Tingkah Laku Sosial Anak Prasekolah Saat Menjalani Rawat Inap di RB4 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
TINGKAH LAKU SOSIAL ANAK PRASEKOLAH SAAT
MENJALANI RAWAT INAP DI RB4 RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN
SKRIPSI
Oleh
Tati Febrianti 091121001
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
(3)
PRAKATA
Bismillahirrahmannirrahim,
Alhamdulillah segala Puji bagi Allah yang telah memberikan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Tingkah Laku Sosial Anak Prasekolah Saat Menjalani Rawat Inap di RB4 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan kesulitan, namun berkat hidayat Allah dan bimbingan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak sehingga kesulitan tersebut dapat teratasi. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU 2. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kp, Ns. M.Kep, selaku dosen pembimbing I
proposal dan skripsi
3. Ibu Erniyati, S.Kp. MNS, selaku dosen Pembimbing II proposal dan skripsi 4. Ibu Evi karota Bukit, S.Kp, MNS selaku dosen penguji proposal dan skripsi 5. Bapak dr. M. Nur Rasyid Lubis, SpB, FINACS selaku Direktur RSUP H.
Adam Malik Medan yang telah memberi izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan
6. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Almarhum T. Suardi Zaib dan ibunda Ida Paulina yang selalu mendoakan penulis, memberi dorongan baik moril maupun materil, pengorbanan dan perjuangan ibunda setiap tetesan keringat
(4)
telah menjadikan motivasi dan dorongan kuat dalam menggapai kesuksesan penulis
7. Terima kasih kepada abangku Dian Syahputra SH, dan kakakku Susi Lawati SH beserta keluarga atas support dan semangat yang selalu diberikan
8. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman Fkep ’09 jalur B yang telah banyak memberi masukan, berbagi ilmu, support serta semangat yang selalu kalian berikan pada penulis.
Kiranya Tuhan yang akan membalas setiap kebaikan semua pihak yang telah menolong penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Medan, Desember 2010
Peneliti
(5)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PRAKATA ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
ABSTRAK ... x
BAB 1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1
2. Rumusan masalah ... 3
3. Pertanyaan penelitian ... 3
4. Tujuan penelitian ... 3
3.1. Tujuan Umum ... 3
3.2. Tujuan Khusus ... 3
5. Manfaat penelitian ... 3
5.1. Praktek Keperawatan ... 3
5.2. Pendidikan Keperawatan ... 4
5.3. Riset Keperawatan ... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Perkembangan Anak Prasekolah ... 5
1.1. Definisi Anak ... 5
(6)
1.3. Perkembangan Anak Prasekolah ... 5
1.3.1. Perkembangan Kepribadian ... 6
1.3.2. Perkembangan Mental... 7
1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan ... 8
1.4.1. Keturunan ... 8
1.4.2. Nutrisi ... 8
1.4.3. Hubungan Interpersonal ... 9
1.4.4. Tingkat Sosioekonomi ... 9
1.4.5. Penyakit ... 10
1.4.6. Bahaya Lingkungan ... 10
1.4.7. Stres Pada Masa Anak-Anak ... 10
1.4.8. Pengaruh Media Masa ... 11
2. Rawat Inap (Hospitalisasi) ... 12
2.1. Pengertian ... 12
2.2. Efek Rawat Inap ... 12
2.3. Tingkah Laku Anak Saat Menjalani Rawat Inap Serta Stresor dan Reaksi Anak ... 14
2.4. Memaksimalkan Manfaat dari Rawat Inap ... 18
2.5. Merawat Anak Selama Rawat Inap ... 19
2.6. Asuhan Keperawatan Pada Anak Yang di Rawat Inap 20 BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL 1. Kerangka Konsep ... 26
(7)
BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian ... 28
2. Populasi dan Sampel ... 28
2.1. Populasi ... 28
2.2. Sampel... 28
3. Lokasi dan Waktu Penelitian... 29
3.1. Lokasi Penelitian ... 29
3.2. Waktu Penelitian ... 29
4. Pertimbangan Etik ... 29
5. Instrumen Penelitian ... 30
6. Validitas Instrumen Penelitian ... 32
7. Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 33
8. Pengumpulan Data ... 33
9. Analisa Data ... 34
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 36
2. Pembahasan ... 41
BAB 6. KESIMPULAN SARAN 1. Kesimpulan ... 47
2. Saran ... 48
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Distribusi karakteristik anak prasekolah ………..………... 37 Tabel 1.2.1Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat
inap, pengamatan 1…...……….... 38 Tabel 1.2.2 Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat
inap, pengamatan 2 .……….... 39 Tabel 1.2.3 Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat
(9)
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lembar persetujuan menjadi responden
2. Instrumen penelitian
3. Surat ijin penelitian dari pendidikan ke RSUP H. Adam Malik Medan.
4. Surat balasan dari RSUP H. Adam Malik Medan ke pendidikan.
5. Hasil uji validitas
6. Hasil uji reabilitas
7. Lembar jadwal penelitian
8. Taksasi dana
(10)
Judul : Tingkah Laku Sosial Anak Prasekolah Saat Menjalani Rawat Inap di RB4 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan
Nama : Tati Febrianti
Nim : 091121001
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2010
Abstrak
Tingkah laku sosial adalah tindakan yang dilakukan oleh anak yang dapat diamati, berupa reaksi terhadap lingkungan. Tingkah laku menekankan proses interaksi antara stimulus dan respon yang biasa berupa pikiran, perasaan, atau gerakan. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 RSUP H. Adam Malik Medan.
Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2010. Jenis penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Cara pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik convinience sampling dengan jumlah sampel 31 anak.
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap mengalami fase protes, fase putus asa dan fase pelepasan. anak yang mengalami fase protes pada pengamatan pertama 38,7%, kedua 19,4% dan ketiga 12,9%. Anak yang mengalami fase putus asa pada pengamatan pertama 45,2%, kedua 25,8% dan ketiga 16,1%. Anak yang mengalami fase pelepasan pada pengamatan pertama 32,3%, kedua 22,6% dan ketiga 19,4%.
Untuk itu diharapkan perawat dapat memberikan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi yang dibutuhkan oleh anak, yaitu menyiapkan anak untuk dirawat, mencegah atau meminimalkan perpisahan, meminimalkan kehilangan pengendalian, mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh dan nyeri sehingga dapat menghindari akan dampak rawat inap pada anak.
(11)
Judul : Tingkah Laku Sosial Anak Prasekolah Saat Menjalani Rawat Inap di RB4 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan
Nama : Tati Febrianti
Nim : 091121001
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2010
Abstrak
Tingkah laku sosial adalah tindakan yang dilakukan oleh anak yang dapat diamati, berupa reaksi terhadap lingkungan. Tingkah laku menekankan proses interaksi antara stimulus dan respon yang biasa berupa pikiran, perasaan, atau gerakan. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 RSUP H. Adam Malik Medan.
Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2010. Jenis penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Cara pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik convinience sampling dengan jumlah sampel 31 anak.
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap mengalami fase protes, fase putus asa dan fase pelepasan. anak yang mengalami fase protes pada pengamatan pertama 38,7%, kedua 19,4% dan ketiga 12,9%. Anak yang mengalami fase putus asa pada pengamatan pertama 45,2%, kedua 25,8% dan ketiga 16,1%. Anak yang mengalami fase pelepasan pada pengamatan pertama 32,3%, kedua 22,6% dan ketiga 19,4%.
Untuk itu diharapkan perawat dapat memberikan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi yang dibutuhkan oleh anak, yaitu menyiapkan anak untuk dirawat, mencegah atau meminimalkan perpisahan, meminimalkan kehilangan pengendalian, mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh dan nyeri sehingga dapat menghindari akan dampak rawat inap pada anak.
(12)
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tingkah laku anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak belum mampu mengendalikan emosi atau perasaannya dan belum mempunyai tanggung jawab yang besar. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak yang mengalami masalah kesehatan juga sangat mempengaruhi proses perkembangannya (Mar’at, 2006).
Lingkungan rumah sakit dapat menyebabkan stres dan kecemasan pada anak terutama pada tingkah laku anak. Ada anak yang dirawat di rumah sakit akan muncul tantangan-tantangan yang harus dihadapinya seperti mengatasi suatu perpisahan, penyesuaian dengan lingkungan yang asing baginya, penyesuaian dengan banyak orang yang mengurusinya, dan kerap kali harus berhubungan dan bergaul dengan anak-anak yang sakit serta pengalaman mengikuti terapi yang menyakitkan (Murniasih, 2009).
Di Amerika, populasi anak yang dirawat di rumah sakit menurut Wong (2001, dikutip dari Murniasih, 2009), mengalami peningkatan yang sangat dramatis. Persentase anak yang dirawat dirumah sakit saat ini mengalami masalah yang lebih serius dan kompleks dibandingkan kejadian hospitalisasi pada tahun-tahun sebelumnya.
Mc Cherty dan Kozak dalam Murniasih (2009), mengatakan hampir empat juta anak dalam satu tahun mengalami rawat inap. Rata-rata anak mendapat
(13)
perawatan selama enam hari. Selain membutuhkan perawatan yang spesial dibanding pasien lain, anak sakit juga mempunyai keistimewaan dan karakteristik tersendiri karena anak-anak bukanlah miniatur dari orang dewasa atau dewasa kecil. Dan waktu yang dibutuhkan untuk merawat penderita anak-anak 20-45% lebih banyak daripada waktu untuk merawat orang dewasa.
Persiapan anak sebelum dirawat di rumah sakit didasarkan pada adanya asumsi bahwa ketakutan akan sesuatu yang tidak diketahui akan menjadi ketakutan yang nyata. Selama anak dirawat di rumah sakit, berbagai tingkah laku anak yang menunjukkan sebagai reaksi terhadap pengalaman rawat inap. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang dimilikinya (Nursalam, 2005).
Berdasarkan data yang didapatkan dari Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, dari bulan April 2009 sampai dengan bulan Maret 2010 jumlah anak yang dirawat adalah 1.810 orang sedangkan jumlah anak prasekolah sebanyak 125 orang, dengan persentase 6,9%. Pada bulan Maret 2010 jumlah anak prasekolah yang dirawat sebanyak 7 orang.
Berdasarkan alasan diatas peneliti tertarik mengangkat masalah tersebut untuk mengetahui tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap.
(14)
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan.
