Pengertian Nikah Sirri TINJAUAN TEORITIK TENTANG NIKAH SIRRI
27
dilahirkan dari pasangan suami istri yang menikah sesuai agama saja, seperti pernikahan sirri pada kasus machica yang menggugat pasal 43 Undang-
Undang Perkawinan.
15
Dalam judicial review
16
, MK menilai hubungan hukum anak dengan ayahnya tidak semata-mata didasarkan pada adanya
ikatan perkawinan. Itu juga dapat didasarkan pada pembuktian adanya hubugan darah antara anak dengan laki-laki tersebut. Jika tidak demikian,
maka dirugikan adalah anak yang bersangkutan. Barangkali dalam hal ini MK berasumsi bahwa bayi tidak bersalah atas kelahirannya. Setiap bayi memang
dilahirkan dalam keadaan suci, sehingga tidak semestinya ia dirugikan akibat ulah orang tuanya. Sebagaimana terdapat dalam hadist:
ْ ع ْ ْ ك : س ع ه ص ا ق : ق ْ ا
ا أف , ْطفْ ا ع ْ ا ا ... ا صْ ْ ا , ا
Dari Abu Huraiah berkata, Rasullah saw bersabda: setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan suci fitrah lalu kedua orang tuanya menjadikannya Yahudi,
atau Nasrani atau Majusi… HR. Bukhari Namun di sisi lain putusan MK dalam kasus di atas dapat
mengembalikan hak-hak dan perlindungan anak di luar nikah, tetapi tidak
15
Permohonan Machica dikabulkan oleh MK. Dalam putusan nomor 46PUU-IX Tahun 2011, MK menetapkan seharusnya ayat tersebut berbunyi: “anak yang dilahirkan di
luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahun dan
teknologi danatau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan daah, termasuk
hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”.
16
Judicial review berfungsi untuk menguji suatu peraturan, jika suatu peraturan bertentangan dengan konsiderans di atasnya UU 1945, maka harus ditangguhkan dan
dinyatakan tidak mengikat. Perlu diingat, rancangan Undang-Undang RUU sebelum disahkan, terlebih dahulu dilakukan pengkajian-pengkajian dari berbagai macam disiplin
ilmu. Selain itu diadakan juga pendekatan-pendekatan etis, filosofis, sosiologis, budaya dan agama. Setelah semua proses itu, makan mengkristallah rancangan tersebut menjadi sebuah
Undang-Undang tidak bisa dikritisi hanya dari satu pendekatan taua satu segi saja.
28
menutup kemungkinan akan muncul permasalahan baru di belakang akibat putusan MK ini. Karena wajar jika kemudian Ketua Majelis Ulama Indonesia
MUI KH Makruf Amien menegaskan bahwa, putusan MK tersebut sangat kontroversial di kalangan umat Islam dan menimbulkan kegelisahan luar
biasa, melanggar syariat Islam dan merubah tatanan Islam.
17
Dilihat dari keterangan nikah sirri tersebut dapat ditarik suatu pengertian bahwa nikah sirri itu bersangkut-paut dengan kedudukan saksi dan
syarat-syarat pada saksi itu sendiri. Mengenai saksi
di antara para Imam Mazhab Abu Hanifah, Syafi’I dan Maliki telah sepakat bahwa saksi merupakan syarat dalam pernikahan,
bahkan Syafi’I bependapat bahwa saksi sebagai rukun nikah.
18
Dalam hukum islam nikah sirri bukan masalah baru, sebab dalam kitab Al-Muwatha karyan Imam Malik telah mencatat, bahwa istilah nikah
sirri berasal dari ucapan Umar ibnu al-Khattab r.a:
,ك ْ ْخا , ْ ا ج اا ْ ع ْ ْش ْ
ْ ف ج ْ ا ع ْ ا , ْ ْ ا : ع قف
سْ ا ا
ج ف ق ْ ك ْ ْ ا ,
Artinya: “ bahwasanya Umar dihadapan seorang laki-laki yang menikah tanpa saksi, kecuali seorang laki-laki dan seorang perempuan. Lalu Umar
berkata: ini nikah sirri aku tidak membolehkannya, seandainya kamu melakukannya pasti aku rajam”.
