Mutu Tepung Ikan Waktu dan Tempat

bahwa tepung ikan yang dihasilkan akan bermutu baik pula. Apabila ikan yang digunakan sebagai bahan mentah dalam pengolahan tepung ikan bermutu tidak baik, maka akan menghasilkan tepung ikan yang mutunya tidak sesuai yang diharapkan, yaitu kadar protein rendah dan kadar lemak tinggi. Selain bahan mentah yang digunakan mempunyai mutu yang baik, bahan mentah yang digunakan juga sebaiknya dari ikan yang memiliki nilai ekonomis yang rendah Irianto dan Giyatmi 2002. Penggolongan teknologi pengolahan tepung ikan didasarkan pada proses pemasakan dan pengeringan bahan mentah ikan. Terdapat dua metode utama pengolahan tepung ikan yang telah diterapkan secara komersial, yaitu pengolahan sistem basah dan pengolahan sistem kering. Proses pengolahan sistem basah digunakan terutama untuk produksi tepung ikan dengan bahan mentah ikan berlemak tinggi 5, seperti: ikan lemuru. Metode ini telah diterapkan secara luas dan yang paling umum dijumpai pada pengolahan tepung ikan. Proses pengolahan sistem basah, meliputi: pengukusan, pengepresan, pengeringan, penggilingan hingga diperoleh tepung ikan kering. Proses pengolahan sistem kering dipergunakan untuk bahan mentah ikan yang mengandung kadar lemak rendah 5. Proses pengolahan sistem kering, meliputi: penggilingan kasar, pengeringan, pengepresan dan penggilingan Irianto dan Giyatmi 2002.

2.4 Mutu Tepung Ikan

Mutu tepung ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis dan kesegaran ikan dan teknik atau cara pengolahannya Irianto dan Giyatmi 2002. Mutu tepung ikan dapat dinilai secara fisik, kimia, mikrobiologi. Secara fisik, kriteria yang dinilai adalah bentuk dan keseragaman ukuran partikel tepung. Penilaian secara kimiawi dilakukan dengan mengukur kandungan protein, lemak, air dan abu. Secara mikrobiologi, tepung ikan harus terbebas dari bakteri patogen seperti Salmonella dan kapang. Tepung ikan yang bermutu baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: mempunyai butiran yang seragam, bebas dari sisa-sisa tulang dan benda-benda asing lainnya Moeljanto 1992. Badan Standarisasi Nasional telah menetapkan persyaratan mutu tepung ikan melalui SNI 01-2715- 1996Rev. 92 yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Persyaratan mutu tepung ikan Komposisi Mutu I Mutu II Mutu III Kimia: a Air maks 10 12 12 b Prot. Kasar min 65 55 45 c Serat Kasar maks 1,5 2,5 3 d Abu maks 20 25 30 e Lemak maks 8 10 12 f Ca 2,5 – 5,0 2,5 – 6,0 2,5 – 7,0 g P 1,6 – 3,2 1,6 – 4,0 1,6 – 4,7 h NaCl maks 2 3 4 Mikrobiologi: - Salmonella pada 25 gr sampel Negatif Negatif Negatif Organoleptik: - Nilai minimum 7 6 6 Sumber: Badan Standarisasi Nasional 1996 Mutu tepung ikan terutama ditentukan oleh kadar protein. Pada umumnya, semakin tinggi kadar protein kasar tepung ikan, maka semakin tinggi harga jualnya. Tepung ikan impor biasanya berkualitas baik, karena kandungan protein kasarnya berkisar antara 60-74 dengan kadar lemak berkisar antara 6-10. Tepung ikan produksi lokal umumnya mengandung protein kasar berkisar antara 31,72-57,02, kadar lemak berkisar antara 4,57-20,68 dan kadar air berkisar antara 7,33-11,16 Purnamasari et al. 2006.

