Prosedur Khitbah Konsep Pelaksanaan Pra Nikah atau Khitbah Sebagai Syariat Islam.

19 sedemikian rupa demi memperkuat hubungan baru. Seringkali setelah proses melamar selesai, kemudian diikuti dengan pemberian mahar, seluruhnya atau sebagian. Atau dilanjut dengan pemberian hadiah-hadiah dan pemberian lain bertanda adanya hubungan keluarga yang baru. Tetapi, hal tersebut bukan berarti memperbolehkan pasangan calon pengantin tersebut untuk berduaan, selama belum menyatakan akad nikah.

3. Asas-asas yang Benar Memilih Istri

Prinsip-prinsip yang benar untuk memilih calon suami atau istri. Al- Qur’an menjadikan unsur ketaqwaan sebagai ukuran bagi prinsip yang kuat yang tidak bisa digantikan dengan ukuran yang lain, karena agama Islam telah menetapkan kriterea orang yang melamar antara lain, yaitu: a. Jika ia saleh atau shalihah bertaqwa kepada Allah Sebagaimana Allah SWT berfirman : ..........  ......... Artinya: “ sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.. .”QS. Al-Hujuraat: 13. 15 b. Wanita-wanita yang sendirian dan berkaitan dengan harta Allah SWT berfirman :                     15 Mahmud Ash-Shabbagh. Keluarga Bahagia Dalam Islam, Jakarta: CV. Pustaka Mantiq, 1993, h. 70 20 Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak berkawin dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan Allah Maha Luas pemberian- Nya lagi Maha mengetahui”.An-Nur: 32 c. Orang-orang berakhlak baik Rasulullah Saw telah berwasiat kepada kita Artinya: “Jika ada seorang yang melamar anakmu diantar kamu sekalian yang kamu anggap agama, dan akhlaknya kau anggap baik, maka kawinkanlah. Jika tidak, ia akan menimbulkan fitnah dan bencana di bumi.”HR. At-Tarmidzi dan Shaheh. d. Orang-orang yang sehat dan akan memberikan keturunan. Sebab, tujuan utama perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw yang mengatakan: . أ ث , ف ج Artinya: “Nikahilah olehmu wanita yang pencinta, dan yang memiliki kemungkinan besar untuk melahirkan keturunan yang banyak. Karena aku akan bangga dengan jumlah umatku yang banyak di hari kiamat.” Selain, itu juga Rasulullah Saw bersbda bahwa memilih calon istri yang baik dan shaliha itu, ada empat faktor, sebagaiman haditsnya: , ج , , , أ أ فظ ف ش Artinya: “Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya .” HR. Bukhari dan Muslim. 16 16 Mahmud Ash-Shabbagh. Keluarga Bahagia Dalam Islam, Jakarta: CV. Pustaka Mantiq, 1993, h. 72 21

4. Cara Pembatalan Khitbah

Pertunangan merupakan langkah awal yang dilakukan sebelum, pernikahan dilangsungkan, yang pada umumnya banyak laki-laki menyerahkan mahar, baik keseluruhan maupun sebagiannya, memberi hadiah dan hibah hantaran, red, mempererat silaturahmi dan mengukuhkan pertalian diantara keluarga keduanya. Bisa jadi, pertunangan yang sudah terjadi menjadi batal tidak dilanjutkan hingga kejenjang pernikahan, baik yang membatalkan dari pihak laki-laki ataupun dari pihak perempuan. Juga bisa jadi pembatalan itu atas kesepakatan kedua belah pihak. Pada dasarnya, pertunangan hanya sebatas janji untuk menikah, bukan akad pernikahan. Pembatalan atas pertunangan merupakan hak bagi orang yang melangsungkan pertunangan dan tidak ada konsekuensi hukum jika terjadi pembatalan untuk menikah. Meskipun syariat menganggap bahwa pembatalan atas pernikahan yang sudah dimulai dengan pertunangan merupakan perilaku yang tidak terpuji dan bagian dari sifat kemunafikan, kecuali jika dalam pembatalan tersebut disertai alasan dan kepentingan yang amat mendesak yang mengharuskan untuk membatalkannya. Rasulullah Saw bersabda: . خ ,ف خ ء ك : اث قف 22 Artinya: “Adatanda-tanda orang munafik ada tiga: ketika berbicara, dia berdusta: ketika berjanji dia ingkar dan ketika diberi kepercayaan dia berkhianat. ” Mengenai hadiah, tidak ada ubahnya seperti hibah. Hadiah tidak boleh dikembalikan jika itu murni pemberian, tanpa adanya ikatan atau syarat karena orang yang menerima hadiah berhak atasnya dan menjadi pemilik apa yang telah diberikan kepadanya sejak dia menerimanya. Dia berhak mempergunakan dan memanfaatkan apa yang telah menjadi miliknya. Pengambilan kembali hadiah yang telah diberikan merupakan perampasan atas hak milik yang tanpa disertai dengan keridhoan pemiliknya.Hal itu merupakan perbuatan batil dalam Islam. 17 Tapi, jika hibah diberikan dalam rangka mengharapkan balasan dari penerima, maka jika orang yang menerima itu belum melaksanakan apa yang diminta, orang yang memberi berhak untuk mengambil kembali hibah yang telah diberikan. Dalam keadaan seperti ini orang yang memberi berhak meminta kembali apa yang telah diberikannya, karena dia memberikannya atas dasar sesuatu yaitu pernikahan. Apabila pernikahan tidak terlaksana, maka laki-laki berhak mengambil kembali hadiah yang telah diberikannya. Sebagai landasan atas hal ini adalah berapa hadist sebagai berikut : Imam Bukhori Muslim, Abu Daud, Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad meriwayatkan hadist dari Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda: 17 Sabiq Sayyid. Fiqh Sunnah, Jakarta: Cakra Publishing, 2008. Cet ke-I. h. 235