3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana tingkah laku anak prasekolah saat menjalani rawat inap di rumah sakit.
4. Tujuan Penelitian 4.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan.
4.2 Tujuan Khusus
4.2.1 Mengidentifikasi karakteristik responden
4.2.2 Mengidentifikasi tingkah laku sosial anak prasekolah pada fase protes, fase putus asa dan fase pelepasan.
5. Manfaat Penelitian 5.1 Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi petugas kesehatan, khususnya perawat anak di rumah sakit tentang hal tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap.
(15)
5.2 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah pengetahuan mahasiswa dalam mata kuliah keperawatan anak dan memahami tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di rumah sakit.
5.3 Riset Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan fakta yang ada tentang tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di rumah sakit sehingga berguna bagi penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama.
(16)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Perkembangan Anak Todler dan Anak Preschool
1.1 Definisi Anak
Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
Menurut Wong (2008), anak prasekolah adalah anak yang mempunyai rentang usia tiga sampai enam tahun.
1.2 Definisi Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses pematangan. Menurut nursalam (2005) perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur atau fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi.
(17)
1.3 Perkembangan Anak Prasekolah
Menurut Wong (2008), perkembangan anak prasekolah dibagi atas perkembangan kepribadian dan fungsi mental.
1.3.1 Perkembangan Kepribadian
Perkembangan kepribadian terdiri dari: a. Perkembangan Psikososial
Tinjauan Erikson dalam Muscari (2005) masalah psikososial, mengatakan krisis yang dihadapi anak pada usia antara 3 dan 6 tahun disebut “inisiatif versus rasa bersalah”. Dimana orang terdekat anak usia prasekolah adalah keluarga, anak normal telah menguasai perasaan otonomi, anak mengembangkan perasaan bersalah ketika orang tua membuat anak merasa bahwa imajinasi dan aktivitasnya tidak dapat diterima.
Anak usia prasekolah adalah pelajar yang enerjik, antusias dan pengganggu dengan imajinasi yang aktif. Kesadaran moral mulai berkembang. Mulai menggunakan alasan sederhana dan dapat menoleransi penundaan kepuasaan dalam periode yang lama.
Pengalaman anak selama periode usia prasekolah umumnya lebih menakutkan dibandingkan dengan periode usia lainnya, rasa takut yang umumnya terjadi antara lain adalah; kegelapan, ditinggal sendiri terutama pada saat menjelang tidur, binatang terutama binatang yang besar, hantu,
(18)
mutilasi tubuh, nyeri dan objek serta orang-orang yang berhubungan dengan pengalaman yang menyakitkan
Perasaan takut anak usia prasekolah mudah muncul dan berasal dari tindakan dan penilaian orang tua. Memberikan anak tidur dengan lampu tetap menyala dan menganjurkan bermain untuk menghalau rasa takut dengan boneka atau mainan lain. Menghadapkan anak dengan objek yang membuatnya takut dalam lingkungan yang terkendali.
b. Perkembangan Psikoseksual
Pada tahap ini anak prasekolah termasuk pada tahap falik, dimana masa ini genital menjadi area tubuh yang menarik dan sensitif.
1.3.2 Perkembangan Mental
Menurut Wong (2008), pada perkembangan kognitif salah satu tugas yang berhubungan dengan periode prasekolah adalah kesiapan untuk sekolah dan pelajaran sekolah. Disini terdapatnya fase praoperasional (Piaget) pada anak usia 3-5 tahun. Fase ini meliputi fase prakonseptual pada usia 2-4 tahun, dan fase pikiran intuitif pada usia 4-7 tahun. Salah satu transisi utama selama kedua fase adalah perpindahan dari pikiran egosentris total menjadi kesadaran sosial dan kemampuan untuk mempertimbangkan sudut pandang orang lain.
Selama periode prasekolah proses individualisasi-perpisahan sudah komplit. Anak prasekolah telah mengatasi banyak ansietas yang
(19)
berhubungan dengan orang asing dan ketakutan akan perpisahan pada tahun-tahun sebelumnya (Wong, 2008).
Pada anak prasekolah mulai belajar praktik keagamaan, perhiasan kecil dan simbol mulai memiliki arti praktis bagi anak prasekolah. Tuhan dilihat dalam istilah manusia, tuhan dipahami sebagai bagian dari alam (seperti halnya pohon, bunga, dan sungai). Kejahatan dapat dibayangkan dengan istilah menyeramkan, seperti monster atau setan.
1.4 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Menurut Wong (2008), ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan yaitu: keturunan, nutrisi, hubungan interpersonal, tingkat sosioekonomi, penyakit, bahaya lingkungan, stres pada masa kanak-kanak dan pengaruh media.
1.4.1 Keturunan
Dalam semua budaya, sikap dan harapan berbeda sesuai dengan jenis kelamin anak. Jenis kelamin dan determinan keturunan sangat kuat mempengaruhi hasil akhir pertumbuhan dan laju perkembangan untuk mendapatkan hasil akhir tersebut. Pada dimensi kepribadian dapat kita lihat seperti temperamen, tingkat aktivitas, koresponsifan, dan kecendrungan ke arah rasa malu, diyakini dapat diturunkan. Anak yang mengalami gangguan mental atau fisik yang diturunkan akan mengubah
(20)
atau mengganggu pertumbuhan emosi, fisik dan interaksi anak dengan ingkungan sekitar.
1.4.2 Nutrisi
Faktor diet mengatur pertumbuhan pada semua tahap perkembangan, dan efeknya ditunjukkan pada cara yang beragam dan rumit. Selama periode pertumbuhan pranatal yang cepat, nutrisi buruk dapat mempengaruhi perkembangan dari waktu implantasi ovum sampai kelahiran. Selama masa bayi dan anak-anak, kebutuhan kalori dan protein lebih tinggi dibandingkan pada setiap periode perkembangan pascanatal. Nafsu makan anak akan berfluktuasi sebagai respon terhadap keberagaman sampai ledekan pertumbuhan turbulen di masa remaja.
1.4.3 Hubungan Interpersonal
Pada masa anak-anak, hubungan dengan orang terdekat memainkan peran penting dalam perkembangan, terutama dalam perkembangan emosi, intelektual, dan kepribadian. Anak yang melakukan kontak dengan orang lain dapat memberikan pengaruh pada anak yang sedang berkembang, tetapi dengan luasnya rentang kontak dapat menjadi pelajaran dalam perkembangan kepribadian yang sehat.
(21)
1.4.4 Tingkat Sosioekonomi
Keluarga dengan perekonomian yang rendah mungkin kurang memiliki pengetahuan atau sumber daya yang diperlukan untuk memberikan lingkungan yang aman, menstimulasi dan kaya nutrisi yang membantu perkembangan optimal anak. Pada keluarga yang sosioekonomi yang rendah tidak mampu memenuhi nutrisi yang lengkap untuk anaknya sehingga dapat mempengaruhi proses perkembangan anak karna gizi yang
masuk tidak memenuhi kebutuhan anak.
1.4.5 Penyakit
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan adalah salah satu manifestasi klinis dalm sejumlah gangguan herediter. Gangguan pertumbuhan pada anak-anak terutama terlihat pada gangguan skeletal, seperti berbagai bentuk dwarfisme dan sedikitnya satu anomaly kromosom. Gangguan pada pencernaan dan gangguan absorpsi nutrisi tubuh pada anak akan memberi efek merugikan pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
1.4.6 Bahaya Lingkungan
Agen berbahaya yang paling sering dikaitkan dengan resiko kasehatan adalah bahan kimia dan radiasi. Air dan udara serta makanan yang terkonta minasi dari berbagai sumber telah didokumentasikan dengan
(22)
baik. Inhalasi asap rokok secara pasif oleh anak sangat berbahaya dalam proses perkembangan anak.
1.4.7 Stres Pada Masa Kanak-Kanak
Dari sudut pandang fisiologis dan dan emosi pada intinya stres adalah ketidak seimbangan antara tuntutan lingkungan dan sumber koping individu yang mengganggu ekuilibrium individu tersebut (Masten dkk, 1988). Pada anak tampak lebih rentan mengalami stres bila dibandingkan dengan yang lain. Respon tehadap stresor dapt berupa perilaku, psikologis, atau fisiologis. Dengan adanya stres tersebut maka akan terbentuk strategi koping yang dapat melindungi dirinya dalam menghadapi stres. Kontak fisik dengan anak dapat menyamankan dan menenangkan anak. Menggendong, menyentuh atau memeluk anak menimbulkan relaksasi dan kenyamanan serta memfasilitasi komunikasi. Melakukan rekreasi atau jalan-jalan serta pemajanan anak pada pengaruh positif dapat membantu membangun kekuatan dan keamanan anak.
1.4.8 Pengaruh Media Masa
Media dapat memperluaskan pengetahuan anak tentang dunia tempat mereka hidup dan berkontribusi untuk mempersempit perbedaan anatar-kelas. Namun media juga sangat besar pengaruhnya terhadap
(23)
perkembangan anak, karena anak masa kini terpikat seperti pada beberapa decade lalu (Rowitz, 1996). Anak-anak masa kini lebih cendrung memilh media dan figur olah raga sebagai model peran ideal mereka, sedangkan di masa lalu anak lebih suka meniru orang tua atau walinya. Media masa yang dapt mempengaruhi perkembangan anatara lain dapat berupa materi bacaan/buku, film, dan televisi.
Menurut Nuryanti (2008), faktor penghambat penyelesaian tugas perkembangan yaitu tingkat perkembangan anak yang mundur, tidak mendapat kesempatan yang cukup untuk belajar dan tidak mendapat bimbingan dan arahan yang tepat, tidak ada motivasi, kesehatan yang buruk, cacat tubuh, dan tingkat kecerdasan yang rendah.
2. Rawat Inap (Hospitalisasi) 2.1 Pengertian
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, rawat inap adalah perawatan pasien dengan menginap atau dirumah sakit.
Menurut Steven (2000, dalam Manurung, 2009), rawat inap adalah adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab yang bersangkutan dirawat disebuah institusi seperti di rumah sakit perawatan. Tingkah laku dari pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dikenal dari kelemahan untuk berinisiatif, kurang atau tidak ada perhatian tentang hari depan, tidak bermain atau ada daya tarik, kurang perhatian tentang cara berpakaian dan segala
(24)
sesuatu yang bersifat pandangan luas, ketergantungan dari orang-orang yang membantunya.
