Dari sini bisa kita lihat bahwa Nabi Saw. mempunyai pengetahuan khusus tentang cara agar selalu dilindungi Allah Swt. Pengetahuan yang Nabi Saw. miliki ini
merupakan keahlian khusus sehingga mampu membuat para pengikutnya percaya dan taat kepada Nabi Saw.
Nabi Saw. menyebutkan dalam hadis ini tentang apa yang dijanjikan Allah Swt bagi tujuh orang beriman yang bersih aqidahnya, yang bersih jiwanya, mendekati
Allah dalam keadaan rahasia dan terang-terangan, yang hatinya selalu mengingat Allah. Maka mereka di hari kiamat mendapatkan perlindungan di sisi Allah Swt.
31
3. Hadis tentang Keputusan Hakim
لاق ع ها يضر ةركب ِأ نع :
ي لا لاق ﷺ
: «
ُناَبْضَغ َوَُو ِْ َِِْثا َْ َِب ٌمَكَح ََ ِضْقَِي َا »
. اور
يراخبلا .
32
Artinya: “Dari Abū Bakrah r.a berkata: Nabi Saw bersabda: Janganlah seorang hakim
menetapkan keputusan antara d ua orang saat dia dalam keadaan marah.” HR. al-
Bukhārī.
Dari hadis ini bisa kita lihat bagaimana cara Nabi Saw. dalam memutuskan suatu perkara ketika sebagai seorang hakim. Hadis ini terdapat larangan bagi seorang
hakim memutuskan suatu keputusan antara dua orang yang sedang bertengkar dalam keadaan marah.
Kata ḥakam artinya hakim dan terkadang digunakan untuk pengayoman urusan
yang disandarkan kepadanya. Al- Muhallab berkata, “sebab larangan ini adalah
31
„Alī al-Syādzilī al-Khawlī, al-Adab al-Nabawī, vol. I, h. 225.
32
al- Bukhārī, aḥīḥ al-Bukhārī, vol. IX, h.65.
menetapkan hukum ketika marah, karena terkadang menyeret hakim keluar dari kebenaran. Seperti inilah pendapat yang dikatakan oleh para ahli fikih di berbagai
negeri. Ibnu Daqīq al-„id berkata, “di sini terdapat larangan menetapkan hukum saat
marah, karena ketika itu terjadi perubahan kondisi seseorang, sehingga rawan melakukan kekeliruan dan hukum tidak bisa ditetapkan sebagaimana mestinya.
Berdasarkan makna ini, para ahli fikih memperluas hukum tersebut, mencakup semua perkara yang mempengaruhi konsentrasi, seperti ketika sangant lapar, sangat haus,
mengantuk berat, dan semua hal yang berkaitan dengan hati sehingga menyibukkan pikiran untuk konsentrasi dengan cermat. Ini termasuk menganalogikan dugaan yang
kuat kepada dugaan yang serupa.
33
E. Bahasa Rujukan
Gaya bahasa rujukan Nabi Saw. yang terdapat dalam kitab a ḥīḥ al-Bukhārī
sebanyak 11 hadis.
34
Saya akan menampilkan tiga hadis yang dianggap bisa mewakili penjelasan hadis-hadis lainnya, sebagaimana berikut:
1. Hadis tentang Menaati Nabi Saw
لاق ع ها يضر ةرير ِأ نع :
ي لا لاق ﷺ
: «
ىَصَع ْدَقَِف ِااَصَع ْنَمَو ،َها َعاَطَأ ْدَقَِف ِ َعاَطَأ ْنَم ِِئاَرَو ْنِم ُلَتاَقُِي ٌةَُج ُماَمِإا اََمِإَو ، ِااَصَع ْدَقَِف َرِْيِمَأا ِصْعَِي نَمَو ، ِ َعاَطَأ ْدَقَِف َرِْيِمَأا ِعِطُي ْنَمَو ،َها
ُِْم ِيَلَع َنِإَف ِِْرَغِب َلاَق ْنِإَو اًرْجَأ َكِلَذِب َُل َنِإَف َلَدَعَو ِها ىَوْقَِتَِب َرَمَأ ْنِإَف ،ِِب ىَقَِتُِيَو »
. اور
يراخبلا .
35
33
Ibn Ba āl, Sharḥ aḥīḥ al-Bukhārī, vol. VIII, h. 225.
34
Lampiran 5, h. 85.
35
Al- Bukhārī, aḥīḥ al-Bukhārī, vol. IV, h. 50.