17
http:www.mifdlol.staff.iainsalatiga.ac.id20130128sebuah-catatan-untuk- keputusan-mahkamah-konstitusi-mk-terkait-pelaksanaan-uu-no-1-tahun-1974-tentang-
perkawinan di akses pada jumat, 3 Juli 2015 23.57 wib
18
Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam suatu study perbandingan dalam kalangan Akhlus-sunah dan negara-negara islam, Jakarta: P.T Bulan Bintang, 1994, cet-2,
h. 153
29
Pengertian pernikahan sirri dalam persepsi Umar tersebut bahwa syarat jumlah saksi belum terpenuhi, kalau jumlah saksi belum lengkap
meskipun sudah ada yang datang, maka nikah semacam ini memakai kriteria Umar dapat dipandang sebagai nikah sirri.
19
Menurut Jumhur Ulama, pernikahan yang tidak dihadiri saksi-saksi tidak sah. Jika ketika ijab kabul tidak ada saksi yang menyaksikan, sekalipun
diumumkan kepada orang damai dengan cara lain, pernikahannya tidak sah.
20
Menurut para Ulama Hanafiah telah meletakkan kriteria bagi orang yang diterima dan tidak di kesaksiannya dalam akad nikah. Mereka berkata,
setiap orang yang layak untuk menjadi seorang wali dalam akd nikah dengan hak perwalian diri sendiri, maka ia layak untuk menjadi saksi dalam akad ini.
Sikap undang-undang terhadap kesaksiannya: undang-undang ahwal syakhshiyyah Syiria pasal 12 mengambil pendapat madzhab Hanafi
dalam masalah persaksian. Di dalamnya tercantum bahwa, “Dalam sahnya akad nikah disyaratkan kehadiran dua orang saksi lelaki, atau seorang lelaki
dan dua orang perempuan yang beragama Islam, berakal, baligh serta mampu mendengar uc
apan ijab dan qabul sekaligus memahaminya.” Maksudnya, ini dalam pernikahan sesama Muslim. Adapun pernikahan di antara Ahli Kitab,
maka sah dengan kesaksian dua orang dari ahli kitab, sekalipun kedua saksi
19
Mahful M. dan Herry Mohammad, Fenomena Nikah Sirri, Jakarta: IKAPI, 1996, h. 31
20
Sayid Sabiq, Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah 6, Bandung: Al- Ma’Arif, 1973, h. 87
30
tersebut berbeda agama dengan si perempuan, seperti kesaksian orang-orang Nasrani akan pernikahan seorang perempuan Yahudi.
21
Pernikahan sirri: sebagai penguat disyaratkannya persaksian, para ulama Malikiah berkata, “Nikah sirri itu rusak dengan talak ba’in jika suami-
istri tersebut telah melakukan persenggamaan. Sebagaimana juga rusaknya pernikahan tanpa saksi dengan terjadi hubungan suami-istri. Mereka berdua
dikenakan had zina;jilis atau rajam, jika telah terjadi persenggamaan dan hal itu mereka akui. Atau persenggamaan tersebut terbukti dengan persaksian
empat saksi, seperti dalam kasus perzinaan. Mereka berdua tidak diberi ampunan hanya karena ketidaktahuan mereka, akan tetapi mereka berdua
tidak dikenakan had, jika pernikahan mereka telah menyebar dan diketahui oleh banyak orang, seperti dengan diiringi pemukulan rebana, diadakan
walimah, disaksikan dua saksi fasik dan sejenisnya. Karena hal itu masih dalam taraf syubhat. Nabi saw.pernah bersabda
22
:
ء ْ ا ْ ش ْ ْ ا ا
Artinya: “Halangilah had itu dengan hal-hal yang syubhat”
Perkawinan sirri atau perkawinan di bawah tangan, ada yang menyebut kawin
syar‟I dan juga yang menyebut kawin Modin, kawin Kyai. Sejumlah istilah muncul mengenai perkawinan di bawah tangan. Akan tetapi
pada umumnya yang dimaksud perkawinan di bawah tangan adalah
21
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani, 2011, Jilid 9, h.79
22
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani, 2011, Jilid 9, h. 74
31
perkawinan yang tidak dicatat oleh Pegawai Pencatatan Nikah PPN. Perkawinan yang tidak berada di bawah pengawasan PPN, dianggap sah
secara Agama, tetapi tidak mempunyai kekuatan hukum karena tidak memiliki bukti-bukti perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pendapat lain menyebutkan bahwa perkawinan sirri atau
perkawinan di bawah tangan adalah perkawinan yang dilaksanakan dengan tidak memenuhi syarat dan prosedur peraturan perundangan. Terdapat
perbedaan pendapat tentang sah tidaknya perkawinan di bawah tangan, dikarenakan adanya perbedaan penafsirannya terhadap ketentuan Pasal 2 ayat
2 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Yang pasti ketentuan Pasal 2 ayat 2 yang mengharuskan pencatatan perkawinan terpisah dengan
ketentuan pasal 2 ayat 1 yang mengatur tentang sahnya perkawinan yang harus dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya.
