Pandangan Ibrahim Hosen dan Yusuf al-Qaradhawi mengenai status hukum bunga bank

(1)

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, karena atas rahmat dan inayahNya tugas akhir skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada manusia agung, yaitu Nabi Muhammad Saw, yang telah membawa umat manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang dengan dien yang diridhai olehNya.

Dalam sebuah perjalanan menuju kesuksesan, tidak sedikit hambatan dan cobaan yang penulis hadapi, namun semua bisa terlalui asalkan ada kemauan. Alhamdulillah, berkat pertolonganNya segala hambatan dan cobaan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dapat penulis atasi dengan penuh ketabahan dan kesabaran hati. Disamping itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa adanya motivasi, bimbingan, do’a dan bantuan senantiasa mengalir dari orang-orang disekeliling penulis. Melalui kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis persembahkan untaian kata terimakasih kepada:

1. Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Euis Amalia, M.Ag. Ketua Program Studi Muamalat dan Azharuddin Latif, M.Ag. Sekretaris Program Studi Muamalat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. Hasanudin. M.Ag. Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan

dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Segenap Ibu/Bapak Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi ilmu yang tidak ternilai kepada penulis.

5. Pimpinan dan Karyawan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan referensi yang diperlukan penulis.

6. Almarhum Ayahanda tercinta KH. Muhammad Ali. Terimakasih banyak atas diberikannya kesempatan ananda menuntut ilmu di UIN Syarif Hidatullah. Semoga ilmu yang ananda dapatkan disini bermanfaat.


(2)

memberikan semangat moril dan materil kepada penulis dalam menyelesikan skripsi ini.

9. Putri kecilku Zalfa Al-Kachla selamat ulang tahun sayang, skripsi ini umi persembahkan dihari ulang tahunmu. Terimakasih sudah sering menemani penulis di setiap waktu.

10.Kepada teman-temanku, mba Azza yang telah memberi motivasi dan informasi buat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Serta segenap teman-teman angkatan 2003, yang telah setia menjadi teman seperjuangan, khususnya teman-teman Fakultas Syariah dan Hukum Konsentrasi Perbankan Syariah serta semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, atas segala bantuan, informasi serta motivasi yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya dengan penuh kerendahan hati, penulis haturkan terimakasih yang mendalam atas segala keikhlasan dukungan, motivasi, pengarahan, serta bantuan baik moril maupun materiil. Penulis hanya mampu berdo’a semoga Allah membalas semua amal perbuatan dengan kasih sayang-Nya. Harapan penulis mudah-mudahan skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi penulis maupun bagi pembaca. Amin

Jakarta, 19 November 2010 Penulis

Siti Nurlaila


(3)

1 A. Latar Belakang Masalah

Perbankan Islam sekarang telah menjadi istilah yang terkenal luas baik di dunia Muslim maupun di dunia Barat. Istilah tersebut mewakili suatu bentuk perbankan dan pembiayaan yang berusaha menyediakan layanan-layanan bebas ‘bunga’ kepada para nasabah. Para pendukung perbankan Islam berpendapat bahwa bunga adalah riba dan karenanya, menurut hukum Islam bunga bank diharamkan. Sikap terhadap bunga yang seperti ini mendorong beberapa sarjana dan praktisi perbankan Muslim untuk menemukan sejumlah cara dan alat guna mengembangkan sistem perbankan alternative yang sesuai dengan ajaran-ajaran hukum Islam, khususnya, aturan-aturan yang terkait dengan pengharaman riba.1

Sebelum penulis mengupas lebih dalam masalah bunga bank, penulis terlebih dahulu membahas asal mula berdiri atau terbentuknya bank, karena sistem bunga muncul ketika bank itu terbentuk. Salah satu kegiatan usaha yang paling dominan dan sangat dibutuhkan keberadaannya didunia ekonomi dewasa ini adalah kegiatan usaha lembaga keuangan perbankan, karena bank adalah salah satu lembaga ekonomi yang sudah sangat tua keberadaannya.

