Zakat hasil tangkapan laut di kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy.)

Oleh :

Saidah Hijriah NIM :1110043100037

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1437 H / 2015 M


(2)

i

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “ZAKAT HASIL TAGKAPAN LAUT DI KELURAHAN

KAMAL MUARA KECAMATAN PENJARINGAN JAKARTA UTARA” telah

diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Oktober 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum.

Jakarta, 22 Oktober 2015 Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Asep Saepudin Jahar, MA NIP. 196912161996031001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

Ketua : Fahmi Muhammad Ahmadi, MSi ( ... ) NIP. 197412132003121002

Sekretaris : Hj. Siti Hana, S.Ag, Lc, MA ( ... ) NIP.197402162008012013

Pembimbing I : Fahmi Muhammad Ahmadi, MSi ( ... ) NIP. 197412132003121002

Pembimbing II: Hj. Ummu Hana Yusuf Saumin,MA ( ... ) NIP.150277548

Penguji I : Drs. Sirril Wafa, MA ( ... ) NIP. 196003181991031001

Penguji II : Dr, H. Ahmad Tholabi Kharlie, MA ( ... ) NIP 197608072003121001


(3)

ii


(4)

(5)

iv

Kelurahan Kamal Muara Kec. Penjaringan Jakarta Utara, Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum, Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fiqih, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436/2015M.

Nelayan di Kelurahan Kamal mempunyai beberapa metode dalam pencarian dilaut diantaranya pertambakan dan hasil tangkapan laut menggunakan perahu yang dimiliki oleh juragan. Dari pendapatan-pendapatan tersebut dapat digolongkan sebagai pendapatan yang berpotensi zakat atau tidak. Apabila pendapatan-pendapatan tersebut tergolong pendapatan yang berpotensi zakat, maka bagaimanakah cara penghitungan zakatnya.

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan instrumen penelitian lapangan (field research), dan penelitian kepustakaan yang didasarkan pada suatu pembahasan dengan menggunakan metode studi kepustakaan (library research), metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yakni penulis berusaha menyajikan fakta-fakta yang objektif sesuai dengan kondisi dan situasi yang sebenarnya terjadi pada saat penelitian dilakukan.

Hasil analisis ini disimpulkan bahwa pendapatan nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara belum dapat digolongkan sebagai pendapatan yang berpotensi zakat, khususnya untuk nelayan yang hasil tangkapan dari laut, karena pendapatan tersebut belum mencapai nishab (kuota), ada beberapa faktor diantaranya kondisi cuaca saat ini, dan pengaruh limbah terhadap air laut yang tercemar. Lain halnya dengan pendapatan yang di peroleh melalui pertambakan maka harus dikeluarkan zakatnya karena penghasilan yang besar dan mecapai nisab dan cara perhitungannya adalah dengan setiap kali panen kemudian diambil zakatnya tanpa harus menunggu setahun, hal itu di qiyaskan pada zakat pertanian, begitupun jika hasil nelayan yang menangkap ikan dilaut pengeluaran zakatnya sama dengan hasil pertambakan yaitu di qiyas-kan dengan zakat pertanian yang prosentasenya sebesar 5% - 10%.

Pembimbing : Fahmi Muhammad Ahmadi, M. Si. Ummu Hana Yusuf Saumin, MA. Daftar Pustaka : Tahun 1969-2013.


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Dengan penuh kerendahan hati, kutengadahkan kedua tangan ini. Untuk sekedar meluapkan rasa, kemudian sujud syukur kepada Allah SWT. bibir dan hati ini seakan menyatu menyimpulkan kata “Alhamdulillah” segala puji kupersembahkan kepada-Nya. Karena penulis dapat menuntaskan kewajiban studinya, yaitu penulisan

skripsi guna memenuhi syarat dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Syari’ah pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat teriring salam penulis haturkan kepada suri tauladan umat, sang baginda Rasulullah SAW, para keluarga, sahabat dan orang-orang yang tercerahkan untuk membumikan hukum-hukumnya. Dalam kesempatan ini pula, penulis menghaturkan banyak terimakasih atas kerjasama dan bantuannya, baik moril maupun materiil. Karena penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa orang-orang disekelilingku. Untuk itu penulis sepantasnyalah menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Bapak, Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak (Abah) Fahmi Muhammad Ahmadi, M. Si, selaku ketua jurusan PMH dan dosen pembimbing sekaligus kyai dan guru yang telah rela meluangkan waktunya dan selalu sabar memberikan masukan, arahan dan kritikan yang

konstruktif serta mendo’akan penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, dan Ibu Siti Hana Harun Lc, selaku sekeretaris Jurusan PMH yang telah memberikan arahan, bimbingan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

3. Ibu Hj. Ummu Hanah Yusuf Saumin, MA, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, meluangkan waktu dengan penuh

keikhlasan, dan kesabaran serta dukungan do’a, waktu, dan motivasi sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Bapak/Ibu dosen Fakultas Syari’ah dan hukum yang telah memberi ilmu, pengalaman dan nasehat kepada penulis. Semoga ilmu yang penulis dapatkan dari Bapak/Ibu dapat bermanfaat dunia dan akhirat serta menjadi amal kebaikan bagi Bpak/Ibu dosen.

5. Seluruh staf karyawan Perpustakaan Utama dan staf karyawan fakultas

Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas kerjasamanya

dalam pelayanan yang terbaik dalam pengumpulan materi skripsi dan kelancaran administrasi.

6. Pejabat Kantor Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara, beserta jajarannya yang telah membantu proses kelancaran dalam memperoleh data-data yang diperlukan untuk penelitian ini.


(7)

vi

kenal lelah untuk terus berkorban bagi anaknya. Senyum mu adalah penyemangat penulis dalam menjalani kehidupan ini, serta doa yang tak pernah terhingga sepanjang masa untuk keberhasilan studi penulis, mudah-mudahan Allah SWT selalu memberikan limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya, segala hormat dan cinta yang tak terhingga penulis persembahkan. Seluruh keluarga besarku, yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan agar penulis tetap semangat dalam menempuh studi di kampus tercinta ini dan selalu memberikan keceriaan dalam bingkai kebersamaan baik suka maupun duka.

9. Kepada sahabat-sahabat penulis dan teman-teman Perbandingan Mazhab Fikih angkatan 2010 yang telah memberikan bantuan berupa dorongan moral kepada penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini dan memberikan kesan tersendiri bagi penulis selama menuntut ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Besar harapan bagi penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukannya dan dapat memberikan khazanah baru dalam dunia akademik. Sebagai manusia yang dhoif, yang memiliki keterbatasan dan kekurangan, tentunya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT juga kita memohon agar apa yang telah kita lakukan menjadi sesuatu investasi yang sangat berharga dan kelak dapat membantu kita di yaumil akhir.

Jakarta, 16 Oktober 2015M 03 Muharram 1437H


(8)

vii DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Pembatasan Dan Perumusan Masalah ... 7

C.Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 7

D.Review Study Terdahulu ... 8

E. Metode Penelitian ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT A.Definisi dan Dasar Hukum Zakat ... 13

1. Definisi Zakat ... 13

2. Dasar Hukum Zakat ... 16

B.Syarat Wajib dan Rukun Zakat dalam Islam ... 19

1. Syarat Wajib ... 19

2. Rukun Zakat... ... 22

3. Macam-Macam Zakat ... 23

4. Orang-Orang Yang Berhak Menerima Zakat ... 23

C.Jenis-jenis Harta Kekayaan yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya ... 32

1. Jenis Kekayaan ... 32


(9)

viii

D.Tujuan dan Hikmah Zakat ... 41

1. Tujuan Zakat ... 41

2. Hikmah Zakat ... 43

BAB III PENDAPATAN NELAYAN DI KELURAHAN KAMAL MUARA KECAMATAN PENJARINGAN JAKARTA UTARA A.Gambaran Umum Kelurahan Kamal Muara ... ... 47

1. Letak Geografis ... 47

2. Keadaan Demografis ... 49

3. Keadaan Sosiologis ... 49

B.Sistem Penangkapan Nelayan Kelurahan Kamal Muara... ... 50

BAB IV ANALISIS ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT KELURAHAN KAMAL MUARA KECAMATAN PENJARINGAN JAKARTA UTARA A.Analisis Hukum Islam Tentang Zakat Hasil Tangkapan Laut ... 53

B.Analisis Tentang Pendapatan Nelayan Yang Berpotensi Zakat ... 61

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 69

B.Saran-saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN – LAMPIRAN


(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Zakat merupakan salah satu rukun Islam, yang merupakan ibadah kepada Allah dan sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan, untuk mempersucikan dan mempertumbuhkan harta serta jiwa pribadi para wajib zakat, mengurangi penderitaan masyarakat, memelihara keamanan serta meningkatkan pembangunan. Pada hakikatnya bagian dari peraturan Islam tentang kehartabendaan

(Nizamul Islam al-Mali wal Ijtima’i), dibahas dalam kitab as-siyasah asy-syar’iyyah. Adapun disebutkannya dalam ibadah adalah karena ia menjadi saudara kandung dari shalat.1

Zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT.mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhakmenerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.2 Zakat diwajibkan secara resmi di Mekah pada masa awal perkembangan Islam.Pada saat itu, zakat tidak dibatasi seberapa besar harta yang wajib dikeluarkan zakatnya dan tidak pula jumlah yang harus dikeluarkan zakatnya.Semua itu diserahkan kepada kesadaran dan kemurahan hati kaum muslimin. Pada tahun kedua setelah hijriah, menurut

1

Yusuf al-Qardhawi, Fiqhu al-Zakah, cet. ke-1 (Beirut: Darul Irsyad, 1969), hlm.7.

