Fenomena Pernikahan Sirri Secara Online di Indonesia

(1)

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Disusun Oleh:

Ratu Solihat

NIM : 1111043200002

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2015 M


(2)

(3)

(4)

(5)

v

Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015. x + 78 halaman.

Praktek pernikahan sirri online yang terkuak baru-baru ini adalah pernikahan yang dilakukan dengan memanfaatkan jasa penghulu online. Diketahui ada beberapa situs online yang menawarkan jasa pernikahan sirri online. Situs-situs ini bersedia menikahkan pasangan yang order sesuai dengan permintaan mereka. Jasa yang ditawarkan oleh situs-situs pernikahan illegal ini bermacam-macam, mulai dari jasa penyediaan penghulu saja sampai penyediaan wali dan saksi. Bahkan mereka juga bersedia datang ke tempat pelanggan jika memang diorder demikian, maka semakin tinggi biaya yang diperlukan untuk melaksanakan pernikahan. sekarang ini banyak masyarakat yang memilih dengan melakukan pernikahan sirri dan dilakukan secara online, sehingga baik para pemerintah dan para ulama menuai kritik tajam dari beberapa ormas-ormas keislaman seperti NU, MUI dan Muhammadiyah, yang menyatakan ketidak persetujuan mereka atas praktik pernikahan yang terjadi pada saat ini.

Penelitian ini merupakan pendekatan empiris atau sosiologi hukum. Jenis Penelitian ini adalah pendekatan dengan melihat sesuatu kenyataan hukum di dalam masyarakat. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan deskriptif analisis yang menekankan pada sebuah gambaran baru terhadap data yang telah terkumpul yang bertujuan untuk menggambarkan secara subyektif tentang pernikahan sirri secara online dalam pandangan para ulama NU, MUI dan MUHAMMADIYAH. Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yaitu dengan mencari data langsung ke lapangan guna mendapatkan data yang jelas dan akurat melalui wawancara para ulama NU, MUI dan Muhammadiyah.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No.1/1974 Jo. Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (1) dan (2) KHI, suatu perkawinan di samping harus dilakukan secara sah menurut hukum agama, juga harus dicatat oleh pejabat yang berwenang.

Berdasarkan pendekatan yang dilakukan di atas, hasil penelitian menunjukan bahwa nikah sirri online itu di dalam praktiknya, para oknum bukan hanya memberikan pelayanan penyediaan penghulu saja, melainkan penyediaan wali serta saksi, maka dapat disimpulkan pernikahan semacam ini tidaklah memenuhi syarat serta rukun yang semestinya sesuai syariat, dan pernikahannya pun tidak tercatatkan di Negara, sehingga jelas tidak sah pernikahannya

Kata Kunci : Pernikahan Sirri, Pernikahan Online, NU, MUI,

MUHAMMADIYAH.

Dosen Pembimbing : Dr. A. Sudirman Abbas, MA


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil „alamiin, tak ada kata yang pantas penulis ucapkan

selain ungkapan puja dan puji serta rasa syukur atas karunia yang tak terhingga yang diberikan Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “FENOMENA PERNIKAHAN SIRRI SECARA ONLINE DI

INDONESIA” ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW juga kepada keluarga, sahabat, dan umatnya yang senantiasa mengikuti jejak dan langkah beliau sampai hari akhir nanti, amiin. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian Sarjana Syariah. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki.

Setelah perjuangan yang begitu berat dan melelahkan, akhirnya skripsi ini selesai juga ditulis. Penulis sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak dan semoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin meyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu, khususnya:

1. Bapak Asep Saepudin Jahar, M.A., Ph.D., selaku dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(7)

vii

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. A. Sudirman Abbas, MA., H. A. Bisyri Abd.Somad, M.A., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan ilmu, waktu, dan semangat serta memberikan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Ummi Kultsum, M.Pd., selaku dosen penasehat akademik yang telah membimbing semasa kuliah.

5. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, dan Ibu Dra. Hj. Afidah Wahyuni, M.Ag selaku dosen penguji skripsi yang penulis hormati, yang telah memberikan tenaga dan pikirannya untuk medidik penulis agar kelak menjadi manusia yang berilmu dan berguna.

6. Kepada Bapak K.H. Arwani Faishal selaku Ketua Bathasul Masail NU, Dr. Muhammad Lutfi Fatullah dan Dr. Fuad Thohari selaku Ketua Komisi Fatwa dan sekretaris Ketua Komisi Fatwa MUI-DKI, Dr. H. Abdul Mu‟ti, M.Ed., selaku Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah yang telah memberikan bantuan yang berharga berupa wawancara untuk proses wawancara dalam penelitian ini.

7. Segenap karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta


(8)

viii

yang telah memberikan bantuan berupa bahan-bahan yang dijadikan referensi dalam penulisan skripsi ini.

8. Sang motivator yang sangat penulis hormati dan cintai yaitu kedua orang tua, Ayahanda H. Tb. Eddi Junaedi dan Ibunda Hj. Murtafiah, terima kasih atas semua jasa yang tidak akan pernah terbalaskan, dengan mengerahkan seluruh kasih sayang, bimbingan serta nasehat dan doanya, sehingga penulis mampu berdiri kokoh seperti sekarang. Muliakan mereka selalu ya Rabb. 9. Teman seperjuangan menuntut ilmu seluruh teman di PMH angkatan 2011.

Khususnya kepada “The Four Success Women”: Mia, Lia, Dinda. Terima kasih atas semua persahabatan yang telah kita rajut selama ini. Terima kasih pula kepada Afrita, Nita, Avivah, Ulfah, Rizki, Syahrul, dan seluruh teman-teman PMF-PMFK angkatan 2011, terima kasih atas canda tawa dan dorongan semangatnya, semoga persahabatan kita tidak akan pernah putus oleh jarak dan waktu.

10. Terima kasih kepada Abdul Azis Dzaelani dan para sahabat terbaikku: Qonita, Nur Azizah, Titi, Upi, Mia, Yuni, jannah, dede, vivi dan kakak-kakak tersayang Nunung Lasmana dan Taty Budiarti yang setia mendengarkan curahan hati penulis selama mengerjakan skripsi ini.

Akhirnya atas jasa dan bantuan dari semua pihak, baik berupa moril maupun materi, penulis haturkan terima kasih. Penulis berdoa semoga Allah SWT membalasnya dengan imbalan pahala yang berlipat ganda dan sebagai amal jariyah yang tidak akan pernah surut mengalir pahalanya dan mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat dan berkah bagi penulis dan semua pihak.


(9)

ix

DAFTAR ISI ix

PEDOMAN TRANSLITERASI xii BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C.Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

D.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

E. Review Studi Terdahulu ... 7

F. Metode Penelitian ... 9

G.Sistematika Penulisan ... 12

BAB II PERNIKAHAN SIRRIONLINE DALAM TINJAUAN UMUM A. Pernikahan 1. Pengertian Pernikahan; Syarat, Rukun Dan Tujuan ... 14

2. Pengertian pernikahan sirri ... 20

3. Pernikahan sirri menurut para ulama ... 23

4. Pernikahan sirri ditinjau dari Undang-undang ... 27

B. Pernikahan Online ... 32

1. Pengertian pernikahan Online: Macam-macam Pernikahan Online ... 32


(10)

x

C. Pernikahan sirri secara online ... 36 1. Pengertian pernikahan sirri Online ... 36 2. Praktik Pernikahan Sirri Online ... 39

BAB III BIOGRAFI ULAMA NU, MUI, MUHAMMADIYAH DAN

PENDAPAT MEREKA TENTANG NIKAH SIRRI ONLINE

A. Nikah SirriOnline Perspektif Ulama NU ... 41 a. Gambaran Umum K.H. Arwani Faishal

1. Biografi K.H. Arwani Faishal ... 41 2. Pendapat dan Dasar Hukum Tentang Pernikahan

Sirri Secara Online ... 42 B. Nikah SirriOnline Perspektif UlamaMUI... 45

a. Gambaran Umum Dr. Muhammad Lutfi Fathullah

1. Biografi Dr. Muhammad Lutfi Fatullah ... 45 2. Pendapat dan Dasar Hukum Tentang Pernikahan

Sirri Secara Online ... 45 a. Gambaran Umum Dr.Fuad Thohari

1. Biografi Dr. Fuad Thohari ... 46 2. Pendapat dan Dasar Hukum Tentang Pernikahan

Sirri Secara Online ... 48 C. Nikah SirriOnline Perspektif Ulama Muhammadiyah ... 54

a. Gambaran Umum Dr. Abdul Mu‟ti

1. Biografi Dr. Abdul Mu‟ti ... 54 2. Pendapat dan Dasar Hukum Tentang Pernikahan


(11)

xi

MENURUT ULAMA NU, MUI DAN MUHAMMADIYAH

A. Faktor Terjadinya Pernikahan SirriOnline ... 56 B. Hukum Pernikahan Sirri Online ... 59 C. Dampak Pernikahan Sirri Online ... 69

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 72 B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA 74


(12)

xii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN

Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:

A. Konsonan

b = ب

t = ت

th = ث

j = ج

h{ = ح

kh = خ

d = د

dh = ذ

r = ر

z = ز

s = س

sh = ش

s{ = ص

d{ = ض

t{ = ط

z{ = ظ

= ع

gh = غ

f = ؼ

q = ؽ

k = ؾ

l = ل

m = م

n = ن

h = ق

w = و

y = ي

B. Vokal

1. Vokal Tunggal

Tanda Nama Huruf Latin Nama

َ Fath}ah A A

َ

ِِ Kasrah I I

ُ D}amah U U

2. Vokal Rangkap

Tanda Nama GabunganHuruf Nama

َ...

ل Fath}ah danya Ai a dan i

َ...

و Fath}ahdanwau Au a dan w

Contoh:


(13)

xiii يِ

وُ D}amah danwau u> u dangaris di atas D. Ta’Marbu>t}ah (ة)

Transliterasi ta‟ marbu>t}ah ditulis dengan “h” baik dirangkai dengan kata sesudahnya maupun tidak contoh mar‟ah (ةأرم) madrasah (ةسردم(

Contoh:

ةرونماةنيدما : al-Madi>nat al-Munawwarah

E .Shaddah

Shaddah tashdi>d pada transliterasi ini dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang bershaddah itu.