1

Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah Kritik atasInterpretasi BungaBank KaumNeo


(4)

Kita tidak tahu sejak kapan bank pertama diorganisir, dan bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa usaha-usaha perbankan telah ada dalam peradaban kuno. Lempengan-lempengan tanah liat di puing-puing kota Babylonia pada tahun 2000 SM, telah ada pelayanan seperti bank yaitu untuk menyimpan harta, dan berkembangnya perekonomian uang dan kredit. Lempengan-lempengan tanah liat tersebut merupakan bentuk-bentuk janji dan perintah untuk membayar mata uang atau perak, mirip dengan promes dan cek yang kita kenal saat ini. Misalnya, salah satu lempengan tanah liat kuno tersebut merupakan sebuah prasasti yang jelas mencerminkan promes oleh seorang petani kepada bank sebagai tanda terima pinjaman yang diterimanya.

Inskripsi tersebut berbunyi:

“Warad-Ilish, anak laki-laki dari Taribaum, telah menerima dari pendeta wanita matahari, puteri dari Ibbatum, satu shekel perak menurut timbangan dewa matahari. Jumlah ini akan digunakan untuk membeli wijen, pada waktu panen wijen, ia akan membayar kembali dalam bentuk wijen menurut harga

pasar yang berlaku kepada pembawa dokumen ini”.2

Prasasti tersebut telah secara jelas menunjukkan adanya transaksi pinjam meminjam dan bentuk promes yang dapat diperjual belikan. Tampaknya pada awal perkembangannya kegiatan usaha perbankan dimonopoli oleh organisasi-organisasi keagamaan seperti kuil-kuil di Babylonia tersebut. Terdapat alasan yang kuat mengapa kegiatan usaha

2

Bank Indonesia, “Sistem Perbankan dan Peran Perbankan dan Dampaknya Dalam

Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi. Keputusan dan Makalah Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan”, Safari Garden Hotel, Cisarua – Bogor, 19-22 Agustus 1990, h. 1.


(5)

perbankan tersebut hanya dapat dilakukan oleh organisasi-organisasi keagamaan. Organisasi keagamaan pada masa itu memiliki tanah-tanah yang luas yang dapat menjadi sumber penghasilan besar bagi organisasi.

Disamping itu karena kuil-kuil dianggap suci dan dapat menyimpan rahasia, maka sangat dipercaya oleh masyarakat. Dengan demikian wajarlah bila masyarakat Babylonia menganggap kuil-kuil itu sebagai tempat yang aman untuk menyimpan emas, perak dan uang mereka. Dalam perkembangan selanjutnya kuil-kuil tersebut selain menerima tabungan dari masyarakat dan menyediakan kredit, mereka juga menyediakan fasilitas penyimpanan barang-barang berharga (safe deposit). Praktek-praktek perbankan tampaknya telah dilaksanakan pula dikerajaan Romawi kuno, dimana para banker telah menerima simpanan, mengeluarkan promes, menyediakan pinjaman, membeli dan menjual surat-surat hipotik serta mengeluarkan L/C.3

Kegiatan usaha lembaga keuangan perbankan sangat dibutuhkan didalam dunia perekonomian karena jika kita melihat fungsinya yaitu sebagai pengumpul dana yang sangat berperan demi menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Selain alat penghimpun dana, lembaga keuangan ini mampu melancarkan gerak pembangunan dengan menyalurkan dananya ke berbagai proyek penting di berbagai sektor usaha yang dikelola oleh pemerintah. Demikian pula lembaga keuangan ini dapat menyediakan dana

3


(6)

bagi pengusaha-pengusaha swasta atau kalangan rakyat pengusaha lemah yang membutuhkan dana bagi kelangsungan usahanya. Dan juga sebagai fungsi lain yang berupa jasa bagi kelancaran lalu lintas dan peredaran uang baik nasional maupun antar Negara4.

Permasalahan muncul dipertengahan tahun 1990 yaitu masalah bunga bank, yang terjadi setelah pemerintah menempuh kebijaksanaan baru dalam masalah perbankan, karena itu banyak bermunculan di mana-mana bak jamur musim hujan. Yang menjadi permasalahan di kalangan ulama dan bahkan menjadi polemik berkepanjangan adalah tentang penentuan bunga pada lembaga keuangan yang berkembang selama ini. Apakah bunga yang diperlakukan didalam lembaga keuangan termasuk di dalam unsur riba, atau bahkan praktik riba itu sendiri? Bunga dijadikan sebagai penopang hidup dan berkembangnya lembaga keuangan. Oleh para kaum kapitalis dianggap sebagai penggerak ekonomi, tanpa bunga perekonomian dunia tidak akan pernah berkembang. Para ulama dan cendikia muslim berbeda pendapat dalam memahami dan menentukan apakah bunga boleh diperlakukan dalam kegiatan ekonomi dengan dikaitkan pada nash tentang riba.5

