Hubungan Pernikahan Sirri dengan Pencatatan

36 1 Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat islam setiap perkawinan harus dicatat. 2 Pencatatan perkawinan tersebut, pada ayat 1 dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 jo. Undang-Undang Nmor 32 Tahun 1954. Pasal 6 1 Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. 2 Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah yang tidak mempunyai kekuatan hukum Pasal 7 1 Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah. 2 Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama. 3 Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan: a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian b. Hilangnya Akta Nikah c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan d. Adanya perkawinan terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, dan 37 e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. 4Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau istri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkwinan itu. Fundamentum yurudis dalam pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 diperjelas penekanannya dalam pasal 4-7 Kompilasi Hukum Islam. KHI memuat aturan-aturan sebagai berikut: 29 a. Sahnya perkawinan mesti dilakukan menurut hukum islam. b. Dilarang pria islam kawin dengan non-muslim. c. Setiap perkwinan harus dicatat. d. Perkawinan harus sah apabila dilangsungkan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah PPN. e. Perkawinan di luar PPN adalah perkawinan liar. f. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat PPN. Dalam perkawinan, pencatatan mutlak jelas diperlukan. Adapun fungsi dan kegunaan pencatatan adalah untuk memberikan jaminan hukum terhadap perkawinan yang dilakukan, bahwa perkawinan itu dilaksanakan dengan sungguh- sungguh, berdasarkan I’tikad baik, serta suami sebagai pihak yang melakukan transaksi benar-benar akan menjalankan segala konsekuensinya atau akibat hukum dari perkawinan yang dilaksanakannya itu. 29 ABD. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Kencana, 2010, h. 296 38 Melalui pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan akta nikah, yang masing-masing suami istri mendpatkan salinannya, apabila terjadi perselisihan atau percekcokan di antara mereka, atau salah satu pihak tidak bertanggung jawab, maka yang lainnya dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh hak masing-masing. Karena dengan akta tersebut, baik suami maupun istri memiliki bukti otentik atas perubahan hukum yang telah mereka lakukan. 30 Dalam hal pencatatan perkawinan ini, bagi mereka yang menganut agama islam dilakukan oleh PPN sebagaimana dimaksud UU No. 32 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk. Dan bagi mereka yang menganut agama di luar islam, dicatat oleh KCS. Dalam pasal 11 ayat 1 dan 3 disebutkan bahwa sesaat sesudah perkawinan dilangsungkan, kedua mempelai menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan oleh PPN yang turut menghadiri perkawinan tadi, dan dengan penanda-tanganan akta nikah itu, maka perkawinan telah tercatat secara resmi menurut hukum dan kepada masing-masing suami istri diberi satu salinan akta nikah tersebut.dengan diberikannya salinan akta nikah kepada masing-masing suami-isteri, maka perkainan mereka telah dinyatakan sebagai perkawinan yang sah dan harus dilindungi oleh hukum. Perkawinan yang tidak dicatat sering disebut perkawinan sirri atau perkawinan di bawah tangan atau dalam bahasa fikih disebutkan az-zawaj al- „urf. Menurut Huzaemah Tahido Yanggo bahwa ia membedakan antara perkawinan sirri dengan nikah di bawah tangan. Menurutnya, nikah sirri adalah nikah yang dirahasiakan atau disembunyikan 30 Yayan Sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, Jakarta: PT. Semesta Rakyat Merdeka, 2010, h.133 39 supaya tidak diketahui oleh orang lain. Sementara nikah di bawah tangan adalah nikah yang secara fikih memenuhi syarat dan rukun yang ditetapkan, namun dalam pernikahan ini tidak dicatat secara resmi oleh pegawai pencatat nikah. 