Ekstraksi asam basa

4. Ekstraksi asam basa

Merupakan ekstraksi yang didasarkan pada sifat kelarutannya.Senyawa atau basa direaksikan dengan pereaksi asam atau basa sehingga terbentuk garam.Garam ini larut dalam air tetapi tidak larut dalam senyawa organic.

Salah satu teknik yang paling penting dalam kimia analitik adalah titrasi, yaitu penambahan secara cermat volume suatu larutan yang mengandung zat A yang konsentrasinya diketahui, kepada larutan kedua yang konsentrasinya belum diketahui, yang akan mengakibatkan reaksi antara keduanya secara kuantitatif. Selesainya reaksi yaitu pada titik akhir ditandai dengan semacam perubahan sifat fisis, misalnya warna campuran yang berekasi.Titik akhir dapat dideteksi dalam campuran reaksi yang tidak berwarna dengan menambahkan zat terlarut yang dinamakan indicator, yang mengubah warna pada titik akhir.

Koefisien Distribusi

Bila suatu zat terlarut membagi antara dua ciran yang tidak dapat campur , ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat terlarut dalam dua fasa. Nerst pertama kali memberikan pernyataan yang jelas mengenai hukum distribusi (1981), ia menunjukan bahwa suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan yang tak dapat campur sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasi pada kesetimbangan adalah pada suatu temperature tertentu sebagai berikut:

[] = tetap

[A] 1 menyatakan konsentrasi zat terlarut A dalam fase cair 1. Meskipun hubungan ini berlaku cukup baik dalam kasus-kasus tertentu, pada kenyataannya hubungan ini tidak eksak.Yang benar dalam pengertian termodinamika, angka banding aktifitas bukannya rasio konsentrasi yang seharusnya konstanta. Aktivitas suatu spesies kimia dalam satu fase memelihara suatu rasio konstan terhadap aktifitas spesies itu dalam fase cair yang lain:

�[ ] = kD

Dimana aA1 menyatakan aktivitas zat terlarut A dalam fase 1. Tetapan sejati kD A disebut koefisien distribusi dari spesies A. dalam perhitungan kira-kira yang memadai untuk banyak maksud dapatlah konsentrasi bukannya aktivitas digunakan dalam problem yang melibatkan nilai kD.

Kadang-kadang perlu atau disukai untuk memperhitungkan kompleks kimiawi dalam kesetimbangan ekstraksi. Misalnya, perhatikan distribusi as benzoat antara dua fase cair benzena dan air. Dalam fase air, asam benzoate terionisasi sebagian,

HBz + H 2 O → H 3 O + + Bz-

Dalam fase benzena, asam benzoat terdimerisasi sebagian oleh pengikatan dalam gugus karboksil,

2HBZ (HBZ) 2

Gambar 2.10. Dimerisasi asam benzoat

Tiap spesies khusus, HBz, Bz -- , (HBz) 2 , rumus akan mempunyai nilai k d sendiri yang khusus. Maka sistem air, benzena, dan asam benzoat dapat diberikan oleh tiga koefesien distribusi.

Ternyata kebetulan bahwa ion benzoat hampir keseluruhannya tetap berada dalam fase berair, dan dimer asam benzoat hanya dalam fase organik. Lagi pula, dalam eksperimen yang praktis, biasanya ahli kimia itu ingin mengetahui di mana “asam benzoat” itu berada, tak peduli apakah asam itu terionkan atau terdimerkan. Juga ia lebih berminat tentang banyaknya daripada tentang aktivitas termodinamiknya. Maka ia akan dilayani dengan lebih baik oleh suatu rumus yang menggabungkan kosentrasi semua spesies dalam kedua fase itu.

Angka banding D disebut rasio distribusi.Jelas bahwa D tak akan tetap konstan sepanjang jangka kondisi eksperimen. Misalnya, dengan naiknya pH fase berair D akan turun karena asam benzoat diubah menjadi ion benzoat, yang tak terekstrak ke dalam bezena. Penambahan elektrolit apa saja dapat mempengaruhi D dengan mengubah koefesien aktivitas. Tetapi, rasio distribusi berguna bila nilainya diketahui untuk seperangkat tertentu kondisi.