Contoh:

لّزن : nazzala

F. Kata Sandang

Kata sandang “ـلا” dilambangkan berdasarkan huruf yang mengikutinya, jika diikuti huruf shamsiyah maka ditulis sesuai huruf yang bersangkutan, dan ditulis

“al” jika diikuti dengan huruf qamariyah. Selanjutnya لا ditulis lengkap baik menghadapi al-Qamariyah, contoh kata al-Qamar (رمقلا) maupun al-Shamsiyah seperti kata al-Rajulu (لجرلا)

Contoh:


(14)

(15)

1

Era saat ini, segala sesuatu dapat diselesaikan dengan cara-cara yang praktis. Hal ini merupakan dampak yang timbul dari hadirnya teknologi. Teknologi komunikasi adalah sistem elektronik yang digunakan untuk berkomunikasi antar individu atau kelompok orang. Teknologi komunikasi memfasilitasi komunikasi antar individu atau kelompok yang tidak bertemu secara langsung.

Kemajuan ilmu dan teknologi yang semula bertujuan untuk mempermudah pekerjaan manusia, tetapi kenyataannya teknologi telah menimbulkan keresahan dan ketakutan baru bagi kehidupan manusia. Ketakutan yang dirasakan oleh manusia akibat perkembangan teknologi ini disebabkan adanya kekhawatiran akan penyalahgunaan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Penggunaan teknologi internet sudah menjadi suatu kebutuhan penting bagi banyak orang saat ini.

Perkembangan teknologi dari hari ke hari semakin pesat dan memasyarakat. Selain penemuan-penemuan (Discovery) di bidang kedokteran, kimia dan fisika, telah banyak pula ditemukan teknologi-teknologi baru di bidang konstruksi, transportasi dan yang tak kalah penting penemuan di bidang komunikasi; sebagai contohnya adalah internet, telepon, teleconference, handphone/hp, telegram, telegraph, Pager, HT (Handy Talky) dan lain sebagainya.


(16)

2

Seringkali kita temui masyarakat melakukan penyalahgunaan teknologi internet. Penyalahgunaan teknologi memberikan informasi dan dampak yang negatif bagi penggunanya. Hal ini menjadi sangat memprihatinkan, yang terjadi pada sebuah pernikahan salah satunya fenomena yang terjadi pada saat ini adalah pernikahan sirri secara online.

Dari sudut pandang hukum yang berlaku di Indonesia, nikah sirri merupakan perkawinan yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No.1/1974 Jo. Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (1) dan (2) KHI, suatu perkawinan di samping harus dilakukan secara sah menurut hukum agama, juga harus dicatat oleh pejabat yang berwenang. Dengan demikian, dalam perspektif peraturan perundang-undangan, nikah sirri adalah pernikahan yang tidak mempunyai kekuatan hukum. Perkawinan yang tidak memiliki kekuatan hukum berdampak yuridis terhadap hak-hak pelayanan publik oleh instansi yang berwenang bagi pelakunya. Dengan kata lain, pernikahan sirri banyak membawa madharat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.1

Pernikahan bagi umat Islam merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami isteri berdasar akad nikah yang diatur dalam undang-undang dengan tujuan membentuk keluarga sakinah atau rumah tangga yang bahagia sesuai hukum Islam. Perkawinan itu satu-satunya sarana yang sah untuk membangun sebuh rumah tangga dan melahirkan

1

Prawirohamidjojo Soetojo , Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia, (Airlangga University Press:Surabaya, 1994), hlm.51


(17)

keturunan, sejalan dengan fitrah manusia.2 Pernikahan adalah ikatan yang sangat kuat atau mitsaqon ghalidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.3 Zakiyah Darajat, dkk mengemukakan bahwa ada lima tujuan dalam perkawinan, salah satunya adalah membangun rumah tangga untuk membentuk keluarga yang tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang serta menata keluarga sebagai subjek untuk membiasakan pengalaman-pengalaman ajaran agama.4 Oleh karena itu, untuk menjaga kesucian lembaga perkawinan itu, maka perkawinan atau pernikahan bagi umat Islam hanya sah apabila dilakukan menurut hukum Islam dan keberadaannya perlu dilindungi oleh hukum negara.

Praktek pernikahan sirri online yang terkuak baru-baru ini adalah pernikahan yang dilakukan dengan memanfaatkan jasa penghulu online.5 Diketahui ada beberapa situs online yang menawarkan jasa pernikahan sirri online. Situs-situs ini bersedia menikahkan pasangan yang order sesuai dengan permintaan mereka.6

Jasa yang ditawarkan oleh situs-situs pernikahan illegal ini bermacam-macam, mulai dari jasa penyediaan penghulu saja sampai penyediaan wali dan saksi. Bahkan mereka juga bersedia datang ke tempat pelanggan jika memang diorder demikian, maka semakin tinggi biaya yang diperlukan untuk melaksanakan pernikahan.

2

Hasbi Indra, Iskandar Ahza, dkk. Potret Wanita Shalehah, (Jakarta: PT Penamadani), hlm.61

3

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fikih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinana, ( Jakarta: Kencana, 2007), hlm.40

4

H.M.A. Tihami dan Sohari Sahrani. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Pers,2009), hlm. 15

5

www.iklansatu.com. Diunduh pada tanggal 10 Maret 2015, pukul 12.30 6

http://news.metrotvnews.com/ /pengertian-nikah-siri-online. Diunduh pada tanggal 19 Maret 2015, pukul.08.00


(18)

4

Pelayanan nikah sirri secara online ini memberikan berbagai informasi

dengan menggunakan kalimat iklan semenarik mungkin, yaitu “Jasa penghulu untuk mencegah dari perbuatan dosa”. Jasa nikah sirri online memiliki website di media sosial, sebagai sarana yang digunakan untuk pernikahan tersebut. Jasa pernikahan sirri online ini memasang iklan dengan menggunakan beberapa

“dalih” sebagai kekuatan hukum berupa dalil, sehingga membuat calon pengguna

nikah sirri online merasa yakin untuk menikah dengan menggunakan jasa ini. Salah satu dalil yang digunakan yaitu hadits; sebagaimana sabda Rasulullah saw :

:ُلوُقَ ي ُبُطْخَي َمَلَسَو ِهْيَلَع ُها ىَلَص َيِبَنلا ُتْعِمَس :ُلوُقَ ي ،ٍساَبَع َنْبا ُتْعِمَس «

وُذ اَهَعَمَو ََِإ ٍةَأَرْماِب ٌلُجَر َنَوُلْخَي ََ

اَسُت َََو ،ٍمَرْحَم مَرْحَم يِذ َعَم ََِإ ُةَأْرَمْلا ِرِف

ٍ

7

Artinya: “Aku mendengar Ibnu Abbas berkata: aku mendengar Rasulullah SAW berkhutbah, beliau bersabda: “Tidak diperbolehkan seorang lelaki dan perempuan berkhalwat (berdua-duaan) kecuali jika perempuan itu disertai mahramnya dan janganlah berepgian kecuali bersama makhramnya.

Pernikahan sirri yang dilakukan secara online pada saat ini telah menuai banyak kontroversi baik dari pemerintah maupun para ulama. Adapun Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menuturkan bahwa masyarakat yang memilih menikah dengan jalur tidak resmi, seperti pernikahan tersebut memilki konsekuensi menanggung berbagai resiko. Pernikahan sirri itu negara tidak tahu-menahu, karena negara tidak mencatat pernikahan tersebut. Jadi kalau terjadi apa-apa. konsekuensi dari pelaksanaan hak-hak dan pelaksanaan kewajiban itu berakibat tidak bisa diketahui, padahal hal ini adalah peristiwa sakral.

7 Muslim bin al-Haja>j, Shahih Muslim, (Beirut:Da>r ih}ya>‟ al-T{ura>s, t.t). Juz II. Hlm. 978


(19)

Sementara itu, aktifis dakwah yang juga Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yaitu Netty Prasetyani Heryawan mengatakan praktik nikah sirri online adalah sebuah pembodohan bagi perempuan, dan sering kali pihak yang rugi adalah perempuan. Sehingga ia menghimbau bagi masyarakat turut mencegah pernikahan tersebut.8

Pada kenyataannya sekarang ini banyak masyarakat yang memilih dengan melakukan pernikahan sirri dan dilakukan secara online, sehingga baik para pemerintah dan para ulama menuai kritik tajam dari beberapa ormas-ormas Islam yang menyatakan ketidakpersetujuan mereka atas praktik pernikahan yang terjadi pada saat ini.

Pada pernyataan yang telah dikemukakan di atas bahwa berawal dari latar belakang tersebut, penyusun sangat tertarik untuk mengkaji lebih dalam atas hasil pemikiran para ulama terkait permasalahan praktik pernikahan sirri yang dilakukan secara online, sehingga menjadi objek penelitian dalam penulisan skripsi ini dengan judul: “ FENOMENA PERNIKAHAN SIRRI SECARA

ONLINEDI INDONESIA”

8

http://bersamadakwah.net/nikah-siri-online-ini-pandangan-ulama-dan-pemerintah//. Diunduh pada tanggal 25 Maret 2015, pukul 16.00


(20)

6

B. Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini ditemukan permasalahan mengenai Peninjauan Kembali yang masih menjadi perdebatan di kalangan pakar-pakar dan aktivis hukum. Seperti; Bagaimana prosedur pernikahan sirri secara online? Apa yang menjadi penyebab seseorang untuk melakukan pernikahan sirri secara online? Apa saja dampak yang diterima oleh seseorang yang melakukan pernikahan sirri secara online? Bagaimana pemerintah menanggulangi penyebab terjadinya praktik pernikahan sirri secara online? Bagaimana pandangan para ulama tentang hukum pernikahan sirri secara online? Bagaimana istinbat hukum yang dikeluarkan oleh para ulama tentang hukum pernikahan sirri secara online? Apa saja sanksi yang dapat diterima bagi para penyedia jasa praktik pernikahan sirri secara online menurut para pemerintah dan para ulama? Bagaimana pendapat keduannya mengenai pelaku pernikahan sirri secara online yang dilakukan oleh anak di bawah umur menurut para ulama?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan dalam penulisan ini arahnya tidak terlalu melebar dan lebih fokus pada tema yang diharapkan, maka penulis membatasi pembahasan pernikahan sirri secara online menurut pandangan ulama NU, MUI dan Muhammadiyah.

