein perhari)

% AKG lemak = X 100 = 2,3248% ∞ 2%

Total energi yang dihasilkan = (4 x 71,64) + (4 x 12,67) + (9 x 1,55) = 351,19 kkal