2.5 Rengginang

Rengginang adalah makanan jajanan yang telah lama dikenal di daerah Jawa Barat. Biasanya rengginang dapat dijual secara umum dalam bentuk sudah digoreng ataupun bentuk mentah. Bahan dasar yang biasa digunakan pada pembuatan rengginang yaitu beras ketan yang ditambahkan dengan bumbu sesuai selera, seperti: garam, MSG Monosodium Glutamat, bawang putih dan terasi. Kerupuk berbentuk bundar, tebal, dan gurih ini biasanya ditemui sebagai camilan atau pendamping hidangan utama di meja makan. Berbeda dengan jenis kerupuk lainnya, rengginang terbuat dari beras ketan yang tidak dilakukan proses penggilingan bahan menjadi adonan halus sehingga setiap butiran beras ketan tampak di kerupuk yang renyah ini. Bahan utama pembuatan rengginang adalah beras ketan putih maupun hitam. Beras ketan yang sudah dimasak bersama bumbu, kemudian dicetak dengan bentuk cakram pipih dan selanjutnya dikeringkan dengan cara dijemur di panas matahari. Rengginang biasanya dijual dalam bentuk kering ataupun yang sudah digoreng Sari 2010. Pembuatan rengginang dapat dibuat dari beras ketan atau beras biasa. Perbedaannya terdapat pada tekstur yang dihasilkan. Rengginang yang terbuat dari beras ketan menghasilkan tekstur yang lebih porus dan halus di mulut, sedangkan rengginang yang terbuat dari beras biasa menghasilkan tekstur yang kurang porus dan agak kasar di mulut Hsieh dan Luh 1991. Karakteristik yang diperhatikan pada rengginang yaitu tingkat volume pengembangan, kekerasan atau kerenyahan, aroma dan rasa.

2.5.1 Bahan baku rengginang tepung ikan tembang

Bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam jumlah besar dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh bahan lain. Sumber bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan rengginang adalah bahan pangan yang mengandung karbohidrat yang cukup tinggi yaitu pati. Pati yang digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan rengginang disebut puffable material. Puffable material adalah bahan yang memegang peranan utama dalam proses pemekaran produk Wiriano 1984. Beras adalah suatu bahan makanan yang merupakan sumber pemberi energi untuk manusia. Beras di Indonesia dikategorikan atas varietas dengan ciri bentuk butiran agak bulat sampai bulat dan bentuk butiran lonjong sampai sedang. Butiran beras tersusun atas kulit ari, testa, nukleus, aleuron, lembaga dan endosperm. Istilah testa adalah sinonim dari integumen. Endosperm merupakan bagian yang terbesar dalam butir beras yaitu 89-94 dan sisanya kulit ari 1-2, testa dan aleuron 4-6 dan lembaga 2-3 Haryadi 2006. Beras ketan Oryza sativa glutinosa merupakan salah satu varietas dari padi dan termasuk famili Graminae. Terdapat beberapa perbedaan antara beras biasa dan beras ketan secara fisik maupun kimia. Secara fisik, beras ketan berwarna keruh ovak, lunak dan apabila dimasak akan bersifat lengket, manis dan berbau aromatik, sedangkan butir beras biasa berwarna lebih terang dan keras. Secara kimia, kandungan amilopektin beras ketan lebih tinggi dibandingkan dengan beras biasa. Selain itu, beras biasa mempunyai tekstur yang keras dan transparan, sedangkan beras ketan memiliki tekstur lebih rapuh, butirnya besar dan warnanya putih ovak Grist 1975. Ketan sebagai bahan pangan disusun oleh pati, protein dan unsur lain seperti lemak, serat kasar, mineral, vitamin dan air. Pati merupakan salah satu polisakarida yang paling sederhana di alam. Pati biasa berbentuk sebagai partikel yang disebut granula. Lapisan terluar beras kaya akan komponen non pati, seperti: protein, lemak, serat, abu, pentos dan lignin serta bagian endosperm yang kaya akan pati. Karbohidrat utama dalam beras adalah pati yang menyusun 90 dari berat kering endosperm beras. Lipida beras terkumpul dalam butiran lipida atau sferosom. Bagian lembaga dan lapisan aleuron mengandung lipida tertinggi. Dalam lipida terdapat 16 isolesitin dalam granula beras, tetapi isolesitin tidak terdapat dalam lipida terikat dalam pati ketan Juliano 1976. Secara kimia, komposisi zat kimia butir beras dan beras ketan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi zat kimia butir beras dan beras ketan Komponen Beras Biasa Beras Ketan Ketan Hitam Ketan Putih Energi cal 360,00 356,00 362,00 Protein g 6,80 7,00 6,70 Lemak g 0,70 0,70 0,70 Karbohidrat g 78,90 78,00 79,40 Kalsium mg 6,00 10,00 12,00 Fosfor mg 140,00 148,00 148,00 Besi mg 0,80 0,80 0,80 Vitamin B 1 mg 0,12 0,20 0,16 Air 13,00 13,00 12,00 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI 1972