31 Bagi yang tidak mendaftarkan perkawinan atau yang enggan melangsungkan perkawinan di hadapan pegawai pencatat nikah, maka akan menanggung risiko yuridis, perkawinannya dikualifikasikan sebagai perkawinan liar dalm bentuk kumpul kebo atau compassionate marriage. Larangan kumpul kebo kemudian ditentukan dalam pasal 422 RUU-KUHP 1999-2000, tetapi masih merupakan delik aduan. Orang-orang atau para pihak yang dapat melakukan pengaduan adalah keluarga salah satu pihak sampai derajat ketiga, atau kepala adat, atau kepala desalurah setempat. Dengan berbagai langkah yang dapat dilakukan penulis, antara lain melalui buku Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam, cetakan ke-1 sampai dengan cetakan ke-3, akhirnya dirumuskan laranan kumpul kebo dalam Pasal 487 RUU-KUHP 2008, yang bukan sebagai delik aduan lagi, tetapi sudah menjadi delik umum atau delik biasa. Kumpul kebo, menurut Pasal RUU-KUHP tahun 2008 adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan yang melakukan hidup bersama seperti suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah. Sedangkan pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negri Sipil, yang diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1990 merumuskan ketentuan bahwa “Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan istrinya atau dengan pria 31 Yayan Sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, h.134 40 yang bukan suaminya sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah”. 32 Pencatatan bukanlah suatu hal yang menentukan sah atau tidaknya perkawinan. Perkawinan adalah sah kalau telah dilakukan menurut ketentuan agamanya, walaupun tidak atau belum didaftarkan. Dalam Surat Putusan Mahkamah Islam Tinggi pada tahun 1953 No. 2319 menegaskan bahwa bila rukun nikah telah lengkap, tetapi tidak didaftarkan, maka nikah tersebut sah, sedangkan yang bersangkutan dikenakan denda karena tidak didaftarkannya nikah itu. 33 Pencatatan perkawinan dalam putusan Mahkamah Agung Islam Tinggi pada Tahun 1953 No. 2319 menganalisis bahwa Mahkamah Agung Islam Tinggi berpendapat sesuai dengan hukum islam, maka perkawinan itu sah walaupun tidak didaftarkan pada Pencatatan Pegawai Nikah. Sedangkan dengan Putusan Mk yang mengabulkan kasus Machica dengan pasal 43 UU Perkawinan 1974 bahwa anak yang lahir dari hasil pernikahan sirri pernikahan yang tidak dicatatkan maka mempunyai hubungan dengan bapak biologisnya, karena MK berasumsi bahwa bayi yang tidak bersalah atas kelahirannya. Setiap bayi memang dilahirkan dalam keadaan suci, sehingga tidak semestinya ia dirugikan akibat ulah orang tuanya. Lembaga pencatatan perkawinan merupakan syarat administrasi, selain substansinya bertujuan untuk menertibkan hukum, ia mempunyai cakupan manfaat yang sangat besar bagi kepentingan dan kelangsungan suatu 32 Djubaidah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan tidak dicatat menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika 2012, h. 351 33 ABD. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Kencana 2010, h. 295 41 perkawinan. Setidaknya ada dua manfaat pencatatan perkawinan, yakni manfaat prevensif dan manfaat represif. Manfaat preventif, yaitu untuk menanggulangi agar tidak terjadi kekurangan atau penyimpangan rukun dan syarat-syarat perkawinan, baik menurut hukum agama dan kepercayaannya itu, maupun menurut perundang- undangan. Dalam bentuk konkretnya, penyimpangan tadi dapat dideteksi melalui prosedur yang diatur dalam Pasal 3 PP No. 9 tahun 1974: 34 1. Setiap orang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat di tempat perkawinan akan dilangsungkan. 