23
Adapun pemahaman lain dan lebih umum mengenai kawin sirri dalam pandangan masyarakat islam adalah perkawinan hanya memenuhi
ketentuan agama, yaitu memenuhi syarat dan rukun nikah. Rukun dan syarat nikah itu meliputi: 1 adanya calon suami dan calon istri 2 adanya wali
pengantin perempuan 3 adanya dua saksi yang adil terdiri atas dua orang laki-laki atau seorang laki-laki ditambah dua orang perempuan; 4 ijab dan
Kabul. Selain rukun atau syarat wajib nikah, terdapat sunnah nikah yang perlu dilakukan, yaitu khotbah nikah; pengumuman perkawinan dengan
23
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam Perspektif Fikih dan Hukum Positif, Yogyakarta: UII Pres Yogyakarta, 2011, h. 211
32
penyelenggaraan walimaturrus perayaan; menyebutkan mahar atau mas kawin.
Dalam pernikahan sirri, biasanya unsur walimatul „ursy perayaan
sebagai upaya pengumuman kepada masyarakat yang tidak dilakukan. Sebab pada praktiknya, pernikahan sirri tidak pernah diumumkan kepada
masyarakat. Walimatul „ursy bertujuan untuk mengumumkan pernikahan
yang sudah terjadi kepada masyarakat, minimal keluarga dan tetangga dekat. Hal ini harus dilakukan untuk menghindari fitnah dan prasangka buruk orang
lain. Selain itu, perilaku pernikahan sirri pun tidak melaporkan pernikahannya ke KUA.
24
Perkawinan sirri juga akan menimbulkan kecenderungan bahwa pihak laki-laki untuk bertindak sewenang-wenang karena merasa bahwa
posisinya dihadapan hukum lebih menguntungkan dibandingkan perempuan, karena pihak suami bisa meninggalkan begitu saja istri sirinya tanpa tanggung
jawab apa-apa dan hukum tidak bisa berbuat apa-apa terhadapnya. Perkawinan sirri pada umumnya dilakukan oleh orang yang secara aturan
administrasi tidak dapat melakukan poligami tanpa adanya ijin dari istri dan atasannya, hal ini serng terjadi pada kalangan Pegawai Negri Sipil PNS,
TNI, Polri yang kemudian melakukan pernikahan secara diam-diam agar jangan sampai diketahui oleh pihak istri dan lingkungan kerjanya.
Dari fenomena kawin sirri itu kemudian memunculkan istilah “istri
simpanan” yaitu istri-istri yang dikawini secara sirri oleh seorang laki-laki
24
https:rubrikbahasa.wordpress.com20100404nikah-siri diakses pada pukul
11:01 WIB tanggal 2 April 2015
33
yang keberadaannya disembunyikan dari istri dan keluarga dalam pernikahannya yang pertama, perkawinan sirri dilakukan untuk menghindari
perbuatan zina sehingga dari sudut pandang itu sebenarnya mengandung nilai-nilai kebaikan, terlepas apakah perkawinan itu merupakan bentuk upaya
untuk menyembunyikan dari istri dan keluarga, sepanjang bahwa rukun dan syarat itu terpenuhi menurut ketentuan agama, maka perkawinan seperti itu
harus dipandang sebagai perkawinan yang sah. Perkawinan sirri juga banyak dilatarbelakangi oleh adanya prinsip
kebolehan berpoligami dalam ajaran islam, namun itu terkendala dengan adanya pembatasan dan pengaturan dalam aturan perundang-undangan,
misalnya bagi seorang Pegawai Negri Sipil PNSTNI dan Polri poligami walaupun bia dilakukan namun hal itu sulit, dan harus melewati segala
macam prosedur yang rumit. Berpangkal tolak dari kenyataan tersebut, maka banyak orang yang mengambil jalam pintas dengan segala resiko jabatan
yang menyertainya dengan melakukan perkawinan secara sirri demi melaksanakan hajatnya.
25