Adapun perumusan masalah berdasarkan pembatasan masalah di atas, penulis rinci dalam bentuk pertanyaan, antara lain:

1. Bagaimana pendapat para ulama NU, MUI dan Muhammadiyah tentang pernikahan sirri secara online?


(21)

2. Apa dasar hukum para ulama tentang hukum akad pernikahan sirri secara online?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, antara lain:

1.Mengetahui bagaimana pendapat para ulama NU, MUI dan Muhammadiyah tentang pernikahan sirri secara online.

2.Mengetahui dasar hukum para ulama tentang hukum akad pernikahan sirri secara online.

Adapun beberapa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari skripsi ini antara lain:

Bagi penulis, diharapakan manfaat yang dapat diambil adalah bertambahnya wawasan dan pengetahuan baru mengenai masalah nikah sirri secara online;

1.Diharapkan dapat menyadarkan masyarakat betapa pentingnya pencatatan pernikahan;

2.Diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran, baik pada teori maupun praktek langsung di lapangan. Untuk menambah bahan pustaka mengenai pendapat seorang tokoh atau ulama dalam menetapkan pendapatnya yang dijadikan dasar rujukan ketetapan hukum masalah pernikahan sirri secara online.

E. Review Studi Terdahulu

Berdasarkan penelusuran yang telah penulis lakukan di beberapa skripsi serta artikel, maka terdapat skripsi dengan tema yang pernah membahas terkait dengan skripsi yang dituju, di antaranya adalah:


(22)

8

Pertama Wahyu Rishandi, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Akad Nikah Melalui Telefoncerence. Dalam pembahasan skripsi ini penulis mengangkat permasalahan tentang bagaimana kedudukan akad nikah yang dilakukan melalui teleconfrence, bagaimana akibat hukum terhadap adanya pelaksanaan akad nikah melalui teleconference. Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, penulis menarik kesimpulan bahwa Pernikahan melalui jalur atau sarana teleconference hukumnya adalah tidak sah. Hal ini diperkuat dengan pendapat Nadhatul Ulama yang menyatakan bahwa akad nikah melalui media telekomunikai (teleconference, internet, telepon dan lain-lain) adalah tidak sah, karena tidak satu majelis dan sulit dibuktikan

Kedua, Onti Rug9, Studi Analisis Hukum Islam Terhadap Akad Nikah Jarak Jauh (Analisis putusan No. 175/P/1989 Tentang Akad Nikah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan). Dari uraian yang penulis paparkan, maka penulis simpulkan bahwa Nikah lewat telepon tidak boleh dan tidak sah, karena bertentangan dengan ketentuan hukum syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penetapan/putusan pengadilan agama Jakarta Selatan yang mengesahkan nikah lewat telepon No. 175/P/1989 tanggal 20 April 1990 merupakan preseden yang buruk bagi dunia Peradilan Agama di Indonesia, karena melawan arus dan berlawanan dengan pendapat mayoritas dari dunia Islam. Penetapan peradilan agama tersebut hendaknya tidak dijadikan oleh para hakim

9

http://kumpulansebuahskripsi.blogspot.com/2014/11/studi-analisis-hukum-islam-terhadap. Diakses Pada hari jum‟at, 20 Maret 2015 pukul 10.36.


(23)

pengadilan agama seluruh Indonesia sebagai yurisprudensi untuk membenarkan dan mengesahkan kasus yang sama.

Ketiga, Abu Muawiyah,10 “Akad Nikah Melalui Telepon”, menurutnya Sah jika diyakini bahwa itu adalah betul suara dia (yang bersangkutan). Jika tidak yakin, maka sungguh telah ditemukan ada orang yang mampu meniru suara.Saya telah dikabarkan tentang seseorang di Shon‟a yang mampu meniru suara fulan dan suara fulan. Maka perkara-perkara ini tidak bisa dijadikan sandaran karena kadang ada seorang lelaki -sebagaimana yang kami katakan- dia memiliki kemampuan

untuk mengubah suaranya” F. Metode Penelitian

1. Pendekatan

Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan empiris11 atau sosiologi hukum. Jenis Penelitian ini adalah pendekatan dengan melihat sesuatu kenyataan hukum dalam masyarakat. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat aspek-aspek hukum dalam interaksi sosial di dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai penunjang untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi temuan bahan non hukum bagi keperluan penelitian atau penulisan hukum.

10Abu Muawiyah, “ Akad Nikah Melalui Telepon”, artikel diakses pada 22 Maret 2015 darihttp://al-atsariyyah.com/akad-wali-melalui-telepon.html

11


(24)

10

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research)12 yaitu dengan mencari data langsung ke lapangan guna mendapatkan data yang jelas dan akurat melalui wawancara para ulama NU, MUI dan Muhammadiyah.

3. Sumber Data

Sumber data yang dimaksud dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh.13 Untuk mempermudahkan mengidentifikiasikan data maka penulis mengklasifikasikan menjadi dua sumber data, antara lain:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan. Data primer disebut juga data asli atau data baru. Seperti : hasil wawancara para ulama NU, MUI dan MUHAMMADIYAH.

b. Sumber Data Sekunder

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya diperoleh dari laporan-laporan peneliti terdahulu. Data sekunder disebut juga dengan data tersedia14 seperti, Undang-undang, buku-buku, artikel dari media massa, majalah dan bahan informasi lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian.

12

Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, ( Yogyakarta: Andi Offset, 1989), hlm.19 13

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakter, Edisi Revisi IV, (Jakarta: Rineka Cipta, Cet. II, 1998), hlm. 114

14

M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 2002), hlm.82


(25)

4. Teknik pengumpulan data

Metode pengumpulan data yaitu upaya pengumpulan data-data yang relevan dengan kajian penelitian, yang diperoleh dengan cara:

a. Interview

Metode interview atau wawancara yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung kepada responden,15 atau mencari keterangan dengan cara berbincang-bincang dengan para pihak atau tokoh yang terlibat langsung dalam kajian penelitian. Wawancara selama ini sering dianggap sebagai metode yang paling efektif dikarenakan interview dapat bertatap muka langsung dengan responden untuk menanyakan prihal pribadi responden, fakta-fakta yang ada dan pendapat (opinion) maupun persepsi diri responden dan bahkan saran–saran responden.16 Maka penulis mengadakan wawancara para ulama NU, MUI dan MUHAMMADIYAH.

b. Dokumentasi

Pengertian dokumentasi yaitu kumpulan koleksi bahan pustaka (dokumen) yang mengandung informasi yang berkaitan dan relevan dengan bidang-bidang pengetahuan maupun kegiatan yang menjadi kepentingan instansi atau korporasi yang membina unit kerja dokumentasi tersebut.17 Macam-macam dokumentasi antara lain: buku, majalah, surat kabar, internet dan lain sebagainya.

15

P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV, ( Jakarta: Rineka Cipta,1995), hlm.39

16

Bambang Waluyu, Penelitian Hukum dalam Praktek, Cetakan Keempat, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 57

17

Soejono Trima, Pengamatan Ilmu Dokumentasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1984), hlm. 7


(26)

12

5.Metode Analisis Data

Tehnik analisis data yang akan peneliti uraikan adalah metode deskriptif analisis, yaitu analisa yang menekankan pada sebuah gambaran baru terhadap data yang telah terkumpul yang bertujuan untuk menggambarkan secara subyektif tentang pernikahan sirri secara online dalam pandangan para ulama NU, MUI dan MUHAMMADIYAH.

6. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan data yang digunakan adalah berpedoman kepada buku pedoman penulisan skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2012.

7. Sitematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, untuk mempermudah dalam memahami isi skripsi, maka penulis menyusun dan membagi isi skripsi ini ke dalam lima bab, tiap-tiap bab yang di dalamnya terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematikannya adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pendahuluan ini berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah tujuan penelitian, dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan metode penulisan, sistematika penulisan.

BAB II : PERNIKAHAN SIRI ONLINE DALAM TINJAUAN UMUM

Membahas tentang variabel-variabel permasalahan, dalam skripsi ini, yaitu mengenai pengertian nikah, pernikahan


(27)

sirri,pernikahan online, pernikahan sirri online, praktik pernikahan sirri online.

BAB III : BIOGRAFI ULAMA NU, MUI, MUHAMMADIYAH DAN

PENDAPAT MEREKA TENTANG NIKAH SIRRI ONLINE

Menjelaskan tentang bagaimana pernikahan sirri secara online menurut para ulama NU, MUI dan MUHAMMADIYAH. Pokok bahasan dalam bab ini berisikan tentang biografi para ulama NU, MUI dan MUHAMMADIYAH . Selain itu juga diuraikan tentang cara istinbat hukum yang diambil dalam membahas masalah atau tema yang dimaksud.

BAB IV : ANALISA PERNIKAHAN SIRRI SECARA ONLINE

MENURUT ULAMA NU, MUI DAN MUHAMMADIYAH

Bab ini berisi analisis pandangan para ulama NU, MUI, dan Muhammadiyah mengenai permasalahan nikah sirri secara online. Berisi faktor pernikahan sirri online, hukum pernikahan sirri online dan dampak pernikahan sirri online.

BAB V : PENUTUP

Bab ini merupakan tahap akhir dalam penulisan skripsi ini, yang berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran dan disertai juga dengan Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran Wawancara.


(28)

14

BAB II

PERNIKAHAN SIRRIONLINE DALAM TINJAUAN UMUM

A. Pernikahan

1. Pengertian Pernikahan: Syarat, Rukun dan Tujuan

Bila berbicara mengenai pernikahan, berarti membicarakan mengenai suatu aspek penting dalam kehidupan manusia yaitu berkeluarga. Dalam ranah hukum Islam, perkawinan dalam istilah agama yaitu bersumber al-Qur‟an dan hadits disebut an-nika>h ( ا لا) dan az-zawa>j ( ا زلا). Secara harfiah, an-nika>h berarti al-wat}‟u ( ء لا) yang artinya menggauli atau bersetubuh, al-d}ammu (م لا) yaitu menyatukan atau menggabungkan dan al-jam‟u (ع لا) yaitu mengumpulkan atau menghimpun.1 Jadi, pernikahan ialah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diantara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar sukarela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang diridhoi oleh Allah.2 Islam mendorong untuk membentuk keluarga, karena keluarga seperti gambaran kecil dalam kehidupan stabil yang menjadi pemenuhan keinginan manusia, tanpa menghilangkan kebutuhannya.