2

Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002, hlm. 7.


(11)

keterangan yang paling masyhur, mulai ditetapkan kadar dan jumlah dari setiap jenis harta yang harus dikeluarkan zakatnya.3

Zakat merupakan salah satu ibadah kepada Allah SWT setelah manusia dikarunia keberhasilan dalam bekerja dengan melimpahnya harta benda. Bagi orang muslim, pelunasan harta semata-mata sebagai cermin kualitas imannya kepada Allah SWT kepentingan zakat merupakan kewajiban agama seperti halnya sholat dan menunaikan ibadah haji. Islam memandang bahwa harta benda kekayaan adalah mutlak milik Allah SWT. sedangkan manusia dalam hal ini hanya sebatas pengurusan dan pemanfaatannya saja. Harta adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan pembelajarannya diakhirat nanti. Dengan demikian, setiap muslim yang kekayaannya telah mencapai nisab dan hawl berkewajiban untuk mengeluarkan zakat baik zakat fitrah maupun zakat mal.4

Yusuf Qardawi menyatakan bahwa zakat adalah kewajiban yang besifat tetap dan terus menerus. Ia akan berjalan terus selama islam dan kaum muslimin ada dimuka bumi ini, kewajiban tersebut tidak akan dapat dihapuskan oleh siapapun. Seperti halnya shalat, zakat merupakan tiang agama dan pokok ajaran islam. Ia merupakan ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT, karenanya memerlukan keikhlasan ketika menunaikannya. Disamping sebagai ibadah yang mengandung

3

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jakarta: Cakrawala Publishing, Cet, ke-3, 2012, hlm. 57.

4

Muhammad, Zakat Profesi: Wacana Pemikiran dalam Fiqh Kontemporer, Jakarta: Salemba Diniyah, 2002, hlm. 2.


(12)

3

berbagai hikmah yang sangat penting dalam rangka meningkatkan kesejahteraan umat.5

Ada banyak sekali usaha yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan kekayaan. Salah satunya adalah mencari penghasilan di laut, di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara, merupakan salah satu wilayah pesisir di Kecamatan Penjaringan,ditinjau dari letak geografisnya yang berhadapan dengan Laut Jawa menyebabkan Kelurahan Kamal Muara mempunyai potensi sumber daya kelautan yang cukup besar untuk dapat dimanfaatkan masyarakat pesisir khususnya nelayan. Di Kelurahan Kamal Muara, sebagian mata pencaharian penduduknya adalah nelayan yang menangkap ikan dilaut kemudian hasilnya dijual. Ada dua metode dalam pencarian nafkah dilaut diantaranya penangkapan ikan dengan menggunakan perahu dan pertambakan kerang hijau yang hanya menggunakan alat sederhana seperti tali dan bambu, yang mereka pasang di sekitar pinggir pantai Kamal Muara.

Pertambakan di Kamal Muara hanya ada pertambakan kerang hijau, tidak ada pertambakan ikan, dikarenakan lokasinya yang tidak memadai untuk menjadikannya sebagai pertambakan ikan. Dari masing-masing pertambakan, nelayan mempunyai beberapa ternak dalam pertambakan kerang hijau, dari penghasilan yang didapat dari pertambkan sangat mencukupi kebutuhan mereka, bahkan bisa membiayai anak-anak mereka sampai ke jenjang perkuliahan. Sedangkan nelayan

5

Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002, hlm. 57.


(13)

yang menggunakan perahu dalam pencarian ikan terdiri dari dua macam yaitu juragan (pemilik perahu) dan nelayan buruh. Dengan adanya perbedaan tersebut, maka pendapatan yang diperoleh pun berbeda-beda, pendapatan juragan jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan pendapatan nelayan buruh, karena juragan adalah selaku pemilik modal, modal awal yang dibutuhkan untuk melaut didapatkan dari perorangan dalam hal ini didapatkan dari juragan/pemilik kapal. Tetapi dalam pembagian hasilnya, dibagikan sesuai dengan jumlah nelayan buruh, setelah dipotong dengan awal modal.Sedangkan nelayan yang mempunyai pertambakan kerang hijau mereka mempunyai anak buah untuk mengerjakan pertambakan tersebut.Kegiatan ini mampu mendatangkan keuntungan bagi para nelayan.

Berdasarkan besarnya potensi laut dan didukung dengan pemanfaatan yang maksimal oleh para nelayan, maka dapat dikatakan bahwa para nelayan mendapatkan kesejahteraan yang cukup layak karena mereka menguasai laut yang berpotensi besar,Para nelayan tidak setiap musim melaut.Biasanya jika musim barat6 tiba para nelayan tidak ada yang pergi melaut dikarenakan cuaca dilaut sangat buruk, gelombang tinggi, badai dan angin kencang hampir setiap saat terjadi pada musim ini. Musim barat biasanya dimanfaatkan oleh para nelayan untuk memperbaiki perahu, mesin dan jaring jika ada yang rusak, dan akan digunakan lagi pada saat musim barat telah usai. Pada saat melaut biasanya satu perahu diisi kurang lebih 3 sampai 5 orang

6

Musim barat yakni musim yang dipengaruhi oleh angin barat, artinya angijn yang bertiup dari arah barat, dan arus selatan, artinya arus yang menerjang arah selatan yang mengakibatkan perahu nelayan sulit berlayar.


(14)

5

dengan lama perjalanan 7-15 hari atau sedikitnya para nelayan melaut dua kali dalam satu bulan, dan ada juga nelayan yang setiap harinya pulang. Penghasilan yang didapat tidak menentu, kadang bisa mencapai puluhan juta rupiah, kadang juga hanya ratusan ribu rupiah dan bahkan bisa juga tidak mendapatkan hasil sama sekali. Disamping itu mayoritas penduduk Kelurahan Kamal, Kecamatan Penjaringan adalah muslim, bagi seorang muslim suatu kewajiban baginya untuk menunaikan perintah agama yaitu membayar zakat hasil penangkapan ikan dilaut, setelah ia mendapatkan keberhasilan dalam usahanya dengan melimpahkan harta benda. dengan pendapatan yang demikian selama ini para nelayan disana belum mengeluarkan zakat pendapatan nelayan, dikarenakan kurangnya pemahaman dan informasi mengenai zakat pendapatan itu sendiri.

Pemahaman para nelayan di Kelurahan Kamal Muara tentang zakat hanya seputar zakat fitrah dan zakat mal yang sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat al

Qu’randan hadits Nabi, yaitu meliputi pertanian, peternakan, perdagangan, emas dan perak, dan harta rikazatau harta terpendam. Padahal dengan menggunakan metode analogy (qiyas) zakat tidak hanya pada harta yang telah disebutkan diatas saja, akan tetapi terdapat pula sumber-sumber zakat baru yang sesuai dengan perekonomian modern saat ini, sumber zakat tersebut adalah zakat profesi, zakat perusahaan, zakat surat-surat berharga (saham dan obligasi), zakat perdagangan mata uang, zakat hewan ternak yang diperdagangkan, zakat madu dan produksi hewan, zakat investasi


(15)

anggrek, ikan hias, sarang burung wallet, dan sektor modern lainnya yang sejenis, dan zakat sektor rumah tangga modern.7

Akibat dari kurangnya pemahaman mengenai persoalan tersebut dan zakat

pendapatan tidak disebutkan dalam al Qur’an dan hadits secara langsung

sebagaimana zakat-zakat diatas, maka masyarakat Kamal Muara menganggap bahwa tidak ada zakat untuk penghasilan/pendapatan yang telah diperoleh dari pekerjaan/profesi mereka (nelayan). Akan tetapi, jika seseorang nelayan memperoleh pendapatan yang cukup banyak atau lebih dari biasanya, maka nelayan tersebut akan membagikan uang atau ikan hasil tangkapannya kepada kerabat dan para tetangga mereka yang kurang mampu. Namun perlu diingat bahwa pembagian tersebut bukan dimaksudkan untuk menunaikan zakat tetapi hanya untuk sadaqah.

Dari kedua macam pendapatan diatas, apakah pendapatan-pendapatan tersebut dapat digolongkan sebagai pendapatan yang berpotensi zakat atau tidak. Apabila pendapatan-pendapatan tersebut tergolong pendapatan yang berpotensi zakat, maka bagaimanakah cara penghitungannya karena ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang muslim untuk menunaikan kewajiban membayar zakat agar sesuai dengan ketentuan hukum Islam.

Sehubungan dengan latar belakang diatas, penulis tertarik mengkaji masalah tersebut.Penulis berpendapat bahwa kasus tersebut layak untuk diteliti dan dikaji

7

Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hlm.93-123.


(16)

7

lebih lanjut. Dalam hal ini penulis mencoba menyusun sebagai karya skripsi penulis dengan judul: “ZAKAT HASIL TANGKAPANLAUT di Kel. Kamal Muara Kec. Penjaringan Jakarta Utara”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan skripsi ini tidak melebar dari yang diinginkan, maka penulis membatasi fokus pembahasan masalah hanya sebatas bagaimanacara pengeluaran zakat hasil tangkapan ikan laut pada masyarakat di Kel.Kamal muara Kec.penjaringan.