2.5.2 Bahan tambahan

Bahan tambahan makanan didefinisikan sebagai bahan-bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dan biasanya dalam jumlah sedikit dengan tujuan tertentu, seperti: memperbaiki warna, bentuk, citarasa, tekstur atau memperpanjang masa simpan produk FAO dan WHO 1956 dalam Winarno et al. 1980. Peranan bahan tambahan makanan diantaranya adalah untuk mengurangi terjadinya kerusakan, mencegah kehilangan gizi pangan, meningkatkan nilai gizi dan citarasa, memperbaiki tekstur dan penampakan, mempermudah produksi serta meningkatkan selera konsumen terhadap makanan tersebut. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan rengginang adalah bawang putih, garam dan air.

2.5.2.1 Bawang putih Allium sativum L.

Bawang putih Allium sativum telah lama digunakan sebagai salah satu bumbu masakan oleh masyarakat Indonesia maupun masyarakat lain di berbagai belahan dunia, karena aromanya yang khas dan wangi. Penggunaan bawang putih tidak hanya sebagai bahan penyedap rasa, tetapi juga digunakan sebagai salah satu bahan yang dapat memberikan efek kesehatan. Lebih dari 1000 publikasi hasil penelitian menunjukkan bahwa bawang putih merupakan salah satu bahan pangan yang terbaik untuk mencegah timbulnya penyakit Saparinto dan Hidayati 2006. Komposisi kimia bawang putih dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi zat kimia bawang putih Allium sativum per 100 gram Kandungan Jumlah Air g 66,2 – 71,0 Energi kal 95,0 – 122,0 Protein g 4,5 – 7,0 Lemak g 0,2 – 0,3 Karbohidrat g 23,1 – 24,6 Ca mg 26,0 – 42,0 P mg 15,0 – 109,0 K mg 346,0 Sumber: Saparinto dan Hidayati 2006 Bumbu dapat menutupi bau atau rasa yang kurang enak dari bahan atau makanan. Umbi bawang putih adalah bahan alami yang biasa ditambahkan sebagai bumbu dalam makanan karena mempunyai aroma khas dan mampu meningkatkan selera makan. Aroma tersebut berasal dari senyawa allicin yang berperan memberi aroma bawang putih dan salah satu zat aktif yang bersifat antibakteri yang dapat membunuh bakteri gram positif maupun negatif, karena mempunyai gugus asam amino benzoat. Bawang putih juga mengandung scordinin yaitu senyawa kompleks thioglosida yang berfungsi sebagai antioksidan Palungkun dan Budiarti 1992.

2.5.2.2 Garam

Istilah garam biasanya digunakan untuk garam dapur dengan nama kimia Natrium Klorida NaCl. Garam yang digunakan dalam pembuatan kerupuk sebaiknya dipilih yang mempunyai mutu yang baik, warna putih mengkilat, kotorannya sedikit dan sesuai dengan syarat mutu garam yang telah ditentukan. Fungsi garam dalam pembuatan kerupuk adalah untuk menambah cita rasa, memperkuat kekompakan adonan dan memperlambat pertumbuhan jamur pada produk akhir. Banyaknya garam yang ditambahkan dalam pembuatan kerupuk biasanya 2,5 –3,0 dari total adonan kerupuk yang akan dibuat Wiriano 1984. Pemakaian garam NaCl biasanya lebih banyak diatur oleh rasa, kebiasaan dan tradisi daripada keperluan. Makanan yang mengandung natrium kurang dari 0,3 garam akan terasa hambar sehingga kurang disenangi. Garam juga berfungsi sebagai bahan pengawet karena garam berperan sebagai penghambat selektif terhadap mikroorganisme tertentu Buckle et al. 1987.

2.5.2.3 Air

Fungsi air dalam adonan kerupuk selain untuk melarutkan garam dan bumbu serta untuk menghomogenkan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan adonan. Jumlah air yang digunakan dalam adonan akan mempengaruhi tingkat pengembangan kerupuk, penyerapan minyak dan tingkat kerenyahan produk akhir. Apabila penambahan jumlah air kurang, maka tidak terjadi gelatinisasi sempurna selama pengukusan sehingga kerupuk tidak dapat mengembang dengan baik, sedangkan apabila jumlah air yang ditambahkan berlebih, maka adonan yang dihasilkan menjadi lembek dan kerupuk lebih lama dikeringkan Wiriano 1984.

