BAB III BEBERAPA ASPEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
A. Subjek dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi danatau bangunan Pasal 4 ayat 1 Undang – Undang Nomor 12
Tahun 1985. Mempunyai hak atas bumi danatau bangunan adalah mempunyai hak atas
bumibangunan menurut ketentuan undang – undang yang berlaku. Tetapi mungkin juga orang atau badan mempunyai hak atas tanahbangunan berdasarkan
suatu perjanjian yang mempunyai kekuatan hukum. Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan jangkauannya lebih luas karena juga meliputi orang atau badan
yang menguasai tanah danatau bangunan, bahkan juga orang atau badan yang memperoleh manfaat dari tanah danatau bangunan, tanpa memiliki atau
mempunyai hak yang sah atas tanah danatau bangunan.
26
Orang atau badan yang mempunyai hak atas, memiliki, menguasai atau memperoleh manfaat dari objek tanah danatau bangunan yang dibebaskan dari
Pajak Bumi dan Bangunan, seperti dicantumkan dalam Pasal 3 ayat 1, tidak dikenakan pajak, sehingga bukan merupakan Wajib Pajak, tetapi ia tetap
merupakan Subjek Pajak.
26
Rochmat Soemitro, 1989, Pajak Bumi dan Bangunan, PT. Eresco, Bandung, hal. 17
39
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 4 ayat 2 diuraikan bahwa Subjek Pajak sebagai dimaksud dalam ayat 1 yang dikenakan kewajiban membayar pajak, menjadi Wajib Pajak
menurut Undang-undang. Jika dari suatu Objek Pajak, baik yang berupa tanah atau bangunan, belum
diketahui dengan pasti siapa yang harus membayar pajaknya, umpama karena mempunyai hak atau pemiliknya tidak diketahui, tetapi ada yang menguasai dan
ada pula orang lain yang memperoleh manfaat dari objek itu, maka Direktur Jenderal Pajak oleh Undang-Undang diberi wewenang untuk menunjuk dan
menetapkan Subjek Pajak. Memori Penjelasan Pasal 4 ayat 3 memberikan beberapa contoh :
1. Subjek Pajak bernama A yang memperoleh manfaat atau menggunakan bumi
danatau bangunan milik B, bukan karena sesuatu hak yang berdasarkan undang-undang atau bukan karena perjanjian, maka A dapat diterapkan
sebagai Wajib Pajak berdasarkan alasan bahwa A memperoleh manfaat atau menggunakan bumibangunan milik B.
2. Suatu Objek Pajak yang masih dalam sengketa di pengadilan tentang siapa
pemiliknya, maka orang atau badan yang memanfaatkan atau menggunakan objek tersebut dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak.
3. Subjek Pajak yang dalam jangka waktu lama berada di luar wilayah letak
objek pajak, sedang pengurusan Objek Pajak itu dikuasakan secara sah kepada orang atau badan, maka orang atau badan yang diberi kuasa dapat ditetapkan
sebagai Wajib Pajak.
Universitas Sumatera Utara
Mengenai badan yang menjadi Subjek Pajak atau Wajib Pajak, tidak pula dipengaruhi oleh sifat, bentuk dan status badan, sehingga badan yang bukan
merupakan badan hukum atau perkumpulan yang bukan badan hukum dapat juga menjadi Subjek Pajak atau Wajib Pajak.
Pasal 3 ayat 2 mengandung makna bahwa negara dimungkinkan menjadi Wajib Pajak. Terhadap hal ini, Racmat Soemitro berpendapat bahwa tidak wajar
dan bertentangan dengan asas perpajakan bahwa membayar pajak kepada diri sendiri.
Namun berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1004KMK.041985 Tanggal 28 Desember 1985, terdapat pengecualian terhadap
Badan atau Perwakilan Organisasi Internasional tertentu yang menggunakan Objek Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak dikenakan pajak.
Pengecualian tersebut berlaku dengan Syarat Resiprositas. Artinya bahwa pengecualian itu baru diberlakukan, jika negara asing yang bersangkutan itu juga
memberikan pengecualian yang sama dari pajak yang sifatnya sama yang dikenakan kepada Wakil – Wakil Diplomatik Indonesia di negara asing tersebut.
Bila syarat ini tidak dipenuhi, maka dengan sendirinya pengecualian itu tidak berlaku sehingga Wakil Diplomatik tersebut tetap akan dikenakan Pajak
Bumi dan Bangunan. Subjek Pajak yang oleh Direktur Jenderal Pajak ditetapkan sebagai Wajib
Pajak, bila merasa hal ini tidak tetap, dapat mengajukan keberatan dengan memberikan keterangan secara tertulis, bahwa ia bukan Wajib Pajak dari Objek
yang bersangkutan. Dan apabila Direktur Jenderal Pajak dapat menerima
Universitas Sumatera Utara
keterangan yang diajukan oleh orang yang bersangkutan, maka ia akan membatalkan penetapan orang itu sebagai wajib pajak dalam jangka waktu satu
bulan, terhitung sejak diterimanya surat keterangan dimaksudkan di atas. Akan tetapi apabila keterangan tersebut di atas tidak disetujui oleh
Direktur Jenderal Pajak maka ia akan mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan – alasannya.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak itu terikat pada suatu jangka waktu, yaitu jika jangka waktu satu bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat
keterangan, Direktur Jenderal Pajak tidak memberi keputusan maka surat keterangan yang diajukan itu dianggap telah disetujui ayat 7.
