terisisa  tinggal  pendengaran  dan  penglihatan ”. Di sini dia tidak menyebutkan kedua
tangan.  Sebenarnya  yang  dimaksud  oleh  hadis  ini  adalah  ucapan  dengan  lisan merupakan  pangkal  terjadinya  setiap  yang  dicari,  maka  bila  tidak  menggunakannya
kecuali untuk kebaikan maka dia selamat. Ibn Ba āl berkata, “hadis ini menunjukkan
bahwa  bencana  terbesar  bagi  manusia  di  dunia  adalah  lisannya  dan  kemaluannya. Barangsiapa  yang  dapat menjaga  dirinya  dari  keburukan  kedua  organ  tersebut  maka
dia akan terjaga dari keburukan yang paling berbahaya ”.
5
2. Hadis tentang Mengikuti Sunnah Nabi Saw.
ي لا َنَأ َةَرِْيَرُ  َِِأ ْنَع ﷺ
َلاَق ، :
« َ َأ ْنَم  َاِإ َةََاا َنوُلُخْدَي  ِ َمُأ ُلُك
» اوُلاَق ،
: ْنَمَو ،ها َلوُسَر اَي
َلاَق ؟ َ ْأَي :
« َ َأ ْدَقَِف  ِااَصَع ْنَمَو َةََاا َلَخَد  ِ َعاَطَأ ْنَم
» .
يراخبلا  اور
.
6
Artinya: “Dari Abū Hurayrah bahwa Nabi Saw. bersabda: “Setiap umatku masuk surga
selain yang enggan.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasūlullāh, lantas siapa yang enggan?” Nabi Saw. menjawab: “Siapa yang taat kepadaku masuk surga dan siapa
yang membangkangku berarti ia enggan.” HR. al-Bukhārī.
Hadis  di  atas  terlihat  jelas  bahwa  Nabi  Saw.  akan  memberikan  sebuah  reward berupa surga bagi para umatnya yang mau mengikuti ajaran serta sunnah Nabi Saw.
Kalimat  Setiap  umatku  masuk  surga  selain  yang  enggan.  Maksudnya,  tidak mau  masuk.  Secara  tekstual,  cakupan  umum  berlangsung  terus,  karena  masing-
masing  dari  mereka  tidak  ada  yang  menahan  diri  dari  masuk  surga.  Oleh  sebab  itu, para sahabat bertanya, “Siapa yang enggan itu wahai Rasulullah?” Maka Nabi Saw.
5
Ibn Ba āl, Syarḥ  aḥīḥ al-Bukhārī, vol. X, h. 185.
6
Al- Bukhārī,  aḥīḥ al-Bukhārī, vol. IX, h. 92.
menjelaskan  bahwa  pernyataan  mereka  enggan  masuk  surga  hanyalah  ungkapan tentang sikap mereka yang tidak mau mengikuti sunnah Nabi  Saw. yaitu bermaksiat
kepada  Nabi  Saw.  Orang-orang  yang  akan  dikatakan  enggan  masuk  surga  ini  bila kafir maka dia tidak masuk surga sama sekali. Namun bila dia adalah muslim maka
maksudnya  tidak  masuk  surga  bersama  orang-orang  yang  memasukinya  sejak  awal, kecuali siapa yang dikehendaki Allah.
7
3. Hadis tentang Berdo’a Ketika Adzan
ها ِدْبَع ِنْب ِرِباَج ْنَع :
ّي لا َنَأ ﷺ
َلاَق :
« َءاَد لا ُعَمْسَي َ ِح َلاَق ْنَم
: ،ِةَماَتلا ِةَوْعَدلا ِِذَ َبَر َمُهَللا
َمْوَِي  ِ َعاَفَش َُل ْتَلَح ،َُتْدَعَو يِذَلا اًدوُمَُْ اًماَقَم ُْثَعِْباَو ،َةَليِضَفلاَو َةَليِسَولا اًدَمَُُ  ِتآ ِةَمِئاَقلا ِةَاَصلاَو ِةَماَيِقلا
» .
يراخبلا  اور .