Masalah status hukum bunga bank apakah termasuk kategori riba ataukah tidak sampai saat ini masih kontroversial. Ada yang mengatakan,

4

Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah Di

Indonesia, cet.II, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 53. 5

Nadratuzzaman Hosen, dkk, Menjawab Keraguan Umat Islam Terhadap Bank Syariah,


(7)

bunga bank termasuk kategori riba yang hukumnya haram. Dipihak lain, ada pula yang mentolelir bahkan memperbolehkan bunga bank dengan berbagai alasan.6

Kata riba telah disebutkan secara umum dalam Al-Qur’an atau hadits. Maka konotasinya tidak lain dari riba yang hakiki, yaitu apa yang dikenal pada era jahiliyah, dan yang populer dengan istilah “ riba nasi’ah” ‘riba utang’. Namun ada lagi jenis riba lain dalam hadits disebut “riba fadl” ‘riba jual beli’. Jenis ini diharamkan oleh Sunnah melalui pintu “sadd az-zara’i” tindakan preverentif bagi terjadinya riba yang asli. Jadi ini diharamkan, karena fungsinya sebagai mediator (wasilah), bukan karena substansinya.7

Sebenarnya inti permasalahan yang disini adalah masalah prinsip. Yang menjadi prinsip bank adalah “bunga” (interest). Yakni, tambahan uang yang sudah ditetapkan sebelumnya berapapun besarnya, apapun jenis uangnya, dan dalam kondisi apapun.

Dalam riba jahiliyah mereka yang meminjamkan uang pada awalnya tidak memakai riba (tambahan). Riba baru muncul bila jangka waktu pembayaran yang telah ditentukan semula telah berakhir, sementara peminjam belum juga melunasi utangnya. Jadi konsekuensinya, orang yang menetapkan sejak awal bahwa pihaknya tidak akan memberi pinjaman, kecuali dengan

6

Yusuf Al-Qardawi, Bunga Bank, Haram, cet.III, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003),

h. 4. 7


(8)

memakai riba (bunga), berarti lebih bejat dan lebih haram lagi, ketimbang praktik yang terjadi pada riba jahiliyah. Inilah praktek-praktek yang berlaku pada bank sekarang ini. Karena bunga bank dihitung bagi peminjam sejak hari pertama seseorang mengambil uang dari bank.8

Akan tetapi menurut ulama lainnya bunga bank itu tidak termasuk ke dalam umumnya lafadh riba. Sebab bank adalah badan hukum, bukan perorangan, di mana sistem perbankan pada waktu itu (zaman jahiliyah/ permulaan Islam) belum ada.9 Apabila kita melihat semangat ayat-ayat riba maka dapat kita fahami bahwa riba yang dilarang itu adalah yang dilakukan oleh perorangan. Mari kita renungkan secara seksama ayat riba dalam surat al-Baqarah ayat 278-280:





























































































































Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.maka jika kamu tidak megerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak boleh menganiaya dan tidak boleh dianiaya. Dan jika (orang yang berhutang itu)

8

Ibid., h. 77

9

Ibrahim Hosen, Kajian Tentang Bunga Bank Menurut Hukum Islam, makalah disampaikan


(9)

dalam kesukaran maka berilah tagguh waktu sampai ia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”

Dalam ayat diatas nampak jelas bahwa khitab riba itu ditujukan kepada pribadi/perorangan tidak lembaga atau badan hukum. Memang, melihat lafadh riba yang bersifat umum itu semestinya tercakuplah di dalamnya pribadi/perorangan dan badan hukum. Akan tetapi karena melihat fakta yang ada, dimana waktu itu badan hukum, yaitu bank belum ada maka jelas bank belum tercakup di dalamnya.

Dengan adanya beberapa pendapat mengenai bunga bank dan riba, maka di sini penulis ingin mengkaji lebih dalam lagi tentang bunga bank apakah termasuk riba atau bukan. Dalam hal ini penulis akan membandingkan pendapat Ibrahim Hosen dan Yusuf al-Qaradhawi mengenai status hukum tersebut. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “Pandangan Ibrahim Hosen dan Yusuf al-Qaradhawi Mengenai Status Hukum Bunga Bank”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam pembatasan pada skripsi ini hanya dibatasi pada pandangan Ibrahim Hosen dan Yusuf al-Qaradhawi mengenai status hukum bunga bank.