Dalam al-Qur‟an pernikahan adalah status suami istri yang diikat dalam ijab-qabul dianggap merupakan perjanjian yang kokoh antara dua manusia, mitsaqon ghalidhan sebagaimana yang telah dijelaskan dalam al-

1

Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 42-43

2


(29)

َنوُذُخْأَت َفْيَكَو

اًظيِلَغ اًقاَثيِم مُكنِم َنْذَخَأَو ٍضْعَ ب ََِإ ْمُكُضْعَ ب ىَضْفَأ ْدَقَو ُ

Artinya: “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (Q.S an-Nisa (4):21)

Hukum pernikahan menurut sebagian ulama adalah sunnah, ulama dhahiriyyah menyebutkannya wajib, sebagian ulama Malikiyah mengatakan bahwa hukum pernikahan ada tiga yaitu wajib, bagi orang yang tidak dapat mengendalikan hawa nafsu, sunnah, bagi yang menginginkannya dan mubah bagi yang tidak begitu menginginkannya. Semuanya bergantung pada ada tidaknya kebaikan khususnya bagi pelakunya dan umumnya bagi seluruh umat manusia.3 Sedangkan kaum muslim Indonesia yang mayoritas bermazhab Syafi‟iyah menetapkan hukum perkawinan sebagai sunnah mu‟akkadah yaitu anjuran yang hampir mendekati kewajiban. Bagi mereka yang telah dewasa, baik laki-laki maupun perempuan penting untuk menikah.

Adapun menurut pakar Indonesia, Sajuti Thalib mengatakan bahwa pernikahan adalah suatu perjanjian yang suci kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tenteram dan bahagia.4 Islam menganjurkan kepada umatnya untuk melangsungkan pernikahan, karena tidak senang dengan orang yang membujang. Membujang termasuk perbuatan yang menimbulkan dasar kebencian Islam terhadap setiap sesuatu yang tidak

3

Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujahid al-Muqtasid, (Mesir: Syirkah maktabah wa Mathba‟ah

Musthafa al-Babi al-Halabi wa Awladuh, 1960), hlm.2 4

Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih), UU No.i 1974 sampai KHI), (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 40


(30)

16

sesuai dengan insting dan akal. Sesuatu yang tidak mempertimbangkan antara kenyataan dan kebutuhan dasar kehidupan kemanusiaan.

Syariat Islam memberitahukan bahwa Allah akan memberi kemudahan dan kecukupan bagi orang yang menikah serta memberi kemampuan dan kekuatan baginya untuk menanggung beban tanggung jawab5. Pernikahan merupakan bagian dari karunia Allah SWT, maka tidak perlu adanya ketakutan dalam kemiskinan. Sebagaimana dalam surat an-Nur ayat 32 :

ِئآَمِإَو ْمُكِداَبِع ْنِم َنِِِاصلاَو ْمُكنِم ىَماَيَأْا اوُحِكنَأَو

ُهاَو ِِلْضَف نِم ُها ُمِهِنْغُ ي َءآَرَقُ ف اوُنوُكَي نِإ ْمُك

ٌميِلَع ٌعِساَو

Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas

(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Dalam hadis Nabi Muhammad Saw bersabda:

ُع ِنْب َةَراَمُع ْنَع ،ُشَمْعَْأا اَنَرَ بْخَأ ،ٍَُُْْ ُنْبا اَنَ ثدَح

اَنْلَخَد :َلاَق :َلاَق ،َديِزَي ِنْب ِنَْْرلا ِدْبَع ْنَع ،ٍَْْم

ُتْنُك ،يِلْجَأ ْنِم َِإ َُثدَح ُاَرُأ ََ ،اًثيِدَح َثدَحَف ،ُدَوْسَْأاَو ُةَمَقْلَع َُدْنِعَو ،ِها ِدْبَع ىَلَع

َثَدْحَأ

ِها ِلوُسَر َعَم انُك :َلاَق ،انِس ِمْوَقْلا

َملَسَو ِْيَلَع ُها ىلَص

َلاَقَ ف ،

ِباَبشلا َرَشْعَم اَي " :

َعاَطَتْسا ِنَم ،

ِْيَلَعَ ف ،ْعِطَتْسَي ََْ ْنَمَو ،ِجْرَفْلِل ُنَصْحَأَو ،ِرَصَبْلِل ضَغَأ ُنِإَف ،ْجوَزَ تَيْلَ ف ،َةَءاَبْلا ُمُكْنِم

َُل ُنِإَف ،ِمْوصلاِب

ٌءاَجِو

6

Artinya: “Ibnu Numair berkata kepadaku, Al-a‟masy berkata kepadaku, dari Umaroh bin umar, dari Abdurrahman bin yazid, ia berkata: kami menemui Abdullah, dan dia sedang bersama Alqomah dan Aswad, kemudia ia menyampaikan sebuah hadis yang aku kira dia tidak menceritakan selaink, ketika itu aku masih kecil, dia berkata: kami sedang bersama Rasulullah SAW,

5

Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah 3. Terjemah Abdurrahim dan Masrukhin . (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011), hlm.200

6

Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad bin Hambal (Beirut : Muassasatu al-Risalah, 1421 H/2001 M). Juz 7. hlm. 132.


(31)

kemudian ia berkata: Wahai kaula muda, barang siapa diantara kamu telah mampu (mempunyai) bekal untuk menikah, maka nikahlah, karena menikah itu bisa menundukkan pandangan dan menjaga farji, dan barang siapa yang belum mampu maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa merupakan perisai baginya.”

Dalam pernikahan perlu terpenuhi syarat serta rukun di dalamnya, menurut Jumhur ulama rukun perkawinan ada lima dan masing-masing memiliki syarat-syarat tertentu,7 diantaranya:

1. Calon Suami, dengan syarat: Beragama Islam, laki-laki, jelas orangnya, dapat memberikan persetujuan, tidak terdapat halangan perkawinan.

2. Calon Isteri, dengan syarat: Beragama Islam, perempuan, jelas orangnya, dapat diminta persetujuan.

3. Wali Nikah, dengan syarat: Laki-laki, dewasa, mempunyai hak perwalian, tidak terdapat halangan perwalian.

4. Saksi Nikah, dengan syarat: Minimal dua orang laki-laki, hadir dalam ijab-qabul dapat mengerti maksud akad, Islam, dewasa.

5. Ijab Qabul, dengan syarat: Adanya pernyataan mengawinkan dari wali, adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai, memakai kata-kata nikah tazwij atau terjemahan dari kedua kata tersebut, antara ijab dan qabul bersambungan, antara ijab dan qabul jelas maksudnya, serta majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang yaitu calon mempelai atau walinnya, wali dari mempelai wanita dan dua orang saksi.

Syarat sahnya pernikahan adalah syarat yang apabila terpenuhi, maka ditetapkan padanya seluruh hukum akad (pernikahan). Syarat pertama adalah

7

Kama Rusdiana, Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), hlm. 5-6


(32)

18

halalnya seorang wanita bagi calon suami yang akan menjadi pendampingnya, tidak ada yang mengharamkan pernikahan diantara kedua belah pihak. Kemudian syarat yang kedua adalah saksi yang mencakup hukum kesaksian dalam pernikahan, syarat-syarat kesaksian dan kesaksian dari wanita yang bersangkutan.8

Sebagai suatu perbuatan hukum, perkawinan dalam Islam memiliki lima rukun yang harus dipenuhi secara kumulatif. Supaya perkawinan yang merupakan perbuatan hukum ini dapat berakibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban. Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) diatur dalam pasal 14 yaitu peraturan pelaksanaan perkawinan terdiri9:

a. Calon suami-istri

Syarat yang berkaitan dengan calon mempelai diatur dalam pasal 15-18, yaitu mengenai usia calon suami minimal 19 tahun dan calon istri minimal 16 tahun. Pada pasal 16 dan 17 mensyaratkan adanya persetujuan dari kedua belah pihak untuk berlangsungnya perkawinan.

b. Wali nikah

Syarat-syarat mengenai wali nikah disebutkan dalam pasal 20 ayat (1), keberadaan wali nikah merupakan keharusan, karena tanpa adanya wali nisbah pernikahan dianggap batal. Keharusan adanya wali nikah ditegaskan dalam pasal 19 yaitu untuk dua orang saksi harus beragama Islam, laki-laki, berakal dan baligh, adil, tidak terganggu pendengaran dan penglihatan.

8 Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah,

Fikih Wanita, Terjemah. M. Abdul Ghoffar. (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar,1998). Hlm.405

9


(33)

c. Dua orang saksi

Ketentuan mengenai syarat-syarat dua orang saksi nikah diatur dalam pasal 24 ayat (2) dan 25, keharusan adanya dua orang saksi.

d. Ijab dan qabul

Ketentuan mengenai akad nikah, diatur dalam pasal 27.

Terdapat unsur-unsur penting dalam suatu akad perkawinan bahwa orang yang melakukan akad nikah harus sudah dewasa dan berakal sehat, kemudian akad nikah dilakukan dalam satu majelis; yaitu ikrar ijab qabul tidak boleh diselingi dengan aktivitas atau pernyataan lain yang tidak ada relevansinya dengan kelangsungan akad nikah itu sendiri, lalu ada persesuaian antara ijab dan qabul, dan kedua mempelai mengerti dan memahami akad yang dilakukan.10

Dalam Islam melaksanakan pernikahan dengan membentuk keluarga, memiliki tujuan yaitu:

1. Kemuliaan keturunan

2. Menjaga diri dari setan dan bekerja sama dalam menghadapi kesulitan 3. Menghibur jiwa dan menenangkannya dengan bersama-sama

4. Melaksanakan hak-hak keluarga 5. Pemindahan kewarisan11

Tanpa mengetahui hukum keluarga Islam secara benar dan baik, hampir mustahil sebuah keluarga terutama keluarga muslim akan mampu mewujudkan impian atau tepatnya idaman yang didambakan, karena tujuan dari pensyariatan

10

Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, hlm.54-56 11

Ali Yusuf As-Subki. Fikih Keluarga (pedoman berkeluarga dalam Islam). Terjemah. Nur Khozin, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2010), hlm.24-34


(34)

20

hukum keluarga Islam bagi kehidupan keluarga muslim secara ringkas ialah mewujudkan kehidupan keluarga yang sakinah (sejahtera) yang dibangun atas dasar hubungan mawaddah dan rahmah.12

2. Pengertian Nikah Sirri

Kata “sirri” dari dari segi etimologi berasal dari bahasa arab, yang arti

harfiyahnya “rahasia” (secret marriage). Istilah sirri berarti sesuatu yang bersifat rahasia atau tersembunyi. Maka dapat dikatakan pernikahan sirri itu adalah sebuah pernikahan yang si suami berpesan kepada para saksi agar menyembunyikan pernikahan tersebut dari istrinya atau dari khalayak umum sekalipun itu keluarga sendiri,13 Namun di kalangan umum ada beberapa persepsi yang memaknai pernikahan sirri,14yaitu:

1. Perkawinan sirri adalah perkawinan yang dilangsungkan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan tanpa menggunakan wali atau saksi yang dibenarkan oleh syariat Islam.