2.2 Efek Rawat Inap (Hospitalisasi) Pada Anak
Menurut Wong (2008), anak-anak dapat bereaksi terhadap hospitalisasi sebelum masuk, selama dirawat dan bahkan setelah pemulangan. Konsep sakit yang dimiliki anak bahkan lebih penting dibandingkan usia dan kematangan intelektual dalam memperkirakan tingkat kecemasan sebelum dirawat. Hal ini dipengaruhi oleh durasi kondisi dan atau sebelum dirawat dan bahkan bisa juga tidak.
a. Faktor Risiko Individual
Anak pedesaan menunjukkan tingkat kekacauan psikologis yang lebih besar secara signifikan dari pada anak kota, karena anak kota memiliki kesempatan untuk mengenal rumah sakit setempat (Gillis, 1990). Perpisahan merupakan masalah penting seputar rawat inap bagi anak-anak yang lebih muda. Perawat harus mewaspadai anak yang pasif karena dapat mengalami perubahan dan permintaan, anak ini perlu dukungan lebih banyak dari pada anak yang pasif. Gangguan emosional jangka panjang lanjutan dipengaruhi oleh lama dan jumlah masuk rumah sakit dan jenis praktik rumah sakit. Kunjungan keluarga yang sering dapat mengurangi efek merugikan. Pengalaman nyeri anak menentukan bagaimna rawat inap dialami secara keseluruhan.
(25)
b. Perubahan Pada Populasi Pediatrik
Anak yang dirawat inap saat ini memilki masalah yang lebih serius dan komplek dari pada anak yang dirawat di masa lalu. Pengalaman sebelumnya dan pengenalan terhadap peristiwa-peristiwa medis yang berkaitan dengan rawat inap tidak mengurangi ketakutan dalam diri anak (Hart dan Bossert, 1994). Rencana pemulangan menjadi lebih lama karena kompleksnya asuhan medis dan keperawatan, diagnosis yang sulit, masalah psikososial yang rumit, dan sumber daya komunitas yang tidak konsisten (Wells dkk, 1994). Konsekuensi membahayakan dari rawat inap yang lama dapat semakin buruk.
c. Keuntungan Hospitalisasi (rawat inap)
Rawat inap dapat memberi kesempatan pada anak-anak untuk mengatasi stres dan merasa kompeten dalam kemampuan koping mereka. Lingkungan rumah sakit dapat memberikan pengalaman sosialisasi yang baru bagi anak yang dapat memperluas hubungan interpersonal mereka. Strategi keperawatan juga harus di perhatikan agar anak dapat bersosialisasi dengan sesamanya.
Hampir satu abad setelah Dr. Armstrong mengekspresikan kekhawatirannya mengenai efek emosional rawat inap pada anak, komite Curtis (MOH, 1946) mengklaim bahwa dua dari elemen yang paling mempengaruhi anak yang sedang sakit adalah perpisahan dan lingkungan
(26)
yang tidak dikenalnya. Namun kadang kala sebelum klaim tersebut disadari, laporan ini juga berlaku untuk anak dirumah sakit, yang situasinya tidak hanya menyebabkan perpisahan dari keluarga, dan lingkungan yang tidak dikenalnya, tetapi juga menambah stres akibat pengalaman nyeri dan membuat stres (Basfort & slevin, 2006).
2.3 Tingkah Laku Anak Saat Menjalani Rawat Inap Beserta Stresor dan Reaksi Anak
Anak akan menunujukkan berbagai tingkah laku sosial sebagai reaksi terhadap pengalaman rawat inap. Menurut Robert (2000), tingkah laku mengarah ke moral (baik buruk), seperti cara kita bersikap dan berbicara serta bergaul dengan anak,semuanya akan ditangkap secara perlahan-lahan dan simulatif. Menurut Thorndike dalam Muhibin Syah (2006) tingkah laku adalah menekankan pada proses interaksi antara stimulus dan respon yang biasanya berupa pikiran, perasaan atau gerakan. Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keaneka ragaman perasaan. Seperti takut, marah, sedih, gembira, senang, benci, was-was dan juga dapat dianggap sebagai perwujudan dari perilaku belajar.
Menurut Sarwono (1983, dalam Sunaryo, 2004), ciri-ciri prilaku manusia yang membedakan dari makhluk lain adalah kepekaan sosial (perilaku atau tingkah laku sosial), kelangsungan perilaku, orientasi pada tugas, usaha dan perjuangan, tiap individu adalah unik. Menurut kamus bahasa Indonesia
(27)
perilaku sosial adalah tanggapan, reaksi individu (anak) terhadap rangsangan atau lingkungan dan berkenaan dengan masyarakat.
Stresor utama dari rawat inap antara lain adalah perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh, dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan mereka, pengalaman mereka sebelumnya dengan penyakit, perpisahan, atau hospitalisasi (rawat inap).
a. Cemas Akibat Perpisahan
Stresor utama dari masa usia prasekolah adalah kecemasan akibat perpisahan, disebut juga depresi anaklitik (Wong, 2008). Perilaku (tingkah laku) utama sebagai respon terhadap stresor ini selama masa prasekolah adalah terjadinya fase protes, putus asa, pelepasan/ adaptasi.
Menurut Wong (2008), selama fase protes, anak bereaksi secara agresif terhadap perpisahan dengan orang tua. Mereka menangis dapat terus berlangsung hanya berhenti bila lelah dan berteriak memanggil orang tua mereka, menolak perhatian dari orang lain, dan kedudukan mereka tidak dapat ditenangkan, perilaku lain yang diobserfasi yaitu anak menyerang orang asing secara verbal (misal, “pergi”), menyerang orang asing secara fisik (misal; menendang, menggigit, memukul, mencubit). Anak mencoba kabur untuk mencari orang tuanya, mencoba menahan orang tuanya secara fisik agar tetap tinggal. Perilaku-perilaku tersebut dapat berlangsung dari beberapa jam sampai beberapa hari, namun pada anak prasekolah fase protes terjadi tidak langsung dan kurang agresif dibanding anak yang lain serta dilampiaskan pada benda lain.
(28)
Selama fase putus asa, tangisan berhenti dan muncul depresi, anak tersebut menjadi kurang begitu aktif, tidak tertarik untuk bermain atau terhadap makanan, menarik diri dari orang lain, tidak komutatif. Mundur ke perilaku awal (misal; mengisap ibu jari, mengompol, menggunakan dot). Lamanya perilaku tersebut berlangsung bervariasi.
Fase pelepasan, disebut juga penyangkalan. Tahap ini secara superfisial tampak bahwa anak akhirnya menyesuaikan dirinya terhadap kehilangan. Anak tersebut menjadi lebih tertarik pada lingkungan sekitar, bermain dengan orang lain, dan tampak membentuk hubungan baru. Akan tetapi, tingkah laku ini merupakan hasil dari kepasrahan dan bukan merupakan tanda-tanda kesenangan, pada anak prasekolah tahap ini terdapat otonomi, ragu-ragu atau malu, rasa bersalah. Anak memisahkan diri dari orang tua sebagai upaya menghilangkan nyeri emosional karena menginginkan kehadiran orang tua dan mengatasinya dengan membentuk hubungan yang yang dangkal dengan orang lain, menjadi makin berpusat pada diri sendiri, dan semakin berhubungan dengan objek materi. Meskipun perkembangan ke tahap pelepasan jarang terjadi, tahap-tahap awal sering terlihat sekalipun perpisahan dengan orang tua terjadi sangat singkat.
b. Kehilangan Kendali
Anak prasekolah juga menderita akibat kehilangan kendali yang disebabkan oleh restriksi fisik, perubahan retunitas, dan ketergantungan yang harus dipatuhi. Kemampuan kognitif spesefik yang membuatnya merasa sangat berkuasa dan membuatnya kehilangan kendali begitu juga dengan
(29)
reaksi mereka terhadap perpisahan, nyeri, sakit, dan rawat inap. Lingkungan yang tidak dikenal atau pengalaman tanpa ada persiapan yang adekuat menjadi menakutkan bagi anak dan bahkan rawat inap merupakan hukuman bagi kesalahan baik yang nyata atau khayalan. Respon terhadap pemikiran semacam ini anak biasanya merasa malu, bersalah, dan takut.
c. Cedera Tubuh dan Nyeri
Anak prasekolah sulit membedakan antara diri mereka sendiri dan dunia luar. Mereka berfokus pada kejadian eksternal yang dirasakan, anak-anak mendefinisikan penyakit berdasarkan apa yang diberituhukan pada mereka atau bukti eksternal yang diberikan, konflik psikoseksual anak prasekolah sangat terhadap ancaman cedera tubuh. Tindakan keperawatn yang menimbulkan nyeri maupun yang tidak merupakan ancaman baginya yang konsep integriats tubuhnya belum berkembang baik. Ak prasekolah dapat menunjukkan skala nyeri dengan tepat, anak yang berusia 3 tahun dapat menggunakan alat pengkajian yang menggunakan ekspresi wajah terhadap nyeri.
2.4Memaksimalkan Manfaat dari Rawat Inap
Walaupun hospitalisasi sangat membuat stres bagi anak dan keluarga, tetapi hal tersebut juga membantu untuk memfasilitasi perubahan kearah positif antara anak dan anggota keluarganya.
(30)
a. Membantu perkembangan hubungan orang tua-anak
Rawat inap memberikan kesempatan kepada orang tua untuk belajar mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika orang tua mengetahui reaksi anak terhadap stres, seperti regresi dan agresif, maka mereka cepat memberikan dukungan.
b. Memberikan kesempatan untuk pendidikan
Rawat inap memberikan kesempatan pada anak dan anggota keluarga untuk belajar mengenai tubuh dan propesi kesehatan.
c. Meningkatkan pengendalian diri
Pengalaman menghadapi krisis seperti penyakit atau rawat inap akan memberikan kesempatan untuk pengendalian diri. Anak yang lebih muda termasuk anak prasekolah memberikan kesempatan untuk menguji fantasinya melawan realitas yang menakutkan.
d. Memberi kesempatan untuk sosialisasi
Jika anak yang dirawat dalam satu ruangan usianya sebaya, maka hal tersebut akan membantu anak untuk belajar mengenal diri mereka. Sosialisasi juga dapat dilakukan dengan tim kesehatan.