Sebagaimana tercantum dalam Undang – Undang Pajak Bumi dan Bangunan, yang menjadi Objek Pajak Bumi dan Bangunan Pasal 2 adalah
bumiatau bangunan. Bumi adalah permukaan bumi perairan dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi itu sebenarnya tidak lain daripada tanah.
Jadi yang menjadi Objek Pajak Bumi dan Bangunan itu adalah tanah perairan dan tubuh bumi.
Bangunan yang dijadikan Objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah danatau
perairan, yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau tempat berusaha atau tempat yang diusahakan.
Universitas Sumatera Utara
Objek Pajak Bumi dan Bangunan baik berupa tanah, bangunan maupun perairan yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan,
apakah akan dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan atau tidak akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Apabila objek itu dikenakan pajak maka
kewajiban pelunasan pajak tersebut dibebankan kepada negara. Penjelasan Pasal 1 angka 2 menguraikan lebih lanjut bahwa termasuk
dalam pengertian bangunan adalah : 1.
Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik dan emplasemennya dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan
dengan kompleks bangunan tersebut; 2.
Kolam renang 3.
Pagar mewah 4.
Tempat olah raga 5.
Galangan kapal dermaga 6.
Taman mewah 7.
Tempat penampungankilang minyak, air dan gas, pipa minyak 8.
Fasilitas lain yang memberikan manfaat 9.
Jalan tol Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah
pengelompokkan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta untuk memudahkan penghitungan pajak yang terutang.
Universitas Sumatera Utara
Nilai jual ini diperoleh dari nilai jual sebenarnya tanah bersangkutan yaitu transaksi pasar dan diterapkan pada semua sektor kota, desa, pertambangan,
perkebunan dan kehutanan. Penggunaan nilai jual menurut harga pasar ini sebagai dasar pajak sangat
menguntungkan karena : 1.
Perkembangan nilai tanah itu diperhitungkan, karena perkiraan mengenai sewa di masa datang biasanya dikaitkan pada nilai jual tanah, nilai jual tanah
merupakan perkiraan yang lebih mendekati kenyataan mengenai nilai ekonomi dan kemampuan tanah dibebani pajak daripada nilai sewa.
2. Tidak perlu lagi ada pajak terpisah untuk tanah kosong, artinya karena nilai
jual tanah mencakup baik nilai sewa sekarang maupun nilai tanah bila dikembangkan, tidak perlu lagi menentukan pajak terpisah untuk tanah
kosong. Hasil pajak dari tanah kosong akan lebih tinggi atas dasar nilai jual daripada atas dasar nilai sewa. Pajak yang lebih tinggi ini akan menyebabkan
mahal membiarkan tanah kosong saja untuk tujuan-tujuan spekulasi, dan merangsang pengembangan tanah kosong dan penggunaan lebih besar tanah
yang selama ini tidak digunakan penuh. 3.
Nilai jual tanah akan memungkinkan dasar pajak naik seiring dengan kenaikan nilai tanah.
4. Karena nilai sewa mungkin telah ditetapkan jauh di masa lampau, nilai sewa
sebagai dasar pajak mungkin tidak banyak mencerminkan kenaikan nilai jual tanah akibat perkembangan kota. Karena itu biasanya lebih menguntungkan
Universitas Sumatera Utara
bagi negara sedang berkembang menggunakan nilai jual tanah daripada nilai sewa tanah sebagai dasar pajak.
5. Data mengenai nilai sewa jika ada, dapat selalu digunakan untuk memeriksa
nilai kena pajak berdasarkan nilai jual. Dalam menentukan klasifikasi bumitanah diperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut: a.
Letak b.
Peruntukan c.
Pemanfaatan d.
Kondisi lingkungan dan lain-lain Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut : a. Bahan yang digunakan
b. Rekayasa
c. Letak
d. Kondisi lingkungan dan lain-lain
Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan, adalah Objek Pajak yang :
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah,
sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
Universitas Sumatera Utara
2. Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
adalah bahwa Objek Pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan.
3. Hal ini dapat diketahui antara lain dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga dari yayasanbadan yang bergerak dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian
ini adalah hutan wisata milik negara. 4.
Contoh pesantren atau sejenis dengan itu, madrasah, tanah wakaf, rumah sakit umum.
5. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan
itu. 6.
Merupakan Hutan Lindung, Hutan Suaka Alam, Hutan Wisata, Taman Nasional, Tanah Penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan Tanah Negara
yang belum dibebani suatu hak; 7.
Digunakan oleh Perwakilan Diplomatik, Konsulat berdasarkan atas azas perlakuan timbal balik;
8. Digunakan oleh Badan atau Perwakilan Organisasi Internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan. Di samping pengecualian di atas, terhadap objek yang berada di bawah
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak juga dibebaskan dari pengenaan pajak. Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan
pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Yang dimaksud dengan Objek Pajak di sini adalah Objek Pajak yang
Universitas Sumatera Utara
dimilikidikuasaidigunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak negara yang sebagian besar penerimaannya merupakan Pendapatan Daerah yang antara lain dipergunakan
untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu, wajar Pemerintah Pusat juga ikut membiayai
penyediaan fasilitas tersebut melalui pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Mengenai bumi danatau bangunan milik perorangan danatau badan yang
digunakan oleh negara, kewajiban perpajakannya tergantung pada perjanjian yang diadakan.
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp. 8.000.000,- delapan juta rupiah untuk setiap Wajib Pajak, penyesuaian besarnya
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
B. Prinsip Hukum Perpajakan dan Pajak Bumi dan Bangunan