2. Perkawinan sirri yakni perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang perempuan tanpa melibatkan petugas pencatatan perkawinan atau dapat juga dikatakan tidak dicatat oleh pencatatan. Sebagaimana yang ditegaskan dalam pasal 2 ayat 2 UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 22 PP No.9 Tahun 1975 tentang Peraturan

12

Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, hlm.32 13

Wahbah Az-Zuhaili, Fikih Islam wadillatuhu, , (Beirut: Dar al-Fikr 1989), Juz 7 hlm. 81

14

M. Quzwini, Perkawinan Siri dalam Perspektif Hukum Islam dan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, artikel diakses pada 15 Juni 2015 dari Kalsel. kemenag. go .id/file/file/jurnal/csdq1384098941.pdf


(35)

Pelaksanaan UUP, Pasal 8 UU No.23 Tahun 2006 tentang Admisnistarsi Kependudukan. Dalam pengertian ini sebenarnya telah sesuai dengan syarat dan rukun perkawinan. hanya saja perkawinan tersebut tidak dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) atau KUA.

Sementara menurut Syekh Jaad Al-Haq dalam fatwanya mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan az-zawa>j al-„urf, adalah sebuah pernikahan yang tidak tercatat sebagaimana mestinya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku15. Dalam hal ini, syekh Ja>d al-Haq membagi ketentuan yang mengatur pernikahan kepada dua kategori, diantarannya:

a. Peraturan syara‟, yaitu peraturan yang menentukan sah atau tidak sahnya sebuah pernikahan. Peraturan ini adalah peraturan yang para pakarnya dalam buku-buku fiqh dari berbagai mazhab yang pada intinya adalah kemestian adanya ijab dan kabul dari masing-masing dua orang yang berakad (wali dan calon suami) yang diucapkan pada majelis yang sama, dengan menggunakan lafal yang menunjukkan telah terjadinya ijab dan Kabul yang diucapkan oleh masing-masing dua orang yang mempunyai

kecakapan untuk melakukan akad menurut hukum syara‟, serta dihadiri

oleh dua orang saksi yang telah baligh, berakal dan beragama Islam di mana dua orang saksi itu disyariatkan mendengarkan sendiri secara langsung lafal ijab dan kabul tersebut.

Ketentuan-ketentuan tersebut dianggap sebagai unsur-unsur pembentuk bagi akad nikah. Apabila unsur-unsur pembentuknya seperti diatur dalam syariat

15

Satria Effendi M.Zein. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer. (Jakarta:Kencana, 2004). Hlm.33-34


(36)

22

Islam itu telah sempurna dapat dipenuhi, maka menurutnya akad nikah itu secara

syara‟ telah dianggap sah sehingga halal bergaul sebagaimana layaknya suami

istri yang sah, dan anak dari hubungan suami istri itu sudah dianggap sebagai anak yang sah.

b. Peraturan yang bersifat tawsiqy, yaitu peraturan tambahan yang bermaksud agar pernikahan di kalangan umat Islam tidak liar, tetapi tercatat dengan memakai surat Akta Nikah secara resmi yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang. Secara administratif, ada peraturan yang mengharuskan agar suatu pernikahan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kegunaannya agar sebuah lembaga perkawinan yang mempunyai tempat yang sangat penting dan strategi dalam masyarakat Islam, bisa dilindungi dari adanya upaya–upaya negatif dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Tanpa memenuhi peraturan perundang-undangan itu, secara syar‟i nikahnya sudah dianggap sah, apabila telah melengkapi segala syarat dan rukunnya seperti diatur dalam syari‟at Islam. Fatwa tersebut tidak bermaksud agar seseorang boleh dengan seenaknya saja melanggar undang-undang di satu negara, sebab dalam fatwanya tetap mengingatkan pentingnya pencatatan nikah, namun hal ini tetap menganjurkan agar pernikahan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Ibnu Qayim al-Jauziah, bahwa perkawinan sirri termasuk perkawinan yang batil, karena syariat mensyaratkan nikah beberapa persyaratan tambahan terhadap akad, supaya menghilangkan persangkaan skandal dalam


(37)

perkawinan, seperti: pemberitahuan, wali, larangan perempuan mengucapkan akad sendirinya, dianjurkan untuk mengumumkan perkawinan. Berkembangnya pernikahan sirri disebabkan karena tidak adanya kemampuan melaksanakan perkawinan secara syariat, akibat dari tidak bisa menyediakan tempat tinggal. Sedangkan akibat yang timbul dari pernikahan ini adalah kebebasan tanpa batas telah merusak kelompok masyarakat yang berusaha mendapatkan kebebasan tersebut, sementara kelompok masyarakat yang telah rusak itu akan merusak kelompok masyarakat yang lain.16

Maka apabila akad pernikahan dilaksanakan sesuai dengan rukun dan syarat yang ditentukan oleh syariat maka akad tersebut sah menurut ketentuan syariat. Adapun pengakuan resmi dengan arti tercatat resmi di kantor catatan sipil adalah perkara yang diwajibkan oleh undang-undang untuk menjaga akad dari pengingkaran dan penipuan setelah dilaksanakannya, baik itu dari pihak suami-istri maupun pihak di luar mereka berdua. Dalam hal ini tidak terakui secara resmi kalau ada pertikaian di hadapan hukum dalam permasalahan perkawinan, begitu juga tidak diakui oleh pihak-pihak resmi lainnya sebagai sandaran perkawinan.17

3. Pernikahan Sirri Menurut Para Ulama

Menikah dan membina rumah tangga merupakan keinginan semua orang. Sudah tentu yang diharapkan adalah hubungan harmonis, saling percaya, saling melindungi dan saling mendukung. Dalam Al-Qur‟an mewujudkan sebuah keluarga yang benar-benar menggambarkan mitsaqan ghalizan, agama membuat aturan dalam pernikahan. Perkawinan pun adalah makna dan jiwa dari kehidupan

16Muhammad Fu‟ad Syakir.

Perkawinan Terlarang. (Jakarta: Cendekia, 2002), Hlm. 55-58

17


(38)

24

berkeluarga, yaitu saling toleransi yang tulus ikhlas yang diletakkan atas dasar nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan demokrasi.18 Firman Allah SWT dalam surat Al-Ruum ayat 21:

ََْْرَو ًةدَوم مُكَنْ يَ ب َلَعَجَو اَهْ يَلِإ اوُنُكْسَتِل اًجاَوْزَأ ْمُكِسُفنَأ ْنِم مُكَل َقَلَخ ْنَأ ِِتاَياَء ْنِمَو

َ ِلَل ِ نِإ ًة

َنوُركَفَ تَ ي ٍمْوَقِل ٍتاَيَأ

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Al-Ruum(2):30)

Dimulai sejak proses pertama kali lembaga nikah, diwajibkan seorang wali dan dua orang saksi merupakan suatu tindakan preventif (pencegahan) untuk melindungi kedua mempelai, terutama perempuan bila dikemudian hari ada perkara yang tidak diinginkan dalam perkawinan mereka. Di Indonesia aturan kewajiban untuk mencatatkan perkawinan ke Kantor Urusan Agama (KUA), agar

kedua pasangan tersebut mendapat “ payung hukum”, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dalam hal itu mereka dapat bantuan dari hukum yang berlaku.19

Dalam Istilah Ushul Fiqh, kebijakan pencatatan pernikahan disebut dengan maslahah mursalah, yaitu suatu ketentuan yang tidak diatur dalam fikih tetapi tidak bertentangan dengan hukum yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan hadits.20 Maka kewajiban mencatatkan perkawinan di KUA tidak pernah diatur dalam fikih, namun aturan itu tidak bertentangan, bahkan sejalan dengan diwajibkannya saksi dalam rukun nikah.

18

A Tihami dan Sohari Sahrani. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap. Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hlm.17

19

Muhyiddin Abdush-shomad, dkk, Umat Bertanya Ulama Menjawab (seputar karir, pernikahan, dan keluarga), (Jakarta: Rahima, 2008).hlm. 120

20

Muhyiddin Abdush-shomad, dkk, Umat Bertanya Ulama Menjawab (seputar karir, perni, dan keluarga), hlm. 120


(39)

Mengenai hukum pernikahan sirri, Imam Malik menyatakan bahwa pernikahan tersebut adalah batal, sebab pernikahan itu wajib diumumkan kepada

masyarakat luas. Sedangkan Imam Syafi‟i dan Abu Hanifah menyatakan nikah sirri hukumnya sah, tapi makruh dilakukan.21

Sebagian ulama menilai nikah sirri dihalalkan, asal memenuhi syarat dan rukun nikah, karena Islam tidak mewajibkan pencatatan nikah oleh negara. Namun, menurut Dadang Hawari, ulama serta konsultan nikah Indonesia tidak sepakat untuk alasan tidak tercatatnya pernikahanan, karena menurutnya hukum nikah sirri tidak hanya sah sebab telah terjadi upaya mengakali nikah menjadi sekedar ajang untuk memuaskan hawa nafsu manusia. Dalam hal ini terlihat, bahwa nikah sirri saat ini banyak dilakukan sebagai upaya legalisasi perselingkuhan atau menikah lgi untuk yang kedua kalinya.22

Melaksanakan sunnah Rasulullah, yaitu pernikahan sangat dianjurkan sebab menurutnya adalah wajib, bahkan apabila terjadi pernikahan sirri dengan dihadiri oleh dua orang saksi, namun kedua orang saksi itu diminta untuk merahasiakannya, maka kedua pasangan itu wajib untuk dipisahkan.23 Karena itu Nabi Muhammad SAW, sangat menganjurkan untuk mengumumkan pernikahan kepada masyarakat luas, sebagaimana sabdanya, sesungguhnya Rasulullah SAW, bersabda:

ا اونلعأ" :لاق ملسو يلع ُللا ىلَص ِللا َلوُسَر نَأ ِيِبَأ ْنَع ،َِْْ بزلا ِنْب ِللا ِدْبَع ِنْب ِرِماَع ْنَع

حاكنل

24

21

Wahbah Az-Zuhaili, Fikih Islam waadillatuhu , juz 7, hlm. 71 22

M. Quzwini, Perkawinan Siri dalam Perspektif Hukum Islam dan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, artikel diakses pada 15 Juni 2015 dari Kalsel. kemenag. go.id/file/file/jurnal/csdq1384098941.pdf

23

Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah 3. Terjemah Abdurrahim dan Masrukhin, hlm.526 24

Ibnu Hibban, al-Ihsan fi Taqrib Shahih ibn Hibban (Beirut : Muassasatu al-Risalah, 1408 H/1988 M). Juz 9. Hlm. 374.


