Fungsi Wakaf Unsur dan Syarat-Syarat Perwakafan

20 menghajikan aku oleh seseorang dengan menunggang untamu? Suaminya berkata: Unta itu telah kuwakafkan di jalan Allah. Maka datanglah rasul menghampirinya seraya berkata: Adapun bila engkau mengajak istri dengan mengendarai unta engkau, sesungguhnya hal itu ibadah adalah di jalan Allah. H.R. Abu Daud. Telah dishahihkan pula bahwa Rasulullah SAW menempati hak Khalid, ia telah mewakafkan pakaian besinya serta membiasakannya untuk berperang di jalan Allah.” Berdasarkan hadits-hadits tersebut di atas, wakaf merupakan amal ibadah yang sangat dianjurkan. Adapun benda yang diwakafkan bukan hanya benda tetap akan tetapi juga benda bergerak, seperti unta, pakaian dan sebagainya. Yang harus diperhatikan bahwa manfa’at benda yang diwakafkan itu bersifat kekal dan tujuan wakaf sesuai dengan ajaran Islam.

B. Fungsi, Unsur dan Syarat-Syarat Perwakafan

1. Fungsi Wakaf

Dalam konsep Islam, wakaf dikenal dengan istilah jariyah artinya mengalir. Maksudnya, sedekah atau wakaf yang dikeluarkan, sepanjang benda itu dimanfaatkan untuk kepentingan kebaikan, maka selama itu pula si wakif mendapat pahala secara terus-menerus, meskipun telah meninggal dunia. 9 Firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat At-Tiin ayat 4-6 ﻦﻳﺬﱠﻟﺍ ﺎﱠﻟﹺﺇ ﲔﻠﻓﺎﺳ ﹶﻞﹶﻔﺳﹶﺃ ﻩﺎﻧﺩﺩﺭ ﻢﹸﺛ ﹴﱘﹺﻮﹾﻘﺗ ﹺﻦﺴﺣﹶﺃ ﻲﻓ ﹶﻥﺎﺴﻧﹺﺈﹾﻟﺍ ﺎﻨﹾﻘﹶﻠﺧ ﺪﹶﻘﹶﻟ ﻥﻮﻨﻤﻣ ﺮﻴﹶﻏ ﺮﺟﹶﺃ ﻢﻬﹶﻠﹶﻓ ﺕﺎﺤﻟﺎﺼﻟﺍ ﺍﻮﹸﻠﻤﻋﻭ ﺍﻮﻨﻣﺍَﺀ ﲔﺘﻟﺍ : ٤ - ٦ 9 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, Cet. Ke-1, h. 492 21 Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam keadaan bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya neraka. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” Q.S. At-Tiin: 4-6 Dalam pengertian di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa wakaf berfungsi untuk memberikan pahala yang terus mengalir kepada si wakif meskipun dia sudah meninggal dunia, sebagai media untuk taqarrub mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan juga untuk membantu masyarakat umum dari hasil benda yang diwakafkan oleh si wakif.

