Hak dan Kewajiban Fiskus Peraturan Pajak Bumi dan Bangunan yang Berkaitan dengan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata

SKP wajib dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh wajib pajak. 5. Membayar denda administrasi Apabila pajak yang terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang bayar, maka wajib pajak wajib membayar denda administrasi sebesar 2 sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan.

D. Hak dan Kewajiban Fiskus

I. Hak-hak Fiskus 1. Melakukan penyuluhan kepada wajib pajak Penyuluhan ini diadakan dalam rangka pembinaan, baik terhadap wajib pajak maupun pemenuhan kewajiban perpajakannya. 2. Melakukan penelitian dan pemeriksaan dengan asas praduga tidak bersalah, baik mengenai verifikasi di lapangan maupun di kantor. 3. Menindaklanjuti hasil verifikasi atau penelitian, atau pemeriksaan dengan menerbitkan surat ketetapan pajak dan lain-lain sebagai realisasi dari sanksi administrasi. 4. Melakukan penyidikan 5. Melakukan penagihan pajak 6. Mengurangi atau menghapuskan sanksi Wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebelum pada tingkat tindak pidana dikenakan sanksi administrasi seperti sanksi berupa bunga, Universitas Sumatera Utara denda dan kenaikan. Akan tetapi terhadap pengenaan sanksi karena kekhilafan, dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan, Direktur Jenderal Pajak untuk mengurangi ataupun menghapuskan sanksi dimaksud. II. Kewajiban Fiskus 1. Kewajiban Umum a. Melayani wajib pajak dalam hal pendaftaran sebagai wajib pajak b. Melayani wajib pajak dalam mengisi SPOP dan sekaligus melayani wajib pajak dalam menyampaikan SPOP tersebut dalam batas waktu yang ditentukan c. Melayani wajib pajak dalam mengajukan keberatan, termasuk menyampaikan banding 2. Kewajiban Khusus Kewajiban khusus bagi pejabat Kantor Pelayanan Pajak, termasuk aparatur pemeriksa dan penyidik pada Direktorat Jenderal Pajak untuk tidak memberitahukan kepada yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan peraturan perundang-undangan perpajakan. Universitas Sumatera Utara

E. Peraturan Pajak Bumi dan Bangunan yang Berkaitan dengan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata

Sebahagian orang membutuhkan tempat tinggal diatas tanah atau air. Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat. Setiap orang atau badan hukum yang memiliki atau menguasai bumi, air dan bangunan mendapat kedudukan ssosial ekonomi yang lebih baik, dan memperoleh keuntungan dari itu, maka berdasarkan hal tersebut , dianggap wajar jika mereka memberikan iuran kepada negara guna melangsungkan hidup negara dan untuk meningkatkan pembangunan guna terciptanya keamanan, ketentraman, kesejahteraan lahir dan batin serta dapat berpatisipasi dalam menertibkan dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial sebagaimana yang tertuang dalam alinea IV Pembukaan UUDNegara Republik Indonesia Tahun 1945. Sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Garis Besar Haluan Negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, maka perlu diwujudkan keikutsertaan dan kegotongroyongan masyarakat dalam pembangunan nasional. Pajak merupakan sumber keuangan negara dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan, serta pemungutan pajak sudah didasarkan pada undang – undang yang berarti bahwa pemungutan pajak tersebut sudah disepakati atau disetujui bersama antara pemerintah dengan rakyat, maka sudah sewajarnya kalau masyarakat sadar akan kewajibannya di bidang Universitas Sumatera Utara perpajakan. Masyarakat harus membayar pajak dengan benar sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Undang – undang pajak adalah produk hukum dan oleh karena itu, harus tunduk pada norma – norma hukum , baik mengenai pembuatannya, pelaksanaannya, maupun mengenai materinya. 33 Atas dasar undang – undang dimaksudkan bahwa pajak merupakan peralihan kekayaan dari masyarakat kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara dengan tidak mendapat kontra prestasi yang langsung. Peralihan kekayaan dapat terjadi karena hibah atau kemungkinan peristiwa perampasan atau perampokan. Oleh karena itu, segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, sebagai contoh pajak harus ditetapkan dengan undang – undang yang telah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Hukum selalu bertujuan untuk memberikan keadilan, dan disamping itu hukum sebagai alat digunakan untuk mengatur tata tertib tertib hukum. 34 Selanjutnya keseluruhan peraturan – peraturan yang meliputi kewenangan pemerintah utnuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui kas negara termasuk dalam ruang lingkup hukum pajak. Mengingat pengaturan ini menyangkut hubungan antara negara dengan orang pribadi atau badan yang mempunyai kewajiban membayar pajak, maka hukum pajak merupakan bagian hukum publik. 33 Rochmat Soemitro, 1991, Pajak ditinjau dari segi Hukum, PT. Eresco, Bandung, hal. 1 34 Waluyo dan B. Illias Wirawan, 2000, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, hal. 4 Universitas Sumatera Utara Walaupun demikian namun banyak sekali sangkut paut antara hukum pajak dengan hukum perdata. Pajak Bumi dan Bangunan adalah merupakan bagian dari Hukum Pajak. Di sini Penulis akan mengemukakan tentang hubungan Hukum Pajak, khususnya Pajak Bumi dan Bangunan dengan Hukum Perdata. Hukum Pajak dengan Hukum Perdata mempunyai hubungan yang sangat erat. Pada dasarnya, sasaran dalam perpajakan sebagian besar adalah merupakan hubungan Hukum Perdata. Di dalam Hukum Pajak banyak sekali menggunakan istilah – istilah Hukum Perdata dan di dalam Hukum Pajak memberikan penafsiran dan pengertian sebagian besar dipergunakan dalam Hukum Perdata. Demikian juga Pajak Bumi dan Bangunan kebanyakan mencari dasar kemungkinan untuk pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan seperti yang terdapat dalam Hukum Perdata. Kemungkinan itu tetap dijadikan sebagai dasar pemungutan pajak. Rochmat Soemitro, mengatakan bahwa hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata sangat erat, dimana Hukum Pajak banyak mempergunakan istilah – istilah yang terdapat dalam hubungan Perdata, Sehingga dapat dilihat dalam Hukum Pajak tidak ada perbedaan maksud, seperti juga yang terdapat dalam Hukum Perdata, sekalipun terdapat kemungkinan tidak demikian rupa. Misalnya, menyatakan kejadian peristiwa dan keadaan – keadaan. 35 35 R. Santoso Brotodihardjo, 1993, Pengantar Ilmu Hukum Pajak,PT. Eresco, Bandung, hal. 9 Universitas Sumatera Utara Prof.W.F.Prins mengatakan hubungan erat ini disebabkan oleh empat hal yaitu: 1. Sebahagian besar objek hukum merupakan bidang Hukum Perdata meliputi: perbuatan orangkeadaanperistiwa bersifat pendapatan per seseorang, transaksi perjanjian kerja, pinjam – meminjam, serah terima jasa, hak milik, penerimaan warisan, dan lain – lain. 2. Hukum Perdata berlaku umum, kecuali Hukum Publik menentukan lain 3. Banyak istilah – istilah Hukum Perdata dalam Hukum Pajak 4. Banyak tafsiran – tafsiran dalam Hukum Pajak yang terdapat dalam Hukum Perdata. 36 Walaupun demikian, pengertian – pengertian yang dianut oleh Hukum Perdata tidak selalu dianut oleh Hukum Pajak. Pengaruh Hukum Perdata dalam Hukum Pajak adalah: 1. Pengertian suatu istilah dalam Hukum Pajak diartikan sama dengan Hukum Perdata 2. Kalau tidak ada penjelasan dalam Hukum Pajak, maka pengertian dalam Hukum Perdata diterapkan 37 Hukum Pajak mencari dasar kemungkinan pemungutan pajak atas keadaan – keadaan, perbuatan – perbuatan, dan peristiwa – peristiwa yang dalam ilmu hukum pajak disebut Tastsbestand. Sebagai contoh dalam keadaan tertentu seseorang atau badan memiliki rumah, tanah, kendaraan bermotor, yang dikenakan pajak. Perbuatan – perbuatan yang erat kaitannya dengan pajak misalnya perbuatan penyerahan barang, jual – beli, sewa – menyewa, 36 Ibid, hal. 10 37 Aini Hamdan, 1993, Perpajakan, Cetakan Ketiga, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 12 Universitas Sumatera Utara dan sebagainya akan dikenakan pajak. Sedangkan peristiwa, misalnya menerima hadiah, hibah dan sebagainya, maka si penerima hadiah hibah tersebut akan dikenakan pajak. Hukum Pajak memakai istilah – istilah yang terdapat dalam hukum perdata, misalnya istilah untuk tempat tinggal domisili, hukum pajak mempedomani Pasal 17 sampai dengan Pasal 25 KUH Perdata, karena pasal – pasal tersebut merumuskan pengertian tempat tinggal yang cukup lengkap. Di dalam pelaksanaan hukum pajak, tempat tinggal yang ditentukan dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 25 tersebut sangat membantu, misalnya dalam penyampaian Surat Teguran, Surat Tagihan, Surat Ketetapan Pajak, Pemberitahuan Sita, dan sebagainya. Wajib pajak berkewajiban membayar pajak kepada negara, hal ini menimbulkan hubungan hukum karena adanya perikatan verbintes seperti yang terdapat dalam Buku III KUH Perdata. Di satu pihak, negara sebagai pihak penagih berpiutang, sedangkan di pihak lain wajib pajak sebagai pihak Tertagih berutang. Pada hakekatnya pajak merupakan perikatan yang memiliki banyak kesamaan dengan pengertian perikatan yang terdapat dalam KUH Perdata. Yakni dalam hal menentukan sejak kapan hutang pajak timbul, dan sejak kapan hutang pajak di hapus. Menurut Pasal 1233 KUH Perdata, perikatan timbul karena persetujuan dan undang – undang. Hal ini sesuai dengan Hutang Pajak, sebab Hutang Pajak timbul karena undang – undang, artinya pungutan pajak akan diperkenankan dan berlaku sah bila ada undang – undang yang mengaturnya. Universitas Sumatera Utara Demikian pula timbulnya persetujuan Pajak Bumi dan Bangunan dari masyarakat kepada negara adalah karena ditimbulkan atau dilahirkan oleh undang – undang. Menurut Pasal 1352 KUH Perdata, perikatan yang timbul karena undang – undang dibagi atas 2 dua yaitu karena undang – undang sendiri, dan karena undang – undang sebagai perbuatan manusia. Penarikan pajak oleh negara yang menjadi hutang pajak itu timbul karena dilahirkan karena undang – undang itu sendiri maupun undang – undang dengan perbuatan manusia. Utang pajak menurut ajaran materil timbul dengan sendirinya karena pada saat yang ditentukan oleh undang – undang sekaligus dipenuhi syarat subjek dan syarat obyek. 38 Menurut ajaran formal, utang pajak timbul karena undang – undang pada saat itu dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh Direktur Jendral Pajak. Dengan sendirinya artinya bahwa untuk timbulnya utang pajak itu tidak diperlukan campur tangan atau perbuatan dari Pejabat Pajak, asal syarat – syarat yang ditentukan oleh undang – undang telah terpenuhi. 39 38 Subekti, 1984, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, hal. 132 39 Ibid, hal. 3 Mengenai hapusnya hutang pajak juga berpedoman pada ketentuan yang terdapat dalam KUH Perdata, tepatnya diatur pada Pasal 1381 KUH Perdata tentang hapusnya perikatan, yaitu karena pembayaran, karena Universitas Sumatera Utara penawaran pembayaran tunai, diikuti oleh penyimpanan atau penitipan, karena pembaharuan utang, Karena kompensasi utang karena pencampuran utang karena pembebasan hutang, karena musnahnya barang yang terutang, karena pembatalan atau batal demi hukum, karena berlakunya suatu syarat batal dan karena daluwarsa. Pembayaran lunas terhadap suatu utang pada umumnya dapat menghapuskan utang. Hal ini juga berlaku dalam perikatan pajak. Apabila terdapat utang pajak dibayar lunas maka akan menjadi lunaslah utang pajak tersebut. Mereka yang diwajibkan membayar pajak adalah wajib pajak, yakni subjek pajak yang mempunyai kewajiban untuk membayar pajak. Menurut Rochmat Soemitro, pembayaran pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga juga dimungkinkan. Hal tersebut dengan menggunakan dasar secara analogis ketentuan Pasal 1382 KUH Perdata 40 Di dalam pajak juga dikena adanya kompensasi. Apabila terjadi ternyata kelebihan pembayaran pajak, misalnya dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti perubahan peraturan, adanya pemberian pengurangan, kekeliruan pembayaran, dan sebagainya maka kelebihan pembayaran pajak itu menjadi hak wajib pajak. Dalam hal demikian, kelebihan pembayaran pajak yang antara lain menyatakan bahwa perikatan dilaksanakan juga oleh orang ketiga yang berkepentingan asalkan orang ketiga itu bertindak atas nama wajib pajak dengan maksud untuk membebaskan wajib pajak dari perikatan pajak. 40 Ibid, hal. 51 Universitas Sumatera Utara dapat direstitusikan kepada wajib pajak, dikompensasikan dengan utang pajak untuk tahun pajak berikutnya ataupun disumbangkan kepada negara. Peniadaan utang dalam perikatan perdata dapat dilakukan oleh kreditur terhadap utang debitur dengan alasan – alasan tertentu yang dikehendaki kreditur. Dalam hal utang pajak, peniadaan utang hanya dapat dilakukan dengan adanya keputusan administrasi di bidang pajak. Dari hal diatas terlihat bahwa Hukum Pajak dan Hukum Perdata mempunyai hubungan yang cukup erat, terutama dalam pelaksanaan pajak ditengah – tengah pergaulan masyarakat. Paul Scholten mengatakan bahwa hukum perdata harus dipandang sebagai hukum yang meliputi dibidang segala – galanya, kecuali jika hukum publik telah menetapkan peraturan yang menyimpang daripadanya. 41 ”manusia secara pribadi ataupun perseorangan dan badan hukum yang dapat diidentikkan dengan manusia. Manusia secara pribadi Dalam hal ini berlaku asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis yang artinya peraturan – peraturan yang khusus lebih diutamakan daripada peraturan umum atau jika sesuatu ketentuan belum atau tidak diatur dalam peraturan khusus, maka akan berlaku ketentuan yang diatur dalam peraturan umum. Pajak bumi dan Bangunan apabila ditinjau dari segi Hukum Perdata, lebih menitik beratkan kepada perikatan, pada subjek pajak dalam kaitannya dengan subjek hukum, serta hak – hak dan kewajiban pajak. Kartohadiprodjo memberikan pengertian tentang subjek hukum yaitu : 41 Ibid, hal. 4 Universitas Sumatera Utara dan badan hukum sebagai pendukung hak dapat dilimpahkan kewajiban sebagai subjek pajak untuk membayar hutang pajaknya” 42 42 Sudiman Kartohadiprodjo, 1997, Pengantar Tata Hukum Indonesia, PT. Pembangunan Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 4. Didalam Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, disebutkan bahwa Subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan bangunan. Sedangkan objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah merupakan harta benda yang tidak bergerak dari seseorang ataupun badan hukum yang berupa tanah dan bangunan. Di dalam KUH Perdata ada diatur mengenai subjek dan objek hukum, namun tidak diatur secara terperinci khususnya mengenai Subjek Pajak dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan. Sehingga untuk subjek dan objek pajak bumi dan bangunan ini dipakailah peraturan yang khusus mengatur tentang Pajak Bumi dan Bangunan, yaitu Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1994. Universitas Sumatera Utara BAB VI PERBUATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

A. Perbuatan Melawan Hukum yang Terjadi pada Pembayaran Pajak