8
Artinya: “Dari  Jābir  ibn  ‘Abdillāh  bahwa  Nabi  Saw.  bersabda:  Barangsiapa  berdo’a
setelah mendengar adzan:“Ya Allah, Tuhan Pemilik seruan yang sempurna ini, dan Pemilik salat yang akan didirikan ini, berikanlah wasilah perantara dan keutamaan
kepada  Muhammad.  Bangkitkanlah  ia  pada  kedudukan  yang  terpuji  sebagaimana
Engkau  telah  janjikan.”  Maka  ia  berhak  mendapat  syafaʻatku  pada  hari  kiamat.” HR. al-
Bukhārī. Letak  reward  dalam  hadis  ini  terletak  pada  lafal  ia  berhak  mendapat
syafaatku.  Sebagian  ulama  mempertanyakan  maksud  hadis  tersebut  sehingga  orang yang  mengucapkannya  dibalas  dengan  mendapat  syafaat.
Secara  lahiriah  do‟a  ini diucapkan  saat  mendengar  adzan  tanpa  menungu  selesai.  Akan  tetapi  ada
kemungkinan  yang  dimaksud  adalah  ketika  adzan  telah  sempurna.  Sebab  sesuatu
7
A ḥmad ibn „Alī ibn  ajar Abū al-Faḍl al-„Asqalānī al-Syāfiʻī, Fatḥ al-Bārī Syarḥ  aḥīḥ al-
Bukhārī. Muḥaqqiq: Muḥammad Fu‟ād ʻAbd al-Bāqī, vol. XIII Beirut: Dār al-Maʻrifah, 1379, h. 36.
8
Al- Bukhārī,  aḥīḥ al-Bukhārī, vol. I, h. 126.
yang  diungkapkan  dengan  mu ṭlaq  tanpa  batasan,  dipahami  bahwa  maksudnya
adalah hal itu telah sempurna. Al-
Qāḍī  ʻIyād  544  H  menukil  dari  salah  seorang  gurunya,  dimana  ia berpendapat  bahwa  hal  itu  hanya  didapatkan  oleh  mereka  yang  mengucapkannya
dengan  ikhlas  serta  diiringi  rasa  pengagungan  terhadap  Nabi  Saw.  bukan  untuk mereka  yang  mengucapkannya  hanya  karena  mengharap  pahala  atau  lainnya.  Al-
Muhallab 82 H berkata bahwa dalam hadis ini terdapat anjuran untuk berdo‟a pada
waktu-waktu  salat,  karena  ia  merupakan  waktu  yang  sangat  diharapkan  untuk dikabulkannya suatu permohonan.
9
Nabi  Saw.  memiliki  beberapa  macam  syafaat  seperti  memasukkan  ke  dalam surga  tanpa  hisab  dan  sebagainya.  Ringkasnya,  setiap  orang  mendapatkan  syafaat
yang sesuai.
B. Bahasa Hukuman
Gaya bahasa hukuman Nabi Saw.  yang terdapat dalam kitab  a ḥīḥ al-Bukhārī
sebanyak 32 hadis.
10
Tiga hadis yang dianggap bisa mewakili penjelasan hadis-hadis lainnya, sebagaimana berikut:
1. Hadis tentang Dosa Berbohong Atas Nama Nabi Saw
لاق ةرغما نع :
ي لا تعم ﷺ
لوقي :
« ِراَلا َنِم َُدَعْقَم ْأَوَِبَتَيْلَِف اًد مَعَِتُم َيَلَع َبَذَك ْنَم
» .
اور يراخبلا
.
11
9
Ibn Ba āl, Syarḥ  aḥīḥ al-Bukhārī, vol. II, h. 242.
10
Lebih detailnya lihat lampiran  2, h. 81.