2. Unsur dan Syarat-Syarat Perwakafan

Unsur dalam istilah hukum Islam dinamakan rukun, yang dimaksud dengan rukun adalah sudut, tiang penyangga, yang merupakan sendi utama atau unsur pokok dalam pembentukan suatu hal. Tanpa rukun sesuatu hal tidak akan berdiri. Adapun rukun perwakafan di antaranya yaitu: a. Wakif orang yang mewakafkan Orang yang mewakafkan hartanya dalam istilah hukum Islam disebut wakif. Para ulama madzhab sepakat bahwa syarat seorang wakif yaitu sehat akal, baligh, dan rasyid. Pengertian baligh menitik beratkan pada usia, sedangkan rasyid pada kematangan pertimbangan akal untuk kecakapan bertindak melakukan tabarru’ melepaskan hak tanpa imbalan benda. 22 Diperlukan .kematangan pertimbangan akal seseorang rasyid, yang dianggap telah ada pada remaja berumur antara 15 sampai dengan 23 tahun. 10 b. Maukuf benda yang diwakafkan Para ulama madzhab sepakat bahwa benda-benda yang diwakafkan harus memenuhi syarat-syarat: 1 Benda yang diwakafkan merupakan sesuatu yang konkrit jelas wujudnya dan batas-batasnya jika berbentuk tanah misalnya dan benda tersebut merupakan milik orang yang mewakafkan. 2 Benda tersebut harus mempunyai nilai ekonomis, tahan lama dan dapat diambil manfaatnya. 3 Benda yang diwakafkan dapat berupa barang-barang tidak bergerak misalnya tanah, rumah dan kebun dan barang bergerak misalnya buku- buku dan kitab suci. Dalam hal mewakafkan benda yang bergerak, Hanafi berbeda pendapat dengan para ulama. Menurutnya, benda wakaf harus berupa benda yang tidak bergerak demi tercapainya tujuan wakaf yang bersifat mu’abbad. Akan tetapi muridnya, Abu Yusuf dan Muhammad mengatakan bahwa barang bergerak yang berfungsi sebagai pelengkap sah untuk diwakafkan. Misalnya 10 Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta : UI Press, 1988, Cet. Ke-1, h. 85 23 mewakafkan kebun sekaligus dengan binatang dan peralatanya, mewakafkan senjata dan kuda perang. 11 Kesimpulannya, wakaf benda bergerak boleh dengan syarat benda itu selalu menyertai benda tetap. c. Maukuf Alaih Adapun syarat-syarat maukuf alaih adalah 12 : 1 Orang yang diwakili tersebut ada sudah dilahirkan ketika wakaf terjadi. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai ada atau tidaknya orang yang akan diwakili ketika terjadinya wakaf. Menurut Imamiyah, Syafi’i dan Hambali orang yang akan diwakafi harus ada ketika wakaf terjadi. Sedangkan menurut Maliki, sah hukum wakaf walaupun orang yang diwakafi belum ada. 2 Harus dinyatakan secara tegasjelas dikala mengingkari wakaf, kepada siapa wakaf itu ditujukan. 3 Para ulama madzhab sepakat bahwa tujuan wakaf harus untuk ibadah dan mengharap keridloan Allah SWT. Oleh karena itu, tujuan wakaf tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah, tidak mewakafkan sesuatu yang menimbulkan maksiat kepada Allah SWT. Misalnya mewkafkan tanah untuk mendirikan tempat perjudian, diskotek dan sebagainya. 11 Muhammad Jawad Mughirah, op. cit., h. 645-646 12 Ibid., h.647 24 d. Sighat Wakaf penyertaan Sighat wakaf adalah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari wakif yang merupakan tanda penyerahan benda wakaf. Para ulama madzhab sepakat bahwa akad wakaf merupakan akad tabarru’ yaitu transaksi sepihak yang sah sebagai suatu akad yang tidak memerlukan qobul dari pihak penerima wakaf dan cukuf hanya dengan ucapan ijab si wakif. Adapun lafadz sighat wakaf ada dua macam, yaitu 13 : 1 Lafadz yang jelas shorih seperti dengan kata-kata sebagai berikut: Wakoftu, habasu dan sabaltu. 