Dari pembatasan masalah diatas, dan kemudian supaya pembahasan lebih terfokus sesuai dengan judul skripsi yang penuliskemukakan, maka dapat di rumuskan masalahnyasebagai berikut:

1. Apakah pendapatan nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan dapat digolongkan sebagai pendapatan yang berpotensi zakat?

2. Apabila pendapatan nelayan tersebut dapat digolongkan sebagai pendapatan berpotensi zakat, maka bagaimanakah cara penghitungan zakatnya?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini terangkum beberapa tujuan diantaranya:

1. Untuk mengetahui pendapatan nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan yang dapat digolongkan sebagai pendapatan yang berpotensi zakat. 2. Memperoleh gambaran atau deskripsi mengenai bagaimana cara perhitungan

zakatnya.


(17)

Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk memenuhi perbendaharaan isi perpustakaan fakultas Syari’ah dan Hukum dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bagi kalangan akademisi dan masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat memberiskan kontribusi besar keilmuan bagi yang berminat untuk mengkaji aspek-aspek yang berhubungan dengan dinamika perkembangan hukum Islam di Indonesia.

3. Sebagai informasi sekaligus menambah pengetahuan tentang kewajiban melaksanakan zakat pendapatan nelayan bagi para nelayan pada umumnya dan khususnya bagi para nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara.

D. Review Studi Terdahulu

Untuk menghindari penelitian dengan objek yang sama, maka diperlukan kajian terdahulu. Berdasarkan pengamatan dan pengkajian yang telah dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini, penulis telah membaca skripsi, baik dari Fakultas

Syari’ah dan Hukum, maupun Fakultas lain, bahkan Universitas lain yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas, namun karakteristiknya berbeda-beda. Adapun beberapa karya yang mempunyai korelasi dengan permasalahan yang akan diangkat oleh penulis antara lain sebagai berikut:

Deni Jazuli, dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2005), pada tulisannya yang berjudul “Pembagian Hasil Nelayan di Desa Weru Kecamatan Paciran


(18)

9

Kabupaten Lamongan Jawa Timur Ditinjau dari Hukum Islam”. Pembahasan dalam penelitian ini tentang bagaimana kerjasama bagi hasil penangkapan ikan di Desa Weru yang berdasarkan adat istiadat yang berlangsung di sana. Selanjutnya juga dijelaskan mengenai cara-cara bagi hasil penangkapan ikan di desa Weru yang menurut Hukum Islam telah sesuai dengan syari’at islam.

Muhammad Ali, dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2003) pada tulisannya yang berjudul “Praktek Jual Beli Hasil Laut Antara bakul dan Nelayan di

Desa Gebang Mekar Kecamatan Babakan Kabupaten Cirebon. Tulisan ini memfokuskan bagaimana terajadinya praktek jual beli hasil laut antara bakul dan nelayan, kemudian dijelaskan pula dalam hal transaksi di anatara mereka dan bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap praktek tersebut.

Sri Wahyuni, dari UIN Sunan Kalijaga (2006), “Etos Kerja Nelayan di

Desa Torjek Kecamatan Kangayan Kabupaten Sumenep”.Tulisan ini membahas tentang pandangan nelayan terhadap pekerjaannya, nelayan di Desa Torjek memiliki pandangan bahwa kerja merupakan suatu keharusan dan kewajiban bagi setiap manusia untuk memenuhi kebutuhannya, kemudian mengenai perilaku nelayan dalam bekerja dilihat dari sikap kerjanya, ketekunan dalam bekerja, efisiensi kerjanya dan pemanfaatan hasilnya. Sedangkan yang membedakan dari penelitian ini membahas tentang zakat hasil tangkapan ikan laut, jika pendapatannya mencapai nishab maka

wajib mengeluarkan zakat sesuai ketentuan syari’ah berdasarkan analogi qiyas. Dengan demikian sangat jelas terlihat beda antara penelitian yang penulis susun dengan penelitian-penelitian tersebut di atas.


(19)

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan instrumen penelitian lapangan (field research), dan penelitian kepustakaan yang didasarkan pada suatu pembahasan dengan menggunakan metode studi kepustakaan (library research), yaitu suatu metode yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan penelitian melalui studi kepustakaan yang diperoleh melalui kajian undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada dibawahnya serta bahan-bahan yang lainnya yang berhubungan dengan data-data penelitian.8

Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yakni penulis berusaha menyajikan fakta-fakta yang objektif sesuai dengan kondisi dan situasi yang sebenarnya terjadi pada saat penelitian dilakukan.9

2. Sumber Data

a. Primer, adapun data primer berasal dari study kepustakaan, seperti: kitab-kitab Fiqh, seperti: Kitab Zakat karangan Yusuf Qardhawi, Wahbah al-Zuhayly, kitab-kitab hadits seperti Shahih al-Bukhari.

b. Sekunder yaitu didapat dari buku-buku yang berkaitan dengan tema dalam skripsi ini.

8

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006).

9

Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung: Alfabeta, 2004), hlm. 200.


(20)

11

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Teknik observasi adalah suatu cara mengumpulkan data dengan pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena-fenomena yang diteliti.10 Tujuan pengamatan ini adalah untuk memperoleh data sebagaimana mestinya.

b. Teknik interview atau wawancara adalah metode pengumpulan data dengan menggunakan tanya jawab langsung, yang dikerjakan secara sistematik dan dilandaskan pada tujuan penelitian.11Interview yang digunakan adalah bebas terpimpin, artinya dilakukan dengan kerangka-kerangka pertanyaan baru yang berhubungan dengan permasalahan.Metode ini digunakan dalam melaksanakan wawancara dengan para nelayan di kelurahan Kamal Muara seputar pelaksanaan zakat hasil laut yang mereka praktekkan.

4. Teknik Penulisan Skripsi

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2012”.

F. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi ini penulis membagi pembahasan ke dalam (5) lima Bab, dimana masing-masing bab mempunyai sub bahasan, hal ini dimaksudkan untuk

10

Sutrisno Hadi, Metode Rised, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1987, hlm. 62.

11


(21)

memberikan penekanan pembahasan mengenai topik-topik tertentu dalam penulisan skripsi ini sehingga mendapatkan gambaran dan penjelasan yang utuh. Lebih jelasnya, gambaran sistematika pembahasan penulisan skripsi ini sebagai berikut: BAB I Merupakan pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Menguraikan kewajiban zakat secara umum yang terdiri dari pengertian, dan dasar hukum zakat,macam-macam zakat, harta yang wajib dizakati, orang-orang yang berhak menerima zakat, serta tujuan dan hikmah zakat.

BAB III Dideskripsikan tentang gambaran umum wilayah yang dijadikan tempat penelitian, yang bertujuan untuk mengetahui keadaan masyarakat di daerah tersebut, juga akan diuraikan mengenai letak geografisnya agar dapat diketahui dengan jelas letak daerah tersebut, kemudian akan diuraikan pula mengenai pendapatan nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara.

BAB IV Adalah bagian yang berisi analisa dari data-data yang telah diperoleh sebagaimana diuraikan dalam bab tiga yaitu mengenai pendapatan nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara.

BAB V Merupakan kesimpulan penutup yang terdiri atas kesimpulan penelitian ini, saran-saran dan penutup.


(22)

13 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT

A. Definisi dan Dasar Hukum Zakat 1. Definisi Zakat

Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu “keberkahan”, al-namaa, “pertumbuhan dan perkembangan”, al-Taharah,

“kesucian”, dan al-Salah, “keberesan”.1 Menurut terminologi istilah zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu pula yang diwajibkan oleh Allah SWT. untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.2

Zakat menurut syara’, Al-Mawardi dalam kitab Al-Hawi berkata:

يش خأ حي ص سا ة اكزلا

اص أ ى ع ص ص ل ا ص ص ء

ف

ةص ص ةفئ اطل ةص ص

3

Artinya:“Zakat itu nama bagi pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan yang tertentu.”

Kata zakat merupakan kata dasar dari zaka memiliki beberapa arti, yaitu berkembang, bertumbuh, dan bertambah.4 Menurut lisan al Arab, kata zaka

1

Majma Lughah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasith, (Mesir: daar al-Ma’arif, 1972) Juz I, hlm.396.

2

Muhammad, Zakat Profesi: Wacana Pemikiran dalam Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), hlm. 10.

3

Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Hubaid, Al-Bishri, Al-Baghdadi, Cet.1 Juz 3, 1984, hlm. 71.


(23)

mengandung arti suci, tumbuh, berkah, dan terpuji. Zakat menurut istilah fiqh adalah sejumlah harta tertentu yang harus diserahkan kepada orang-orang yang berhak menurut syari’at Allah SWT.5

Sedangkan secara istilah, meskipun para ulama mengemukakannya dengan redaksi yang agak berbeda antara satu dan lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula. Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dengan pengertian menurut istilah sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, bertambah, suci dan beres (baik).

Adapun definisi zakat yang telah dikemukakan oleh beberapa ulama, diantaranya: Ulama’ Madzhab Maliki mendefinisikan dengan “mengeluarkan sebagian yang khusus pula yang telah mencapai nishab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepadaorang yang berhak menerimanya (mustahiqq)-nya.”

Dengan catatan, kepemilikan itu penuh dan mencapai hawl(setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian.6

Ulama’ Madzhab Hanafi mendefinisikannya dengan “pemilikan bagian tertentu dari harta tertentu yang dimiliki seseorang berdasarkan ketetapan Allah

4

Ahmad Warso Munawar, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hlm. 577.

5

Mursyidi, Akutansi Zakat Kontemporer, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003), hlm. 75

6

Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), cet. Ke-6 hlm. 83.