(40)

26

Artinya: “Dari „Amir bin Abdullah bin Zubair dari ayahnya bahwa Nabi Saw, bersabda: “ umumkanlah sebuah pernikahan”.

Di samping sebagai pemberitahuan atas berlangsungnya pernikahan, juga terkandung maksud agar masyarakat menjadi saksi atau adanya ikatan antara dua insan tersebut. Jika ada pihak yang melanggar komitmen pernikahan, minimal masyarakat dapat memberikan saksi moral kepada pihak yang melanggar.

Sedangkan hukum nikah yang tidak dicatatkan ke KUA, walaupun tetap dianggap sah menurut agama karena telah memenuhi syarat dan rukun nikah, namun perkawinan di bawah tangan ini masih menyisakan beberapa persoalan, karena telah mengabaikan perintah al-Qur‟an untuk mengikuti aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah (ulil amri), sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa‟ ayat:59 yang berbunyi sebagai berikut:

رلا اوُعيِطَأَو َها اوُعيِطَأ اوُنَماَء َنيِذلا اَه يَأاَي

ِها ََِإ ُودُرَ ف ٍءْىَش ِ ْمُتْعَزاَنَ ت نِإَف ْمُكنِم ِرْمَأْا َِْوُأَو َلوُس

ًليِوْأَت ُنَسْحَأَو ُرْ يَخ َ ِلَل ِرِخَأْا ِمْوَ يْلاَو ِهاِب َنوُنِمْؤُ ت ْمُتنُك نِإ ِلوُسرلاَو

Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa‟(59):4)

Di sisi lain, perkawinan sirri ini mengandung resiko yang sangat besar dan sangat merugikan terutama pihak perempuan yang tidak dapat berbuat apa-apa. Sebagai contoh mengenai status anak yang lahir dari pernikahan siri, maka apabila nikah siri diartikan menurut terminologi fikih yaitu nikah yang dirahasiakan atas permintaan suami, maka menurut hukum Islam anak mempunyai hubungan nasab dengan bapaknya apalagi nikah sirri yang termasuk nikah yang diperselisihkan


(41)

boleh dan sahnya oleh para ulama karena itu nikah sirri dianggap cacat/fasad yang ringan. Sedangkan menurut padangan hukum positif, anaknya hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Ada banyak kasus dimana seorang perempuan ditelantarkan suaminya akibat nikah sirri tanpa tahu harus kemana ia mencari perlindungan oleh negara sekalipun, sebab tidak memiliki surat bukti pernikahan. Karena itu demi kebaikan (maslahah) bersama, terutama kaum perempuan, tradisi pernikahan semacam ini harus dihindarkan.

Dari berbagai argumen terlihat bahwa dari beberapa kalangan ulama nikah sirri ini masih menjadi perdebatan, sehingga susah menetapkan bahwa nikah sirri itu sah atau tidak. Namun pada umumnya menentang nikah sirri, sebab dapat menimbulkan mudharat meskipun tidak dapat dipungkiri ada sebagian ulama yang membolehkan dengan alasan sebagai upaya menghindari zina. Akan tetapi, untuk menghindari zina tidak mesti dengan menikah sirri, melainkan nikah yang dilakukan dengan proses yang benar dan terakui oleh negara. Padahal kalau dilihat dari berbagai kasus yang ada, menyatakan nikah sirri tampak lebih banyak menimbulkan kemudharatan dari pada manfaatnya25.

4. Pernikahan Sirri Ditinjau Dalam Undang-Undang

Bagi umat Islam terdapat aturan untuk hidup bersama yaitu seperti yang telah dijelaskan di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan bahwa “Perkawinan adalah suatu ikatan lahir antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

25Muhammad Fu‟ad Syakir.


(42)

28

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.26 Pertimbangannya adalah sebagai negara yang berdasarkan pancasila di mana sila pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir maupun yang keduanya mempunyai peran yang penting. Perkawinan juga bertujuan untuk membentuk perjanjian anatara pria dan seorang wanita, yang mempunyai segi-segi perdata di antaranya: kesukarelaan, persetujuan kedua belah pihak, kebebasan memilih, dan darurat.27

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yaitu pada pasal 2, di dalamnya menegaskan bahwa perkawinan itu adalah sebuah akad yang sangat kuat atau miitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.28 Jadi, perkawinan bagi umat Islam merupakan peristiwa agama dan orang yang melaksanakannya telah melakukan perbuatan ibadah. Maka pengertian perkawinan dalam ajaran agama Islam mempunyai nilai ibadah.

Tujuan pernikahan dalam Islam itu adalah untuk memenuhi petunjuk Allah dengan membina keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Adapun manfaat dari pernikahan29 yaitu menunaikan perintah Allah SWT, mengikuti sunnah Nabi SAW dan sekaligus mengikuti jejak para Rasul sebelumnya, menghancurkan syahwat dan menjaga pandangan, menjaga kemaluan dan menjaga harga diri kaum wanita, menjaga agar tidak ada kekejian yang tersebar di kalangan kaum muslimin, memperbanyak keturunan yang dengannya Nabi SAW dapat berbangga

26

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, pasal 1. 27

A.Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, hlm.16

28Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fikih Munakahat

dan Undang-Undamg Perkawinan.hlm. 40 29

Abu Malik Kamal ibn as-Sayyid Salim, Fiqih Sunnah Wanita, (Jakarta: Qisthi Press, 2013), hlm. 467-468


(43)

di hadapan para Nabi yang lain dan umat-umat mereka, mendapatkan pahala dengan cara melakukan hubungan badan yang halal, melahirkan keturunan yang beriman yang akan mempertahankan negeri kaum muslimin dan memohon ampunan bagi orang-orang yang beriman, memperoleh syafaat dari anak-anak untuk memasuki surga dan di dalam pernikahan akan ditemukan ketenangan, rasa cinta dan kasih saying di antara suami isteri, serta manfaat-manfaat lainnya yang tidak diketahui kecuali oleh Allah SWT.

Bagi orang Islam, nikah yang tidak bermasalah adalah nikah yang diselenggarakan menurut hukum Islam dan keabsahan sebuah perkawinan seperti disebutkan dalam pasal 2 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 dan dicatat menurut ayat (2) pasal yang sama, yang menetapkan sebagai berikut: perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan-peraturan, perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain perkawinan disebut sah bila dicatat oleh negara.30 Dan bagi umat muslim pencatatan perkawinan dilakukan oleh KUA. Hal ini juga ditegaskan dalam Peraturan Presiden No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI), sebuah produk hukum yang sering dijadikan refrensi hukum bagi KUA Muslim Indonesia.

Demikian juga dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) didalamnya menegaskan bahwa keabsahan perkawinan adalah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai pasal 2 ayat 1 dan 2 UU No.1 tahun 1974, dan dicatatkan perkawinannya oleh pihak PPN. Dengan demikian, selain harus memenuhi syarat

30

. Abd, Shomad. Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia. Jakarta: Kencana. 2010,cetakan ke-1 hlm.294


(44)

30

dan rukun perkawinan sebagaimana dalam ketetapan hukum Islam, juga harus dicatat perkawinannya di Kantor Urusan Agama (KUA) oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN). Pencatatan nikah ini memiliki arti jaminan hukum atas status pernikahan dengan segala akibat yang ditimbulkannya.31

Terkait pentingnya pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA), karena lembaga itu merupakan lembaga pemerintahan yang diberi kewenangan dan tugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat terkait dengan masalah-masalah keagamaan.32 KUA merupakan lembaga di Kementerian Agama tingkat kecamatan yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat Muslim, terutama terkait dengan urusan perkawinan dan pembinaan keluarga Muslim agar menjadi keluarga yang sakinah. Di samping itu, kantor ini bersama-sama dengan Pengadilan Agama sebagai partner juga memberikan pelayanan masalah pembinaan umat secara umum, serta kerukunan umat beragama. Dilihat dari posisinya yang demikian, dapat disimpulkan bahwa kedudukan KUA sangat strategis dalam pembinaan kehidupan sosial keagamaan masyarakat Muslim secara luas.

Hal ini berbeda dengan makna pernikahan siri, sebagaimana di dalam fikih memiliki arti nikah yang disembunyikan, dirahasiakan, dan tidak diumumkan ke luar.33 Sedang dalam pengertian yuridis Indonesia, pernikahan sirri adalah pernikahan yang dilakukan secara hukum Islam dengan diketahui oleh orang

31

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm.26

32

Alimin, Euis Nurlaelawati, Potret Administrasi Keperdataan Islam di Indonesia. Jakarta: Orbit Publishing. 2013, hlm. 40

33


(45)

banyak, hanya saja tidak dicatatkan ke Kantor Urusan Agama, sehingga yang membedakan antara nikah sirri dan bukan adalah akta nikah sebagai bukti atas adanya pernikahan. Maka menurut Quraish Shihab nikah sirri adalah sah menurut hukum Islam, tetapi dapat mengakibatkan dosa bagi pelakunya, karena melanggar ketentuan perintah aturan ulil amri harus ditaati selama tidak bertentangan dengan hukum-hukum Allah.34

Sebagai akibat adanya pemahaman fikih Imam Syafi‟i yang sudah membudaya di kalangan umat Islam di Indonesia. Menurut paham mereka, perkawinan telah dianggap cukup bila syarat dan rukun terpenuhi, tanpa diikuti oleh pencatatan, apalagi akta nikah. Kondisi seperti ini terjadi dalam masyarakat sehingga masih ditemukan perkawinan di bawah tangan. Perkawinan yang dilakukan oleh calon mempelai laki-laki dengan perempuan yang tanpa ada pencatatan oleh Pegawai Pencatat Nikah dan tidak memiliki Akta Nikah35. Dengan penandatanganan Akta Nikah maka perkawinan telah tercatat secara yuridis normatif berdasarkan pasal 11 PP No. 9 Tahun 1975 dan mempunyai kekuatan hukum berdasarkan pasal 6 ayat (2) di dalam KHI.