2.5 Merawat Anak Selama Rawat Inap
Menurut Wong (2008), merawat anak selama rawat inap dapat menjadi tantangan khusus. Sering kali perawat tidak familier enggan anak yang mengalami gangguan seperti gangguan kognitif dan mereka dapat mengatasi
(31)
perasaan ketidak amanan dan ketakutan mereka dengan mengabaikan atau mengisolasi anak. Pendekatan ini tidak hanya bersifat nonsuportif tetapi juga dapat bersifat destruktif untuk rasa percaya diri dan perkembangan obtimal anak, dan pendekatan tersebut dapat menghambat kemampuan oranng tua untuk mengatasi stres terhadap pengalaman.
Ketika anak masuk rumah sakit, kaji riwayat secara rinci terutama dalam aktifitas perawatan diri. Selama wawancara usia perkembangan anak dikaji. Menghindari menanyakan secara langsung tiangkat IQ adalah tindakan yang paling baik, karena hal ini dapat membuat orang tua merasa tidak nyaman dan sering kali menceritakan sedikit tentang kemampuan anak yang sebenarnya.
Menyadari bahwa anak kesepian di rumah sakit, perawat memastikan bahwa mainan dan aktifitas lain tersedia. Anak ditempatkan dalam satu ruangan dengan anak lain yang kisaran usia perkembangannya sama, lebih disukai ruangan dengan dua tempat tidur, untuk menghindari stimulasi yang berlebihan. Selama rawat inap perawat juga harus berfokus pada pengalaman yang akan meningkatkan pertumbuhan anak.
2.6 Asuhan Keperawatan Pada Anak Yang di Rawat Inap
Menurut Wong (2008), persiapan rawat inap merupakan hal yang paling penting untuk anak, alasan mempersiapkan anak menghadapi pengalaman rumah sakit dan prosedur yang terkait dibuat berdasarkan prinsip bahwa ketakutan akan ketidak tahuan (fantasi) lebih besar dari pada ketakutan yang
(32)
diketahui. Oleh karena itu, mengurangi unsur ketidak tahuan dapat mengurangi ketakutan tresebut.
Beberapa pihak berwenang menganjurkan untuk untuk menyiapkan anak usia 4 sampai 7 tahun sekitar 1 minggu sebelumnya agar mereka dapat memahami informasi yang diberikan dan mengajukan pertanyaan. Untuk anak yang lebih besar waktu yang diperlukan dapat lebih lama. Akan tetapi, bagi anak kecil yang mulai berfantasi tentang apa yang mereka observasi, 1 atau 2 hari sebelum masuk rumah sakit merupakan waktu yang tepat untuk persiapan antisipasi.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama dalam mengidentifikasi diagnosis keperawatan dan perencanaan asuhan bagi setiap anak. Riwayat keperawatan awal masuk adalah pengumpulan data yang sistimatik tentang anak dan keluarga yang memungkinkan perawat untuk merencanakan asuhan keperawatan secara individual. Selain mengetahui riwayat keperawatan awal, perawat juga harus melakukan pengkajian fisik atau mendapatkan informasi dari pemeriksaan medis sebelum merencanakan asuhan.
b. Diagnosa Keperawatan
Sejumlah diagnosa keperawatan merupakan hal yang sangat penting pada asuhan keperawatan anak sakit dan atau rawat inap.
(33)
c. Intervensi
Rencana ansuhan yang efektif untuk anak yang di rawat inap dibuat berdasarkan kebutuhan pasien dan keluarga yang terindefikasi, dan juga apa yang telah diidentifikasi oleh perawat. Tujuan utama perencanaan bagi anak yang sedang sakit dan atau rawat inap adalah anak akan siap untuk rawat inap, anak akan mengalami sedikit persiapan atau bahkan tidak sama sekali, anak akan mempertahankan rasa pengendalian, anak akan menunjukkan penurunan ketakutan terhadap cedera tubuh, anak akan mengalami penurunan nyeri yang dapat diterima oleh anak, anak akan mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas pengalihan yang tepat sesuai perkembangan, anak akan mendapatkan manfaat maksimal dari rawat inap.
d. Implementasi
Adapun implementasi terhadap anak yang dirawat antara lain menyiapkan anak untuk di rawat, mencegah atau meminimalkan perpisahan, meminimalkan kehilangan pengendalian, mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh.
• Menyiapkan anak untuk hospitalisasi (rawat inap)
Persiapan yang dibutuhkan anak pada hari masuk rumah sakit bergantung pada jenis konseling prarumah sakit yang akan terjadi dalam prosedur medis awal, fasilitas yang ada, dan staf perawatannya. Pada saat
(34)
seorang anak masuk rumah sakit, perawat melakukan beberapa prosedur penerimaan yang cukup universal. Salah satu keputusan yang dibuat adalah pemilihan ruangan. Pertimbangan minimum untuk menentukan ruangan adalaha usia, jenis kelamin, dan sifat dari penyakit. Akan tetapi idealnya pemilihan ruangan harus dilakukan berdassarkan keanekaragaman kebutuhan perkembangan dan psikobiologis. Penentuan teman sekamar yang sesuai, baik bagi anak-anak maupun bagi orang tua rawat gabung, sangat mempengaruhi potensi pertumbuhan dari pengalaman rumah sakit tersebut. Oleh karena itu bantuan perawat pada prosedur penerimaan merupakan hal yang sangat penting.
• Mencegah atau meminimalkan perpisahan
Tujuan keperawatan yang utama adalah mencegah perpisahan terutama pada anak usia kurang dari 5 tahun. Banyak rumah sakit yang tidak lagi mempertimbangkan pengunjung orang tua dan menyambut kehadiran mereka setiap saat selama anak rawat inap, namun ada juga rumah sakit yang menerima kehadiran orang tua setiap waktu. Dalam situasi seperti ini, strategi untuk meminimalkan efek dari perpisahan harus diimplementasikan, idealnya perawat primer bersama perawat pelaksana ditugaskan untuk memenuhi kebutuhan anak.
Perawat harus menghargai sikap anak terhadap perpisahan. Fase protes dan putus asa merupakan hal yang normal. Anak diperbolehkan untuk menangis sekalipun anak menolak orang asing, perawat harus tetap
(35)
memberikan dukungan melalui kehadiran fisik. Perpisahan juga sama sulitnya bagi orang tua, terutama jika mereka tidak memahami sikap cemas akibat perpisaha. Lingkungan yang akrab juga meningkatkan penyesuaian anak terhadap perpisahan. Jika orang tua tidak dapat melakukan rawat gabung, mereka harus membawa barang kesukaan anak dari rumah ke rumah sakit, dengan demikian anak mendapatkan rasa nyaman dan ketenangan dari barang-barang miliknya tersebut. Kemampuan anak untuk menoleransi ketidak hadiran orang tua sangatlah terbatas. Penting juga bagi perawat untuk mengevaluasi stimulus untuk lingkungan dari sudut pandangan anak (pertimbangkan juga apakah anak dapat melihat atau mendengar apa yang terjadi pada pasien yang lain). Upayakan bantu anak untuk kontak nonrumah mereka yang biasa juga meminimalkan efek perpisahan, baik itu dengan masalah sekolah maupun yang lainnya.
• Meminimalkan kehilangan pengendalian
Anak-anak yang lebih muda bereaksi paling kuat terhadap segala bentuk restriksi fisik atau imobilisasi, tetapi sebagian restriksi fisik dapat dicegah jika perawat mendapatkan kerja sama dari anak. Faktor lingkungan juga dapat menghambat gerakan anak. Perubahan jadwal harian dan kehilangan ritual dapat menimbulkan stres terutama pada anak prasekolah awal dan dapat meningkatkan stres akibat perpisahan. Riwayat keperawatan awal memberikan dasar untuk merencanakan asuhan seputar aktifitas anak dirumah. Satu teknik yang dapat meminimalkan perubahan
(36)
pada rutinitas anak adalah penstrukturan waktu. Hal tersebut melibatkan penjadwalan harian anak agar mencakup semua aktifitas yang penting bagi anak dan perawat. Peningkatan pengendalian anak yang meliputi mempertahankan kemandirian dan konsep keperawatan diri dapat menjadi satu hal yang paling menguntungkan. Kebanyakan anak merasa lebih mengendalikan jika mereka mengetahui apa yang akan terjadi, karena elemen dari rasa takut sudah dikurangi. Pemberi tahuan kepada anak pada saat dirawat meningkatkan pemahaman yang lebih banyak dan dapat mengurangi perasaan tidak berdaya yang biasanya mereka rasakan.
• Mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh
Persiapan anak-anak untuk menghadapi prosedur yang menyakitkan dapat menurunkan ketakutan mereka, anak-anak dapat merasa takut terhadap cedera tubuh karena berbagai sumber. Mesin sinar-X, penggunaan alat-alat asing untuk pemeriksaan, ruang yang tidak dikenal, atau posisis yang canggung dapat dianggap sebagai bahaya potensial. Jika anak merasa marah terhadap penyakit mereka persepsi mereka dapat diubah dengan memberikan suatu penjelasan yang berbeda dan tidak terlalu negative mengenai penyakit tersebut atau menawarkan penjelasan yang merupakan karakteristik dari tahap perkembangan kognitif berikutnya.
(37)
• Pengkajian nyeri
Pengkajian nyeri merupakan komponen penting dari proses keperawatan. Sayangnya, profesinonal kesehatan termasuk perawat, terus meremehkan dan mengatasi nyeri secara sporadik pada bayi dan anak-anak (Boughton dkk, 1998; Broom dkk,1996).
(38)
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di rumah sakit. Adapun kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan seperti di bawah ini.
Tingkah laku sosial anak
prasekolah - Fase protes
- Fase putus asa - Fase pelepasan
Skema 1 : Kerangka konsep penelitian tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap
Anak yang mengalami rawat inap
(39)
2. Definisi Operasional
Variabel Defenisi Operasional
Alat
Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Tingkah laku sosial Tingkah laku sosial adalah tindakan yang diakukan oleh anak prasekolah (3-6 tahun) yang dapat diamati, berupa reaksi terhadap lingkungan rumah sakit. Seprti: sering menangis, tidak mau makan, tidak mau bicara, mau bermain dengan teman sebaya dan lain-lain. Lembar pengama- tan tingkah laku sosial anak prasekola h yang terdiri dari 7 item pernyata-an dari tiap fase yaitu fase protes, fase putus asa dan fase pelepasan Peneliti mengama- ti tingkah laku sosial anak prasekolah kemudian menceklis data yang ada di dalam pernyata- an sesuai dengan tingkah laku yang diamati dan menjum- lah kannya berdasar- kan tiap item fase yang ada. Tingkah laku sosial anak prasekolah dikatakan pada: 1. Fase protes
- jika skor 0-3 dikatakan anak tidak mengalami fase protes - jika skor 4-7
dikatakan anak mengalami fase protes.