(24)

15

Ta’ala.” Definisi inipun hanya untuk zakat harta karena pengertian “harta tertentu” dimaksudkan sebagai harta yang telah mencapai nisab. Ulama’ Madzhab Syafi’i mendifinisikan dengan “sesuatu yang dikeluarkan dari harta/jiwa dengan cara tertentu.” Dalam definisi ini secara jelas ditunjukkan bahwa zakat yang mereka maksudkan adalah zakat harta dan zakat fitrah. Ulama’ Madzhab Hambali mendefinisikan dengan “hak wajib pada harta tertentu bagi (merupakan hak) kelompok orang tertentu pada waktu yang tertentu pula.” Definisi inipun hanya menyangkut harta saja.7

Dari definisi diatas jelaslah bahwa zakat menurut terminologi fuqoha, dimaksudkan sebagai penunaian, yakni penunaian hak yang wajib yang terdapat dalam harta.8 Zakat merupakan salah satu sendi agama Islam yang menyangkut harta benda dan bertujuan kemasyarakatan. Sedangkan zakat dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 38 pasal 1 ayat 2 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat diformulasikan sebagai harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.9 Menurut Quraisy Shihab yang perlu diperhatikan bahwa zakat adalah satu ketetapan Tuhan menyangkut harta, bahkan saadaqah dan infaqpun demikian. Karena Allah menjadikan harta benda sebagai sarana kehidupan

7

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid 6 Cet I, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hove Ichtiar, 1996)

8

Muhammad, Zakat Profesi: Wacana Pemikiran dalam Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), hlm. 10.

9


(25)

untuk umat manusia seluruhnya maka harta harus diarahkan guna kepentingan bersama.10

Berdasarkan pendapat dan ketentuan diatas, zakat merupakan perintah Tuhan untuk menciptakan kesejahteraan umat manusia dan pemerataan ekonomi. Penulis memahami zakat sebagai sarana ibadah sosial, disitu dapat diambil pengertian bahwa zakat yang berarti kemurnian dan kebersihan. Islam menggunakan makna itu untuk menyebut tindakan menyisihkan sebagian kekayaan untuk diberikan kepada orang-orang yang memerlukan termasuk untuk membiayai kebutuhan umat. Hal tersebut amatlah penting karena pada dasarnya di dalam harta benda yang kita miliki itu ada hak orang Islam. Dengan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya itu, kekayaan tersebut menjadi bersih.

2. Dasar Hukum Zakat

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang lima. Zakat juga merupakan salah satu kewajiban yang ada didalamnya.11 Hukum mengeluarkan zakat adalah fardhu „ain. Zakat telah di wajibkan di Madinah, pada bulan Syawal tahun kedua Hijriah, yaitu setelah kepada umat Islam diwajibkan berpuasa Ramadhan.12 Tetapi, zakat tidak diwajibkan atas para nabi, pendapat yang terakhir ini disepakati para ulama karena zakat dimaksudkan sebagai penyucian untuk orang-orang yang berdosa

10

M. Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 23.

11

Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), cet. Ke-6 hlm. 89.

12


(26)

17

sedangkan para nabi terbebas dari hal demikian.Lagi pula, mereka mengemban titipan Allah; disamping itu mereka tidak memiliki harta, dan tidak diwarisi.13

Zakat dalam Al-Qura’an disebut sebanyak 82 kali.14Adapun mengenai dasar hukum banyak termaktub didalam Al-Quran’an, Sunnah, dan Ijma’/kesepakatan ulama.15

a. Al-Qur’an

1) Surat Al-Baqarah: 43

























Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta

orang-orang yang ruku. (QS. Al-Baqarah: 43)

Wajhu Dalalah:

Lafadz ة صلا ْيقأ merupakan perintah (amr) yang bermakna wajib, maka dari itu, dalam hal ini tidak ada perbedaan dikalangan para ulama terhadap kewajibannya sholat.

Lafadz “ة كَزلا تاء

juga bermakna perintah yang bermakna wajib, yang juga mempunyai arti menyerapkan dan memberi.16

13

Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), cet. Ke-6 hlm. 89.

14

Mohd. Salleh Hj. Din, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta: CED, 2005), cet. Ke-1, hlm. 7.

15

Zakiah Daradjat, Zakat Pembersih Harta dan Jiwa, (Jakarta: YPI RUHAMA, 1993),cet ke-4, hlm. 9.

16Abu Ja’far Muhammad bin

Jarir bin Yazid bin Gholib, Tafsir At-Thobri, (Beirut: Daarul Fikr) hlm. 342.


(27)

Lafadz“ ْيعكَ لا ع عكْ ا

ulama berbeda pendapat dalam mengartikan kalimat perintah, dalam ayat ini ada yang mengatakan bahwa makna kalimat perintah dalam ayat ini adalah sunnah dan ada yang mengatakan bahwa kalimat perintah ini adalah wajib. Ulama yang mengatakan ayat ini bermakna sunnah maka berpendapat bahwa sholat berjama’ah itu sunnah tidak wajib, dan adapun ulama yang mengatakan kalimat perintah dalam ayat ini wajib, maka ulama itu berpendapat bahwa sholat jama’ah itu wajib.17

b. As-Sunnah

Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar Rasulullah bersabda:

ا ش س خ ى ع اساا

هلا ا أ ة

اا

أ ها

،ةاصلا اقا ،هاا ل س ا ح

اض ص ،خحلا ،ةاكزلاءاتيا

.

18

Artinya: “Islam itu ditegakkan atas lima pilar: syahadat yang menegaskan bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan haji dan berpuasa

pada bulan ramadlan” (HR. Bukhari Muslim)

c. Ijma’ Ulama’

Adapun dalil berupa ijma’ ialah adanya kesepakatan semua (ulama) umat islam di semua negara kesepakatan bahwa zakat adalah wajib. Bahkan para sahabat Nabi SAW. sepakat untuk membunuh orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. Dengan demikian barang siapa mengingkari kefardhuannya,

17Abul Fada’ Ismail bin Umar bin Katsir bin Al Qursy Ad Damsyiqi

Tafsir Ibnu Katsier,

(Beirut, Daarul Fikr) hlm.109.

18

Imam Al Bukhari, Shahih Al Bukhari, Kitab al- Iman, (Beirut: Dar al-Fikr, 1991), I:10. Hadits riwayat Bukhari dari Ibnu Umar.


(28)

19

berarti dia kafir atau jika sebelumnya dia merupakan seorang Muslim yang dibesarkan di daerah Muslim, menurut kalangan para ulama murtad. Kepadanya diterapkan hukum-hukum orang murtad. Seseorang hendaknya menganjurkannya untuk bertobat. Anjuran itu dilakukan sebanyak tiga kali.Jika dia tidak mau bertobat, mereka harus dibunuh. Barang siapa mengingkari kefardhuan zakat karena tidak tahu, baik karena baru memeluk Islam maupun karena dia hidup di daerah yang jauh dari tempat ulama, hendaknya dia beritahu tentang hukumnya. Dia tidak dihukumi sebagai orang kafir sebab dia memiliki uzur.19

B. Syarat Wajib dan Rukun Zakat dalam Islam

Berbicara masalah zakat, maka perlu dibagi tentang syarat wajib zakat (muzakki) yaitu orang yang berdasarkan ketentuan hukum Islam diwajibkan mengeluarkan zakat atas harta yang dimilikinya dan rukun zakat.Menurut kesepakatan ulama, syarat wajib zakat adalah merdeka, Islam, baligh, berakal, memiliki harta kekayaan dengan persyaratan tertentu. Untuk lebih jelasnya penulis akan uraikan dibawah ini:

1. Syarat Wajib Zakat a. Islam

Menurut ijma’ zakat tidak wajib bagi orang kafir karena zakat merupakan ibadah mahdhah yang suci sedangkan orang kafir bukan orang yang suci.20 Hal ini

19

Wahbah Al-Zuhaily, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), cet. Ke-6, hlm. 90.

20

Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), cet. Ke-6, hlm.99.


(29)

sejalan dengan sabda Rasulullah SAW yang disampaikan kepada Muaz bin Jabal ketika diutus ke Yaman menjadi Kadi bahwasanya Rasul bersabda: “jika engkau berhadapan dengan ahlul kitab maka tindakan pertama adalah menyeru mereka agar bersyahadat. Jika mereka menyambut seruan itu, maka mereka bahwa Allah mewajibkan sholat lima kali sehari semalam, mewajibkan berzakat yang diambil dari harta orang-orang kaya dan diserahkan kepada fakir miskin.” Jadi jelaslah bahwa yang wajib dikenai zakat adalah orang kaya muslim.21

b. Merdeka

Menurut ijma’ para ahli fiqih, zakat tidak diwajibkan atas hamba sahaya karena secara hukum mereka tidak mempunyai hak milik, tidak memiliki harta.22 Begitu pula budak mukatab (budak yang dijanjikan kemerdekaannya) tidak wajib mengeluarkan karena kendatipun dia memiliki harta, hartanya tidak dimiliki secara penuh.23 Madzhab maliki berpendapat bahwa tidak ada kewajiban zakat pada harta milik seorang hamba sahaya baik atas nama hamba sahaya itu sendiri maupun atas nama tuannya karena harta milik hamba sahaya tidak sempurna (naqish), padahal zakat pada hakikatnya hanya diwajibkan pada harta yang dimiliki secara penuh.24 c. Baligh dan berakal

21

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, 1987.

