Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi Pemikiran Ibrahim Hosen dan Yusuf al-Qaradhawi Terhadap Status Hukum Bunga Bank

terkena khitab pembebanan hukum. Ia baru dituntut untuk beriman terlebih dahulu atas dasar prinsip tanpa ada paksaan sejalan dengan penegasan al-Qur’an “La ikraha fi ad-din”. 25 Demikian juga, menurut kaidah Ushul Fiqih, badan hukum yang dianggap sebagai manusia tersebut adalah bebas dari tuntutan taklif, sekalipun ia tidak bebas dari tuntutan undang-undang. Nah, sekarang bagaimana mengenai bank Islam berbeda dengan bank konvensional. Dalam bank Islam, pemegang saham memberi kuasa atau berwakil kepada pengurus bank untuk menjalankan bank tersebut menurut peraturan dan hukum Islam. Pengurusan bank itu tidak boleh menyimpang dari hukum dan tata aturan Islam. Di sinilah letak perbedaan antara bank konvensional dan bank Islam, bank konvensional hanya terikat dan tunduk pada peraturan atau perundang-undang yang berlaku di suatu negeri, sedangkan bank Islam, selain terikat dan harus tunduk dengan peraturan atau perundang-undang yang berlaku, harus dijalankan sesuai dengan hukum dan tata aturan Islam.

2. Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi

Lain halnya dengan Ibrahim Hosen, menurut Yusuf al-Qaradhawi telah lahir sebuah kesepakatan ulama ijma dari berbagai lembaga, pusat penelitian, muktamar, dan seminar-seminar Fikih dan Ekonomi Islam, yang mengharamkan 25 Ibid., h.197 bunga bank, dan bunga bank itulah riba yang haram tanpa diragukan lagi. Kesepakatan itu telah lahir sejak tahun 1965 sampai sekarang. 26 Menurutnya ijma yang keluar dari tiga lembaga ilmiah internasional yang sangat kondang, telah cukup dijadikan standar. 1. Pusat Riset Islam institute of Islamic Research Al-Azhar, Mesir. 2. Lembaga Fikih Al-Majma’ Al-Fiqihi Rabithah Alam Islami, Mekah. 3. Lembaga Fikih Islam, Organisasi Konferensi Islam OKI, Jeddah, Arab Saudi. Dahulu, ulama ushul fikih pernah berbeda pendapat mengenai bisa atau tidaknya ijma dihapuskan mansukh. Sebagian ulama berpendapat bahwa ijma tidak dapat dihapuskan. Sebagian lagi berpendapat bahwa ijma yang bersumber dari pendapat dan bersifat ijtihad bisa dihapuskan, ijma tidak dapat dibatalkan kecuali oleh ijma lain yang setara dengan yang pertama. 27 Jika aturan ini kita terapkan dalam masalah bunga bank, dalam arti bahwa ijma ulama yang mengharamkan bunga bank kita anggap sebagai ijma ijtihadi meskipun itu mungkin secara berlebihan, maka ijma tersebut tidak bisa dihapuskan atau dibatalkan hanya oleh pendapat segelintir orang. Memang sekiranya timbul masalah baru dalam hal yang telah disepakati, maka lembaga-lembaga tersebut perlu mengadakan pertemuan untuk menganalisis perkembangan-perkembangan baru tadi. Akan tetapi, dalam perkembangan riba ini, 26 Yusuf Al-Qaradhawi, Bunga Bank, Haram, cet.IV, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003, h. 83. 27 Ibid., h. 84 tidak ada sesuatu yang baru. Banknya tetap sama, sistemnya tidak berubah, serta filosofi dan paradigmanya sama seperti yang lama. Syekh Al-Azhar, Jadal Haq Ali Jadal-Haq mengatakan dalam surat kabar Al- Ahram adisi 18 Agustus 1989 dengan lugas dan telak. Kata kunci yang ditegaskan dalam masalah bunga bank, yang merupakan isu kontroversial. Ia menyebutkan bahwa muktamar ulama-ulama Islam sedunia yang berlangsung pada bulan Muharram 1385 H Mei 1965M. Diselenggarakan oleh Lembaga Riset Islam Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiayah, Al-Azhar. Di antara tugas-tugasnya berdasarkan undang- undang Al-Azhar dan pengaturan pelaksanaannya yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan Republik Mesir, ialah melahirkan keputusan menyangkut berbagai masalah yang timbul, baik yang berkaitan dengan masalah mazhab, ekonomi, maupun masalah sosial. 28 Dalam muktamar diatas telah hadir sejumlah ahli dan pakar dari berbagai disiplin ilmu dan bidang hukum, ekonomi, dan sosial dari seluruh penjuru dunia. Di antara hasil keputusannya ialah sebagai berikut. 1. Bunga dari berbagai jenis pinjaman adalah “riba”, yang diharamkan. Tidak ada perbedaan dalam masalah ini, antara apa yang dikenal dengan “pinjaman konsumtif” dan “pinjaman produktif”. Karena, nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah secara keseluruhan menetapkan haramnya kedua jenis tersebut. 2. Banyak dan sedikitnya riba, adalah haram, sebagaimana isyarat firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 130, yang dipahami secara benar, “Wahai orang- 28 Ibid., h. 85 orang yang beriman, janganlah kau memakan riba dengan berlipat ganda. takutilah Allah, semoga kamu beruntung.” 3. Meminjamkan sesuatu dengan bunga riba hukumnya haram, dan tidak boleh walaupun karena darurat ataupun keperluan. Bahkan, meminjam dengan bunga riba diharamkan juga. Dosanya tidak terangkat kecuali karena kebutuhan yang benar-benar mendesak. Dalam menentukan sejauh mana batas darurat disini, seseorang sangat tergantung pada imannya. 4. Aktivitas-aktivitas bank—seperti giro, membayar cheque, leter of credit, draft bill of exchange—dalam negeri yang bebas bunga, yang merupakan dasar hubungan bank dengan pengusaha dalam negeri, merupakan praktik-praktik kegiatan usaha bank yang boleh. Uang yang diambil sebagai fee jasa perbankan di atas bukanlah riba. 5. Deposito berjangka, membuka giro dengan memakai “bunga”, dan semua bentuk pinjaman berbunga merupakan bentuk muamalah riba. 6. Sedangkan yang menyangkut praktik bank yang berkaitan dengan draft bill of exchange luar negeri, maka keputusannya ditangguhkan sampai pembahasan masalah ini rampung. - Mengenai keresahan masyarakat perihal deposito mereka yang ada di bank-bank konvensional dan status hukumnya, apakah halal atau haram, Syekh Jadal Haq Ali Jadal-Haq menjawab tandas, “itu termasuk butir 1 dari keputusan ini, yang menerangkan bahwa pinjaman dengan tambahan tertentu adalah “bunga” dalam istilah “hukum syariat Islam”. - Tentang cara-cara memodali proyek-proyek negara dengan uang yang halal, Syekh Azhar menghimbau, “Bank seharusnya turut bersama untuk melakukan kontrak kemitraan syariah dengan pemerintah dengan proyek- proyek itu—yang dananya berasal dari pinjaman-pinjaman yang diberikan bank, yang berasal dari deposito dan tabungan masyarakat—ketimbang bank memberikan pinjaman dengan bunga yang jelas riba kemudian membagikan sebagian bunga itu kepada deposan.” - Menyangkut status proyek-proyek pelayanan publik public services, dimana pihak bank turut memodali sebagian dari investsi-investasinya, ia menjelaskan, “Ketika membicarakan hukum sertifikat-sertifikat deposito”, pihak yang berwenang dalam masalah ini menjelaskan kepada kami, bahwa dana dari “setrifikat deposito” disalurkan kepada proyek-proyek pelayanan umum dan negara membayar deviden dari sertivikat ini dari rekeningnya sendiri. Dalam peraturan-peraturan mentri sebagai peraturan pelaksana dari undang-undang, dijelaskan bahwa negara membayar deviden atau bagi hasil kepada pemilik-pemilik sertifikat.” Itulah teks ucapan Syekh Al-Azhar, Syeikh Jadal Haq Ali Jadal-Haq yang dijadikan pedoman bagi Yusuf al-Qaradhawi dalam mengambil keputusan hukum bunga bank. Menurut Yusuf al-Qaradhawi dalam hukum bunga bank itu mutlak haram karena sudah jelas sumber keharamannya dari Al-Qur’an dan Sunnah dan tidak ada lagi jalan ijtihad dalam keputusan pengambilan hukum. Karena menurut Yusuf al- Qaradhawi setiap upaya yang bertujuan menghalalkan apa yang sudah jelas diharamkan Allah atau menjustifikasi pelanggaran hukum Allah dengan cara apapun karena dalil menyesuaikan diri dengan kondisi moderen atau pola Barat sehingga melepaskan kepribadian Islam, adalah sikap tidak sopan kepada Allah dan lancang kepada-Nya, lemah imannya dan kegoncangan dalam akidah serta keyakinan. 29

C. Persamaan dan Perbedaan Pemikiran Antara keduanya