Biosensor Glukosa

8.2. Biosensor Glukosa

Biosensor glukosa dikembangkan oleh Clark dan Lyons dari Rumah Sakit Anak Cincinnati pada tahun 1962. Biosensor ini bergantung pada lapisan tipis GO x yang terperangkap pada elektroda oksigen (melalui membran semipermeabel dialisis).

GO x

Glukosa + Oksigen Asam Glukonat + Hidrogen peroksida

Pada tahun 1973, Guilbault dan Lubrano menggambarkan sebuah elektroda enzim untuk penentuan glukosa darah secara amperometri (anodik) terhadap hidrogen peroksida yang dibebaskan:

H 2 O 2 O 2 + 2H + + 2e -

Selama tahun 1980-an biosensor glukosa mengalami perkembangan dalam bidang penelitian sehingga muncul “generasi kedua” biosensor glukosa. Biosensor

generasi kedua ini dikembangkan untuk pemantauan glukosa darah dan penggunaan modifikasi elektroda untuk meningkatkan kinerja sensor.

Asam glukonat

glukosa

Elektroda

glukosa Asam glukonat glukon at

Asam glukonat

glukosa

Gambar 8.4. Perkembangan sensor glukosa

A. Biosensor Glukosa Generasi Pertama

Biosensor glukosa generasi pertama didasarkan pada keberadaan oksigen sebagai ko-substrat untuk memastikan regenerasi katalitik dari pusat FAD. Reaksi konsekuen ditunjukkan dalam persamaan:

GO x (FAD) + glukosaGO x

(FADH 2 ) + glukolakton

GO x (FADH 2 )+O 2 GO x (FAD) + H 2 O 2

Gambar 8.5. Sensor Glukosa Generasi Pertama

Sensorglukosa generasi pertama menghadapi dua masalah utama yaitu, kehadiran spesies elektroaktif dalam darah dan ketergantungan terhadap oksigen bebas sebagai mediator katalitik.

B. Biosensor Glukosa Generasi Kedua

Masalah utama yang dihadapi biosensor generasi pertama yaitu ketergantungannya terhadap oksigen mendorong munculnya biosensor glukosa generasi kedua. Pada biosensor glukosa generasi kedua, dilakukan penambahan ko-substrat menggantikan oksigen sebagai mediator yang mampu memfasilitasi transfer elektron dari pusat redoks enzim ke permukaan elektroda pada sistem sensor amperometrik. Mediator penerima elektron digunakan untuk memfasilitasi transfer elektron, re-oksidasi terjadi pada elektroda menghasilkan arus amperometri. Oksidase glukosa tidak langsung mentransfer elektron ke elektroda karena adanya lapisan protein tebal yang mengelilingi pusat flavin redoks.

Gambar 8.6. Sensor Glukosa Generasi Kedua

Sayangnya, masalah masih tetap bila menggunakan mediator. Mempertahankan kehadiran mediator dekat permukaan elektroda dan enzim sangat sulit, khususnya pada penggunaan yang relatif lama, sehingga membutuhkan metode yang rumit. Meskipun mediator bereaksi dengan enzim jauh lebih cepat daripada oksigen, kemungkinan oksigen terlarut juga bersaing dengan mediator, sehingga mengurangi efisiensi sistem dan menyebabkan terbentuknya hidrogen peroksida. Hal ini menyebabkan mediator dapat bereaksi dengan spesies gangguan dalam darah, sehingga mempengaruhi akurasi dan efisiensi dari sistem analitis.

C. Biosensor Glukosa Generasi Ketiga

Pada tipe ini, elektron secara langsung ditransfer dari enzim ke elektroda. Transfer elektron langsung mengubah peristiwa enzimatik glukosa menjadi sinyal amperometri Pada tipe ini, elektron secara langsung ditransfer dari enzim ke elektroda. Transfer elektron langsung mengubah peristiwa enzimatik glukosa menjadi sinyal amperometri

Gambar 8.7. Sensor Glukosa generasi Ketiga

D. Biosensor Glukosa Non-Enzimatik

Kebutuhan agar sensor glukosa yang lebih praktis menuntut munculnya sensor glukosa non-enzimatik yang mampu untuk langsung mengoksidasi glukosa dalam sampel. Walther Loeb adalah orang pertama yang menyelidiki sensor glukosa non-enzimatik dengan anoda timbal secara elektrokimia. Berbagai modifikasi pada elektroda adalah solusi untuk mengembangkan sensor glukosa non-enzimatik.