22

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam,1987.

23Ally As’ad,

Fathul Muin jilid 2, (Kudus: Menara Kudus), hlm. 2.

24

Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995),cet. Ke-6 hlm.99.


(30)

21

Syari’at ini dikemukakan oleh madzhab Hanafi. Oleh sebab itu, anak kecil dan orang gila tidak dikenai kewajiban zakat. Karena keduanya tidak termasuk dalam ketentuan orang yang wajib mengerjakan ibadah seperti sholat dan puasa. Akan tetapi, jumhur ulama fiqh tidak menerima syarat ini dengan berpendirian bahwa apabila anak kecil atau orang gila memiliki harta satu nishab atau lebih maka wajib dikeluarkan zakatnya dengan alasan bahwa Al Qur’an maupun hadits tidak membedakan apakah pemiliknya baligh dan berakal atau tidak.25

Menurut para ahli hukum Islam, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kewajiban zakat dapat dibebankan pada harta yang dipunyai oleh seorang muslim. Syarat-syarat itu adalah:26

a. Pemilikan yang pasti. Artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya. b. Berkembang. Artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan

sunnatullah maupun bettambah karena ikhtiar atau usaha manusia.

c. Melebihi kebutuhan pokok. Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia.

25

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam,1988.

26

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf (Jakarta:Universitas Indonesia UI-Press, 1988), cet. Ke-1, hlm. 41.


(31)

d. Bersih dari hutang. Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang kepada sesama manusia.

e. Mencapai nishab. Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya.

f. Mencapai hawl. Artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan atau setiap kali menuai atau panen.

Ada 2 kelompok benda zakat yaitu zakat modal dan zakat pendapatan, persyaratan “berlaku satu tahun” hanya diterapkan pada zakat modal, misalnya ternak, uang dan harta benda dagang. Sedangkan pada zakat pendapatan, persyaratan “berlaku satu tahun” tidak diberlakukan, karena zakat yang dikeluarkannya adalah pada saat pendapatan diterima.27

2. Rukun Zakat

Rukun zakat ialah mengeluarkan sebagian dari nishab (harta), dengan melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadikannya sebagai milik orang fakir, dan menyerahkannya kepadanya, atau harta tersebut diserahkan kepada wakilnya; yakni imam atau orang yang bertugas untuk memungut zakat.28

27

Yusuf al-Qardhawi, Fiqh Az-Zakah, hlm. 161.

28

Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), cet. Ke-6, hlm.97-98.


(32)

23

3. Macam-Macam Zakat

Zakat terdiri dari dua macam yakni:

1. Zakat mal atau zakat harta adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertrentu setelah dipunyai selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu. 2. Zakat Fitrah adalah zakat pengeluaran wajib dilakukan oleh setiap Muslim yang

mempunyai kelebihan dari keperluan keluarga yang wajar pada malam dan hari raya Idulfitri.29

4. Orang-Orang yang Berhak Menerima Zakat (Mustahiq Zakat)

Para ulama madzhab sependapat bahwa golongan yang berhak menerima zakat itu ada delapan, dari semuanya sudah disebutkan dalam al-Qur’an Surat at -Taubah (9) ayat 60, seperti berikut:























































Artinya:“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah (9): 60)

29

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf, (Jakarta:Universitas Indonesia UI-Press, 1998), cet. Ke-1, hlm. 42.


(33)

Berdasarkan ayat diatas dapat kita ketahui golongan penerima zakat yaitu: 1. Fakir

Menurut pandangan mayoritas (jumhur) ulama fikih, fakir adalah orang yang tidak memiliki harta dan penghasilan yang halal, atau yang mempunyai harta yang kurang dari nishab zakat dan kondisinya lebih buruk dari pada orang miskin.30 Oleh karena itu fakir menjadi prioritas utama dalam menyalurkan dana zakat.

2. Miskin

Miskin adalah orang yang memiliki mata pencaharian tetap, tetapi penghasilannya belum cukup untuk keperluan minimal bagi kebutuhan diri dan keluarganya.31 Miskin menurut mayoritas (jumhur) ulama adalah orang yang tidak memiliki harta dan tidak mempunyai pencarian yang layak untuk memenuhi kebutuhannya.32

Secara umum pengertian yang dipaparkan oleh para ulama mazhab untuk fakir dan miskin tidak jauh dari indikator ketidakmampuan secara materi untuk memenuhi kebutuhannya, atau indikator (kemampuannya) mencari nafkah (usaha), dimana dalam hasil usaha tersebut belum bisa memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian, indikator umum yang ditekankan para imam mazhab adalah:33

30

Hikmat Kurnia, Ade Hidayat, Panduan Pintar Zakat (Jakarta: Qultum Media, 2008), hlm. 140.

31

Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008), hlm. 155.

32

Hikmat Kurnia, Ade Hidayat, Panduan Pintar Zakat, hlm. 141.

33

M. Arief Mufraini, Akutansi dan Manajemen Zakat: Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 183.


(34)

25

a. Ketidakmapuan pemenuhan kebutuhan materi. b. Ketidakmampuan dalam mencari nafkah. 3. Amil

Para pemungut zakat atau amilin adalah orang yang ditugaskan oleh imam kepala pemerintah atau wakilnya untuk mengumpulkan zakat. Dengan demikian mereka adalah pemungut-pemungut zakat, termasuk para penyimpan, pengembala-pengembala ternak, dan yang mengurus administrasinya.34

Oleh karena itu, amil zakat berhak mendapat bagian dari kuota amil yang diberikan oleh pihak mengangkat mereka dengan catatan bagian tersebut tidak melebihi dari upah yang pantas. Supaya total gaji para amil dan biaya administrasi itu tidak lebih dari seperdelapan zakat.35 Sehingga mustahik yang lain akan tetap mendapat bagian dari dana zakat sesuai dengan porsinya.

4. Muallaf

Muallaf adalah orang yang sudah masuk Islam tetapi keislamannya masih lemah maka ia diberi zakat agar imannya semakin kuat. Jadi tujuan pemberian zakat terhadapnya adalah untuk melunakkan hatinyaagar tetap dalam Islam. Pada mulanya golongan ini terdiri dari orang-orang kafir Quraisy yang turut serta pada perang Hunain dan kepada mereka diberikan berbagai macam sedekah oleh Rasulullah SAW.terutama sekali harta rampasan, bahkan kadang-kadang bagian mereka lebih

34

Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008),hlm. 163.

35


(35)

besar dari bagian orang Islam sendiri. Gunanya ialah untuk membujuk dan menjinakkan hati mereka, agar mereka berniat masuk agama Islam.

Sebagian ulama berpendapat, bahwa muallaf itu sendiri dari kaum Yahudi dan Nasrani yang telah memeluk Islam.Sebagiannya pula berpendapat, terdiri dari kepala-kepala orang-orang musyrik yang mempunyai pengaruh dan pengikut yang banyak.Kepada mereka diberikan zakat, agar mereka memeluk Islam, dan dengan itu ikut serta pula pengikut mereka yang banyak itu. Rasulullah SAW. pernah memberikan harta yang banyak kepada mereka seperti Abu Sufyan bin Harb, Haris bin Hisyam, Suhail bin Amru, Huwaitib bin Abdul Uzza, masing-masingnya mendapat 100 ekor unta.

Apakah golongan muallaf itu masih didapati sampai akhir zaman? Umar bin Khattab, Hasan, Sya’bi berkata, sudah habis masa muallaf itu, karena Islam telah menjadi kuat. Demikian pendapat yang kuat dalam mazhab Malik dan ahli rakyu.Menurut keterangan sebagian ulama dari kalangan Hanafiah, para sahabat telah ijmak mengatakan sebagaimana yang dikatakan Umar itu.Berkata jumhur ulama, bagian mereka tetap ada, karena kadang-kadang imam merasa perlu untuk membujuk mereka ke dalam Islam, seperti biaya dan perbelanjaan dakwah Islam yang amat diperlukan, istimewa pada masa sekarang ini.

Kalau kita perhatikan alasan Umar yang menghentikan bagian golongan muallaf itu karena katanya Islam itu telah kuat, maka dengan alasannya itu juga, jika


(36)

27

Islam itu masih lemah atau telah lemah, tentu bagian mereka itu akan diperoleh kembali, karena umat perlu akan yang demikian itu.36

5. Riqab

Riqab adalah pembebasan budak dan usaha menghilangkan segala bentuk perbudakan.37 Dalam kajian fikih klasik yang dimaksud dengan para budak, dalam hal ini jumhur ulama, adalah perjanjian seorang muslim (budak belian) untuk bekerja dan mengabdi kepada majikannya, dimana pengabdian tersebut dapat dibebaskan bila si budak belian memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah uang, namun si budak belian tersebut tidak memiliki kecukupan materi untuk membayar tebusan atas dirinya tersebut. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memberikan zakat kepada orang itu agar dapat memerdekakan diri mereka sendiri.38

Menurut Mawardi dalam kitabnya Ahkam Al-Sulthaniyah yang telah ditafsirkan, melihat kondisi sekarang ini tidak terdapatnya lagi budak-budak yang mesti dimerdekakan, karena perbudakan itu telah dihapuskan, tentulah untuk sementara bagiannya itu ditiadakan, tapi tidak berarti dihapuskan sama sekali. Karena andaikata perbudakan itu timbul pula kembali, maka dengan sendirinya bagian itu akan ada pula.39

36

Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. Ke-1,hlm. 494-495.