2 Lafadz kiasan kinayah seperti dengan kata tashaddaqtu, harramtu dan abbadtu. Semua kata-kata kiasan yang dipakai untuk mewakafkan sesuatu harus disertai dengan niat wakaf. Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama madzhab mengenai apakah wakaf dinyatakan sah jika hanya terjadi melalui perbuatan tanpa ucapan, misalnya seseorang mempunyai sebidang tanah kemudian ia membangun sebuah pemakaman dan mengizinkan orang Islam untuk melakukan pemakaman di tempat tersebut. Hanafi, Maliki dan Hanbali mengatakan wakaf dapat terjadi cukup hanya dengan perbuatan dan barang yang dimaksud berubah menjadi wakaf. Demikian pula pendapat segolongan ulama madzhab Imamiyah terkemuka di antaranya Sayyid al-Yazidi, Sayyid Abu Hasan al-Asfahani, Sayyid al-Hakim, 13 Faisal Haq dan HA. Saiful Anam, Hukum Wakaf dan Perwakafan Di Indonesia, PT. Garoeda Buana Indah, Pasuruan Jatim, Cet II Nov. 1994, h.26 25 al-Syahid al-Tsani dan Ibnu Idris. Sedangkan syafi’i mengatakan wakaf tidak dapat terjadi kecuali dengan lafadz yang diucapkan. 14 Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 menyebutkan rukun dengan istilah unsur-unsur wakaf yang diuraikan pada Bab II bagian kedua mulai pasal 3 sampai dengan 6 dan diuraikan juga dalam Kompilasi Hukum Islam pada Bab II bagian kedua mulai pasal 217 sampai dengan 219. Adapun unsur atau rukun yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 dan Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai berikut: a. Wakif orang yang mewakafkan Pasal 215 2 Kompilasi Hukum Islam dan pasal 1 2 Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 disebutkan, “wakif adalah orang atau orang- orang atau badan hukum yang mewakafkan tanah miliknya.” Karena mewakafkan tanah itu merupakan perbuatan hukum, maka wakif haruslah orang atau orang-orang atau badan hukum yang memenuhi syarat untuk melakukan tindakan hukum. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 3 ayat 1 PP No. 28 tahun 1977, syarat-syarat wakif adalah sebagai berikut: 1 Dewasa 2 Sehat akalnya 3 Tidak terhalang untuk melakukan tindakan hukum 4 Atas kehendak sendiri dan tanpa paksaan dari pihak lain 5 Benar-benar pemilik harta yang diwakafkan 14 Muhammad Jawad Mughiroh, Op. Cit., h. 641 26 Syarat-syarat ini perlu dirinci untuk menghindari tidak sahnya tanah yang diwakafkan, baik karena faktor intern pada diri orang itu sendiri seperti cacat atau kurang sempurna cara berfikir, maupunn faktor extern yang berbeda di luar orang yang bersangkutan seperti merasa dipaksa orang lain. 15 b. Maukuf benda yang diwakafkan Menurut Kompilasi Hukum Islam, yang dapat dijadikan benda wakaf adalah segala benda baik bergerak maupun tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran agama Islam, sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977, yang dapat dijadikan benda wakaf adalah tanah hak milik. Benda atau tanah hak milik tersebut disyaratkan harta yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan dan perkara. Ketentuan ini didasarkan pertimbangan bahwa wakaf adalah sesuatu yang bersifat suci dan abadi. Karena itu, tanah yang dapat dijadikan wakaf selain dari statusnya hak milik juga harus bersih, artinya tidak menjadi tanggungan utang atau hipotik, tidak dibebani oleh beban jaminan lainnya tidak pula dalam sengketa. Tanah yang diwakafkan itu harus benar-benar tanah milik atau tanah hak milik yang sempurna. Ahmad Rofiq menyatakan, bahwa syarat-syarat harta benda yang diwakafkan adalah sebagai berikut 16 : 15 Mohammad Daud Ali, Op. Cit., h.106-107 16 Ahmad Rofiq, Op. Cit., h. 497 27 1 Benda wakaf dapat dimanfaatkan untuk jangka panjang, tidak sekali pakai. Hal ini karena watak wakaf yang lebih mementingkan manfaat benda tersebut. 