Dari uraian latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, maka yang dikaji penulis dalam skripsi ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut :


(10)

1.Bagaimana pandangan atau pemikiran Ibrahim Hosen dan Yusuf al-Qaradhawi terhadap status hukum bunga bank?

2.Apa persamaan dan perbedaan pandangan hukum bunga bank antara keduanya?

3.Bagaimana konstribusinya terhadap pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang akan dibahas oleh penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui tentang pandangan Ibrahim Hosen dan Yusuf al-Qaradhawi.

2. Menganalisis persamaan dan perbedaan pandangan status hukum bunga bank yang dipaparkan oleh Ibrahim Hosen dan Yusuf al-Qaradhawi.

3. Untuk mengetahui konstribusi yang diberikan dari kedua pemikiran Ibrahim Hosen dan Yusuf al-Qaradhawi terhadap pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia.

Dari tujuan penelitian tersebut diharapkan akan memberikan konstribusi positif bagi umat islam dan menambah pemahaman mengenai bunga bank dan riba.


(11)

D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Skripsi ini berupa penelitian kepustakaan (library research) dengan data dan cara analisa kualitatif,10 dengan mendeskripsikan dan menganalisis obyek penelitian yaitu membaca dan menelaah berbagai sumber yang berkaitan dengan topik, untuk kemudian dilakukan analisis dan akhirnya mengambil kesimpulan yang akan dituangkan dalam bentuk laporan tertulis.

Skripsi ini juga menggunakan metode analisa komparasi11 yaitu dengan membandingkan pandangan status hukum bunga bank Ibrahim Hosen dan Pandangan status hukum bunga bank Yusuf al-Qaradhawi dengan demikian akan menghasilkan pemahaman yang obyektif dan utuh.

2. Tingkat Penelitian

Tingkat penelitian mengarah pada deskriptif (Taksonomik) dan eksploratif, yaitu ingin menggambarkan sekaligus menggali secara luas tentang sebab atau hal-hal yang mempengaruhi latar belakang pemikiran tokoh ini.

3. Jenis Data dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data kualitatif yang diperoleh dari sumber-sumber otentik yang terdiri atas sumber data

10 Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, cet.X, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

1999), h. 160. 11

Abudin Nata, Metodelogi Studi Islam, cet.IX, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),


(12)

primer dan sumber data skunder. Dalam penelitian ini, sumber data primer yang digunakan adalah makalah lokakarya yang ditulis Ibrahim Hosen dan buku karya Yusuf al-Qaradhawi yang berjudul Bunga Bank, Haram terjemah dari Fawaid al-Bunuk Hiya ar-Riba al-Haram yang diterbitkan oleh Akbar Eka Media Sarana tahun 2003.

Sedangkan sumber data skunder yang digunakan adalah berbagai tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini, baik langsung maupun tidak langsung, seperti buku Bunga Itu Bukan Riba dan Bank Itu Tidak Haram karya Prof.MR.R.H. Kasman Singodimedjo, Bantahan Atas

Kebohongan-kebohongan Seputar Hukum Riba dan Bunga Bank karya M. Ahmad

ad-Da’ur, Doktrin Ekonomi Islam jilid 3 karya Afzalur Rahman. Menyoal Bank Syariah: Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis karya Abdullah Saeed.

4. Tehnik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (Library Research) dengan membaca, memahami dan menganalisa buku-buku serta menelusuri berbagai literature yang ada relevansinya dengan pembahasan ini, serta literature lain sebagai penunjang untuk dikaji lebih jauh guna mencari landasan pemikiran dalam upaya pemecahan masalah.


(13)

5. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisa data yang terkumpul pandangan tokoh Ibrahim Hosen dan Yusuf al-Qaradhawi yang menjadi objek penulisan ini penulis memakai metode analisis wacana (Discourse), karena pengumpulan data dan informasi akan dilakukan pengujian arsip dan data dokumen, naskah atau literatur lainnya yang tidak mengadakan perhitungan melainkan penekanan ilmiah, dengan mengikuti alur pemikiran Ibrahim Hosen dan Yusuf al-Qaradhawi.