2.Fase putus asa - jika skor 0-3
dikatakan anak tidak mengalami fase putus asa - jika skor 4-7
dikatakan anak mengalami fase putus asa 3. Fase pelepasan
- jika skor 0-3 dikatakan anak tidak mengalami fase protes - jika skor 4-7
dikatakan anak mengalami fase pelepasan
(40)
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Desain ini digunakan untuk mendeskriptifkan tentang tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap.
2. Populasi dan Sampel
2.1Populasi
Informasi yang diperoleh dari catatan pasien baru masuk diruangan RB4 selama periode April 2009 sampai dengan Maret 2010, jumlah populasi anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang pernah dirawat adalah 125 anak. Mengacu pada data tersebut maka diperkirakan jumlah anak usia prasekolah yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah 125 anak.
2.2 Sampel penelitian
Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan teknik pengambilan 20-25% dari jumlah populasi (Arikunto, 2006). Tetapi karena kemungkinan adanya keterbatasan jumlah sampel yang sesuai kriteria yang di
(41)
tentukan, maka diambil jumlah sampel 25% dari jumlah populasi. Maka 25% dari 125 adalah 31,25. Dengan cara ini maka jumlah sampel yang di peroleh adalah 31 anak.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik convinience sampling, kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak yang dirawat di RB4, anak yang berusia 3-6 tahun, anak yang baru dirawat selama 24 jam dan orang tua anak bersedia anaknya menjadi responden.
3. Lokasi dan waktu penelitian
3.1 Lokasi penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, di ruang rawat inap anak RB4 (infeksi dan noninfeksi). Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik dipilih sebagai lokasi penelitian karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit tipe A rujukan wilayah Sumatera bagian utara yang merupakan rumah sakit pendidikan.
3.2 Waktu penelitian
(42)
4. Pertimbangan etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat surat rekomendasi dari Fakultas keperawatan, selanjutnya mengirimkan surat permohonan untuk mendapatkan izin ke rumah sakit umum Haji Adam Malik Medan melalui badan pendidikan dan latihan (diklat) serta penelitian dan pengembangan (litbang), kemudian ke ruangan yang dituju. Setelah mendapat izin dari kepala ruangan baru boleh langsung ke responden. Peneliti mulai mengumpulkan data dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent) kepada responden yang akan diteliti. Sebelum responden dan orang tua responden mengisi dan menandatangani lembar persetujuan, peneliti menjelaskan maksud, tujuan, manfaat dan efek serta prosedur penelitian. Bila orang tua responden tidak bersedia menandatangani lembar persetujuan dapat dinyatakan secara lisan. Responden dan orangtua responden berhak untuk menolak terlibat dalam penelitan ini, atau menarik kesediaannya pada proses pengumpulan data. Tidak ada efek yang merugikan terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan selama responden dirawat di rumah sakit.
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama lengkap tatapi hanya mencantumkan inisial nama responden atau memberi kode pada masing-masing lembar pengumpulan data. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian. Selama pengambilan data, penelitian tidak menimbulkan sakit secara fisik dan tekanan psikologi pada responden yang akan diteliti dan tidak ada efek yang merugikan bagi tindakan keperawatan.
(43)
5. Instrumen penelitian
Instrument penelitian berupa lembar observasi yang dibuat oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka. Dimana hanya untuk melihat tingkah laku sosial anak prasekolah saat dirawat inap di rumah sakit.
Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa lembar instrument penelitian yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada konsep. Instrumen penelitian ini terdiri dari dua bagian: yang pertama tentang karakteristik responden (anak) yang berisi umur, jenis kelamin, agama, lama perawatan yang sudah dilewati di rumah sakit saat ini, pengalaman rawat inap sebelumnya, dan diagnosa penyakit sekarang. Data kedua berisi pernyataan tentang tingkah laku sosial anak prasekolah saat dirawat dengan menggunakan lembar check list.
Ada 7 item yang diobservasi dari tiga fase yaitu fase protes yang terdiri dari: 1. Anak sering menangis, 2. Berteriak memanggil orang tua, 3. Menolak perhatian orang lain, 4. Menyerang orang asing secara verbal (misal; pergi, memaki/ mengeluarkan kata-kata kotor), 5. Menyerang orang asing secara fisik (misal; menendang, menggigit, memukul, mencubit), 6. Mencoba menahan orang tuanya secara fisik agar tetap tinggal, 7. Melempar benda yang ada disekitarnya.
Fase putus asa antara lain: 1. Rewel/ merengek, 2. Tidak mau bermain, 3. Tidak mau makan, 4. Menarik diri dari orang lain dan tidak mau bicara, 5. Sering mengisap ibu jari, 6. Menggunakan/ menghisap dot, 7. sering mengompol.
(44)
Fase pelepasan, terdiri dari: 1. Mau bicara dengan orang disekitarnya, 2. Bermain dengan orang lain atau teman sebaya, 3. Merasa pasrah, 4. Ragu-ragu dalam melakukan tindakan, 5. Malu, 6. Merasa bersalah, 7. Mau berbicara dengan perawat.
Pernyataan tingkah laku sosial anak prasekolah menggunakan skala guttman, dimana memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban pernyataan ya dan tidak. Untuk skor ya nilainya 1 dan apabila tidak nilainya 0. Hasil penelitian dibagi berdasarkan 3 fase yang diamati, masing-masing mempunyai kriteria tersendiri, skala ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala interval dimana nilai ukur dengan menggunakan rumus statistik menurut sudjana (2002) :
Panjang kelas =
Berdasarkan rumus statistik diatas maka fase protes, fase putus asa dan fase pelepasan dimasukkan kedalam 2 kelas yaitu anak yang mengalami dan anak yang tidak mengalami, dengan rentang kelas 7, banyak kelas 2 dan panjang kelas 4 maka diperoleh interval pada fase pelepasan 0-3 anak tidak mengalami fase pelepasan dan 4-7 anak mengalami fase pelepasan, pada fase putus asa 0-3 anak tidak mengalami fase putus asa dan 4-7 anak mengalami fase putua asa, pada fase pelepasan 0-3 anak tidak mengalami pelepasan dan 4-7 anak mengalami fase pelepasan.
(45)
6. Validitas Instrumen Penelitian
Uji validitas yang dilakukan dalam penelitia ini yaitu dengan uji validitas isi, yaitu dengan instrument dibuat mengacu pada isi yang sesuai dengan variabel yang diteliti. Uji validitas ini dilakukan oleh orang yang ahli dalam bidangnya. Pada penelitian ini, kuesioner telah dikonsultasikan dengan staf pengajar Keperawatn Anak di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan, yaitu ibu Farida Linda Siregar. S.Kep, Ns., M.Kep. Hasil dari content validity index yang didapat adalah 0,824.
7. Reliabilitas Instrumen Penelitian
Uji reliabilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama. Uji yang dilakukan pada instrumen penelitian ini adalah dengan K-R.20. Reliabilitas instrumen ini diujikan pada responden yang lain tetapi memiliki kriteria yang sama maka menghasilkan suatu kesimpulan yang sama. Peneliti menguji 10 orang responden dengan mengobservasi tingkah laku sosial anak yang dirawat di RB2 Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.
Hasil uji reliabilitas instrumen adalah 0,7455. Menurut Polit & Hungler (1999) reliabilitas > 0,7 dianggap reliabel maka kuesioner ini layak digunakan.
(46)
8. Pengumpulan data
Prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data, yaitu mengajukan permohonan izin kepada bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Kemudian mengajukan permohonan izin kepada direktur RSU H. Adam Malik Medan, setelah mendapat izin dari kepala ruangan peneliti langsung ke ruangan. Dari kepala ruangan lalu ke responden selanjutnya dilaksanakan pengumpulan data penelitian.
Peneliti menentukan anak yang diteliti (anak prasekolah) yang berusia 3-6 tahun dan menjalani hari pertama rawat inap (24 jam) yang dirawat di RB4 Rumah Sakit Umum H. Adam Malik. Peneliti memulai pengumpulan data dengan memberikan lembar persetujuan kepada responden yang akan diteliti, kemudian menjelaskan kepada orang tua responden tentang tujuan, manfaat dan efek penelitian ini. Orang tua responden yang bersedia anaknya menjadi responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan yang telah dibuat.
Peneliti menentukan rentang waktu untuk mengumpulkan data, waktu pengamatan dilakukan pada rentang 24 jam pertama saat anak menjalani perawatan di rumah sakit, tiap anak diamati tiga kali, setiap pengamatan selama 30 menit dengan waktu jeda selama 1 jam dan mengisi hasil pengamatan. Peneliti membuat 7 hal dari tiap item fase yang diamati tentang masalah tingkah laku sosial anak saat menjalani rawat inap. Pengelolaan atau analisa data dilakukan setelah semua data yang diperlukan terkumpul.
(47)
9. Analisa Data
Data yang telah terkumpul diolah dan ditabulasi dengan langkah – langkah yaitu memeriksa kembali semua kuesioner yang telah diisi oleh responden, dengan maksud untuk memeriksa apakah setiap kuesioner telah diisi sesuai dengan petunjuk (editing). Memberikan kode tertentu pada kuesioner yang telah diajukan untuk mempermudah sewaktu mengadakan tabulasi dan analisa data (coding). Dan mempermudah analisa data, pengolahan dan pengambilan kesimpulan melakukan tabulasi (tabulating). Setelah data terkumpul, maka analisa data dilakukan melalui pengolahan dan secara komputerisasi. Dimana hasil observasi tingkah laku sosial anak akan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentasi, hasil pengamatan berdasarkan tiga fase yaitu fase protes, putus asa dan fase pelepasan. Dari pengolahan data statistik deskriptif, data demografi dan data tingkah laku sosial anak prasekolah disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
(48)
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Dalam Bab ini diuraikan dan dibahas hasil penelitian tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan. Pengumpulan data dilakukan sejak 26 Juni 2010 sampai dengan 20 Juli 2010. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 31 orang responden.