2 Benda wakaf dapat berupa milik kelompok atau badan hukum. 3 Hak milik wakaf yang jelas batas-batas kepemilikannya, selain itu benda wakaf merupakan benda milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa. 4 Benda wakaf dapat dialihkan jika untuk maslahat yang lebih benar. 5 Benda wakaf tidak boleh diperjual belika, dialihkan atau diwariskan. Perbuatan mewakafkan adalah perbauatan yang suci, mulia dan terpuji sesuai dengan ajaran agama Islam. Berhubungan dengan itu, maka tanah-tanah yang hendak diwakafkan itu betul-betul merupakan milik bersih dan tidak ada cacatnya ditinjau dari sudut kepemilikan. Selain itu, adanya pernyataan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya atau terbawa-bawanya lembaga perwakafan ini untuk sering berhadapan dengan pengadilan yang dapat merosotkan wibawa dan syari’at agama Islam. Berdasarkan pandangan tersebut di atas, maka tanah yang mengandung pembebanan seperti tanah dalam proses perkara dan sengketa tidak dapat diwakafkan sebelum masalahnya diselesaikan terlebih dahulu. c. Maukuf ‘Alaih tujuan wakaf Tujuan wakaf tidak terinci dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 ia hanya dinyatakan sepintas lalu dalam perumusan pengertian wakaf 28 pasal yang kemudian disebut dalam pasal 2 waktu menegaskan fungsi wakaf. Menurut Peraturan Pemerintah, tujuan perwakafan tanah milik untuk pemakaman adalah untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. Mungkin, karena tujuan wakaf ini dipandang sudah jelas, maka tidak perlu lagi dirinci dalam Peraturan Pemerintah. Yang perlu adalah melestarikan tujuan tersebut dengan pengeleloan yang baik dilakukan oleh nadzir, yaitu sekelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaannya dan pengurusan benda- benda wakaf agar manfaatnya dapat kekal dinikmati oleh masyarakat. Oleh karena itu pula dalam system perwakafan tanah milik untuk pemakaman ini, tujuan wakaf yang merupakan unsur atau rukun dalam fiqh tradisional, digantikan tempatnya oleh nadzir, agar wakafnya dapat berfungsi sebagaimana mestinya, hak dan kewajibannya disebut secara terinci dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Pelaksanaannya. Yang jelas, syarat dan tujuan wakaf adalah untuk kebajikan mencari ridlo Allah SWT dan mendekatkan diri kepadanya. kegunaannya bidang untuk sarana ibadah murni seperti masjid, musholla, pesantren atau pemakaman dan juga termasuk sarana sosial keagamaan lainnya yang lebih besar manfaatnya. Untuk lebih jelasnya atau konkritnya, tujuan wakaf adalah sebagai berikut 17 : 17 Ahmad Rofiq, Op. Cit., h. 497 29 1 Untuk mencari keridloan Allah SWT, termasuk di dalamnya segala macam usaha untuk menegakkan agama Islam, seperti mendirikan tempat ibadah kaum muslimin, kegiatan dakwah, pendidikan agama Islam, penelitian ilmu-ilmu agama Islam, pemakaman dan sebagainya. Tujuan ini merupakan tujuan utma dari wakaf, karena itu seseorang tidak dapat mewakafkann hartnya untuk keperluan-keperluan yang berlawanan bagi kepentingan agama Islam seperti mendirikan rumah ibadah agama lain selain agama Islam, membantu pendidikan agama selain agama Islam. Demikian harta wakaf tidak dikelola dalam usaha-usaha yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti usaha perternakan babi modal pengadaan lotre, membangun atau modal pabrik minuman keras khamar dan sebagainya. 