2. Pemberitahuan tersebut dalam ayat 1 dilakukan sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan. 3. Pengecualian terhadap waktu tersebut dalam ayat 2 disebabkan sesuatu alasan yang penting, diberi oleh Camat atas nama Bupati Kepala Daerah. Dalam perkembangan terakhir ini, kehadiran penghulu dalam upacara pernikahan sebagai pelaksana peraturan perundang-undangan perkawinan diwajibkan di negara-negara muslim. Ketidakhadiran pegawai pencatat nikah dalam suatu upacara perkawinan dapa menyebabkan yang menyelenggarakan perkawinan iut, di beberapa negara, dijatuhi pidana, sedang pernikahannya sendiri yang kemudian dicatatkan tidak dibatalkan. Di negara-negara muslim diwajibkan adanya pencatatan perkawinan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di masing-masing negara, kendatipun bukan merupakan rukun nikah, tetapi dianggap sangat penting 34 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013, edisi revisi, h.94 42 untuk pembuktian pernikahan yang sah yang dilakukan oleh seseorang. Selain dari perkawinan itu sendiri harus dicatat, surat-surat yang berkaitan dengan pernikahan itu harus disimpan, didokumentasikan untuk kepentingan pembuktian kalu timbul keraguan atau masalah di kemudian hari. 35 Adapun manfaat represif Akta Nikah adalah sebagai berikut. Bagi suami istri yang karena sesuatu hal perkawinannya tidak dibuktikan dengan Akta Nikah, kompilasi memberi solusi kepada mereka untuk mengajukan permohonan itsbat penetapan nikah kepada pengadilan agama. Hal ini dimaksudkan untuk membantu masyarakat, agar di dalam melangsungkan perkawinan tidak hanya mementingkan aspek-aspek hukum fiqih saja, tetapi aspek-aspek keperdataannya juga diperhatika secara seimbang. Jadi, pencatatan adalah merupakan bentuk usaha pemerintah untuk mengayomi warga masyarakat dami terwujudnya ketertiban dan keadilan. Pasal 7 ayat 2 dan 3 menyebutkan: 1. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke pengadilan agama. 2. Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan: 36 a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian. b. Hilangnya Akta Nikah. c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan. 35 ABD. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, h. 296 36 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia. h. 96 43 d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Tidak ada sumber-sumber fikih yang menyebutkan mengapa dalam hal pencatatan perkawinan dan membuktikannya dengan akta nikah, tidak dianalogikan kepada ayat muamalah tersebut. Dalam kaidah hukum islam, pencatatan perkawinan dan membuktikannya dengan akta nikah, sangat jelas mendatangkan maslahat bagi tegaknya rumah tangga. Sejalan dengan kaidah : ا ْا ف س ق ع ج ْ ْا ص “menghindari kerusakan didahulukan daripada memperoleh kemaslahatan.” ص ف ْلا ع ا ع ْ ط ْ ْص “tindakan peraturan, berintikan terjaminnya kepentingan dan kemaslahatan rakyatnya.” Pemerintah yang mengatur tentang pencatatan perkawinan dan membuktikannya dengan akta nikah, dalam perspektif metodelogi, diformulasikan menggunakan metode istishlah atau maslahat mursalah. 37 Hal ini karena meskipun secara formal tidak ada ketentuan ayat atau sunnah yang memerintahkan pencatatan nikah, kandungan maslahatnya sejalan dengan tindakan syara’ mulaimah Ii tasharrufat al-syar‟i yang ingin mewujudkan kemaslahatan bagi manusia. Atau dengan 37 Maslahah Mursalah yang artinya menurut bahasa yaitu kebaikan yang dikirimkan atau kebaikan yang terkandung. 