Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Krisis yang terjadi di Suriah saat ini tidak terlepas dari fonemena Arab Spring, yaitu suatu fenomena yang berawal dari peristiwa membakar diri yang dilakukan oleh Mohamed Bouazizi pada 26 Desember 2010 di Tunisia. Bouazizi melakukan hal tersebut sebagai protes atas penyitaan gerobak dagangannya untuk kesekian kalinya oleh polisi. Kisah mengenai kemiskinan dan perjuangan tersebut bergaung diseluruh negeri yang memicu demonstrasi besar untuk memprotes tingginya biaya hidup, pengangguran dan pembatasan hak berserikat kepada diktator Tunisia, Zein El Abidine Ben Ali. Peristiwa serupa kemudian menular ke Mesir, Libia, Yaman, dan Suriah. Demonstrasi menuntut perubahan muncul dan mampu menumbangkan rezim- rezim yang berkuasa di Tunisia, Mesir dan Libia. Sementara rezim penguasa Suriah, Bashar al-Assad hingga permasalahan ini dibahas belum mampu ditumbangkan dan demostrasi terhadap Assad berubah menjadi perang saudara. 1 Perang saudara di Suriah berawal dari penahanan terhadap 15 anak-anak sekolah yang menuliskan graffiti “rakyat ingin menggulingkan rezim” al-sha’b yurid isqat al-nizam di kota Derra yang tidak jauh dari perbatasan Jordania. Protes kemudian muncul pada 18 Maret 2011 yang menuntut pembebasan anak-anak 1 Mandel Daniel, ”False Dawn: The Arab Spring,” Institute of Public Affairs Review: A Quarterly Review of Politics and Public Affairs, Volume 64, Issue 4, Desember 2012, hal 25-27. tersebut, peristiwa tersebut memicu unjuk rasa tidak hanya di kota Derra, namun juga di kota lain seperti Damaskus, Homs, Hama, Idlib, dan Aleppo. Demonstrasi di Suriah yang dimulai tahun 2011 tersebut kini menjadi peristiwa perang yang anarkis antara pihak pemerintahan Bashar dan pihak oposisi. Warga sipil Suriah yang muncul tanpa senjata saat demonstrasi kemudian beradaptasi dengan kondisi yang kacau dengan membangun kekuatan militer sehingga menjadi aktor politik dan militer yang bertarung dengan pemerintah yang berkuasa di Suriah. 2 Suriah telah berubah menjadi medan tempur yang menyeramkan. Menurut Komisioner tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB di bidang Hak Asasi Manusia HAM Navi Pillay, pada awal 2013, perang saudara tersebut telah menewaskan lebih dari 60.000 jiwa. 3 Menurut Pillay, situasi di Suriah semakin memburuk dan bertambahnya korban jiwa juga disebabkan oleh kelompok bersenjata antipemerintah dan meluasnya kejahatan serius serta kejahatan perang, khususnya kejahatan kemanusiaan oleh kedua belah pihak yang bertikai. 4 Pejabat Komisi Tinggi PBB Urusan Pengungsi, Antonio Guterres mengungkapkan pengungsi Suriah yang lari dari negaranya menuju negara tetangga sudah mencapai 1 juta jiwa. Sedangkan pengungi di dalam negeri mencapai 5 juta-10 juta jiwa. Selain itu, sistem medis di Suriah telah 2 Philippe Droz Vincent. ““State of Barbary” Take Two: From the Arab Spring to the Return of Violence in Syria,” Middle East Journal, volume 68, no.1, winter 2014, hal 57. 3 “Data suggests Syria death toll could be more than 60,000, says UN human rights office,” UN News Centre, 2 Januari 2013, tersedia di: http:www.un.orgappsnewsstory.asp?NewsID=43866.U3lY0tKSySo diunduh pada 19 Mei 2014. 4 Ibid. ambruk dan sepertiga rumah sakit sudah tidak layak beroperasi, serta banyak tenaga medis yang ditahan dan bantuan medis kerap tidak sampai tujuan. 5 Sedangkan kondisi perekonomian Suriah menurut ekonom Suriah, Jihad Yazigi telah berubah drastis, aktivitas perekonomian yang selama ini ada telah rusak dan mengalami kekacauan. Para pelaku ekonomi juga telah hengkang karena ketidakamanan, produksi terhenti total di banyak tempat karena aset serta infrastruktur yang rusak parah. Pengangguran meningkat lebih dari 50 persen dan setengah dari populasi berada dalam garis kemiskinan. Produksi Domestik Bruto PDB Suriah anjlok 33 persen sejak tahun 2010. Hal ini diperburuk lagi dengan sanksi internasional yang melarang transaksi internasional dengan Suriah serta pembekuan asset-aset Suriah di luar negeri. Kerusakan ekonomi Suriah tersebut membutuhkan sekitar 30 tahun untuk pulih seperti tahun 2010 dengan syarat pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 persen. 