2 Untuk keperluan masyarakat, seperti untuk membantu fakir miskin, membantu orang terlantar, karib kerabat, mendirikan sekolah, mendirikan asrama anak yatim dan sebagainya. Oleh karena itu, tujuan wakaf tidak bisa digunakan untuk kepentingan maksiat atau membantu mendukung, dan atau yang memungkinkan diperuntukan untuk tujuan maksiat. Sehubungan dengan itu, boleh saja seseorang tidak secara terang- terangan menegaskan tujuan wakafnya, apabila wakafnya itu diserahkan kepada suatu badan hukum, yang jelas usahanya untuk kepentingan umum. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 2: 30 ﺎﹶﻟﻭ ﻱﺪﻬﹾﻟﺍ ﺎﹶﻟﻭ ﻡﺍﺮﺤﹾﻟﺍ ﺮﻬﺸﻟﺍ ﺎﹶﻟﻭ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﺮﺋﺎﻌﺷ ﺍﻮﱡﻠﺤﺗ ﺎﹶﻟ ﺍﻮﻨﻣﺍَﺀ ﻦﻳﺬﱠﻟﺍ ﺎﻬﻳﹶﺃﺎﻳ ﻢﺘﹾﻠﹶﻠﺣ ﺍﹶﺫﹺﺇﻭ ﺎﻧﺍﻮﺿﹺﺭﻭ ﻢﹺﻬﺑﺭ ﻦﻣ ﺎﹰﻠﻀﹶﻓ ﹶﻥﻮﻐﺘﺒﻳ ﻡﺍﺮﺤﹾﻟﺍ ﺖﻴﺒﹾﻟﺍ ﲔﻣﺍَﺀ ﺎﹶﻟﻭ ﺪﺋﺎﹶﻠﹶﻘﹾﻟﺍ ﻣﹺﺮﺠﻳ ﺎﹶﻟﻭ ﺍﻭﺩﺎﹶﻄﺻﺎﹶﻓ ﹾﻥﹶﺃ ﹺﻡﺍﺮﺤﹾﻟﺍ ﺪﹺﺠﺴﻤﹾﻟﺍ ﹺﻦﻋ ﻢﹸﻛﻭﺪﺻ ﹾﻥﹶﺃ ﹴﻡﻮﹶﻗ ﹸﻥﺂﻨﺷ ﻢﹸﻜﻨ ﺍﻮﹸﻘﺗﺍﻭ ﻥﺍﻭﺪﻌﹾﻟﺍﻭ ﹺﻢﹾﺛﹺﺈﹾﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﺍﻮﻧﻭﺎﻌﺗ ﺎﹶﻟﻭ ﻯﻮﹾﻘﺘﻟﺍﻭ ﺮﹺﺒﹾﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﺍﻮﻧﻭﺎﻌﺗﻭ ﺍﻭﺪﺘﻌﺗ ﹺﺏﺎﹶﻘﻌﹾﻟﺍ ﺪﻳﺪﺷ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﱠﻥﹺﺇ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﺓﺩﺀﺎــﳌﺍ 5 : ٢ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar- syiar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan mengganggu binatang-binatang had-ya, dan binatang- binatang qalaa-id, dan jangan pula mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dari keridloan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu, dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka. Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat besar siksa-Nya. Q.S. al-Maidah5: 2 d. Shigat ikrar pernyataan wakaf Pernyataan wakif yang merupakan tanda penyerahan barang atau benda yang diwakafkan itu dapat dilakukan dengan lisan atau tulisan. Dengan pernyataan itu tinggallah hak wakif atau benda yang diwakafkannya. Benda itu kembali menjadi hak milik mutlak Allah yang dimanfaatkan oleh orang atau orang-orang yang disebut dalam ikrar wakaf tersebut. Karena tindakan mewakafkan sesuatu itu dipandang sebagai perbuatan hukum sepihak, maka dengan pernyataan wakif yang merupakan ijab, perwakafan telah terjadi. 31 Pernyataan qabul dari pihak yang menerima tidak diperlukan. Dalam wakaf hanya ada ijab tanpa qabul. 18 Hal ini karena ikrar wakaf pada hakikatnya merupakan suatu pernyataan ikrar dari orang yang berwakaf wakif bahwa ia telah mewakafkan hartanya yang tertentu kepada Allah SWT. Karena itu tidak memerlukan Kabul atau semacam pernyataan penerimaan dari pihak penerimanya. Di samping itu, wakaf juga merupakan tindakan tabarru’ atau pelepasan hak milik. Tabarui’ tidak memerlukan Kabul. 19 Adapun menurut Ahmad Rofiq menyatakan bahwa ikrar wakaf adalah tindakan hukum yang bersifat deklaratif sepihak, untuk itu tidak diperlukan adanya Kabul penerimaan dari orang yang menikmati manfaat wakaf tersebut. Namun demikian, demi tertib hukum dan administrasi, guna menghindari penyalahgunaan benda wakaf, pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang secara organik mengatur perwakafan. 