D=

Adsorpsi adalah suatu proses dimana molekul-molekul dari fasa gas atau cair terikat pada permukaan padatan atau cairan. Molekul-molekul yang terikat pada permukaan disebut adsorbat sedangkan substansi yang mengikat disebut adsorben. Definisi lain dari adsorpsi adalah akumulasi sejumlah molekul (senyawa, ion, maupun atom) yang terjadi pada batas antara dua fasa. Adsorpsi dapat terjadi di antara dua fasa seperti antara fasa cair-padat, fasa padat-gas dan antara fasa gas-cair.

Adsorpsi fisika dan kimia

Berdasarkan interaksi antara adsorben dan adsorbat, maka adsorpsi dapat dibedakan menjadi adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia (Oscik, 1982). Adsorpsi fisika melibatkan gaya van der Waals dan ikatan hidrogen. Pada adsorpsi fisika, molekul-molekul teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan ikatan yang lemah. Adsorpsi ini bersifat reversibel sehingga molekul-molekul yang teradsorpsi mudah dilepaskan kembali dengan cara menurunkan tekanan gas atau konsentrasi zat terlarut. Adsorpsi fisika dipengaruhi oleh polarisasi, tidak terjadi pemakaian bersama elektron antara adsorbat dengan permukaan, sehingga tidak ada perubahan yang berarti pada struktur elektronik adsorbat. Energi adsorpsi yang dihasilkan pada adsorpsi fisika <40 kJ/mol. Entalpi proses ini tidak cukup untuk terjadinya pemutusan ikatan sehingga spesies yang teradsorpsi secara fisika umumnya tetap utuh.

Adsorpsi kimia berlangsung hanya dalam satu lapisan monomolekuler, dan mempunyai ikatan sedemikian kuat, sehingga spesies aslinya tidak dapat ditemukan lagi (Oscik, 1982). Pada adsorpsi kimia, ada ikatan kimia secara langsung akibat pemakaian bersama elektron antara adsorbat dan permukaan, struktur elektronik adsorbat mengalami perubahan secara signifikan. Adsorpsi kimia menghasilkan panas adsorpsi lebih besar dari 40 kJ/mol (Anonim, 2011). Pada adsorpsi kimia, jumlah zat yang teradsorpsi akan semakin besar dengan naiknya temperatur dan untuk melepaskan kembali adsorbat dari permukaan adsorben diperlukan energi yang tinggi.

Adsopsi dalam larutan

Adsorpsi dalam suatu larutan lebih bersifat kompleks. Hal ini dikarenakan pada adsorpsi larutan, terdapat dua atau lebih komponen yang dapat membentuk lapisan rapat pada adsorben. Akan terjadi kompetisi antar molekul adsorbat dengan molekul pelarut untuk terikat pada adsorben. Interaksi yang kuat antar molekul pelarut dengan adsorben akan menurunkan adsorpsi zat terlarut.

Mekanisme sederhana dari adsorpsi dalam larutan pada suatu larutan biner dengan konsentrasi yang rendah dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut : (a) gaya yang bekerja antar molekul-molekul adsorbat dan permukaan adsorben, (b) gaya antar molekul pelarut dengan permukaan adsorben,

(c) gaya antar komponen larutan, yaitu antar molekul pelarut dengan adsorbat sebagai zat yang terlarut.

Khusus untuk gaya antar komponen larutan, gaya ini lebih dikenal dengan istilah polaritas. Polaritas dalam adsorpsi larutan dipengaruhi oleh berbagai hal. Salah satunya adalah polaritas dari adsorben, adsorbat maupun pelarut. Adsorben yang sifatnya polar cenderung lebih menyukai komponen yang bersifat polar. Oleh karenanya adsorbat polar dalam suatu pelarut non polar akan diadsorpsi lebih kuat oleh adsorben polar. Demikian pula sebaliknya, adsorbat non polar dalam pelarut polar diadsorpsi lebih kuat oleh adsorben non polar.

Gambaran dari gaya yang mempengaruhi mekanisme adsorpsi dalam suatu sistem larutan biner ditunjukkan pada Gambar 2.11.

Adsorpsi fasa gas Adsorpsi pada larutan biner

Permukaan adsorben Permukaan adsorben

Gambar 2.11. Gaya yang bekerja pada adsorpsi dalam larutan biner. Z adalah molekul

adsorbat, sedangkan S adalahmolekul pelarut (Oscik, 1982)