2.5.3 Proses pembuatan rengginang

Tahapan proses pembuatan rengginang secara garis besar, meliputi: perendaman beras ketan selama sehari, pengukusan, pencetakan, pengeringan selama dua hari dan penggorengan. Tiap-tiap tahap mempunyai tujuan tertentu sehingga pelaksanaannya harus dilakukan dengan baik agar hasil yang didapatkan sesuai dengan yang diharapkan. Berikut ini merupakan tahapan proses pembuatan rengginang: a Perendaman Proses perendaman yang dilakukan sebelum pemanasan kering bertujuan untuk membantu proses gelatinisasi pati Hariyadi 2001. Granula pati mentah jika dimasukkan ke dalam air akan menyerap air dan membengkak, akan tetapi jumlah air yang diserap dan pembengkakannya terbatas. Apabila pati membengkak, beratnya akan meningkat beberapa kali lipat dibandingkan dengan berat kering pati. Peningkatan berat tersebut disebut swelling power yang nilainya berbeda-beda pada setiap jenis pati Belitz dan Grosch 1987. Perendaman sebelum pemanasan kering memberikan kesempatan penetrasi air ke dalam biji beras sehingga membantu proses pemasakan biji beras selama pengukusan. Apabila waktu perendaman beras yang dilakukan kurang atau tidak dilakukan perendaman sebelum pemanasan kering, maka dapat menyebabkan pemasakan hanya di lapisan luar biji beras ketan saja sehingga tidak mampu menghasilkan rengginang dengan baik antar butiran beras ketan tidak kompak Priwit 2009. Perendaman beras ketan dilakukan selama 24 jam. b Pengukusan Pemanasan dalam proses pembuatan rengginang dapat berupa pemasakan dan bertujuan untuk memberikan kondisi agar produk tersebut siap untuk dikonsumsi ataupun siap untuk digunakan pada proses berikutnya. Pengukusan merupakan proses pemanasan kering yang tidak terjadi kontak langsung antara air dengan bahan sehingga tahap perendaman diperlukan untuk membantu proses gelatinisasi pati Hariyadi 2001. Pada dasarnya pengukusan adalah proses pemanasan bahan pangan dengan uap atau air panas secara langsung pada suhu kurang dari 100 o C selama kurang lebih 10 menit. Tujuan pengukusan tergantung pada perlakuan lanjutan terhadap bahan pangan tersebut. Proses pengukusan yang dilakukan sebelum pengeringan dapat menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan perubahan warna, cita rasa dan tekstur. Adapun tujuan dilakukan pengukusan adalah mengurangi kadar air dalam produk, meningkatkan kekompakan adonan dan agar terjadi sebagian gelatinisasi pada adonan Damayanthi dan Mudjajanto 1994. c Pencetakan Pencetakan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bentuk yang dikehendaki dan ukuran yang seragam. Keseragaman ukuran penting untuk memperoleh penampakan dan penetrasi panas yang merata sehingga memudahkan proses penggorengan dan menghasilkan kerupuk dengan warna yang seragam Lavlensia 1995. Proses pencetakan dilakukan dengan pembentukan rengginang berbentuk bulat dengan diameter 5 cm dan ketebalan rata-rata 1 cm. Ketebalan rengginang yang dibuat tipis tidak terlampau tebal yang bertujuan rengginang akan lebih cepat mengering selama proses penjemuran dibawah sinar matahari. d Pengeringan Pengeringan merupakan suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan padat dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai batas tertentu, dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi pada bahan Muchtadi 2008. Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan suatu alat pengering artificial drying atau dengan penjemuran sun drying yaitu pengeringan dengan menggunakan energi langsung dari sinar matahari. Pengeringan dengan sinar matahari banyak dilakukan karena energi panas yang digunakan murah dan melimpah, akan tetapi kerugiannya adalah jumlah panas sinar matahari yang tidak tetap sepanjang hari disertai dengan kenaikan suhu yang tidak dapat diatur sehingga waktu penjemuran sukar untuk ditentukan dengan tetap. Selain itu, penjemuran dilakukan di tempat terbuka yang langsung berhubungan dengan sinar matahari sehingga kebersihannya sukar untuk diawasi Winarno et al. 1980. Pengeringan rengginang bertujuan untuk menghasilkan bahan dengan kadar air