20 Ikrar menurut Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan tanah miliknya, Ikrar wakaf ini harus dinyatakan secara lisan, jelas dan tegas kepada nadzir yang telah disahkan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf PPAIW dan dua orang saksi. Ikrar wakaf itu kemudian, harus dituangkan dalam bentuk 18 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah, Syirkah, Bandung: PT. Al Ma’arif, 1987, h. 11 19 Zakiyah Daradjat, et al, Ilmu Fiqh, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995, Cet. Ke-1, Jil. III 20 Ahmad Rofiq, Op. Cit., h. 497-498 32 tertulis. Bila seorang wakif tidak mampu menyatakan ikrar wakafnya secara lisan, karena ia bisu misalnya, ia dapat menyatakan ikrar wakaf itu dengan isyarat. Dan bila wakif tidak bisa hadir dalam upacara ikrar wakaf, ikrarnya dapat dibuat secara tertulis dengan persetujuan PPAIW dan saksi-saksi. Sedangkan dalam pasal 9 ayat 4 Peraturan Pemeritah dan dalam pasal 233 ayat 3 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa pelaksanaan ikrar wakaf diangap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-sekurangnyan 2 dua orang saksi. Ini berarti bahwa, jika ketentuan itu ditafsirkan secara a contrario, pelaksanaan ikrar wakaf dianggap tidak sah jika tidak dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-sekurangnya 2 dua orang saksi. Konsekuensinya adalah perwakafan yang dilakukan tanpa dihadiri dan disaksikan oleh dua orang saksi, harus dipandang tidak memenuhi syarat dan karenannya tidak sah dan tidak pula dilindungi oleh hukum. Ketentuan yang mewajibkan ikrar wakaf dituangkan kemudian dalam bentuk tertulis dan keharusan adanya dua orang saksi yang menghadiri dan menyaksikan ikrar wakaf itu dimaksudkan sebagai jaminan dan perlindungan hukum terhadap perwakafan tanah. Tujuannya adalah, menurut penjelasan pasal 9 Peraturan Pemerintah, untuk memperoleh bukti yang otentik yang dapat dipergunakan untuk berbagai persoalan seperti misalnya: 1 Untuk bahan pendaftaran pada kantor Subdirektorat Agraria Kabupaten atau Kotamadya. 33 2 Untuk keperluan penyeleasaian sengketa yang mungkin terjadi di kemudian hari tentang tanah yang diwakafkan itu. Dengan kesaksian dua orang saksi itu akan jelas riwayat tanah yang bersangkutan baik sebelum maupun sesudah tanah itu diwakafkan. Tidak semua orang dapat menjadi saksi. Seorang saksi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 2 Telah dewasa; 3 Sehat akalnya; 4 Tidak terhalang oleh hukum untuk melakukan perbuatan hukum; Syarat ini dipersiapkan untuk menjadi salah satu alat bukti dalam menghadapi sengketa hukum yang mungkin di kemudian hari walaupun hanya sebagai bukti penguat saja, karena Akta Ikrar Wakaf yang dibuat oleh Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, adalah akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. 21 e. Nadzir pengelola wakaf Nadzir adalah sekelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf. Yang dimaksud dengan kelompok orang dalam perumusan itu adalah kelompok yang merupakan satu kesatuan atau merupakan suatu pengurus. Jadi bukan orang seorang, sebagaimana dimungkinkan dalam fiqh tradisional. Hal ini mungkin dimaksudkan agar pengurusan harta wakaf dapat dilakukan secara lebih baik 21 Mohammad Daud Ali, Op. Cit., h. 110 34 oleh kumpulan orang yang dapat saling mengawasi dan menghindari terjadinya penyelewengan harta wakaf yang menjadi milik perorangan nadzir wakaf yang bersangkutan. Ketentuan nadzir seperti yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah merupakan pengembangan hukum fiqh di Indonesia, di samping seperti misalnya keharusan adanya dua orang saksi yang menghadiri dan menyaksikan ikrar wakaf, ikrar wakaf yang harus tertulis, dan dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf PPAIW. Pasal 6 Peraturan Pemerintah dan pasal 219 Kompilasi Hukum Islam menyebut syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh nadzir, baik nadzir perorangan maupun badan hukum. 