37

Peraturan Gubernur Provinsi daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 51 Tahun 2006, pasal 1, Ayat 24.

38

M. Arief Mufraini, Akutansi dan Manajemen Zakat:(Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan), hlm. 200.

39


(37)

Mengingat golongan ini sekarang tidak ada lagi, maka kuota zakat mereka dialihkan ke golongan mustahiq lain menurut pendapat mayoritas ulama fikih (jumhur). Namun sebagian ulama berpendapat bahwa golongan ini masih ada, yaitu para tentara muslim yang menjadi tawanan.

6. Gharimin

Gharimin adalah orang-orang yang mempunyai hutang dan sulit untuk membayarnya.40 Orang yang berhutang berhak menerima bagian zakat golongan ini adalah:

Orang yang berhutang untuk kepentingan pribadi yang tidak bisa dihindarkan, dengan syarat-syarat sebagai berikut:41

a. Utang itu tidak timbul karena kemaksiatan. b. Utang itu melilit pelakunya.

c. Sudah tidak sanggup lagi melunasi utangnya.

d. Utang itu sudah jatuh tempo, atau sudah harus dilunasi ketika zakat itu diberikan kepada orang yang berhutang.

Untuk konteks kemaslahatan, tegas masdar perlu definisi kekinian atas konteks gharim yaitu tidak hanya dinisbahkan pada hutang perorangan atau kepailitan

40

Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat(Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008), hlm. 179.

41

Hikmat Kurnia, Ade Hidayat, Panduan Pintar Zakat Jakarta: (Qultum Media, 2008), hlm. 147.


(38)

29

perorangan, namun juga lembaga-lembaga Islam yang karena manajemennya tidak begitu baik jatuh pailit atau berhutang.42

7. Sabilillah

Sabil artinya ialah jalan.43Sabilillah adalah usaha dan kegiatan perorangan atau badan yang bertujuan untuk menegakkan kepentingan agama atau kemaslahatan umat.44 Pada dasarnya sabilillah itu dimaknai dengan thariq at-taqarrub ila Allah

(jalan mendekatkan diri kepada Allah) yang meliputi amalan kebajikan, baik untuk invidu maupun masyarakat, seperti yang telah disinggung dalam makna mufradat.

Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat mengenai makna sabilillah yang terdapat dalam ashnaf mustahiq zakat ini. Perbedaan berikut ialah sebagai berikut:

a. Mazhab Hanafi

Para ulama Hanafiyah sebenarnya tidak sepakat dalam mendifinisikan sabilillah.Akan tetapi, secara umum dapat dikatakan bahwa sabilillah bagi mereka adalah orang yang berjuang dalam kebajikan, sperti menuntut ilmu dan tentara yang berjuang melawan musuh-musuh Islam.Mazhab ini juga membuat persyaratan sabilillah yang berhak menerima zakat, yaitu fakir ataupun miskin. b. Mazhab Maliki

42

Masdar F. Mas’udi, Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) dalam Islam, (Jakarta Pustaka Firdaus, 1993), hlm. 150.

43

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999), hlm. 185.

44

Peraturan Gubernur Provinsi daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 51 Tahun 2006, pasal 1, Ayat 24.


(39)

Menurut kaum Malikiyah, sabilillah itu adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan perang, baik tentara maupun alat yang digunakan untuk berperang, dan mereka juga sepakat bahwa sabilillah berhak menerima zakat walaupun kaya. c. Mazhab Asy-Syafi’I dan Hambali

Kedua mazhab ini berpendapat, sabilillah itu adalah para tentara yang melawan musuh Islam yang tidak mendapat gaji dari pemerintah, para pejuang diberi zakat walaupun mereka kaya.

Yusuf Al-Qardhawi mengenai makna sabilillah yaitu sebagai berikut:45 a) Jihad termasuk dalam kategori sabilillah.

b) Zakat itu diberikan pada individu para pejuang.

c) Tidak boleh memberi zakat atas nama sabilillah kepada jalan kebajikan atau kemaslahatan umum, seperti membangun masjid, madrasah, ataupun jembatan.

Akan tetapi, banyak ulama muta’akhkhirin yang memaknai sabilillah dengan arti yang lebih luas sesuai dengan makna dasarnya, seperti Rasyid Ridha, dan Saltut.Menurut mereka, sabilillah tidak hanya individu para pejuang tetapi segala kebajikan, seperti membangun masjid dan madrasah.Pendapat ini juga dipegang oleh Muhammad Mahmud Hijazi. Dengan demikian, menurut mereka masjid, madrasah, serta jalan kebajikan lainnya berhak mendapatkan bagian dari zakat atas nama sabilillah.46

45

Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Az-Zakah, hlm. 643-644.

46


(40)

31

8. Ibnu Sabil

Ibnu sabil sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an yang dimaksud ibnu sabil ialah musafir yang perjalanannya bukan untuk melakukan maksiat. Dalam hal ini ia boleh menerima zakat karena melakukan perjalanan ibadah atau perjalanan yang sifatnya adalah mubah seperti perjalanan untuk mencari barangnya yang hilang.47 Para fuqoha selama ini mengartikan ibnu sabil dengan musafir yang kehabisan bekal.Pengertian ini sampai saat sekarang masih sangat relevan. Tetapi pengertian yang telah ada belum mencakup seluruhnya. Kini ketika keadaan masyarakat sudah menjadi kompleks, maka perlu menengok arti awal dari ibnu sabil.Anak jalanan, sebagaimana yang difahami pada saat ini adalah mengacu pada pengertian orang-orang yang tengah dalam keadaan tuna wisma, atau terpental dari tempat tinggalnya.Bukan karena kefakiran dan kemiskinan yang dideritanya, melainkan lebih disebabkan oleh hal-hal yang bersifat kecelakaan. Pengertian tersebut tentunya lebih luas lagi dari sekedar hanya pelancong yang kehabisan bekal. Tentunya dalam konteks pentasarufan zakat untuk golongan ini dapat dialokasikan untuk para pengungsi, baik mereka mengungsi karena pergolakan politik dan perang maupun karena bencana alam.48

47

Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,1997), cet. Ke-2, hlm. 405.

48Masdar F. Mas’udi,

Agama Keadilan: Risalah Zakat (pajak) dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus),hlm.162.


(41)

C. Jenis-Jenis Harta Kekayaan yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya 1. Jenis Kekayaan

Benda yang harus dizakati ialah emas, perak, harta simpanan, hasil bumi, binatang ternak, dagangan, hasil usaha, hasil jasa (honorarium) yang berjumlah besar, harta rikaz, harta makdin, dan hasil laut.

a. Emas dan perak.

Dasar hukum wajib zakat emas, perak, simpanan: Al-Qur’an surat At-Taubah (9): 35.







































Artinya:“pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam nerakajahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan pinggang mereka (lalu dikatakan kepada mereka). inilah hartabendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu

simpan itu.”(At-Taubah: 35).

Tafsirnya

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Abbas yang bercerita, “Tatkala turun ayat “emas dan perak” ini menjadi resahlah sahabat Rasulullah dan mengeluh. “Tidak seorang di antara kami yang dapat meninggalkan harta untuk anaknya sekarang ini.” Maka pergilah Umar diikuti oleh Tsauban bertanya kepada rasulullah saw. “Ya Nabi Allah, menjadi resahlah para sahabatmu karena ayat ini.”49

49

Salim Bahreisy dan Said Bahreisy Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier,(Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1988), Jilid 4, hlm.. 46-47.


(42)

33

Emas simpanan dikenakan zakat baik berupa mata uang atau batangan asal dalam simpanan telah cukup satu tahun (haul) dan jumlahnya cukup senisab (yaitu 20 dinar atau kurang lebih 94 gram emas) zakatnya 2 ½ persen.Perak simpanan juga dikenakan zakat, baik berupa mata uang atau batangan yang dalam simpanan telah cukup satu tahun (hawl) dan jumlahnya cukup senisab (yaitu 200 dirham, sama dengan 27 7/9 real Mesir, sama dengan 555 ½ qurus Mesir atau lebih kurang 672 gram). Emas dan perak simpanan yang masing-masing kurang dari senisab tidak perlu dikumpulkan agar menjadi senisab yang kemudian dikeluarkan zakatnya.Misalnya seorang yang mempunyai simpanan 10 dinar emas, (setengah nisab) dan 100 dirham perak (setengah nisab) tidak dikenakan zakat pada kedua-duanya.

b. Harta Dagangan.

Dasar hukum wajib zakat dagangan ialah Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2): 267.



























































Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang


(43)

buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. Al-Baqarah (2): 267).

Syarat wajib zakat dagang adalah jumlah nilainya ada senisab emas (20 dinar) dan harus sudah berjalan setahun.Jadi zakat dagang harus dilakukan setiap setahun sekali.Cara pelaksanaannya ialah setelah dagang berjalan satu tahun, uang kontan yang ada dan segala macam barang dagangan ditaksir, kemudian jumlah yang didapat dikeluarkan zakatnya 2 ½ %. Dari hasil zakat dagangan ini, jika semua pedagang muslim berzakat akan terkumpul sejumlah zakat yang besar sekali.

c. Hasil Bumi.

Dasar hukum zakat hasil bumi ialah Al-Qur’an surat Al-An’am: 141

.







































































Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan ang tidak berjunjung, pohon korma,tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya(yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu


(44)

35

berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-An’am: 141).