Artinya: “Dari Abū Hurayrah ra., berkata: Nabi Saw. bersabda: Barangsiapa
menaatiku maka ia telah menaati Allah, dan Barangsiapa durhaka kepadaku maka dia telah durhaka kepada Allah. Barangsiapa menaati pemimpin maka dia telah
menaatiku, dan barangsaiapa durhaka kepada pemimpin maka dia telah durhaka kepadaku. Hanya saja imam adalah perisai berperang dari belakangnya dan
berlindung dengannya. Apabila dia memerintahkan untuk takwa kepada Allah dan dia berbuat adil maka sesungguhnya dia mendapat pahala atas hal itu. Jika dia
mengatakan selain itu, maka dia menanggung dosa dari perbuatannya itu.
” HR. al- Bukhārī.
Hadis ini mempunyai makna bahwa siapapun yang menjalankan apa yang di larang dan di perintah oleh Nabi Saw. maka dia telah dimenangkan atasnya ketaatan
kepada Allah dengan pahala surga. Asbāb al-Wurūd dari hadis ini yakni ketika orang Quraish membangkang dan
tidak mengetahui tentang kepemimpinan serta mereka tidak patuh selain kepada pemimpin kabilah mereka. Oleh karenanya Nabi Saw. menjelaskan kepada mereka
bahwa menaati seorang pemimpin adalah suatu hak dan kewajiban.
36
2. Hadis tentang Mengikuti Sunah Nabi Saw
ِيَلا ِنَع ،َةَرِْيَرُ َِِأ ْنَع ﷺ
َلاَق ، :
« ْمِهِفَاِتْخاَو ْمَِِاَؤُسِب ْمُكَلِْبَِق َناَك ْنَم َكَلَ اََمِإ ،ْمُكُتْكَرَِت اَم ِاوُعَد
ْمُتْعَطَتْسا اَم ُِْم اوُتْأَف ٍرْمَأِب ْمُكُتْرَمَأ اَذِإَو ،ُوُبَِتْجاَف ٍءْيَش ْنَع ْمُكُتْيَهَِن اَذِإَف ،ْمِهِئاَيِبْنَأ ىَلَع »
. اور
يراخبلا .
37
Artinya: “Dari Abū Hurayrah dari Nabi Saw. bersabda: “Biarkanlah apa yang aku
tinggalkan untuk kalian, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena mereka gemar bertanya dan menyelisihi Nabi mereka, jika aku melarang kalian dari
36
Al-Qas alānī, Irsyād al-Sārī li Syarḥ aḥīḥ al-Bukhārī, vol. V, h. 119.
37
Al- Bukhārī, aḥīḥ al-Bukhārī, vol. IX, h. 94.
sesuatu maka jauhilah, dan apabila aku perintahkan kalian dengan sesuatu maka kerjakanlah semampu kalian.” HR. al-Bukhārī.
Hadis ini memberikan informasi bahwa Nabi Saw. mempunyai sebuah kekuasaan untuk dijadikan rujukan terhadap apa yang diperintah dan apa yang
dilarangnya sebagai seorang pemimpin. Kalimat Apa yang aku tinggalkan untuk kalian, maksudnya adalah perintah meninggalkan bertanya tentang sesuatu yang
belum terjadi karena khawatir benar-benar turun kewajibannya atau pengharamannya. Begitu pula dilarang banyak bertanya karena hanya akan mempersulit diri sendiri.
Dikhawatirkan jawaban pertanyaan itu akan memberatkan sehingga menyebabkan seseorang tidak mampu melakukannya dan berakibat terjadinya penyelisihan.
38
Ibn Faraj 365 H berpendapat bahwa maksud perkataan tersebut adalah jangan banyak meminta perincian atas masalah-masalah meskipun cukup bagus ditinjau dari
satu sisi, seperti halnya mengerjakan haji adalah bagus untuk diulang-ulang namun sepatutnya dicukupkan kepada cakupan redaksi secara umum, yaitu satu kali. Karena
pada dasarnya dipahami untuk sekali saja tanpa ada tambahan. Jika aku melarang kalian dari sesuatu maka jauhilah. Larangan ini bersifat
umum untuk semua jenis larangan. Namun tidak termasuk segala sesuatu yang dipaksakan kepada seorang mukallaf, seperti minum khamer. Ini berdasarkan
pendapat jumhur. Sebagian orang menyelisihinya dengan berpegang kepada cakupan
38
Al- ʻAynī, ʻUmdat al-Qārī Syarḥ aḥīḥ al-Bukhārī, vol. XXV, h. 31.