6. Teknik Penarikan Kesimpulan

Metode induksi-deduksi dilakukan untuk menelaah pemikiran sang tokoh yang dihadapinya dapat diambil kesimpulan umum mengenai status hukum bunga bank untuk kemudian diambil kembali dengan menerapkannya kepada pemikiran-pemikiran lain dari kedua tokoh ini demi melihat sejauh mana ketepatan kesimpulan yang diambil pertama.

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Penelitian oleh Jaenudin Kurniawan pada tahun 2007 yaitu penelitian tentang “Pengaruh tingkat suku bunga SBI terhadap penetapan nisbah bagi hasil deposito mudharabah pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk” hasil penelitiannya adalah yang pertama, dampak dari tingkat suku bunga yang tinggi adalah tingkat bunga yang tinggi juga untuk para debitur. Bank tidak mau rugi. Jika mereka memberikan bunga yang tinggi untuk mereka yang menyimpan


(14)

uangnya maka mereka akan menuntut bunga yang lebih tinggi lagi bagi mereka yang meminjam dari bank. Selisih diantara keduanya adalah keuntungan bank dan inilah yang menjadi salah satu sumber penghasilan bank, bagi hasil merupakan salah satu prinsip yang dapat digunakan perbankan sebagai pengganti bunga dalam memberi dan menerima imbalan atas jasa yang dilakukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi suku bunga BI adalah kebutuhan dana, Target laba yang diinginkan, Kualitas jaminan, Kebijaksanaan pemerintah, Jangka waktu, Reputasi perusahaan, Produk yang kompetitif, hubungan baik persaingan.

Kedua, penentuan bagi hasil yang diterima nasabah dipengaruhi oleh pendapatan yang diperoleh bank dari bagi hasil dengan nasabah pembiayaan. Target perolehan dana bank, hal ini di kondisikan dengan tingkat FDR, tingkat bagi hasil competitor. Nisbah yang ada pada Bank Muamalat itu ada dua, ada yang disebut dengan nisbah conter dan juga nisbah spesial yang ternyata pelayanannya pun berbeda.12

F. Kerangka Teori

Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara berlebihan. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum

12 Jaenudin Kurniawan, “Pengaruh tingkat suku bunga SBI terhadap penetapan nisbah bagi hasil

deposito mudharabah pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk,” ( Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h. 103.


(15)

terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.

Dalam kaitannya dengan pengertian al-bathil, Ibnu al-Arabi al-Maliki dalam kitabnya, Ahkam al-Qur’an, menjelaskan; “pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat Qur’ani yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.“

Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek. Dalam transaksi sewa si penyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa yang dinikmati, termasuk menurunnya nilai ekonomis suatu barang karena penggunaan si penyewa. Mobil misalnya, sesudah dipakai maka nilai ekonomisnya pasti menurun jika dibandingkan sebelumnya. Dalam hal jual beli, si pembeli membayar harga atas imbalan barang yang diterimanya. Demikian juga dalam hal bagi hasil, para peserta perkongsian berhak mendapat keuntungan karena di samping menyertakan modal juga turut serta menanggung kemungkinan risiko yang bisa saja muncul setiap saat.

Dalam transaksi simpan pinjam dana, secara konvensional, si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam kecuali kesempatan dan faktor waktu


(16)

yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Yang tidak adil disini adalah si peminjam diwajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak, dan pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut. 13

Asal usul ataupun sebab-sebab bunga sebagaimana dinyatakan dalam kutipan berikut oleh Haberler menuliskan :14

“teori bunga telah lama muncul secara lemah dalam ilmu ekonomi, sedangkan penjelasan dan ketentuann tingkat bunga masih tetap memperlebar jurang ketidaksamaan pendapat antara pakar ekonomi dari pada cabang-cabang ekonomi lain pada umumnya”.

Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).15

Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada 2 macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya yaitu:

1. Bunga Simpanan

Bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus

13

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Gema Insani: Jakarta,

2001), h. 37-38. 14

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid III, cet.II, (PT. Dana Bhakti Prima Yasa,

Yogyakarta, 2002), h.13. 15

“Proposal Tingkat Suku Bunga”, info skripsi diakses pada 11 oktober 2010 dari http://www.infoskripsi.com/Proposal/Proposal-Tingkat-Suku-Bunga.html.


(17)

dibayar bank kepada nasabahnya. Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan dan bunga deposito.

2. Bunga Pinjaman

Adalah bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Sebagai contoh bunga kredit.

Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank konvensional. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima dari nasabah. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman masing-masing saling mempengaruhi satu sama lainnya. Sebagai contoh seandainya bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman juga terpengaruh ikut naik dan demikian pula sebaliknya.

Al-Qur’an dan Sunnah adalah dua sumber pokok hukum Islam melarang keras adanya bunga karena kezalimannya (Q.S, Al Muzzammil dan Q.S, Al Baqarah)16. Dan Islampun mengecam bunga, tetapi bersamaan dengan itu menciptakan kondisi di dalam masyarakat sehingga pinjaman bebas bunga tersedia bagi orang yang membutuhkannya. Bahkan orang miskin yang

16

M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti


(18)

meminjam diberi kelonggaran disaat mengalami kesulitan keuangan sebagaimana dinyatakan pada surat al-Baqarah ayat 280.

Hukum Islam secara tegas melarang memberikan pinjaman uang tabungan melipatgandakan bunga. Orang secara bebas dapat menabung sesukanya tetapi akumulasi tabungann tersebut tidak boleh menumbuhkan bunga dalam sistem ekonomi Islam.17

Beberapa ulama serta pakar ekonomi banyak yang berbeda pendapat mengenai bunga bank, diantaranya Yusuf al-Qaradhawi yang menyatakan bahwa bunga bank itu termasuk riba, dan juga mengatakan secara tegas bahwa Islam telah mengharamkan riba dan secara keras melarangnya.18 Sedangkan pendapat yang kedua dikemukakan oleh Ibrahim Hosen, beliau mengatakan bahwa bunga bank itu tidak termasuk ke dalam umumnya lafadh riba. Sebab bank adalah badan hukum, bukan perorangan, di mana sistem perbankan pada waktu itu (zaman jahiliyah/ permulaan Islam) belum ada. Apabila kita melihat semangat ayat-ayat riba maka dapat kita fahami bahwa riba yang dilarang itu adalah yang dilakukan oleh perorangan.

Alasan pendapat yang mengharamkan karena di dalam bunga bank terdapat unsur-unsur riba, yaitu: Unsur tambahan (ziyadah) pembayaran atas modal yang dipinjamkan. Tambahan tersebut tanpa iwadh/moqobil (risiko), hanya karena adanya tenggang waktu pembayaran kembali. Tambahan itu

17

Ibid.,h. 7

18


(19)

diisyaratkan di dalam akad. Dapat menimbulkan adanya unsur pemerasan (dzulm).

Alasan pendapat yang menghalalkan bunga bank ialah: adanya kesukarelaan kedua belah pihak dalam akad. Tidak adanya unsur pemerasan (zulm). Mengandung manfaat untuk kemaslahatan umum.

G. Teknik Penulisan

Penulisan skripsi ini mengacu pada “Buku Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.

H. Sistematika Penulisan

Merujuk pada semua yang telah diuraikan diatas dan metode yang digunakan serta untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka pembahasan dibagi menjadi lima bab yang disusun sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi penelitian, tinjauan kajian terdahulu, kerangka teori, tekhnik penulisan, sistimatika penulisan.


(20)

BAB II PEMIKIRAN IBRAHIM HOSEN DAN YUSUF AL-QARADHAWI TERHADAP STATUS HUKUM BUNGA BANK

Bab ini mengungkapkan biografi Ibrahim Hosen, dan biografi Yusuf Qaradhawi, pemikiran Ibrahim Hosen dan Yusuf al-Qaradhawi terhadap status hukum bunga bank, persamaan dan perbedaan pemikiran antara keduanya.

BAB III ARGUMEN IBRAHIM HOSEN DAN YUSUF

AL-QARADHAWI TERHADAP STATUS HUKUM BUNGA BANK

Bab ini mengungkapkan beberapa pendapat ulama dan para ahli sekitar masalah status hukum bunga bank, argumen Ibrahim Hosen Yusuf al-Qaradhawi terhadap status hukum bunga bank dari pendapat ulama dan para ahli.

BAB IV KONTRIBUSINYA TERHADAP PERTUMBUHAN

PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

Bab ini mengungkapkan kontribusi yang diberikan kepada Ibrahim Hosen dan Yusuf al-Qaradhawi terhadap pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia.


(21)

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang terdiri atas kesimpulan yang merupakan jawaban dari perumusan masalah, saran-saran dan selanjutnya disebutkan daftar pustaka.