22 Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh nadzir perorangan adalah sebagai berikut: 1 Warga Negara Indonesia; 2 Beragama Islam; 3 Sudah dewasa; 4 Sehat jasmani dan rohani; 5 Tidak berada dalam pengampuan; 6 Bertempat tinggal di kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan; 22 Abdul Ghani Abdullah, Himpunan Perundang-undangan dan Peraturan Pengadilan Agama, Jakarta: Intermasa, 1991, h. 341-342 35 Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh nadzir berbentuk badan hukum adalah sebagai berikut: 1 Badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; 2 Mempunyai perwakilan di kecamatan tempat tinggal letaknya tanah yang diwakafkan; 3 Sudah disahkan oleh Menteri Kehakiman dan dimuat dalam Berita Negara; 4 Jelas tujuan dan usahanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. Nadzir wakaf, baik perorangan maupun badan hukum, harus terdaftar pada KUA Kecamatan setempat untuk mendapat pengesahan dari Kepala KUA Kecamatan yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf. Pendaftaran itu dimaksudkan untuk menghindari perbuatan perwakafan yang menyimpang dari ketentuan yang ditetapkan dan juga untuk memudahkan pengawasan. Jumlah nadzir untuk suatu wilayah tertentu ditetapkan oleh Menteri Agama. Menurut Peraturan Menteri Agama No. 1 tahun 1978, jumlah nadzir perorangan untuk satu kecamatan adalah sama dengan jumlah desa yang terdapat dalam kecamatan yang bersangkutan. Dan di dalam setiap desa hanya ada satu nadzir kelompok perorangan. Yang dimaksud kelompok perorangan adalah kumpulan para nadzir yang ada di desa itu selama ini. Mereka bergabung dan bersama-sama memeliahara serta mengurus seluruh benda- 36 benda wakaf yang ada dalam desa yang bersangkutan. Kelompok perorangan itu terdiri dari sekurang-kurangnya 3 tiga orang, salah seorang di antaranya menjadi ketua. Susunan itu ditentukan oleh Kepala KUA Kecamatan. 23 Masa kerja nadzir perorangan tidaklah mutlak seumur hidup. Seorang anggota nadzir berhenti dari jabatannya, karena 24 : 1 Meninggal dunia; 2 Mengundurkan diri 3 Dibatalkan kedudukannya sebagai nadzir oleh Kepala KUA kecamatan, karena: a Tidak memenuhi syarat seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Pelaksanaannya. b Melakukan tindakan pidana kejahatan yang berhubungan dengan jabatan nadzir. c Tidak dapat lagi melakukan kewajibannya sebagai nadzir. Sebagaimana halnya dengan syarat dan susunan nadzir tersebut di atas, kewajiban dan hak nadzir ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 pasal 7 yang dirinci lebih lanjut pasal 10 dan 11 dalam Peraturan Menteri Agama No. 1 tahun 1978. Kewajiban-kewajiban nadzir yang terdapat pada pasal 10 Perturan Menteri Agama No. 1 tahun 1978 adalah sebagai berikut: 23 Mohammad Daud Ali, Op. Cit., h. 113 24 Abdul Ghani, Op. Cit., h.417 37 1 Mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya, meliputi: 25 a Menyimpan lembar kedua Salinan Akta Ikrar Wakaf b Memelihara tanah wakaf c Memanfaatkan tanah wakaf d Berusaha meningkatkan tanah wakaf e Menyelenggarakan pembukaan atau administrasi perwakafan dengan memelihara buku catatan tentang keadaan tanah wakaf, buku catatan tentang pengelolahan dan hasil tanah wakaf, serta buku catatan tentang penggunaan hasil tanah wakaf. 