 Sensor Potensiometrik Glukosa Sensor potensiometri glukosa non-enzimatik menggunakan pelapis polimer asam

boronat ditunjukkan pada Gambar (B), menggambarkan apa yang terjadi pada gugus diol. Perbedaan potensial elektrokimia di seluruh membran polimer, sensitif terhadap perubahan pKa dari polimer sebagai akibat dari kompleksasi asam boronat-diol. Seperti boronat ditunjukkan pada Gambar (B), menggambarkan apa yang terjadi pada gugus diol. Perbedaan potensial elektrokimia di seluruh membran polimer, sensitif terhadap perubahan pKa dari polimer sebagai akibat dari kompleksasi asam boronat-diol. Seperti

Gambar 8.8. Hasil pengukuran glukosa secara potensiometri

 Sensor Voltametri Glukosa Dua unit asam boronat yangdikombinasikan selektif dengan sakarida dan

menghubungkannya dengan unit penghubung heksametilena yang sesuai untuk mendeteksi d-glukosa. Molekul seperti ini dapat dimanfaatkan untuk sensor glukosa elektrokimia dengan menempelkan unit ferrocenesecara voltametri (Gambar (B)). Mengganti unit ferrocene dengan piren sebagai fluorophore (Gambar (A) dapat mengakibatkan sebuah sensor optik dengan tulang punggung yang sama. Interaksi antara boronat dan amina tetangga membuat kerapatan elektron berkurang pada amina tetangga. Pengikatan molekul sakarida memperkuat ikatan antara asam boronat dan amina. Akibatnya, ion ferrosenium menjadi stabil dan tingkat destabilisasi lebih besar pada konsentrasi yang lebih tinggi dari sakarida, sehingga oksidasi ferrocene pada potensi yang lebih positif seperti yang digambarkan dalam Gambar (C). Gambar (D) menunjukkan menghubungkannya dengan unit penghubung heksametilena yang sesuai untuk mendeteksi d-glukosa. Molekul seperti ini dapat dimanfaatkan untuk sensor glukosa elektrokimia dengan menempelkan unit ferrocenesecara voltametri (Gambar (B)). Mengganti unit ferrocene dengan piren sebagai fluorophore (Gambar (A) dapat mengakibatkan sebuah sensor optik dengan tulang punggung yang sama. Interaksi antara boronat dan amina tetangga membuat kerapatan elektron berkurang pada amina tetangga. Pengikatan molekul sakarida memperkuat ikatan antara asam boronat dan amina. Akibatnya, ion ferrosenium menjadi stabil dan tingkat destabilisasi lebih besar pada konsentrasi yang lebih tinggi dari sakarida, sehingga oksidasi ferrocene pada potensi yang lebih positif seperti yang digambarkan dalam Gambar (C). Gambar (D) menunjukkan

Gambar 8.9. Hasil pengukuran glukosa secara Voltametri

Tabel 5. Aplikasi sensor glukosa non-enzimatik dengan metode kronoamperometri elektrokimia

Modifikasi Elektroda

Selektivitas (mA mM -1 cm -2 )

Batas deteksi (nM)

Au 3D GFEa

5x10 -3 - 10 Pt nanoporous

0.05 - 30 Au porous

2.0 - 20 Pt InvOpb

1x10 -3 - 10 Au macroporous film

2.0 - 10 Pt nanoporous

1.0 - 10

 Sensor Amperometri

Ada dua cara untuk mendeteksi glukosa secara amperometri, yaitu mendapatkan informasi menggunakan pulsa potensial terprogram atau untuk memantau arus pada potensial konstan datar. Deteksi amperometri berdenyut (PAD) dari glukosa dikembangkan untuk kromatografi cair atau aliran sistem injeksi. PAD karbohidrat pada elektroda Pt dalam media alkaline jarang terdeteksi dengan metode amperometri, Untuk PAD glukosa, elektroda Au memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dan batas deteksi lebih rendah daripada elektroda Pt dan direkomendasikan sebagai elektroda kerja untuk PAD. Bindra dan Wilson meningkatkan selektivitas metode PAD untuk glukosa dengan memodifikasi permukaan elektroda Au bekerja dengan Nafion dan kolagen.