(22)

20 A. Biografi Kedua Tokoh

1. Biografi Ibrahim Hosen

Ibrahim Hosen dilahirkan pada tanggal 01 Januari 19171 di sebuah dusun perbatasan kota Tanjung Agung Bengkulu. Ia dilahirkan dari perkawinan seorang ulama sekaligus saudagar besar keturunan Bugis, KH. Hosen dengan anak bangsawan dari keluarga ningrat Kerajaan Salebar Bengkulu bernama Siti Zawiyah. Ia adalah anak kedelapan dari dua belas bersaudara.2

Ibrahim Hosen kecil tumbuh dan dibesarkan dalam keluarga yang religius tradisional dan disiplin. Oleh sebab itu, ayahnya tidak memasukkan Ibrahim Hosen kesekolah Belanda (HIS), meskipun secara materi mampu membiayainya. Karena belajar pada sekolah Belanda, termasuk mempelajari bahasanya, bagi Ayahnya dan umumnya yang dianut para ulama waktu itu masih dianggap tabu. Ibrahim Hosen dididik Ayahnya sendiri dengan pemberlakuan jadwal yang ketat baginya. Pagi hari ia harus bangun sebelum Subuh, lalu shalat dan terus belajar mengaji, begitu juga

1

Tanggal, bulan, dan tahun kelahirannya ini menurut penuturan Ibrahim kepada anak-anaknya adalah berdasarkan perkiraannya saja, yang pastinya ia tidak tahu karena dahulu tidak ada catatan (akte lahir) dari orang tuanya. Hasil wawancara Toha Andiko dengan Nadratuzzaman, Jakarta, 14 Januari 2008.

2

Panitia Penyusun Biografi, Prof. KH. Ibrahim Hosen dan Pembaharuan Hukum Islam di


(23)

sore harinya hingga tengah malam. Sedangkan siang harinya ia belajar di Madrasah. Disamping itu, ia juga sering dibawa ayahnya berdakwah dari satu surau ke surau lainnya dan diajak mengunjungi para ulama terkenal yang ada pada masa itu.3

Secara formal, Ibrahim Hosen melalui pendidikannya pada Madrasah As-Sagaf, tinggkat ibtidaiyah di Singapura tahun 1925. Menjelang duduk di kelas IV, ia mengikuti ayahnya dan seluruh keluarganya pindah ke Tanjung Karang. Di kota ini, ia melanjutkan pendidikannya di Mu’awanatul Khair Arabische School (MAS), sekolah yang didirikan ayahnya pada tahun 1922. Pada kedua sekolah tersebut, prestasi Ibrahim Hosen tidak terlalu istimewa. Kalaupun ada kelebihan dalam beberapa mata pelajaran, seperti bahasa Arab dan penguasaan kitab kuning, ini karena ayah dan kakaknya Oesman Hosen secara khusus mengajarinya dirumah.

Setelah Ibrahim Hosen melanjutkan pendidikannya ke tingkat Tsanawiyah mulai tahun 1932-1934 di Teluk Betung, mulailah terlihat perbedaannya dibanding dengan kawan-kawannya. Ia sangat tekun dalam belajar. Diluar waktu sekolah, ia menggunakan kesempatan untuk belajar agama dan bahasa Arab lewat kajian kitab-kitab kuning kepada Kyai Nawawi.4 Dirumah Kyai Nawawi ini pula ia menamatkan kitab nahw, sharf, dan fiqih, termasuk Minhaj al-Abidin dalam bidang tasawuf. Jadi dari Kyai inilah Ibrahim Hosen secara serius lebih memperdalam penguasaannya terhadap ilmu-ilmu agama, terutama bahasa arab dan fiqih.

3

Ibid., h.5

4

Kyai Nawawi (bukan Nawawi al-Bantani) adalah seorang ulama besar yang pernah belajar

dan menjadi guru di Mekkah selama kurang lebih 12 tahun. Murid-muridnya, baik sewaktu di Makkah


(24)