2 Memberi laporan kepada Kepala Kantor Urusan Agama KUA Kecamatan tentang: a Hasil pencatatan perwakafan tanah milik untuk pemakaman oleh Pejabat Agraria b Perubahan atas tanah milik yang telah diwakafkan dan perunbahan penggunaannya karena: ­ Tidak susuai dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif. ­ Untuk kepentingan umum c Pelaksanaan kewajban mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasil tiap tahun yaitu pada tiap akhir bulan Desember. 3 Melaporkan anggota nadzir yang berhenti dari jabatannya. 25 Abdul Ghani, Op. Cit., h. 418 38 4 Mengusulkan kepada Kepala KUA Kecamatan anggota pengganti yang berhenti itu untuk disahkan keanggotaannya. Kewajiban nadzir yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah pelaksanaannya jauh lebih banyak dan terinci dibandingkan dengan kewajiban nadzir yang disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam, akan tetapi intinya tetap sama yakni memelihara dan mengurus harta wakaf agar dapat dimanfaatkan hasilnya seoptimal mungkin. Sebagai imbalan kewajiban-kewajiban yang dibebankan di pundak nadzir tersebut di atas, nadzir juga mempunyai hak-hak tertentu atas harta wakaf yang diurusnya. Pasal 222 Kompilasi Hukum Islam dan pasal 11 Peraturan Menteri Agama menetapkan hak nadzir, yaitu: 26 1 Menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang besarnya tidak boleh melebihi 10 dari hasil bersih tanah wakaf. Yang menentukan besarnya penghasilan nadzir ini adalah Kepala Seksi Urusan Agama Islam Kantor Departemen Agama KabupatenKotamadya. 2 Menggunakan fasilitas sepanjang diperlukan dari tanah wakaf atau hasilnya yang ditetapkan oleh Kepala Seksi Urusan Agama Islam setempat. Dalam sistem perwakafan di Indonesia, nadzir merupakan unsur penting. Tanpa nadzir, wakaf tidak akan terlaksana karena pada waktu ikrar wakaf dilakukan, nadzir telah harus ditetapkan. Pengaturan demikian mungkin 26 Abdul Ghani, Op. Cit., h.418 39 dilakukan untuk menertibkan perwakafan tanah agar harta wakaf itu tidak “hilang” begitu saja. Di samping rukun-rukun wakaf yang telah disebutkan di atas, ada pula syarat sahnya suatu perwakafan benda atau harta seseorang. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut: 27 a. Perwakafan benda itu tidak dibatasi untuk jangka waktu tertentu saja, tetapi untuk selama-lamanya. Wakaf yang dibatasi waktunya, misalnya untuk lima tahun saja atau untuk sepuluh tahun saja, hukumnya tidak sah. b. Tujuan wakaf harus jelas, seperti telah disebut di muka. Namun demikian apabila seseorang wakif menyerahkan tanahnya kepada suatu badan hukum tertentu yang sudah jelas tujuan dan usahanya, wewenang untuk penentuan tujuan wakaf itu berada pada badan hukum yang bersangkutan sesuai dengan tujuan badan hukum itu. c. Pelaksanaan wakaf direaliasasikan segera setelah ikrar. Hal ini karena pemilik telah lepas dari wakif. Karena itu wakaf tidak boleh digantungkan kepada sesuatu keadaan atau syarat tertent, misalnya pada kematian seseorang atau kondisi tertentu. d. Apabila seseorang wakif menentukan syarat dalam pelaksanaan pengelolah benda wakaf, sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan wakaf, maka nadzir perlu memperhatikannya. Tetapi bila syarat tersebut bertentangan dengan tujuan wakaf semula, nadzir tidak perlu memperhatikannya. 27 Ahmad Rofiq, Op. Cit., h. 500-501 40 e. Pemilik wakaf tidak boleh dipindah tangankan. Dengan terjadinya wakaf, maka sejak saat itu harta wakaf telah menjadi milik Allah SWT. pemilik itu tidak boleh dipindah tangankan kepada siapapun, baik orang, badan atau Negara.

C. Perwakafan Menurut PP. No. 28 Tahun 1977