Kenyataan dalam masyarakat seperti ini merupakan hambatan Undang-undang Perkawinan dalam KHI pasal 5 dan 6, diantarannya adalah agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat. Pencatatan perkawinan tersebut, sebagaimana yang disebutkan pada ayat (1) dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No.22 Tahun 1946 jo. Undang-Undang-undang Nomor 23 Tahun 1954. Untuk

34

Quraish Shihab, Wawasan A-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 2007), hlm.271 35


(46)

32

memenuhi ketentuan dalam pasal (5), setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.

Dari perspektif yuridis formal, nikah siri dilarang oleh Undang-undang, baik UU No.1 tahun 1974 maupun Kompilasi Hukum Islam (KHI). Maka perkawinan yang dilakukan dengan tidak memenuhi kriteria kedua hukum positif itu, dianggap tidak sah atau sama saja dikatakan pernikahan tersebut dianggap tidak ada.

B. Pernikahan Online

1. Pengertian Pernikahan Online: Macam-Macam Pernikahan Online

Nikah Online ialah pernikahan yang dilakukan melalui via media komunikasi, yang memang dipandang lebih efektif dan efisien bagi calon pengantin yang berjauhan. Dilihat dari sisi kepraktisan, selain dapat menghemat waktu, karena salah satu calon mempelai berada di luar negeri, tentunya juga dapat menghemat biaya transportasi.

Di sela-sela perkembangan internet dan telepon, lahirlah penemuan baru yang menggabungan antara televisi dan telepon yang disebut Teleconference. Dengan media ini komunikasi (orang yang berbicara) dapat menyampaikan pesannya kepada recipient (lawan bicara) tanpa hanya mendengarkan suara (audio) tapi juga bisa melihat fisiknya (visual). Dengan segala bentuk kecanggihan dan fasilitas dari teknologi ini, konsumen dapat berkomunikasi


(47)

dengan model apapun yang diinginkan seperti berhadapan langsung, sekaligus menyimpan data-data yang dianggap penting.

Namun dalam sisi lain, internet dan telepon di Indonesia masih mengalami perdebatan terkait penggunaanya dalam penyelenggaraan transaksi perjanjian, baik yang berupa perdagangan maupun proses pernikahan. Selain itu alat komunikasi seperti telepon dan lainnya masih belum cukup kuat untuk dijadikan sebagai alat bukti telah terjadi perbuatan hukum.

Proses pernikahan melalui internet, kalau mebicarakan mengenai ijab kabul, maka yang terpenting unsurnya adalah calon suami, ayah calon istri dan dua orang saksi. Bila ayah calon istri tidak bisa berkumpul secara fisik dengan calon suami dan dua orang saksi, maka dia boleh mewakilkan kepada orang lain yang bisa berkumpul secara fisik. Hal ini dikarenakan aqad yang dilakukan termasuk aqad yang berat yang menghalalkan keperawanan seorang gadis. Aqad seperti ini tidak bisa disamakan begitu saja dengan dengan aqad dalam jual beli. Karena itu aqad nikah adalah sesuatu yang lebih serius karena terkait dengan masalah kehormatan seorang wanita. Sehingga semua sisinya harus jelas sehingga diperlukan dua orang saksi yang spesifik pula.

2. Hukum Pernikahan Online

Sebuah akad pernikahan yang sah harus terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Rukunnya adalah ijab dan qabul, sedang syaratnya adalah ijin dari wali perempuan dan kehadiran dua orang saksi. Ini semuanya harus dilakukan dengan jelas dan transparan, sehingga tidak ada unsur penipuan dan pengelabuhan. Oleh karena itu, calon suami atau wakilnya harus hadir di tempat, begitu juga wali


(48)

34

perempuan atau wakilnya harus hadir di tempat, dan kedua saksipun harus hadir di tempat untuk menyaksikan akad pernikahan.36 Maka untuk menentukan hukumnya, paling tidak ada dua syarat sah nikah yang harus dibahas terlebih dahulu :

Syarat Pertama : calon mempelai laki-laki atau yang mewakilinya dan wali perempuan atau yang mewakilinya harus berada dalam satu majlis ketika dilangsungkan akad pernikahan. Dalam hal ini, Majma‟ al Fiqh telah menetapkan hukum penggunakan ponsel, hp, dan internet di dalam melakukan transaksi, yang

isinya sebagai berikut : “ Jika transaksi antara kedua pihak berlangsung dalam satu waktu, sedangkan mereka berdua berjauhan tempatnya, tetapi menggunakan telepon, maka transaksi antara keduanya dianggap transaksi antara dua pihak yang

bertemu dalam satu majlis.”37

Syarat Kedua : pernikahan tersebut harus disaksikan oleh dua orang atau lebih. Orang yang menikah lewat telpun dan internet tidak lepas dari dua keadaan:

1. Salah satu pihak yang melakukan akad serta dua orang saksi tidak yakin dengan suara pihak kedua. Maka dalam hal ini, pernikahan lewat telepon dan internet hukumnya tidak sah. Inilah yang diputuskan oleh Lajnah

Daimah li al Ifta‟ ketika ditanya masalah tersebut, mereka memutuskan

sebagai berikut: “Dengan pertimbangan bahwa pada hari-hari ini banyak

36

http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/226/hukum-menikah-lewat-internet/

Diunduh pada tanggal 20 Juni 2015, pukul 14.55 37


(49)

penipuan dan manipulasi, serta canggihnya orang untuk meniru pembicaraan dan suara orang lain, bahkan di antara mereka ada yang bisa meniru suara sekelompok laki-laki dan perempuan baik yang dewasa maupun yang masih anak-anak, dia meniru suara dan bahasa mereka yang bermacam-macam sehingga bisa menyakinkan orang yang mendengar bahwa yang bicara tersebut adalah orang banyak, padahal sebenarnya hanya

satu orang.”

Begitu juga mempertimbangkan bahwa Syariat Islam sangat menjaga kemaluan dan kehormatan, dan agar berhati-hati dalam masalah tersebut lebih dari masalah lainnya seperti muamalah. Oleh karenanya, Lajnah memandang bahwa seharusnya tidak menyandarkan secara penuh akad pernikahan ijab dan qabul serta perwakilannya dengan menggunakan alat telpun, agar tujuan Syariat bisa teralisir serta lebih menekankan kepada penjagaan terhadap kemaluan dan kehormatan, sehingga tidak memberikan kesempatan kepada orang-orang jahat untuk bermain-main dalam masalah ini dengan manipulasi dan penipuan.

2. kedua belah pihak yang melakukan akad sangat mengenal suara antara satu dengan yang lain, begitu juga dua orang saksi yakin bahwa itu suara dari pihak kedua yang melakukan akad. Pada kondisi seperti ini, persaksian atas pernikahan tersebut dianggap sah, dan pernikahannya sah juga.Khususnya dengan kemajuan teknologi sehingga seseorang bisa bicara langsung dengan pihak kedua melalui gambar dan suara, sebagaimana yang terdapat dalam teleconference.


(50)

36

Dalam hal ini Syekh Bin Ba>z, mufti Negara Saudi ketika ditanya oleh seseorang yang menikah lewat telepon dan mereka saling mengenal suara masing-masing pihak, beliau menyatakan bahwa pernikahannya sah. Tetapi walaupun demikian tidak dianjurkan bagi orang yang ingin menikah untuk menggunakan alat teknologi seperti yang diterangkan di atas kecuali dalam keadaan terpaksa dan darurat, hal itu untuk sifat kehati-hatian di dalam melakukan pernikahan karena berhubungan dengan kehormatan seseorang.

C. Pengertian Nikah SirriOnline

1. Pernikahan SirriOnline

Pernikahan sirri online memiliki dua pengertian, yang pertama adalah dipromosikan lewat media online dan pelaksanaannya dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa legalitas dari negara. Hal ini sama seperti nikah siri pada umumnya karena dilakukan di bawah tangan dan tanpa pencatatan negara. Perbedaannya hanya masalah teknis dalam mengatur kesepakatan melakukan akad nikah dalam satu majlis. Kemudian yang kedua, terdapat perpaduan iklan maupun pelaksanaannya dilakukan secara online.38 Dengan jargon “daripada zina, lebih

baik menikah”, prosesi sakral pernikahan justru dijual melalui perantara cara yang modern: internet.

Contoh periklanan yang ada di gambar adalah sebagai berikut:

38

http://news.metrotvnews.com/read/2015/03/19/373553/pengertian-nikah-siri-online. Diakses pada hari Kamis, 10 Juni 2015, pukul 11.00


(51)

Berbagai jasa nikah siri diiklankan secara terbuka di dunia maya. Ongkos jasa pernikahan pun bervariasi, mulai dari Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) sampai 4.000.000 (empat juta rupiah). Pernikahan di bawah tangan ini bisa dilakukan melalui sambungan telepon atau video call dengan skype. Bahkan wali bagi mempelai perempuan bisa sekaligus diwakilkan oleh penghulunya sendiri atau dapat memilih untuk disediakan oleh penghulu atas persetujuan kedua mempelai dari jasa nikah sirrionline tersebut.

Nikah sirri online yang belakangan ini menjadi perbincangan hangat di media, memiliki modus operandi (jenisnya macam-macam, mulai dari konvensional hingga sekedar kedok perzinahan),39 yaitu:

1. Mirip nikah sirri biasa

Jenis pertama adalah yang paling ringan, mirip nikah sirri biasa. Pada model ini, yang online hanyalah iklan alias promosinya. Yakni jasa

39

http://bersamadakwah.net/ngeri-begini-modusdan-tingkatan-nikah-siri-online/ . Diakses


(52)

38

nikah sirri yang mencarikan penghulu dan wali hakim kemudian mengiklannya secara online. Nama akad nikahnya tetap secara offline alias tatap muka. Menjadi soal adalah, walinya belum tentu sah secara agama. Sebab, wanita yang masih memiliki orang tua atau wali nasab, ia tidak berhak menggunakan wali hakim.