Artinya: “Dari al-Mughīrah berkata: Aku mendengar Nabi Saw. bersabda: Barangsiapa
yang  berdusta  atas  namaku  dengan  sengaja  maka  hendaklah  dia  bersiap-siap mendapat tempat dud
uknya di neraka.” HR. al-Bukhārī. Dari  sini  jelas  terlihat  bentuk  ancaman  yang  diberikan  kepada  orang  yang
berbohong  atas  nama  Nabi  Saw.  Lafadz falyatabawwa’  maqʻadahu  disediakan
tempatnya  merupakan  kata  perintah  yang  mempunyai  makna  berita,  peringatan, sindiran  atau  do‟a  bagi  orang  yang  melakukan  kebohongan.  Artinya,  Allah  akan
menyediakan  suatu tempat  bagi  mereka  neraka.  Menurut al- Kirmānī 129 H, kata
perintah ini lebih cenderung menunjukkan arti yang sebenarnya. Artinya barangsiapa yang  berbohong  atas  nama  Nabi  maka  dia  harus  memerintahkan  dirinya  untuk
mengambil  tempat  di  neraka.  Al- Ṭībī  mengatakan  bahwa  matan  hadis  ini
mengandung  isyarat  untuk  sengaja  melakukan  dosa  dan  balasannya.  Dalam  arti jika orang  tersebut  telah  berniat  untuk  berbohong,  maka  dia  juga  telah  berniat  untuk
menerima ganjarannya, yaitu masuk neraka.
12
Ancaman orang yang berbuat dusta ada dua kategori, dusta terhadap Nabi Saw. dengan dusta terhadap selainnya. Pertama, dusta terhadap Nabi Saw. yang dilakukan
dengan  sengaja,  pelakunya  dihukumi  kafir  menurut  sebagian  ulama,  seperti  al- Juway
nī  478  H.  Sedangkan  Ibn  Munīr  548  H  berpendapat  bahwa  orang  yang berdusta  atas  nama  Nabi  Saw.  untuk  menghalalkan  yang  haram  misalnya,  maka  hal
yang haram itu tidak akan berubah menjadi halal, dan yang menghalalkan yang haram
11
Al- Bukhārī,  aḥīḥ al-Bukhārī, vol. II, h. 80.
12
Al- ʻAsqalānī, Fatḥ al-Bārī Syarḥ  aḥīḥ al-Bukhārī, vol. I, h. 382.
adalah  kufur,  dan  sesuatu  yang  menyebabkan  kekufuran  adalah  kufur.  Adapun jumhur ulama mengatakan bahwa pelakunya tidak dihukumi kafir kecuali ia meyakini
kehalalan sesuatu yang haram tadi. Kedua,  dusta  terhadap  Nabi  Saw.  adalah  termasuk  perbuatan  dosa  besar,
sedangkan  dusta  terhadap  selainnya  termasuk  dosa  kecil.  Untuk  itu  ancaman keduanya  tidaklah  sama,  demikian  juga  dengan  lamanya  berada  dalam  neraka
sebagaimana  yang  diisyaratkan  dalam  kata falyatabawwa’.  Bahkan  secara  jelas
pelakunya  tidak  akan  keluar  dari  neraka, karena  dia  tidak  mempunyai  tempat  selain neraka.  Hanya  saja  dalil  yang  qa
ṭʻī  mengatakan  bahwa  yang  kekal  dalam  neraka adalah  khusus  orang-orang  kafir,  maka  Nabi  Saw.  membedakan  antara  dusta
kepadanya dengan dusta kepada selainnya.
13
Ibn  ajar  al- „Asqalānī 852 H menyebutkan bahwa berdusta atas nama Nabi
Saw.  baik  dalam  keadaan  sadar  atau  tidur  adalah  sama  hukumnya.  Dusta  adalah sebuah  kemaksiatan,  kecuali  dusta  yang  bertujuan  untuk  memperbaiki  dan  lainnya,
dan kita mengetahui bahwa kemaksiatan akan mendapat ancaman neraka.
14
2. Hadis tentang Memutus Tali Silaturahim
لاق  ع ها يضر معطم نب ربُج نع :
ي لا لاق ﷺ
: «
ٍم ِحَر ُعِطاَق َةََاا ُلُخْدَي َا »
. يراخبلا  اور
.
15
Artinya:
13
Al- „Aynī, ‘Umdat al-Qārī Syarḥ Saḥīḥ al-Bukhārī, vol. II, h. 146.
14
Al- ʻAsqalānī, Fatḥ al-Bārī Syarḥ  aḥīḥ al-Bukhārī, vol. I, h. 382.
15
Al- Bukhārī,  aḥīḥ al-Bukhārī, vol. VIII, h. 5.