Sensor Logam Berat

8.3. Sensor Logam Berat

Dewasa ini, permasalahan lingkungan adalah masalah utama yang memerlukan penanganan yang tepat. Logam berat adalah salah satu jenis permasalahan lingkungan. Berbagai metode telah dikembangkan untuk berperan aktif dalam menangani masalah ini. Salah satu metode yang dikembangkan adalah sensor potensiometrik untuk mendeteksi logam berat. Wahid (2006) telah memanfaatkan metode potensiometrik berbasis elektroda selektif ion dengan ionofor DBDA 18C6 dalam pengukuran logam berat Zn(II), Cd(II) dan Hg(II) pada sedimen laut kawasan pesisir pantai Makassar.

Ionofor DBDA 18C6 adalah salah satu jenis makrosiklik yang berfungsi sebagai komponen aktif dalam elektroda selektif ion. Saat ini, dilaporkan bahwa terdapat lebih 5000 senyawa makrosiklik yang terdiri atas : (i) Senyawa makrosiklik yang mengandung oksigen (Crown Ether), (ii) Senyawa makrosiklik yang mengandung nitrogen (Aza Crown), dan (iii) Senyawa makrosiklik yang mengandung sulfur (Thia Crown). Senyawa ini bis bergabung satu sama lain dan dalam tiap-tiap grup ini senyawa-senyawa disusun berdasarkan peningkatan kompleksitasnya. Ionofor DBDA 18C6 merupakan senyawa makrosiklik yang mengandung oksigen dan nitrogen (Oxaza Crown Ether).

Pada penelitian yang dikembangkan Wahid (2006), diperoleh bahwa kinerja elektroda selektif ion (ESI) dengan ionofor DBDA 18C6 cukup sensitif, selektif dan handal untuk analisis logam Zn, Cd dan Hg dalam sedimen. ESI-Zn(II) memiliki limit deteksi 5,0 x

10 -6 M pada pH kerja 6 – 8 dengan usia pemakain 3 bulan. ESI-Cd(II) memiliki limit deteksi 1,0 x 10 -7 M pada pH kerja 4 – 6 dengan usia pemakaian 3 bulan. ESI-Hg(II) memiliki limit deteksi 1,86 x 10 -6 M pada pH kerja 2 – 6 dengan usia pemakaian 3 bulan. Setiap macam logam mempunyai kespesifikan atau selektivitas yang berbeda-beda, yang bergantung pada komposisi membran. Membran ESI yang baik harus memiliki komposisi bahan-bahan aktif yang dapat berikatan dengan analit pada permukaan membran larutan dengan reaksi yang cepat, reversible dan selektif.

Keterangan gambar :

1. Badan elektroda (pipa Teflon)

1 2. Elektroda pembanding 3. Larutan elektrolit 4. Mulut elektroda 4 5. Membran cair dengan ionofor DBDA 18C6

Gambar 8.10. Konstruksi ESI-Zn(II), ESI-Cd(II) dan ESI-Hg(II)

Pemanfaatn Enzim dalam pengukuran logam berat secara elektrokimia juga menjadi solusi dalam penentuan logam berat. Enzim urease dari Fungi Aspergillus niger telah dimanfaatkan ole Waji, et al. (2011)sebagai biosensor potensiometrik terhadap analisis ion logam Zn(II) dan Ni(II) pada sampel rumput laut (Eucheuma cottoni). Elektroda biosensor dibuat dari kawat platina (Pt) yang dilapisi membran selulosa asetat (SA) sebagai bahan pendukung, membran ini memiliki kestabilan yang baik terhadap berbagai zat kimia, dan gluteraldehid (GA) yang berfungsi sebagai pengikat antara enzim dengan zat pendukung. Enzim yang diimobilisasikan pada membran elektroda biosensor adalah enzim urease.

Hasil pengukuran sampel yang menunjukkan nilai konsentrasi untuk ion logam Zn(II) sebesar 6,16x10 -6 M atau setara dengan 0,40 ppm, sedangkan untuk ion logam Ni(II) diperoleh konsentrasi sebesar 2,95x10 -6 M atau setara dengan 0,17 ppm. Hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan hasil pengukuran sampel dengan menggunakan AAS, dimana hasil yang diperoleh yaitu untuk ion logam Zn(II) 0,41 ppm sedangkan untuk ion logam Ni(II) 0,19 ppm. Dari kedua hasil pengukuran tersebut, kisaran nilai konsentrasi tidak terlalu jauh berbeda.

Tabel 6. Hasil Pengukuran ion logam Zn(II) dan Ni(II)

Terdapatnya beberapa jenis logam berat pada sampel rumput laut kemungkinan disebabkan karena buangan limbah industri ataupun limbah rumah tangga yang masuk ke dalam perairan tempat budidaya rumput laut tersebut. Gugus fungsi yang terdapat pada rumput laut mampu melakukan pengikatan dengan ion logam.

Aplikasi biosensor logam memanfaatkan enzim kitin deasetilase telah digunakan. Kitin deasetilase memiliki banyak muatan negatif pada permukaan enzim yang berasal dari asam amino yang mengandung gugus asam pada rantai samping. Banyaknya muatan- muatan negatif tersebut, mengakibatkan struktur tidak stabil karena ada tolakan antarmuatan negatif.

Muatan positif dari ion logam akan menetralkan muatan-muatan negatif pada permukaan kitin deasetilase, dan kelebihan muatan positif dari ion logam mengakibatkan terjadinya saling tolak menolak antarmuatan sejenis. Muatan positif berlebih ini selanjutnya akan memasuki sisi aktif kitin deasetilase dan berikatan dengan residu-residu asam amino yang ada.

Keterangan gambar :

1. Badan elektroda

1 2. Serat optik belah dua

3. Membran kitosan immobilisasi kitin deasetilase

4. Mulut elektroda 4 1 5. Larutan sampel

Gambar 8.11. Konstruksi elektroda biosensor serat optik immobilisasi kitin deasetilase

Mekanisme sensor ion logam secara enzimatis dengan menggunakan enzim kitin deasetilase dapat dijelaskan dalam dua lagkah. Langkah pertama adalah penguraian kitin menjadi kitosan yang dikatalisis oleh enzim kitin deasetilase, langkah kedua adalah inhibisi atau penghambatan enzim kitin deasetilase oleh ion logam tersebut.

Dari eksprimen yang dilakukan oleh Hamsina (2010), biosensor enzim kitin deasetilase untuk mendeteksi logam berat memiliki kinerja dan stabilitas yang tinggi dalam mendeteksi keberadaan ion Cd(II), Zn(II) dan Pb(II) dengan limit deteksi dan kisaran pengukuran 1 x 10 -8 M – 1 x 10 -5 M. Perbandingan hasil pengukuran biosensor enzim kitin deasetilase dengan metode SSA untuk logam berat tidak memberikan perbedaan signifikan terhadap hasil pengukuran.