2. Akad nikah online

Akad nikah dapat dilakukan secara tatap muka atau secara online dengan menggunakan media seperti skype, sesuai dengan kesepakatan. Antara calon mempelai dengan penghulu dan saksi tidak perlu tatap muka apabila melaui media komunikasi. Jadi kedua pihak mempelai yang ingin menyudahi status single mereka tidak cukup berpikir panjang untuk melakukan macam pernikahan sirri online ini. Hal itu, hanya cukup menghubungi jasa nikah sirri online dan pihak penyedia jasa telah menyediakan penghulu, wali dan saksi yang siap secara online menikahkan mereka.

3. Mut‟ah online

Jenis kedua mungkin pernikahannya dapat bertahan lama, meskipun tidak jelas juga penghulu dan walinya, Nikah ketiga ini hanya untuk

jangka waktu tertentu. Sama seperti mut‟ah ala syi‟ah, bisa dikatakan hanya kedok untuk menyembunyikan prostitusi terselubung.

Dengan jenisnya yang berbeda-beda, nikah sirri online tersebut memiliki kesamaan, yaitu tidak berkekuatan hukum dan umumnya menggunakan wali yang tidak sah.


(53)

Jasa-jasa pernikahan sirri dengan cara online ini seolah menghapus kesakralan perkawinan karena sudah menyalahi aturan. Disamping itu praktik semacam ini akan menimbulkan banyak merugikan khusunya pihak wanita. Padahal pernikahan itu akan dipertanggungjawabkan di akhirat jadi harus diluruskan kembali pada hakekat perkawinan yang disunahkan oleh Rasulullah, jangan sampai pernikahan itu menjadi haram sehingga menjadi perbuatan zina.

2. Praktik Pernikahan Sirri Online40

Dengan jargon „Daripada zina, lebih baik nikah‟, prosesi sakral pernikahan

justru dijual melalui perantara cara yang modern: internet. Berbagai jasa nikah sirri diiklankan secara terbuka di dunia maya. Ongkos jasa pernikahan pun bervariasi, mulai dari Rp.1.500.000-Rp.4.000.000

Salah seorang jasa penghulu nikah berinisial (UA), yang mengiklankan jasanya. Penghulu itu beroperasi di Bandung, Jawa Barat. Ia mengemukakan pernikahan sirri tidak melanggar aturan agama sebab tujuannya mulia. Dia menegaskan pula bahwa pernikahan sirri merupakan cara halal untuk menghindari

zina. “ Disini ada ikatan sehidup semati yang telah diucapkan oleh dua insan”.

Penghulu itu, mengklaim siap memfasilitasi pasangan yang akan melakukan pernikahan sirri lengkap dengan penghulu, saksi dan keterangan menikah. Dan persiapan pernikahan hanya diperlukan uang, pernikahan bisa saja berlangsung. Uang yang dimaksud (UA) adalah uang jasa untuk dirinya sebagai penghulu dadakan. Pernikahan menurutnya dapat dilakukan dimana saja,

40

Wawancara Cnn Indonesia dengan penghulu nikah siri online yang dilaksanakan pada tanggal 12 Maret 2015.


(54)

40

termasuk di dalam sebuah ruangan tempat ia bertemu dengan orang yang siap ingin dinikahkan.

Sudah puluhan pasangan yang ia nikahkan, kebanyakan pernikahannya memang rahasia. Alasannya tidak dapat restu istri bagi lelaki atau tidak mendapat restu dari orang tua. Mekanisme pernikahan (UA) ini sangat sederhana. Ada mempelai yang berikrar janji, lalu ada sedikit khotbah didalam pelaksanaan akad pernikahan oleh (UA). Prosesi juga tak perlu dihadiri dua mempelai, apabila berhalangan, salah satu bisa lewat telepon maka pernikahan sudah diangap sah.

“Asal saat ditanya apakah mempelai pria atau wanita serius menikahi pasangannya, maka itu sudah sah”. Soal buku keaslian buku nikah pun ia tidak

bisa menjanjikan apa-apa.

Sama halnya dengan (UA), jasa peghulu sirri online dilakukan pula oleh (UR) yang berlokasi di Jakarta-Timur41, Dia mengatakan secara singkat mekanisme yakni hanya datang bersama pasangan, lalu membawa mahar yang sudah disepakati antara pasangan. Sedangkan, untuk biaya nikah sirri sebesar Rp 2 juta diperuntukkan bagi dua orang saksi dan wali hakim.

41 Wawancara oleh pihak „Republika‟ kepada penghulu nikah sirri online yang dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2015


(55)

41

DAN PRAKTIK PERNIKAHAN SIRRI ONLINE

A. Nikah Sirri Online Perspektif Ulama NU

a. Gambaran Umum K.H. Arwani Faishal

1. Biografi K.H. Arwani Faishal1

Ia lahir di Demak, 25 Maret 1961. Setelah tamat SD Ibtidaiyah kemudian beliau belajar di Pondok Pesantren Kajen Pati (Kyai Sahal Mahfudz). Setelah beliau menyelesaikan studinya di Madrasah Tsanawiyah di Pesantren Kajen Pati kemudian ia melanjutkan sekolah ke Madrasah Aliyah di Pesantren Tebu Ireng, Jombang Jawa Timur. Setelah itu beliau memimpin pesantren ketika berusia 23 tahun. Selain sebagai pimpinan Pesantren, beliau juga aktif mengajar di pesantren tersebut pada tingkatan Aliyah. Sistem Pon-Pes dengan materi agama di Madrasah yang formal berakreditasi terakui negara. Setelah itu, beliau pindah ke Jakarta dan mengajar di STDI (Sekolah Tinggi Dakwah Islam). Dalam waktu yang sama, beliau juga mengajar di Perguruan Tinggi Agama Islam di Klender Jakarta Timur sampai tahun 2012. Dari beberapa semester terhitung 2-3 tahun beliau berhenti mengajar, kemudian beliau juga sempat mengajar sekolah PBNU di beberapa wilayah Jakarta. Aktivitas organisasi di Jam‟iyyah T{oriqoh, pada periode kedua beliau menjadi Wakil Ketua Umum di Jam‟iyyah T{oriqoh, namun pada akhirnya

1

Hasil wawancara dengan K.H.Arwani Faishal yang dilaksanakan pada tanggal 24 Agustus 2015


(56)

42

beliau mengundurkan diri dari jabatan tersebut. Setelah itu beliau akhirnya memutuskan untuk masuk di PBNU, waktu itu beliau menjabat sebagai Wakil Sekretaris Lembaga Dakwah PBNU dengan ketua Bapak KH Nurul Huda, sekitar 15 tahun yang lalu. Kemudian dalam waktu yang bersamaan yaitu di lembaga Dakwah, beliau merangkap di lembaga LAZIS. Kemudian periode berikutnya beliau baru menjadi wakil Bah}sul Masa>il pada tahun 2004-2010. Adapun pada periode selanjutnya tepatnya pada tahun 2010-2015, beliau menjabat sebagai Ketua Bah}sul Masa>il. Disamping itu, beliau juga aktif di Komisi Fatwa MUI Pusat pada tahun 2010-2015.

2. Pendapat dan Dasar Hukum Tentang Pernikahan Sirri Secara Online. Pernikahan sirri dalam mahzab Maliki adalah nikah yang tidak terpenuhi rukun nikah yaitu tidak adanya saksi. Seperti ini sudah dipahami kalau rukun tidak ada atau tidak lengkap ataupun salah satu rukun tidak terpenuhi, jelas tidak sah. Maka itu mahzab Syafi‟i tidak ada pembahasan mengenai nikah sirri melainkan nikah tanpa saksi. Apabila pernikahan tidak ada saksi maka dikatakan tidak sah pernikahannya. Nikah sirri yang dipahami oleh masyarakat ini bukan dalam perspektif fikih, tapi dalam perspektif administrasi ketatanegaraan atau administrasi pernikahan secara khusus. Maksudnya apabila tidak didaftarkan di KUA meskipun terpenuhi syarat rukun itulah nikah sirri dan selama terpenuhi syarat dan rukun maka nikahnya sah.

Pada masa Nabi tidak dikenal adanya istilah pernikahan sirri. Apalagi pernikahan sirri dalam perspektif negara, karena ketika itu tidak ada kewajiban pencatatan pernikahan dalam Administrasi Negara, karena yang terpenting


(1)

77

Rusdiana Kama, Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007

Rusyd, Ibn. Bidayah al-Mujahid al-Muqtasid, Mesir: Syirkah maktabah wa Mathba‟ah Musthafa al-Babi al-Halabi wa Awladuh, 1960

Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah 3. Terjemah Abdurrahim dan Masrukhin . Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011

Shomad, Abd. Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia. Jakarta: Kencana. 2010, cetakan ke-1

Soetojo, Prawirohamidjojo. Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia, Airlangga University Press:Surabaya, 1994

Sholeh, Asrorun Ni‟am. Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan Dan Keluarga, Jakarta: ELSAS, 2008

Subagyo, P. Joko. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV, Jakarta: Rineka Cipta,1995

Subhan, Zaitunah. Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, Jakarta: El-Kahfi, 2008

Suma, Muhammad Amin, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2005

Surkalam, Luthfi. Kawin Kontrak, Tangerang: CV Pamulang, 2005 Sutrisno, Hadi. Metodologi Research I, Yogyakarta: Andi Offset, 1989 Syakir, Muhammad Fu‟ad. Perkawinan Terlarang, Jakarta: Cendekia, 2002 Tihami A dan Sohari Sahrani. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap.


(2)

78

Trima Soejono, Pengamatan Ilmu Dokumentasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1984

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

„Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad, Fikih Wanita, Terjemah. M. Abdul Ghoffar. (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar,1998)

Waluyu Bambang, Penelitian Hukum dalam Praktek, Cetakan Keempat, Jakarta: Sinar Grafika, 2008

www.iklansatu.com. Diunduh pada tanggal 10 Maret 2015, pukul 12

Zain, yazid PROBLEMATIKA NIKAH SIRRI DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. (STUDI KRITIS MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH). Penyuluh Agama Islam Kan. Kemenag Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur


(3)

(4)

(5)

(6)