Tafsirnya:

Ibnu Umar, Atha’, Mujahid dan Sa’id bin Jubair mengatakan ayat ini

“muhkamat”. Wajiblah atas orang yang mengetam atau menuai, meberikan sedikit hasilnya itu kepada orang miskin yang datang meminta kepadanya. Namun Ibnu Abbas, Muhammad bin Hanafiah, Hasan, Nakha’i, Thawus, Abu Tsa’tsa’, Qatadah, Dhahhak, dan Ibnu Juraih mengatakan, bahwa ayat ini telah di

nasakh-kan oleh ayat zakat. Itulah yang dipilih Ibnu Jarir, karena ayat adalah ayat

makkiyah, sedang ayat zakat adalah ayat madaniah, jadi ayat madaniyah itu

me-nasakh-kan ayat makkiyah.50

Zakat hasil bumi tanpa syarat hawl, sebab setiap kali panen harus dikeluarkan zakatnya. Sedangkan panen hasil bumi ada yang sekali setahun, ada yang dua kali, ada yang tiga kali, bahkan ada yang empat kali. Setiap kali panen jika hasilnya ada senisab dikeluarkan zakatnya dan jika tidak cukup senisab tidak usah hasil panen itu dikumpulkan dengan hasil panen yang lain guna mengejar nisab.

d. Binatang ternak.

Binatang ternak di Indonesia yang dikenakan zakat adalah sapi, kerbau dan kambing. Zakat ini harus dengan syarat haul.

Adapun nisabnya sebagai berikut:

50


(45)

Kambing

1) Mulai dikenakan zakat (senisab) setelah ada sejumlah 40 ekor 2) Dari jumlah 40 s/d 120 zakatnya seekor kambing

3) Dari jumlah 121 s/d 200 zakatnya dua ekor kambing 4) Dari jumlah 201 s/d 300 zakatnya tiga ekor kambing 5) Selebihnya setiap ada 100 ekor zakatnya satu kambing

Sapi

1) Mulai dikenakan zakat (senisab) setelah ada sejumlah 30 ekor sapi.

2) Dari jumlah 30 s/d 39 zakat seekor sapi berumur setahun lebih, sapi ini diberi nama “Tabii”.

3) Dari jumlah 40 s/d 59 zakatnya seekor sapi berumur dua tahun lebih, sapi ini diberi nama “Musinnah”.

4) Dari jumlah 60 s/d 69 zakatnya dua ekor sapi berumur satu tahun lebih.

5) Dari jumlah 70 s/d 79 zakatnya dua ekor sapi, seekor berumur satu tahun lebih, seekor beumur dua tahun lebih.

6) Selebihnya dari itu setiap ada tambahan 30 zakatnya seekor sapi tabii, dan setiap ada tambahan 40 zakatnya seekor sapi musinnah. (jadi jika ada 120 ekor dapat dianggap 30 kali 4 atau 40 kali 3).

Kerbau

Zakat kerbau persis sama dengan zakat sapi.

Unta


(46)

37

2. Zakat Modal Usaha (Syirkah)

Sejumlah orang mengumpulkan modal meskipun masing-masing tidak sama besarnya, untuk usaha misalnya mendirikan pabrik atau berdagang, jika harta usaha itu cukup senisab dan telah berjalan cukup setahun, harus dikeluarkan zakatnya. Zakat ini adalah zakat syirkah/koperasi.Oleh karena itu janganlah diperhitungkan besar kecilnya modal masing-masing anggota.

Demikian disebutkan dalam Fikhussunnah jilid I halaman 371:

“Menurut ulama syafi’iyah, bahwa setiap bagian dari modal yang dicampur itu mempengaruhi dalam zakat, sehingga modal dua orang atau beberapa orang itu seperti modal seorang.Yang kemudian hal itu dapat memeprngaruhi ada tidaknya zakat.”

Sekedar penjelasan misalnya: modal itu sekiranya dipecah-pecah tidak wajib zakat, karena masing-masing belum ada senisab, akan tetapi karena modal itu dikumpulkan menjadi satu dan jumlah itu cukup senisab , maka kesemuanya itu terkena zakat.51

3. Zakat Rikaz

Rikaz adalah barang yang dikumpulkan tanpa mengeluarkan biaya dan kerja keras.Al-Babarty dibuku al-Inayah, menyatakan “Dan harta yang keluar dari dalam

perut bumi terbagi menjadi tiga macam, yaitu barang simpanan, barang tambang, dan

rikaz.Barang simpanan adalah barang yang ditimbun oleh manusia sendiri didalam

51

Pedoman Zakat 9 Seri, (Jakarta: Proyek Penigkatan Sarana Keagamaan Islam, Zakat dan Wakaf, 1998)


(47)

tanah. Barang tambang adalah suatu benda yang diciptakan Allah SWT.yang biasa terdapat didalam perut bumi.Sedangkan rikaz merupakan gabungan diantara keduanya.52 Menurut Hukum Islam, rikaz ada permasalahannya sebagai berikut:

“Kata Imam Malik: persoalan yang tidak ada perbedaan pendapat dikalangan Malikiyah dan saya mendengar para ahli ilmu mengatakan bahwa rikaz itu adalah barang terpendam yang ditemukan dari pendaman zaman kuno yang diperoleh tanpa pengeluaran uang, tidak dengan biaya dan tidak dengan daya upaya berat, itulah rikaz. Adapun yang ditemukan dengan pembayaran uang dan dengan kerja keras dan berat itupun kadang dapat dan kadang-kadang tidak dapat, maka itu bukan rikaz.”

Zakat rikaz adalah sebagai berikut:

“Rikaz yang wajib dikeluarkan zakat seperlima (20 persen) ialah berupa apa saja yang ada harganya, seperti emas, perak, besi, timah, kuningan, barang berbentuk wadah/hiasan dan yang serupa itu.Kaidah itu adalah pendapat Imam Hanafi, Hambali, Ishak, Ibnu Mundir, riwayat dari Imam Malik dan salah satu daripendapat Syafi’i.”

Adapun zakat rikaz dan siapa yang memilinya adalah sebagai berikut:

“Diatas telah diperjelas, bahwa rikaz itu barang terpendam orang-orang zaman kuno dan zakatnya seperlima. Adapun yang keempat perlima (80 persen) bagi pemilik tanah yang pertama jika ia masih ada, jika ia telah wafat maka bagi para ahli warisnya jika masih ada dan diketahui. Dan jika mereka sudah tidak ada maka yang empat perlima itu dimasukkan ke baitul mal, inilah pendapat Abu Hanifah, Maliki, Syafi’I dan ahmad (4 mazhab).

4. Zakat Ma’din

Harta Ma’din ialah sebagaimana dijelaskan berikut ini:

“Imam Ahmad berpendapat bahwa makdin itu ialah benda yang dikeluarkan dari bumi, terjadi dibumi, tapi bukan bumi (bukan dari tanah) sedangkan harta itu berharga.

52

Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba’iy, Ekonomi Zakat: sebuah kajian moneter dan keuangan


(48)

39

Harta ma’din yang berupa besi, baja, tembaga, kuningan, timah, minyak, batu bara dan lain-lain di Indonesia dikuasai oleh Negara, oleh karena itu di sini tidak usah dibicarakan. Adapun yang berupa batu-batuan, emas dan perak, oleh pemerintah masyarakat masih diperbolehkan menambangnya. Makdin inilah yang dikenakan zakat, ialah 2 ½ %. Adapun nisabnya seharga nisab emas, ialah 20 dinar atau 94 gram. Zakat makdin tidak mempergunakan syarat haul.

Demikian dasar hukumnya, “Syarat wajib zakat makdin ialah jika keadaan atau nilai harganya senisab emas dan zakatnya 2 ½ %., dan tasaruf zakat ini sama dengan tasaruf zakat yang lain-lain. Demikian pendapat Imam Maliki, Syafi’i, dan Hambali.”53

5. Zakat Hasil Laut

Imam Ahmad berpendapat, bahwa barang yang dihasilkan dari laut seperti ikan, mutiara dan lain-lain dikenakan zakat jika jumlah harganya sejumlah harga hasil bumi senisab. Pendapat itu diperkuat oleh Abu Yusuf dari mazhab Hanafi terutama mengenai batu-batuan.54 Sedangkan menurut Prof. Dr. Muhammad Abu Zahrah berpendapat bahwa ikanyang dihasilkan dari laut hendaknya diqiyaskan kepada hasil pertambangan. Karena kekuasaan Negara atas laut kini telah ditetapkan, khususnya perairan yang ada dipinggiran Negara maupun yang ada dalam wilayahnya. Dewasa ini perairan pinggiran itu telah ditetapkan 12 mil dari pantai suatu Negara.Sementara

53

Pedoman Zakat 9 Seri, (Jakarta: Proyek Penigkatan Sarana Keagamaan Islam, Zakat dan Wakaf, 1998)

54

Pedoman Zakat 9 Seri, (Jakarta: Proyek Penigkatan Sarana Keagamaan Islam, Zakat dan Wakaf, 1998), hlm. 135-150.