Berikut ini dijabarkan deskripsi dan persentase karakteristik serta tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap.
1.1Deskripsi karakteristik responden
Pada table 1.1 dapat dilihat data tentang karakteristik responden yang meliputi umur anak, jenis kelamin, agama, lama perawatan yang sudah dilewati di rumah sakit saat ini, waktu pengumpulan data, pengalaman rawat inap sebelumnya, dan diagnosa penyakit sekarang.
Data yang diperoleh menunjukkan responden beragama Islam sebanyak 26 orang anak (83,9%), berusia 6 tahun sebanyak 13 orang anak (41,9%), jenis kelamin laki-laki 19 orang anak (61,3%), lama perawatan yang sudah dilewati responden di rumah sakit adalah 16-20 jam sebanyak 22 orang anak (71,0%), anak yang tidak mengalami pengalaman rawat inap sebelumnya sebanyak 18 orang anak (58,1%), diagnosa penyakit yang terbanyak adalah talasemia sebanyak 10 orang anak (32,2%).
(49)
Tabel 1.1 Distribusi karakteristik anak prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan
No. Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%) 1. Umur
3 tahun 4 tahun 5 tahun 6 tahun 7 4 7 13 22,6 12,9 22,6 41,9 2. Jenis kelamin
Laki-laki Perempuan 19 12 61,3 38,7 3. Agama
Islam Kristen 26 5 83,9 16,11 4. Lama perawatan yang sudah dilewati di
Rumah Sakit saat ini 1-5 jam
6-10 jam 11-15 jam 16-20 jam 6 1 2 22 19,4 3,2 6,5 71,0
5. Pengalaman rawat inap Tidak ada Ada 18 13 58,1 41,9 6. Diagnosa penyakit sekarang
Talasemia Tumor orbital Leukemia Gastro entestinal TB Ginjal Neuroblastoma 10 3 7 2 6 2 1 32,2 9,7 22,6 6,5 19,4 6,5 3,2
(50)
1.2 Deskripsi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 Rumah Sakit H. Adam MAlik Medan.
Pada table 1.2.1 pengamatan 1, menunujukkan bahwa tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap dimana yang terbanyak terlihat anak tidak mengalami fase pelepasan sebanyak 20 orang anak (67,7%) dan anak mengalami fase putus asa sebanyak 14 orang anak (45,2%).
Pada fase protes, 19 orang anak (61,3%) tidak mengalami fase protes dan 12 orang anak (38,7%) mengalami fase protes. Pada fase putus asa, 17 orang anak (54,8%) tidak mengalami fase putus asa dan 14 orang anak (45,2%) mengalami fase putus asa. Fase pelepasan, 21 orang anak (67,7%) tidak mengalami fase pelepasan dan 10 orang anak (32,3%) mengalami fase pelepasan.
Tablel 1.2.1 Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap
No. Tingkah laku sosial anak prasekolah Frekuensi Persentase (%) 1. Fase Protes
- Anak tidak mengalami fase protes - Anak mengalami fase protes
19 12
61,3 38,7 2. Fase Putus Asa
- Anak tidak mengalami fase putus asa - Anak mengalami fase putus asa
17 14
54,8 45,2 3. Fase Pelepasan
- Anak tidak mengalami fase pelepasan - Anak mengalami fase pelepasan
21 10 67,7 32,3
(51)
Pada tabel 1.2.2 pengamatan 2, menunujukkan bahwa tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap dimana yang terbanyak terlihat anak tidak mengalami fase protes sebanyak 25 orang anak (80,6%) dan anak mengalami fase putus asa sebanayak 8 orang anak (25,8%).
Pada fase protes, 25 orang anak (80,6%) tidak mengalami fase protes dan 6 orang anak (19,4%) mengalami fase protes. Pada fase putus asa, 23 orang anak (74,2%) tidak mengalami fase putus asa dan 8 orang anak (25,8%) mengalami fase putus asa. Fase pelepasan, 24 orang anak (77,4%) tidak mengalami fase pelepasan dan 7 orang anak (22,6%) mengalami fase pelepasan.
Table 1.2.2 Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap
No. Tingkah laku sosial anak prasekolah Frekuensi Persentase (%) 1. Fase Protes
- Anak tidak mengalami fase protes - Anak mengalami fase protes
25 6
80,6 19,4 2. Fase Putus Asa
- Anak tidak mengalami fase putus asa - Anak mengalami fase putus asa
23 8
74,2 25,8 3. Fase Pelepasan
- Anak tidak mengalami fase pelepasan - Anak mengalami fase pelepasan
24 7 77,4 22,6
(52)
Pada tabel 1.2.3 pengamatan 3, menunujukkan bahwa tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap dimana yang terbanyak terlihat anak tidak mengalami fase protes sebanyak 27 orang anak (87,1%) dan anak mengalami fase pelepasan sebanyak 6 orang anak (19,4%).
Pada fase protes, 27 orang anak (87,1%) anak tidak mengalami fase protes dan 4 orang anak (12,9%) mengalami fase protes. Pada fase putus asa, 26 orang anak (83,9%) tidak mengalami fase putus asa dan 5 orang anak (16,1%) mengalami fase putus asa. Fase pelepasan, 25 orang anak (80,6%) tidak mengalami fase pelepasan dan 6 orang anak (19,4%) mengalami fase pelepasan.
Table 1.2.3 Distribusi tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap
No. Tingkah laku sosial anak prasekolah Frekuensi Persentase (%) 1. Fase Protes
- Anak tidak mengalami fase protes - Anak mengalami fase protes
27 4
87,1 12,9 2. Fase Putus Asa
- Anak tidak mengalami fase putus asa - Anak mengalami fase putus asa
26 5
83,9 16,1 3. Fase Pelepasan
- Anak tidak mengalami fase pelepasan - Anak mengalami fase pelepasan
25 6 80,6 19,4
(53)
2. Pembahasan
Dari penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa anak prasekolah saat menjalani rawat inap mengalami fase protes, fase putus asa dan pelepasan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Wong (2008) yang menyatakan bahwa dampak dari perpisahan akibat rawat inap pada anak prasekolah akan timbul berbagai respon terhadap stresor, diantaranya terjadinya fase protes, fase putus asa, dan fase pelepasan.
Hasil dari penelitian untuk anak yang mengalami fase protes pada pengamatan pertama sebanyak 12 orang anak (38,7%), pada pengamatan kedua sebanyak 6 orang anak (19,4%) dan pada pengamatan ketiga sebanyak 4 orang anak (12,9%). Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan jumlah anak yang mengalami fase protes, anak berangsur-angsur mulai menerima keadaannya sehingga anak merasa putus asa dengan apa yang telah terjadi padanya. Menurut Wong (2008), fase protes terjadi akibat anak belum siap untuk dirawat. Pada saat seorang anak prasekolah masuk rumah sakit, perawat melakukan beberapa prosedur penerimaan yang cukup universal. Salah satu keputusan yang dibuat adalah pemilihan ruangan.
Pertimbangan minimum untuk menentukan ruangan adalah usia, jenis kelamin, dan sifat dari penyakit. Akan tetapi idealnya pemilihan ruangan harus dilakukan berdasarkan keanekaragaman kebutuhan perkembangan dan psikobiologis. Penentuan teman sekamar yang sesuai, baik bagi anak-anak maupun bagi orang tua rawat gabung, sangat mempengaruhi potensi pertumbuhan dari pengalaman rumah sakit tersebut. Oleh karena itu bantuan perawat pada
(54)
prosedur penerimaan merupakan hal yang sangat penting. Hasil pengamatan peneliti, bahwasanya perawat menggabungkan anak prasekolah di satu rungan terdiri dari beberapa usia anak yang tidak sama kisaran usia perkembangannnya dan jenis kelaminnya, akan tetapi di ruangan RB4 tersebut hanya dibedakan antara ruang infeksi dengan ruang non infeksi dan ruang VIP anak.
Untuk anak yang mengalami fase putus asa pada pengamatan pertama sebanyak 14 orang anak (45,2%), pada pengamatan kedua sebanyak 8 orang anak (25,8%), dan pada pengamatan ketiga sebanyak 5 orang anak (16,1%). Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan jumlah anak yang mengalami fase putus asa, dan anak mulai menerima kenyataannya sehingga anak menerima lingkungan yang ada. Menurut Supartini (2004), perawatan anak prasekolah dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakan aman, penuh kasih sayang dan menyenangkan (lingkungan rumah, permainan dan teman sepermainannya) sehingga menyebabkan anak merasa putus asa. Perawatan rumah sakit mengharuskan adanya pembatasan aktifitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri dan anak menjadi tergantung pada lingkungannya. Akhirnya anak akan kembali mundur pada kemampuan sebelumnya. Perawat harus mampu bekerja sama dengan anak baik itu dalam mempertahankan jalur IV ataupun yang lainnya. Dalam mengawali tindakan terlebih dahulu perawat menjelaskan kepada anak bahwasanya tindakan tersebut tidak menimbulkan sakit pada anak dan menjelaskan kepada anak tujuan dari anak dirawat, dan perawat harus mampu mempertahankan kontak mata dengan anak dengan bantuan orang tua.
(55)
Tindakan perawat di ruang anak RB4 memperlihatkan bahwasanya setiap melakukan tindakan perawat tidak menjelaskan kepada anak tujuan anak dirawat, dan tindakan yang akan dilakukan. Kontak mata antara perawat dengan anak sangatlah kurang disebabkan perawat sibuk dengan pasien yang lain yang harus mendapatkan tindakan. Orang tua anak berusaha mengajak anaknya untuk bicara dan mempertahankan kontak mata agar anaknya mau menjalani rawatan yang diberikan.
Untuk anak yang mengalami fase pelepasan, pengamatan pertama sebanyak 10 orang anak (32,3%), pada pengamatan kedua sebanyak 7 orang anak (22,6%), dan pada pengamatan ketiga sebanyak 6 oarang anak (19,4%). Menurut Wong (2008), lingkungan yang akrab juga meningkatkan penyesuaian anak terhadap perpisahan yang dapat menimbukan fase pelepasan. Jika orang tua tidak dapat melakukan rawat gabung, mereka harus membawa barang kesukaan anak dari rumah ke rumah sakit untuk bersamanya seperti selimut, mainan, botol, peralatan makanan atau pakaian, dengan demikian anak mendapatkan rasa nyaman dan ketenangan dari barang-barang miliknya tersebut. Perawat harus mampu mengevaluasi stimulus di lingkungan dari sudut pandangan anak (pertimbangkan juga apakah anak dapat melihat atau mendengar apa yang terjadi pada pasien yang lain) dan melakukan setiap upaya untuk melindungi anak dari pemandangan, bunyi dan peralatan yang menakutkan atau tidak dikenal.