6 Menurut Yazigi, perekonomian yang ada saat ini adalah kegiatan ekonomi perang yang berupa penyelundupan dan penjualan barang-barang kebutuhan dasar dengan harga mahal. Selain itu, perampokan, penculikan, dan pungutan liar di pos- pos pemeriksaan perbatasan. Penguasaan ladang-ladang minyak secara ilegal menjadi penghidupan bagi mereka yang berkuasa di tengah negara yang berjalan dengan hukum rimba. Hal ini membuka jaringan bisnis baru beberapa kelompok pengusaha 5 Musthafa Abd. Rahman, “Dua Tahun Revolusi Suriah: Politik Terseok, Derita Berlanjut”, Harian Kompas, 10 Maret 2013, hal 10. 6 Jihad Yazigi, “Syria‟s War Economy,” European Council On Foreign Relations, Volume 97, April 2014, hal 1. maupun individu yang meraih keuntungan dari perang. Lembaga-lembaga baru muncul dan berkembang serta meraih keuntungan dari perang. 7 Berbagai usulan politik telah ditawarkan untuk mengakhiri perang saudara di Suriah, namun upaya-upaya tersebut belum ada yang menuai hasil. Mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB Kofi Annan yang juga merupakan Utusan Khusus PBB dan Liga Arab untuk Suriah, Maret-Agustus 2012, akhirnya mengundurkan diri karena frustasi. 8 Upaya mantan Menteri Luar Negeri Aljazair Lakhdar Brahimi yang menggantikan Kofi Annan juga belum menuai hasil hingga skripsi ini ditulis. 9 Pada Konferensi Tingkat Tinggi KTT Liga Arab di Doha, Qatar pada 26 Maret 2013 dalam salah satu rekomendasinya memutuskan untuk memberi hak kepada setiap negara anggota Liga Arab memasok bantuan alat pertahanan diri serta senjata kepada kubu oposisi Suriah. Pada KTT tersebut kursi delegasi pemerintah Suriah juga diberikan kepada pihak oposisi yang dihadiri oleh ketua Koalisi Nasional Suriah SNC, Moaz al-Khatib. 10 Keputusan Liga Arab ini menuai kritik dari Duta Besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin yang mengatakan bahwa Liga Arab menyimpang dari upaya penyelesaian politik di Suriah. Churkin juga menyayangkan 7 Ibid. hal 4-5. 8 Dua Tahu ‘e olusi “uriah, Politik Terseok, Derita Berla jut, Harian Kompas, 10 Maret 2013, hal 10. 9 Ibid. 10 Doha su it gi es Arab states right to ar “yria rebels, Al Arabiya News, 26 Maret 2013, tersedia di http:english.alarabiya.neten20130326Arab-league-member-states-have-the-right- to-provide-military-assistance-to-Syrian-rebels.html; diunduh pada 18 Mei 2014. keputusan Liga Arab memberikan kursi delegasi Suriah pada SNC, menurutnya keanggotaan Suriah di Liga Arab belum hilang, namun hanya dibekukan. 11 Kebijakan Liga Arab tersebut bertentangan dengan upaya penyelesaian konflik secara damai. Dari kondisi Suriah tergambar jelas bahwa tentara pemerintah maupun oposisi sama-sama bertindak diluar rasa kemanusiaan. Hal ini terlihat dari kerusakan dan kehancuran infrastruktur, bangunan rumah, sekolah, rumah sakit, maupun fasilitas umum, demikian banyak tersebar di hampir seluruh penjuru kota Suriah. Korban tewas dan kehancuran Suriah pun akan terus berlanjut selama perang masih berkecamuk. 12 Selain itu, jika pihak oposisi Suriah berhasil menggulingkan rezim yang berkuasa dengan kekerasan maka tidak lantas permasalahan akan langsung selesai. Profesor pada Naval Postgraduate School, Glenn Robinson berpendapat bahwa jika pemberontak Suriah menang, maka mereka akan melakukan balas dendam dan memalukan demokrasi serta liberalisme. Sejalan dengan Robinson, Peneliti senior University of Notre Dame’s Kroc Institute for International Peace Study, Madhav Joshi mengungkapkan bahwa kemenangan militer dalam perang sipil mempunyai dampak yang sangat berbahaya. Menurut Joshi, pihak pemenang akan berusaha untuk 11 “Russia criticizes Arab League over Syria seat”, Aljazeera, 28 Maret 2013, tersedia di: http:www.aljazeera.comnewseurope2013032013328173751138369.html diunduh pada 20 Mei 2014 12 Trias Kuncahyono, “Suriah Dua Tahun Berlalu,” Harian Kompas, 15 Maret 2013, hal 10. menyingkirkan pihak lain dari pemerintahan dengan kekuatan militernya dari pada berusaha untuk bekerja sama dengan musuhnya dalam perang. 13 Dengan melihat fenomena seperti ini maka Liga Arab yang bertindak sebagai organisasi regional yang salah satu anggotanya mengalami perang saudara yang berlarut-larut menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut mengenai kebijakannya untuk mendukung salah satu pihak yang bertikai. Mengapa Liga Arab memberi hak kepada anggotanya untuk memasok senjata kepada pihak oposisi Suriah? Bukankah ini akan memperburuk perang saudara yang tengah berkecamuk? Mengapa Liga Arab memberikan dukungan pada salah satu pihak saja dalam penyelesaian konflik yang terjadi di Suriah yang telah berlarut larut?

B. Pertanyaan Penelitian