44 memerhatikan ayat yang dikutip di atas, dapat dilakukan analogi qiyas, karena ada kesamaan „illat, yaitu untuk menghindari dampak negative yang ditimbulkan nikah yang tidak dicatat. 38 Seperti firman Allah:                               artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah Al- Qur‟an dan Rasul sunnahnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.An-Nisa: 59 Seperti yang disebutkan di atas, bahwa dalam pengambilan hukum pencatatan nikah ini adalah qiyas, yang berarti menghukum sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk diketahui adanya persamaan antara keduanya, ini disebut Manhaj. Menurut Ushul fiqh qiyas 39 adalah: “Menghubungkan menyamakan hukum sesuatu yang tidak ada ketentuan hukumnya dengan sesuatu yang ada ketentuan hukumnya karena ada persamaan illat antara keduanya”. Di dalam Tatbiqiyyah dan Natijah Al-Hukm bahwa:  Al-Ashl Firman Allah:            38 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 101 39 Basiq Djalil, Ushul Fiqih 1 dan 2, Jakarta: Kencana, 2010, h. 160 45 Artinya: “hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”Al-Baqarah: 282  Al-Far’u Hukum pencatatan perkawinan tidak ditemukan pada al- Qur’an dan hadist. Bahkan bahasan ini kurang mendapat perhatian serius dari ulama fiqh walaupun ayat al- Qur’an yang menghendaki untuk mencatat segala transaksi muamalah.  Hukum Ashal Hukum yang terdapat pada ashal adalah sunnah karena al- Qur’an yang menganjurkan untuk mencatat segala bentuk transaksi muamalah, seperti pda surah al-Baqarah ayat 282. Bahwa perintah mencatat perihal hutang piutang. Kalimat ْ ْك ف adalah kalimat anjuran yang menekan dan setiap anjuran dalam kaidah fiqh adalah sunnah.  Al-Illat Adalah sifat yang terdapat hukum asal. Dipakai sebagai dasar hukum dengan illat itu dapat diketahui hukum cabang furu‟ illat dari pencatatan hutang piutang adalah bukti keabsahan perjanjiantransaksi muamalah bayyinah syar‟iyah. Kesimpulannya bahwa hukum pencatatan perkawinan adalah sunnah muaqqad sebagai hukum pencatat dalam aqad hutang piutang. 40 40 http:www.bloggercopai.blogspot.com201209maslahah-mursalah-sebagai- dalil-hukum.html?m=1 diakses pada 4 Juli 2015 pukul 00.42 wib 46

BAB III KONDISI OBYEKTIF WILAYAH PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kelurahan Jatinegara

Berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 27 Tahun 1989, Kelurahan Jatinegara merupakan salah satu Kelurahan di wilayah Kecamatan Cakung Kotamadya Jakarta Timur yang memiliki luas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara : Berbatasan dengan saluran kali Kelurahan Rawa Terate, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur; Sebelah Timur : Berbatasan dengan saluran air kalI Buaran Kelurahan Penggiligan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur; Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Rel Kereta Api Kelurahan Klender, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur; Sebelah Barat : Berbatasan dengan Jalan Raya Bekasi Kelurahan Jatinegara Kaum, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur. Pemerintah Kelurahan merupakan ujung tombak pelayanan yang diberikan oleh perangkat dekonsentrasi dimana Lurah sebagai perangkat daerah merupakan Wakil Pemerintah yang langsung berhadapan dengan masyarakat dan senantiasa menjadi titik perhatian bagi masyarakat maupun pejabat tingkat atasnya. Hal ini sesuai dengan penjelasan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota 47 Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia Jakarta khususnya pasal 12 yang menjelaskan bahwa kewenangan Pemerintah Kelurahan mencakup pelaksanaan pelayanan masyarakat yang terdiri dari : 1. Penyelenggaraan kegiatan palayanan masyarakat yang menjadi kewenangannya. 