Tindakan perawat di ruang RB4 dalam masalah ini perawat hanya menjaga lingkungan agar tidak bising dengan suara-suara yang ada, membatasi pengunjung rumah sakit, namun masih ada tindakan yang dilakukan kepada pasien lain yang
(56)
dilihat langsung oleh anak tanpa membuat sekat atau sampiran. Orang tua anak ada yang membawa mainan anak seperti boneka dan mobil-mobilan.
Maka dapat disimpulkan bahwa tingkah laku anak prasekolah pada setiap fase mengalami perubahan, hal ini disebabkan banyak faktor yang mempengaruhinya dianataranya usia anak yang paling dominan berusia 6 tahun, lama perawatan rawat inap yang sudah dilewati oleh anak 16-20 jam, dan pengalaman rawat inap anak sebelumnya. Menurut Wong (2008) walaupun rumah sakit sangat membuat stres bagi anak dan keluarga, tetapi hal tersebut juga dapat membantu untuk memfasilitasi perubahan kearah positif antara anak dan anggota keluarganya apalagi bila anak di rawat dalam waktu yang lama yaitu antara lain; membantu perkembangan hubungan orang tua-anak, memberikan kesempatan untuk pendidik, meningkatkan pengendalian diri, memberi kesempatan untuk sosialisasi. Pengalaman rawat inap dapat menjadi pelajaran bagi anak prasekolah.
Sesuai dengan pendapat Nursalam (2005), tingkah laku anak yang diperlihatkan merupakan reaksi terhadap pengalaman rawat inap. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang dimilikinya.
Menurut Hidayat (2009), keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan anak mengingat anak bagian dari keluarga. Sebagai perawat, dalam memberikan pelayanan keperawatan anak harus mampu memfasilitasi keluarga dalam berbagai bentuk pelayanan kesehatan baik berupa pemberian tindakan keperawatan langsung maupun pemberian pendidikan kesehatan pada anak. Peran perawat
(57)
dalam meminimalkan stress akibat hospitalisasi pada anak adalah sangat penting. Perawat perlu memahami konsep stres hospitalisasi dan prinsip-prinsip asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan. Stres yang utama selama mengalami hospitalisasi adalah perpisahan, kehilangan kontrol, adanya luka di tubuh, dan rasa sakit. Reaksi setiap anak terhadap krisis ini adalah dipengaruhi oleh perkembangan umur, pengalaman mereka terhadap penyakit, perpisahan ataupun hospitalisasi, kemampuan koping, keseriusan penyakit, dan tersedianya sistem pendukung. Hidayat mengatakan untuk mencapai perawatan tersebut beberapa prinsip yang dapat dilakukan perawat antara lain, menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga, meningkatkan kemampuan orangtua dalam mengontrol perawatan anak, mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis), tidak melakukan kekerasan pada anak, dan modifikasi lingkungan fisik.
Menurut Wong (2008), rencana asuhan yang efektif untuk anak yang di rawat inap dibuat berdasarkan kebutuhan pasien dan keluarga yang terindefikasi, dan juga apa yang telah diidentifikasi oleh perawat. Tujuan utama perencanaan bagi anak yang sedang sakit dan atau rawat inap adalah anak akan siap untuk rawat inap, anak akan mengalami sedikit persiapan atau bahkan tidak sama sekali, anak akan mempertahankan rasa pengendalian, anak akan menunjukkan penurunan ketakutan terhadap cedera tubuh, anak akan mengalami penurunan nyeri yang dapat diterima oleh anak, anak akan mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas pengalihan yang tepat sesuai perkembangan, anak akan mendapatkan manfaat maksimal dari rawat inap.
(58)
Perawat memastikan bahwa mainan dan aktifitas yang lain tersedia dan anak ditempatkan dalam satu ruangan dengan anak lain yang kisaran usia perkembangannya sama.
Kondisi kenyataan yang ada dari hasil penelitian, bahwasanya tidak adanya persiapan yang dibutuhkan anak pada hari masuk rumah sakit sesuai konseling prarumah sakit yang akan terjadi dalam prosedur medis awal dan perawat menggabungkan anak prasekolah di satu ruangan terdiri dari beberapa usia anak yang tidak sama kisaran usia perkembangannya. Dari ruangan membatasi jumlah pengunjung, namun menerima kehadiran orang tua setiap waktu untuk menemani dan mendampingi anak agar dapat meminimalkan efek dari perpisahan. Perawat tidak melakukan tour hospitalisasi pada anak dan orang tua disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya perawat sibuk dengan pasien lainnya yang harus diberikan tindakan keperawata.
Untuk melakukan tindakan keperawatan pada anak seperti pemasangan IV atau menginjeksi, perawat tidak menjelaskan kepada anak terlebih dahulu manfaat dari pada pemasangan IV dan di injeksi sesuai dengan tingkat pengetahuan atau perkembangan anak, sebelum melakukan tindakan keperawatan perawat tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk memegang atau menyentuh alat tersebut (alat-alat non steril) agar anak tahu bahwasanya alat tersebut tidak menyakiti dirinya, perawat memaksa anak untuk mau di infus atau di injeksi sehingga perawat membiarkan anak untuk menangis. Namun di dalam melakukan tindakan keperawatan, orang tua anak tetap menemani anaknya.
(59)
BAB 6
KESIMPULAN SARAN
Hasil penelitian yang dilakukan mengenai tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan adalah sebagai berikut:
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan terhadap 31 responden, rata-rata berusia 6 tahun sebanyak 13 orang anak (41,9%), beragama islam, berjenis kelamin laki-laki sebanyak 19 orang anak (61,3%), lama perawatan yang sudah dilewati yang terbanyak adalah 16-20 jam sebanyak 22 orang anak (71,0%), tidak ada yang mengalami rawat inap sebelumnya sebanyak 18 orang anak (58,1%), diagnosa penyakit yang terbanyak muncul adalah talasemia sebanyak 10 orang anak (32,2%).
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pada pengamatan pertama yang mengalami fase protes sebanyak 12 orang anak (38,7%), yang mengalami fase putus asa sebanyak 14 orang anak (45,2%), yang mengalami pelepasan sebanyak 10 orang anak (32,3%). Pada pengamatan kedua yang mengalami fase protes sebanyak 6 orang anak (19,4%), yang mengalami fase putus asa sebanyak 8 orang anak (25,8%), yang mengalami pelepasan sebanyak 7 orang anak (22,6%). Pada pengamatan ketiga yang mengalami fase protes sebanyak 4 orang anak (12,9%),
(60)
yang mengalami fase putus asa sebanyak 5 orang anak (16,1%), yang mengalami pelepasan sebanyak 6 orang anak (19,4%).
2. Saran
a. Bagi Praktek Keperawatan
Dengan adanya penelitian ini diharapkan perawat dapat memberikan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi yang dibutuhkan oleh anak, yaitu menyiapkan anak untuk dirawat, mencegah atau meminimalkan perpisahan, meminimalkan kehilangan pengendalian, dan mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh dan nyeri sehingga dapat menghindari dampak rawat inap pada anak.
b. Bagi Pendidikan Keperawatan
Peran perawat dalam pencegahan dampak rawat inap pada anak sangatlah penting untuk mencegah dan meminimalkan perpisahan akibat rawat inap yang timbul pada anak yang dapat mempengaruhi proses kesembuhan. Untuk itu hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai inovasi dan informasi tambahan dalam pendidikan keperawatan agar lebih dipahami dan diimplementasikan di lapangan sebagai perawat professional.
c. Bagi Riset Keperawatan
Hasil penelitian ini juga menemukan bahwasanya anak yang menjalani rawat inap mengalami fase protes, fase putus asa, dan fase pelepasan, sehingga diperlukan modifikasi penelitian lebih lanjut yaitu
(61)
suatu jenis penelitian dimana membandingkan tingkah laku sosial anak prasekolah yang pernah mengalami rawat inap dengan anak prasekolah yang tidak pernah mengalami rawat inap. Mencari pengaruh terhadap lamanya anak di rawat dan pengalaman anak di rawat dapat mengurangi dampak perpisahan akibat rawat inap.
(62)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI. Jakarta : Rineka Cipta
Hidayat, A. A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam (2003). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam, Susilaningrum & Utami (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak
Untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika
Nuryanti, L. (2008). Psikologi Anak. Jakarta: PT.Indeks
Notoadmojo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT. Renica cipta
Mar’at & Kartono (2006). Perilaku Manusia Pengantar Singkat Tentang
Psikologi. Bandung: PT. Refika Aditama
Murniasih, E. (2009). Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta. Diambil tanggal 8 April 2010 dari
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Muscari, M. E. (2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta: EGC
Sudjana. (2002). Metode Statika Edisi Revisi Cetakan 6. Bandung: Tursita
Sunaryo (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Edisi 3. Cetakan 3. Jakarta: Balai Pustaka
Wong, Eaton, Wilson, Winkelstein, Schwartz (2008). Buku Ajar Keperawatan
Pediatrik Volume 1. Jakarta: EGC
Wong, Eaton, Wilson, Winkelstein, Schwartz (2008). Buku Ajar Keperawatan
(63)
Lampiran 1
Lembar Persetujuan menjadi Responden Penelitian
Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan, yang akan melaksanakan penelitian yang berjudul “ Tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap di RB4 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkah laku sosial anak prasekolah saat menjalani rawat inap.
Saya mengharapkan agar sudara dapat berpartisipasi dalam pengisian lembar instrumen yang peneliti lakukan dan memberikan tanggapan jawaban yang sesuai dengan pendapat Saudara sendiri tanpa dipengaruhi olah orang lain. Saya menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas anak Saudara. Informasi yang Saudara berikan hanya akan dipergunakan untuk penelitian dan tidak akan dipergunakan untuk maksud-maksud lain. Penelitian ini bersifat sukarela, saudara bebas untuk ikut sertakan anak Saudara menjadi responden atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika Saudara bersedia apabila anak Saudara menjadi peserta penelitian, Saudara dapat menandatangani surat persetujuan ini.