tertentu. Adanya kadar air yang terkandung akan mempengaruhi kualitas dan kapasitas pengembangan rengginang dalam proses pengorengan. Disamping itu, pengeringan rengginang bersifat mengawetkan dan mempertahankan mutu Winarno et al. 1980. Produk yang digoreng tanpa pengeringan akan menghasilkan produk yang tidak mengembang, keras dan permukaan tidak merata. Agar dapat mengembang, gel pati memerlukan tekanan uap yang maksimum pada proses penggorengan, untuk itu diperlukan tingkat kadar air tertentu pada rengginang mentah Wiriano 1984. Pengeringan rengginang dengan menggunakan sinar matahari memerlukan waktu selama 2 hari apabila cuaca cerah dan sekitar 4-5 hari apabila cuaca kurang cerah. Dari proses pengeringan akan menghasilkan kerupuk mentah dengan kadar air sekitar 14 atau kerupuk mentah yang mudah dipatahkan. Bahan pangan yang dikeringkan mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan dapat terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dan lainnya, meskipun perubahan-perubahan tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin dengan cara memberikan perlakuan pendahuluan terhadap bahan pangan yang akan dikeringkan. Pengurangan kadar air akan menyebabkan kandungan protein, karbohidrat, lemak dan mineral pada bahan pangan terkonsentrasi lebih tinggi, namun sejumlah vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak atau berkurang Winarno et al. 1980. e Penggorengan Penggorengan kerupuk adalah pemasakan kerupuk mentah menjadi kerupuk matang yang siap dikonsumsi. Cara penggorengan yang umum digunakan adalah penggorengan dalam wajan dengan minyak goreng. Pada proses penggorengan, kerupuk mentah mengalami pemanasan sehingga air yang terikat pada jaringan dapat menguap dan menghasilkan tekanan uap untuk mengembangkan struktur elastis jaringan kerupuk tersebut Setiawan 1988. Proses penggorengan memiliki arti proses dimana bahan makanan yang dimasukkan ke dalam penggorengan akan segera menerima panas dan kandungan air dalam bahan pangan akan menguap dan ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung selama proses penggorengan. Selama berjalannya penggorengan, bahan pangan menyerap minyak dengan presentase yang cukup besar. Komponen bahan pangan yang digoreng akan membentuk cita rasa akibat pemasakan lemak, protein, karbohidrat dan komponen-komponen minor lainnya yang ada dalam makanan Moreira 2003. Penggorengan merupakan suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan menggunakan lemak atau minyak pangan Ketaren 1986. Teknik menggoreng dibagi menjadi dua tipe, yaitu teknik gangsa pan fryingcontact frying dan teknik terendam deep-fat frying. Teknik gangsa dilakukan dengan cara menggoreng bahan dengan secara langsung bersentuhan dengan pemanas dan hanya dibatasi oleh selaput tipis minyak. Teknik terendam merupakan proses penggorengan dengan bahan terendam seluruhnya oleh minyak dengan batas minyak minimal 2 cm diatas permukaan produk. Penggorengan dengan minyak melimpah berlangsung lebih cepat. Minyak tersebut mendidih pada suhu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan air mendidih yaitu berkisar 160-250 o C. Suhu penggorengan merupakan salah satu faktor yang akan menentukan hasil produk. Suhu yang dianjurkan berkisar antara 177-201 o C atau tergantung bahan yang digoreng Winarno 1997. Waktu yang dibutuhkan bagi bahan pangan untuk tergoreng sempurna tergantung pada tipe bahan pangan, suhu minyak, metode penggorengan, ketebalan bahan pangan dan perubahan kualitas yang dihasilkan Fellows 1992. Penggorengan dianggap selesai apabila kerupuk tidak mengalami perubahan bentuk dan pengembangan, tidak adanya gelembung-gelembung udara ke permukaan minyak dan hilangnya suara berdesis. Setelah proses penggorengan selesai, kerupuk segera diangkat untuk mencegah kerupuk menjadi hangus Yustica 1994. 3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai dengan Januari 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Diversifikasi Produk Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Laboratorium Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat