Perwakafan Menurut PP. No. 28 Tahun 1977

40 e. Pemilik wakaf tidak boleh dipindah tangankan. Dengan terjadinya wakaf, maka sejak saat itu harta wakaf telah menjadi milik Allah SWT. pemilik itu tidak boleh dipindah tangankan kepada siapapun, baik orang, badan atau Negara.

C. Perwakafan Menurut PP. No. 28 Tahun 1977

Pada tanggal 17 Mei 1977 pemerintah RI mengeluarkan PP No. 28 tentang perwakafan tanah milik yang diiringi dengan seperangkat pelaksanaannya oleh DEPAG dan DEPDAGRI, dalam beberapa interuksi gubernur kepala daerah, dan dengan demikian telah diatur oleh perundang-undangan sehingga mempunyai badan hukum. Adapun tentang persoalan wakaf yang ada dalam peraturan pemerintah dapat dilihat dalam bab I tentang ketentuan umum adalah ; Pasal I menyebutkan : Yang dimaksud dalam peraturan pemerintah ini adalah : 1 Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya untuk selama-lamanya, untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. 2 Wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukumyang mewakafkan tanah miliknya. 3 Ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan tanah miliknya. 41 4 Nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang di serahi tugas pemeliharaan dengan pengurusan benda wakaf. 28 Pada bab I tersebut telah jelas bahwa pada tahun 1977 wakaf di Indonesia telah dibuat sebuah kelembagaannya. Pertanyaannya adalah mengapa perwakafan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah? Dikarenakan perwakafan tanah dan tanah wakaf di Indonesia adalah termasuk dalam hukum agrarian. Yaitu sebagai perangkat peraturan yang mengatur tentang bagaimana hubungan hukum antara orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, serta hubungan bumi, air dan ruang angkasa tersebut. Oleh karena perwakafan di Indonesia pada umumnya berobjek tanah, maka masalah perwakafan tanah diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria UUPA dalam pasal 49 ayat 3 yang berbunyi : “Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah” Pelaksanaan dan peraturan wakaf itu sendiri di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga kurun waktu ; 1. Sebelum kemerdekaan RI. 2. Setelah kemerdekaan RI, dan sebelum adanya PP no. 28 tahun 1977. 3. Setelah berlakunya PP no. 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik. 29 28 Departemen Agama DitJen Bimas Islam dan Urusan Haji, Himpunan Peraturan Perundang- Undangan Perwakafan Tanah Milik, Tahun 1991-1992, hal. 84 29 Faisal Haq dan HA. Saiful Anam, Hukum Wakaf dan Perwakafan Di Indonesia, PT. Garoeda Buana Indah, Pasuruan Jatim, Cet II Nov. 1994, hal. 30 42 1.a. Perwakafan sebelum kemerdekaan Lembaga perwakafan sebenarnya sudah sering dilaksanakan oleh orang- orang Indonesia yang beragama Islam jauh sebelum kemerdekaan, hal ini wajar di laksanakan di Indonesia karena di Indonesia banyak berdiri kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak, Pasai dan lain sebagainya. Sekalipun lembaga perwakafan itu merupakan lembaga yang berasal dari ajaran Islam, tetapi seolah-olah sudah merupakan kesepakatan dari para ahli hukum bahwa lembaga perwakafan tersebut merupakan masalah hukum adat di Indonesia, sebab diterimanya lembaga ini berasal dari suatu kebiasaan dalam sebuah kehidupannya Azhar Basyir, 1977:13 maka tidak jarang orang membangun masjid atau pesantren untuk kepentingan bersama secara bergotong royong. Sejak zaman dahulu persoalan wakaf ini telah di atur dalam hukum adat yang sifatnya tidak tertulis, dengan mengambil sumber dari hukum Islam. Di samping itu, oleh colonial dahulu telah pula di keluarkan berbagai peraturan yang mengatur tentang persoalan wakaf antara lain : 1. Surat edaran sekretaris Govermen pertama tanggal 31 Januari 1905 Nomer 435 sebagai termuat dalam Bijblad 1905 nomer 6196 tentang toezicht op den bow van Mohammedaansche bedehuizen, dalam surat edaran ini walaupun tidak secara tertulis mengatur tentang wakaf namun dinyatakan bahwa tidak akan menghalang-halangi orang Islam untuk keperluan keagamaan. Tetapi apabila dikehendaki oleh kepentingan imim surat edaran tersebut ditujukan 43 kepada para kepala wilayah di Jawa dan Madura kecuali daerah Swaraja, sepanjang belum pendaftaran tanah-tanah atau rumah ibadah Islam yang ada di kabupaten masing-masing. 2. Surat edaran sekretaris Govermen tanggal 4 Juni 1931 nomer 1361A yang termuat dalam Bijblad 1905 nomer 6196 tentang toezicht van deregeriing op Mohammedaansche bedehuizen, vrijdag diensten wakaf surat edaran tersebut tentang tanah wakaf yang ada pada masyarakat agar memperoleh kepastian hukum dari harta wakaf tersebut. 3. Surat edaran sekretaris Govermen tanggal 24 Desember 1934 nomer 3088A sebagaimana termuat di dalam Bijblad 1934 nomer 13390 tentang toezicht van deregeriing op Mohammedaansche bedehuizen, vrijdag diensten en wakaf. Surat edaran ini hanya hanya memepertegas atas surat edaran yang kedua tersebut, yang pada intinya meminta kepada bupati untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi apabiladiminta oleh pihak yang bersengketa. 2.a. Perwakafan setelah kemerdekaan, sebelum adanya Peraturan Pemerintah no.28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik. Peraturan tentang perwakafan tanah milik yang dikeluarkan pada masa penjajahan Belanda sejak proklamasikemerdekaan negera Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 masih harus diberlakukan berdasarkan bunyi pasal II aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 “Segala badan Negara dan 44 pengaturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”. 30 Untuk menyesuaikan dengan alam kemerdekaan maka telah dikeluarkan beberapa petunjuk-petunjuk mengenai wakaf. Untuk selanjutnya perwakafan ini menjadi wewenang bagian D ibadah sosial, jawatan urusan agama. Pada tanggal 8 Oktober 1956 telah dikeluarkan surat edaran nomer 5D1959 tentang prosedur perwakafan tanah. Beberapa peraturan tentang perwakafan tanah di atas dirasakan kurang memadai dan masih banyak kekurangan yaitu belum memberikan kepastian hukum mengenai tanah-tanah wakaf. Oleh karena itu untuk memperjelas dan memperbaharui system Agraria kita, pertama kita lihat dalam pasal 49 nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UUPA yang berbunyi: 1 Hak milik tanah-tanah badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi. 2 Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial. 3 Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah. 31 30 Ibid , hal. 32 31 PARLINDUNGAN, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, CV. Mandar Maju, Bandung, Tahun 1998 Cet, VIII, hal 144 45 Dalam pasal ini ditegaskan bahwa soal-soal yang bersangkutan dengan peribadatan dan keperluan suci lainnya dalam hukum agrarian yang baru akan mendapatkanperhatian sebagaimana mestinya. 3.a. Perwakafan setelah berlakunya Peraturan Pemerintah no.28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik. Telah diuraikan di atas bahwa peraturan perwakafan tanah di Indonesia belum memenuhi kebutuhan maupun belum dapat memberikan kepastian hukum dalam rangka melindungi tanah-tanah wakaf tersebut. Oleh sebab itu pada pasal 49 ayat 3 UUPA pemerintah pada tanggal 14 Mei 1977 menetapkan peraturan pemerintah nomer 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik. 32 a Bahwa wakaf adalah suatu lembaga keagamaan, yang dapat dipergunakan salah satu sarana guna pengembangan kehidupan keagamaan, khususnya umat yang beragama Islam, dalam rangka mencapai kesejahteraan spiritual dan material menuju masyarakat yang adil, dan makmur berdasarkan pancasila. b Bahwa peraturan perundangan yang ada sekarang ini yang mengatur tentang perwakafan tanah milik selain belum memenuhi kebutuhan akan cara-cara perwakafan juga membuka kemungkinan akan hal-hal yang tidak di inginkan disebabkan tidak adanya data-data yang nyata dan lengkap mengenai tanah- tanah yang di wakafkan. 32 Faisal Haq dan HA. Saiful Anam op.cit, hal. 33 46 Dengan berlakunya PP no.28 tahun 1977 sepanjang peraturan sebelumnya yang bertentangan dengan PP ini dianggap tidak berlaku lagi. Kemudian hal tersebut diatur oleh Departemaen Agama dan Menteri Dalam Negeri sesuai dengan bidangnya masing-masing.

D. Pengelolaan dan Pengembangan Tanah Wakaf Produktif