(49)

hasil ikan pun kini telah menjadi sumber kekayaan yang dinikmati orang banyak, yang kadang-kadang tidak kalah melimpahnya dibanding dengan hasil pertambangan. Jadi hasil dari ikan laut itu dipungut seperlimanya, dengan dasar qiyas kepada mutiara dan ambar, dan juga qiyas kepada hasil tambang. Memang setahu kita, Jumhur Al-Fuqoha tidak menganggap perlu dipungutnya seperlima dari hasil ikan. Tapi itu hukum di jaman mereka, karena kekuasaan atas lautan dimasa itu belum tetap, dan juga dikarenakan orang yang berburu ikan waktu itu hanyalah sekedar mencari makan untuk sehari. Lain dari ituperikanan belumlah menjadi sasaran perhatian dan pendidikan, dan hasilnya pun belum diatur secara sistematis seperti sekarang ini. Padahal seandainya para Fuqoha itu sempat hidup dizaman sekarang, mereka pasti mengambil keputusan seperti keputusan kita kini.Jadi perbedaan diantara kita dengan mereka hanyalah peerbedaan waktu dan jaman saja, bukan perbedaan dalil ataupun alasan.55

Adapun industri ikan ataupun lainnya yang menggunakan bahan dari kekayaan laut, zakatnya diqiaskan kepada zakat perniagaan seharga 2,5 % dari modal dan keuntungan, pada tiap-tiap akhir tahun apabila mencapai nishab.56

Bagi ulama yang mewajibkan zakat, ada tiga pendapat yang menetapkan besar zakat yang dikeluarkan.

55Syauqi Isma’il Syahhatih,

Penerapan Zakat dalam Dunia Modern, (METROPOS: Pustaka Dian/Antar Kota. 1987), cet. Ke-1, hlm. 301-302.

56

Muhammad, Zakat Profesi Wacana Pemikiran dalam Fiqih Kontemporer, (Salemba Diniyah), hlm. 334.


(50)

41

1. Zakat 20 % diqiyaskan pada ghanimah dan barang tambang yang dihasilkan dari perut bumi.

2. Zakatnya 10 % diqiyaskan dengan zakat pertanian. 3. Zakat 2,5 % diqiyaskan dengan zakat perdagangan.

Menurut pendapat Imam Malik dan Syafi’i besar zakatnya harus dibedakan, sesuai dengan berat ringannya mengusahakannya, besar biaya atau tidaknya pengelolaannya, apakah 20 %, 10% atau 2,5 %.57

D. Tujuan dan Hikmah Zakat 1. Tujuan Zakat

Zakat sebagai salah satu rukun Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting.Hal ini dapat dilihat dari segi tujuan dan fungsi zakat dalam meningkatkan martabat hidup manusia dalam masyarakat.Zakat mempunyai tujuan yang banyak (multi purpose). Tujuan-tujuan itu dapat ditinjau dari berbagai aspek:

a. Hubungan manusia dengan Allah

Zakat sebagai sarana beribadah kepada Allah sebagaimana halnya sarana-saranalain adalah berfungsi mendekatkan diri kepada Allah, makin taat manusia menjalankan perintah dan meninggalkan larangan Allah, maka ia makin dekat dengan Allah. nabi Muhammad melukiskan bagaimana dekatnya manusia dengan Allah, apabila ia suka menolong manusia lain.58

57

M. Ali Hasan, Tuntunan Puasa Dan Zakat, (Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2001), hlm. 183-184.

58

Zakiyah Darajad Zakat Pembersih Harta dan Jiwa, (Jakarta: YPI RUHAMA, 1993), cet. Ke-4,hlm.233.


(51)

b. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri

Dari satu segi zakat menggambarkan kaitan manusia dengan harta benda.Adakalanya manusia memandang harta benda itu sebagai alat mencapai tujuan hidup. Maka dari itu, zakat merupakan salah satu cara memberantas pandangan hidup materialistis. Manusia dididik untuk melepaskan sebagian harta benda yang dimilikinya, dan secara pelan-pelan menghilangkan pandangan yang menjadikan materi sebagai tujuan hidup.Islam benar-benar mengecam perilaku sombong, kikir boros, egois dalam pengertian hanya memikirkan dirinya saja.Setiap investasi, baik berupa materi, waktu maupun ucapan dinilainya sebagai amal. Jadi tidak ada yang sia-sia, dan dari situlah maka berbuat kebajikan kepada yang lain yang membutuhkan adalah merupakan amal dan seharusnya menjadi kepuasan batin dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak.59

c. Hubungan manusia dengan manusia lain (masyarakat)

Di dalam masyarakat selalu terdapat perbedaan tingkat kemampuan dalam bidang ekonomi, sehingga melahirkan adanya golongan ekonomi lemah dan golongan ekonomi kuat.Dalam keadaan perbedaan ekonomi yang lebih menyolok terdapat pula dalam masyarakat adanya golongan fakir miskin, karena tujuan pertama dari zakat adalah memenuhi kebutuhan orang-orang fakir.Masyarakat fakir miskin

59

A. Qodri Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat (Meneropong Prospek Berkembangnya Ekonomi Islam). (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), cet. Ke-I, hlm. 140.


(1)

71

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Abu Hasan bin Muhammad bin Hubaid, al-Bishri, al-Baghdadi, 1984

Ali, Muhammad Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta: (UI Press) 1988

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2006

Azizy, A. Qodri, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004

Ba’iy, Abdul al-Hamid Mahmud, Ekonomi Zakat, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2006

Bahreisy, Salimdan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier, Surabaya: PT. BinaIlmu, 1988

Bakry, Nazar, Fiqhdan Ushul Fiqh, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994 Bukhari, Imam, Shahih al-Bukhari Kitab al-Imam, Beirut: Daar al-Fikr, 1991

Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hove, 1996

Daradjat, Zakiah, Zakat Pembersih Hartadan Jiwa, Jakarta: YPI RUHAMA, 1993

Din, Mohd SallehHj, Zakat dan Wira usaha, Jakarta: CED, 2005

Fakhruddin, Fiqhdan Manajemen Zakat di Indonesia. UIN-Malang Press, Malang: 2008.

Habsyi, M. Baghir, Fiqh Praktis, Bandung: Mizan Media Utama, 2002 Hadi, Sutrisno, Metode Riset, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1987. Hafidhuddin, Didin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani

Press, 2002


(2)

72

Hasan, M. Ali, TuntunanPuasadan Zakat, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2001 Hasbi, Furqon, 125 Masalah Zakat, Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008. Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar, Kifayatul Akhyar, Surabaya: PT. Bina

Ilmu, 1997

Ismail, Abu Fada’ bin Umar bin Katsir bin al-Qursy ad-Damsyiqi, Tafsir Ibnu Katsier, Beirut: DaarulFikr

Katsier, Ibnu, Shahih tafsir Ibnu Katsier, Riyadh: Pustaka Ibnu katsir, 2001 Khudri, Syeikh Muhammad, Ushul al-Fiqh, Mesir: Daar al-Fikr, 1998

Kurnia, Hikmat, dan Ade Hidayat, Panduan Pintar Zakat, Jakarta: Qultum Media, 2008

Lughah al-Aarabiyah, Majma, al-Mu’jam al-Wasith, Mesir: Daar al-Ma’arif, 1972 Mas’udi, Masdar F, Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) dalam Islam,

Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993

Mufraini, M. Arief, Akutansidan Manajemen Zakat, Jakarta: Kencana, 2006

Muhammad, Abu Ja’far bin Jarir bin Yazid bin Gholib, Tafsir at-Thobri, Beirut: DaarulFikr

Muhammad, Fakhruddin bin Umar bin Husain ar-Rozi, Tafsir al-Kabir, Lebanon: DarulFikr, 1981

Muhammad, ZakatProfesi, Wacana Pemikiran dalam Fikih Kontemporer, Jakarta: SalembaDiniyah, 2002

Munawar, Ahmad Warso, al-Munawir Kamus Arab- Indonesia, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997

Mursyidi, Akutansi Zakat Kontemporer, Bandung: RemajaRosdaKarya, 2003

Pedoman Zakat 9 Seri, Jakarta: Proyek Peningkatan Sarana Keagamaan Islam Zakat dan Wakaf, 1998


(3)

73

Purnomo, Syaichul Hadi, Perumusan Zakat Dewasa ini: Sumber-Sumber Penggalian, Pengelolaan, dan Sasaran Penggunaannya, Surabaya: C.V, Blok, 1981

Qadir Abdurrachman, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial Jakarta: Raja GrafindoPersada: 2001

Qardhawi, Yusuf, Fiqhaz-Zakah, Kairo: Maktabah Wahbah, 2006 Qardhawi, Yusuf, Fiqhu al-Zakah, Beirut: DarulIrsyad, 1969

Qardhawi, Yusuf, Musykilat al-Faqrwa Kaifa ‘AlaJoha al-Islam, Terj. A. Maimun Syamsudin, dan A. Wahid Hasan, Teologi Kemiskinan, Yogyakarta: 2002 Qardhawi, Yusuf, Risalah Zakat Fitrah, Surabaya: Pustaka Progresif, 1991. Qudamah, Ibnu, al-Mughni, Jakarta: PustakaAzzam, 2013.

Rahardjo, M. Darmawan, Islam dan Transformasi Ekonomi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999

Rofiq, Ahmad, Fikih Kontekstual dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004

Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2012

Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Pedoman Zakat, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999

Shihab, Quraish, Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1994

Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Bandung: Alfabeta, 2004. Syahhatih, Syauqi Isma’il, Penerapan Zakat dalam Dunia Modern, Metropos:

Pustaka Dian/Antar Kota, 1987

Ubaydin, Aby al-Qasimi Ibnu Sallam, Al-Amwal, Nwe York: Dar as-Salam, 2009 Undang-undang Republik Indonesia, Tentang Pengolaan Zakat, 1999

Z, Zurinal, dan Aminuddin, Fiqh Ibadah, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2008. Zuhayly, Wahbah, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: PT. Remaja Rosda


(4)

(5)

(6)