(64)
Atas perhatian dan kesediaan Saudara untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.
Medan, Juni 2010
Peneliti, Responden
Tati Febrianti
(65)
Lampiran 2
ISTRUMEN PENELITIAN
Tingkah Laku Sosial Anak Prasekolah Saat Menjalani Rawat Inap di RB4
Keterangan : Instrumen ini terdiri dari dua bagian yaitu :
1. Karakteristik responden/anak, yang terdiri dari umur anak, jenis kelamin, agama, lama perawatan yang sudah dilewati di rumah sakit saat ini,
tanggal/jam masuk rumah sakit, tanggal/waktu pengumpulan data, pengalaman rawat inap sebelumnya, diagnose penyakit sekarang.
2. Pernyataan tingkah laku sosial anak.
I. Karakteristik Responden/Anak Petunjuk pengisian:
Isilah data dibawah ini dan beri tanda check list (√) pada pertanyaan di bawah ini pada kotak yang tersedia.
1. Umur Anak : Tahun Bulan
2. Jenis Kelamin : 0.Laki-laki 1.Perempuan
3. Agama : 0.Islam
1.Kristen
(66)
4. Lama perawatan yang sudah dilewati
di rumah sakit saat ini : 0. 1-5 jam
1. 6-10 jam
2. 11-15 jam
3. 16-20 jam
5. Pengalaman rawat inap sebelumnya : 0. Tidak ada
1. Ada
6. Diagnosa penyakit sekarang : 0. Talasemia
1. Tumor orbital
2. Leukemia
3. Gastro entestinal
4. TB
5. Ginjal
6. Neuroblastoma
(67)
II. Tingkah Laku Sosial Anak
Petunjuk; peneliti memberikan tanda checklist (√) pada kolom yang bersesuai jika anak menunjukkan tingkah laku sosial anak sebagaimana yang diuraikan pada kolom disebelahnya.
No Pernyataan
Pengamatan Ke
1 2 3
ya tidak ya tidak ya tidak Fase Protes
1. Sering menangis
2. Berteriak memangil orang tua 3. Menolak perhatian orang lain
4. Menyerang orang yang tidak dikenal secara verbal (misal; pergi, memaki/ mengeluarkan kata-kata kotor)
5. Menyerang orang yang tidak dikenal secara fisik (misal: menendang, menggigit, memuku l, mencubit)
6. Mencoba menahan orang tuanya secara fisik agar tetap tinggal
7. Melempar benda yang ada disekitarnya Fase Putus Asa
1. Rewel/ merengek 2. Tidak mau bermain 3. Tidak mau makan
4. Menarik diri dari orang lain dan tidak mau bicara
5. Sering mengisap ibu jari
6. Sering menggunakan/ menghisap dot 7. Sering mengompol
Fase Pelepasan
1. Mau bicara dengan orang disekitarnya 2. Bermain dengan orang lain atau teman
sebaya
3. Merasa pasrah
4. Ragu-ragu dalam melakukan tindakan 5. Malu
6. Merasa bersalah
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
RELIABILITAS
NO Nomor Butir Pernyataan
Skor Total
Kuadrat Skor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 (X) X 2
1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 10 100
2 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 9 81
3 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 13 169
4 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 13 169
5 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 15 225
6 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 8 64
7 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 10 100
8 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 6 36
9 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 8 64
10 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 9
NP 8 8 8 7 1 8 3 8 2 2 2 2 8 2 2 0 8 8 3 3 2 95 1017
P 0,8 0,8 0,8 0,7 0,1 0,8 0,3 0,8 0,2 0,2 0,2 0,2 0,8 0,2 0,2 0 0,8 0,8 0,3 0,3 0,2
Q 0,2 0,2 0,2 0,3 0,9 0,2 0,7 0,2 0,8 0,8 0,8 0,8 0,2 0,8 0,8 0 0,2 0,2 0,7 0,7 0,8
(74)
Rumus KR 20
Vt =
( )
N N
x x
2 2
∑
∑
−P =
=
( )
10 10 95 1017
2
−
Q =
=
(
)
10 10 9025 1017−
K = Jumlah butir pertanyaan
=
=
=
11,45(75)
R
11 ===
=
= (1,05) (0,71)
(76)
Frequencies
Statistics
Umur
jenis
kelamin agama
lama perawatan yang sudah dilewati di rumah sakit saat ini waktu pengum- pulan data pengalaman rawat inap sebelumnya diagnosa penyakit sekarang
N Valid 31 31 31 31 31
0
31 31
Missing 0 0 0 0 0 0
Frequency Table
Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 3 7 22.6 22.6 22.6
4 4 12.9 12.9 35.5
5 7 22.6 22.6 58.1
6 13 41.9 41.9 100.0
Total 31 100.0 100.0
jenis kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid laki-laki 19 61.3 61.3 61.3
Perempuan 12 38.7 38.7 100.0
(77)
Agama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid islam 26 83.9 83.9 83.9
kristen 5 16.1 16.1 100.0
Total 31 100.0 100.0
lama perawatan yang sudah dilewati di rumah sakit saat ini
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1-5 6 19.4 19.4 19.4
6-10 1 3.2 3.2 22.6
11-15 2 6.5 6.5 29.0
16-20 22 71.0 71.0 100.0
Total 31 100.0 100.0
pengalaman rawat inap sebelumnya
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tidak 18 58.1 58.1 58.1
Ada 13 41.9 41.9 100.0
(78)
diagnosa penyakit sekarang
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Talesemia 10 32.3 32.3 32.3
tumor orbital 3 9.7 9.7 41.9
Leukemia 7 22.6 22.6 64.5
gastro entestinal 2 6.5 6.5 71.0
TB 6 19.4 19.4 90.3
Ginjal 2 6.5 6.5 96.8
Neoroblastoma 1 3.2 3.2 100.0
Total 31 100.0 100.0
Frequencies
Statistics pengamatan 1,
fase protes fase putus asa fase pelepasan
N Valid 31 31 31
Missing 0 0 0
Frequency Table
pengamatan 1, fase protes
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid anak tidak mengalami
fase protes
19 61.3 61.3 61.3
anak mengalami fase protes
12 38.7 38.7 100.0
Total 31 100.0 100.0
(1)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid anak tidak mengalami
fase putus asa
17 54.8 54.8 54.8
anak mengalami fase putus asa
14 45.2 45.2 100.0
Total 31 100.0 100.0
fase pelepasan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid anak tidak mengalami
fase pelepasan
21 67.7 67.7 67.7
anak mengalami fase pelepasan
10 32.3 32.3 100.0
Total 31 100.0 100.0
Frequency Table
pengamatan 2, fase protes
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid anak tidak mengalami
fase protes
25 80.6 80.6 80.6
anak mengalami fase protes
6 19.4 19.4 100.0
(2)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid anak tidak mengalami
fase putus asa
23 74.2 74.2 74.2
anak mengalami fase putus asa
8 25.8 25.8 100.0
Total 31 100.0 100.0
fase pelepasan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid anak tidak mengalami
fase pelepasan
24 77.4 77.4 77.4
anak mengalami fase pelepasan
7 22.6 22.6 100.0
Total 31 100.0 100.0
Frequency Table
pengamatan 3, fase protes
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid anak tidak mengalami
fase protes
27 87.1 87.1 87.1
anak mengalami fase protes
4 12.9 12.9 100.0
Total 31 100.0 100.0
(3)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid anak tidak mengalami
fase putus asa
26 83.9 83.9 83.9
anak mengalami fase putus asa
5 16.1 16.1 100.0
Total 31 100.0 100.0
fase pelepasan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid anak tidak mengalami
fase pelepasan
25 80.6 80.6 80.6
anak mengalami fase pelepasan
6 19.4 19.4 100.0
(4)
Lampiran 7
JADWAL PENELITIAN Nama : Tati Febrianti
NIM : 091121001
Judul penelitian : Tingkah Laku Sosial Anak Prasekolah Saat Menjalani Rawat Inap di RB4 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Dosen pembimbing : 1. Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M. Kep 2. Erniyati, S.Kp. MNS
No Aktifitas Penelitian
Juni 2010
Juli 2010
Agustus 2010
Sept 2010
Okt’ 2010
Nov’ 2010
Des’ 2010
Januari 2011 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Mengajukan judul penelitian /
2 Acc judul proposal 3 Survey Awal
4 Menyusun BAB 1, 2, 3 4 5 Menyerahkan proposal penelitian 6 Sidang proposal penelitian 7 Revisi proposal penelitian 8 Pengumpulan data responden 9 Analisa data
10 Penyusunan laporan/skripsi 11 Pengajuan sidang skripsi 12 Ujian sidang skripsi 13 Revisi skripsi
(5)
Lampiran 8
TRANSASI DANA
A. Penelitian Proposal
1. Penelusuran literatur dan internet Rp. 200.000 2. Print literatur dan internet Rp. 120.000 3. Fotokopi literatur dari buku Rp. 100.000 4. Pengetikan dan print proposal Rp. 300.000 5. Penggandaan dan penjilidan proposal Rp. 90.000 6. Fotokopi transparan untuk presentasi Rp. 30.000
7. Konsumsi saat sidang Rp. 50.000
B. Administrasi Penelitian
1. Registrasi mata kuliah skripsi Rp. 300.000
2. Biaya surfe awal Rp. 45.000
3. Biaya penelitian di lokasi Rp. 114.000 C. Pengumpulan dan Analisa data
1. Biaya penggandaan kuesioner dan
Lembar persetujuan responden Rp. 100.000
2. Biaya transportasi Rp. 150.000
Total Rp. 1.599.000
(6)
Lampiran 9
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Tati Febrianti
Tempat/ Tanggal Lahir : Air Berudang/ 15 Februari 1987
Jenis Kelamin : Wanita
Agama : Islam
Alamat : Jl. T.Ben. Mahmud No. 34 Desa Airberudang
Kec. Tapak Tuan, Kab. Aceh Selatan
Tahun Ajaran : 2009/2010
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri Air Berudang (1993-1999)
2. SMP Negeri 1 Tapak Tuan, Aceh Selatan (1999-2002)
3. SMA Negeri 1 Tapak Tuan, Aceh Selatan (2002-2005)
4. D111 Keperawatan PEMKAB Aceh Selatan (2005-2008)
5. Ekstensi Keperawatan USU Medan (2009-2010)