2. Penyusunan dan penetapan kebijakan pemberdayaan masyarakat yang tumbuh atau inisiatif masyarakat. 3. Pemeliharaan terciptanya ketenteraman dan ketertiban. 4. Pelaksanaan program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kelurahan Jatinegara memiliki 14 Rw dan 166 Rt, adapun komposisi peruntukan tanah di wilayah Kelurahan Jatinegara sebagai berikut: Tabel 1 Komposisi Peruntukan Tanah No. Peruntukan Tanah Luas Ha 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Perumahan pemukiman Perdagangan dan Jasa Industri Kantor Pemerintah Fasilitas Umum Ruang Terbuka Hijau Jalan Sungai dan Saluran 158,65 2,02 398,15 27,60 24,96 26,39 19,69 2,19 Jumlah 659,75 Sumber data: Laporan Kelurahan Jatinegara pada bulan April 2015

B. Kondisi Masyarakat Kelurahan Jatinegara Jakarta Timur

Dalam Perangkat Pemerintah Kelurahan sebagai tindak lanjut Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2001 tentang bentuk Sususnan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi DKI Jakarta dan Keputusan Gubernur 48 Provinsi DKI Jakarta, Perangkat Pemerintah Kelurahan terdiri dari Lurah, Sekretaris Kelurahan, 3 Kasi, dan 9 Staf. Adapun nama-nama Perangkat Pemerintha Kelurahan sebgai berikut: Tabel 2 Nama-nama Perangkat Pemerintah Keluahan Jatinegara No. Nama Jabatan PangkatGol 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Drs. Ali Wahyudin, M.Si Ani Kurniani, SE Eko Kurdaryati, SE Jariyah, SE Bambang Supriyadi, SE Hj. Tri Maret s,S.SOS Katini Suparman, SAP P Samodro, SAP Martha Patabang Muslim Ali Wisnu Kuniawan, Amd Desty Handiani, Amd Syahroni Lurah Sekretaris Kelurahan Kasi Pemerintahan dan Trantib Kasi Kesmas dan Perekonomian Plt. Kasi Sarana Prasarana dan Kebersihan Lingkungan Staf Staf Staf Staf Staf Staf Staf Staf Staf Penata Tk. IIIId Penata Tk. IIIId Penata Muda IIIb Penata Madya IVa Penata Muda IIIb Penata Tk. IIIId Penata IIIc Penata Tk. I IIId Penata Tk. IIIId Penata Tk. IIIId Pengatur Tk. IIId Pengatur Tk. I IId Pengatur IIc Juru Tk. I Id Sumber data laporan Keluraha Jatinegara April 2015 Dalam hal kependudukan, Kelurahan Jatinegara sama halnya dengan Kelurahan lainnya,yang setiap tahunnya jumlah kependudukannya terus bertambah. Data yang penulis peroleh dari buku laporan Kelurahan Jatinegara Jakarta Timur memperlihatkan gambaran sebagai berikut: 49 1. Kondisi kependudukan Tabel 3 Penduduk Kelurahan Jatinegara Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin No. Umur Laki-laki perempuan Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 0-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun 15-19 Tahun 20-24 Tahun 25-29 Tahun 30-34 Tahun 35-39 Tahun 40-44 Tahun 45-49 Tahun 50-54 Tahun 55-59 Tahun 60-64 Tahun 65-69 Tahun 70-74 Tahun 75 keatas 5.320 6.329 4.244 3.238 3.214 3.350 4.169 3.689 3.585 4.100 1.950 4.135 850 385 214 138 3.350 3.150 3.601 3.480 4.659 6.145 4.948 4.993 2.984 3.957 1.851 1.009 426 285 215 126 8.670 9.449 7.845 6.718 7.873 9.495 9.117 8.682 6.569 8.057 3.801 5.144 1.276 670 429 264 Jumlah 48.910 45.149 94.059 Sumber data: Laporan Kelurahan Jatinegara April 2015 Dalam tabel di atas penduduk sebagian besar didominasi warga yang berusia 20 Tahun ke atas berjumlah 61.377 orang 65,25 . Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Kelurahan Jatinegara tersebut sudah termasuk memasuki usia yang produktif. 2. Perekonomian Keluarahan Jatinegara merupakan wilayah yang memiliki potensi perekonomian cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dengan kawasan industri dan banyaknya tempat usaha baik yang bergarak di bidang perdagangan