Setelah menyelesaikan jenjang Tsanawiyah, Ibrahim Hosen merasa bahwa ilmu yang didapatnya belum memadai. Oleh sebab itu, iapun bertekad harus mengelana mencari ilmu dengan memburu guru ke tempat asalnya. Hal itu ia lakukan demi mencapai cita-cita hidupnya, belajar untuk menjadi orang alim dalam bidang agama. Karena itu pula, pada tahun 1934 ia menuju pulau jawa. Tempat pertama yang ditujunya adalah pesantren Cibeber, Cilegon di kawasan Banten yang dipimpin oleh KH. Abdul Latif. Di Pesantren ini, Ibrahim Hosen hanya tinggal 2 bulan. Sebab apa yang diajarkan di Pesantren Cibeber ini tidak jauh berbeda dengan apa yang pernah diterimanya sewaktu di Teluk Betung dari Kyai Nawawi. Selain itu, sistem pesantren yang sangat tradisional menjadi alasan lain baginya untuk pergi menuju Jami’at Khair Tanah Abang, sekolah semi Pesantren yang sangat terkenal pada, masa itu.

Tujuan Ibrahim Hosen ke sekolah tersebut ingin belajar langsung kepada Sayyid Ahmad as-Segaf, seorang ulama yang sangat mahir dalam ilmu bahasa dan sastra Arab, yang juga pernah menjadi guru kakanya, Otsman Hosen. Namun sayang sang guru telah pindah ke Solo dan sudah tidak mengajar lagi. Hal menarik terjadi ketika Ibrahim Hosen datang ke Jami’at Khair, karena saat itu ia disangka datang akan mengajar. Ini karena perkenalannya dengan para guru dan pengurus sekolah melalui percakapan yang menggunakan bahasa Arab yang cukup fasih. Berulang kali ia meyakinkan pihak sekolah bahwa ia ingin belajar, bukan mengajar, tetapi pihak sekolah tidak percaya, bahkan mereka menawarkan ijazah kepada Ibrahim Hosen kalau memang membutuhkannya.


(25)

Masih ditahun yang sama, Ibrahim Hosen lalu berangkat ke Serang Banten menuju Pesantren Lontar yang dipimpin oleh KH. TB. Sholeh Ma’mun (Di Arab Saudi dikenal dengan Syekh Ma’mun al-Khusyairi) yang ahli dalam ilmu qira’at dan tilawat al-Qur’an. Di sini ia diistimewakan dibanding santri lainnya dengan menempati sebuah kamar yang serumah dengan Kyai Sholeh dan belajar secara langsung darinya setiap pagi dan malam hari. Sedangkan siang harinya, ia belajar di Madrasah Khairul Huda, Kaujon, yang dipimpin Ustadz Khudhari. Walaupun di pesantren ini ia belajar tidak lebih dari 6 bulan, namun cukup banyak ia mewarisi ilmu dari gurunya tersebut. Selain ilmu fiqih dan penguasaan kitab-kitab kuning lainnya, ia juga mewarisi ilmu Qira’ah dan Tilawah serta lagu-lagu berirama qasidah, termasuk Barzanji, Mawalan, dan lainnya. Ilmu-ilmu inilah kiranya yang telah mempengaruhi dan memotivasi Ibrahim Hosen di kemudian hari untuk berusaha mendirikan Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an (PTIQ) yang terwujud tahun 1971 dan Istitut Ilmu al-Qur’an (IIQ) pada tahun 1977.

Dari Pesantren Lontar, Ibrahim Hosen melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke Cirebon, tepatnya di Pesantren Buntet yang diasuh oleh KH. Abbas, murid kenamaan Kyai Hasyim Asy’ari, pendiri NU. Pada saat itu, sebenarnya Kyai Abbas sudah tidak lagi mengajar secara langsung, tapi mendelegasikannya kepada adik-adik dan anggota keluarganya yang lain karena jumlah santri-santrinya yang cukup banyak. Biasanya orang yang datang ke Pesantren tersebut tidak bisa langsung bertemu Kyai Abbas, apalagi diajarinya. Berbeda halnya yang dialami Ibrahim Hosen, karena saat itu ia bisa langsung diterima Kyai Abbas dan diperlakukan secara


(26)

khusus pula. “ Tuan sama saya saja di sini, di kamar tamu,” kata Kyai Abbas kepadanya. Di sinilah Ibrahim Hosen belajar dibawah bimbingan langsung Kyai Abbas secara intensif mulai pagi hari setelah Shubuh, lalu setelah Ashar, dan setelah Isya setiap harinaya, kecuali hari jum’at. Sehingga dalam waktu singkat, ia mampu menamatkan beberapa kitab tentang ilmu Manthiq, Fiqh, Ushul al-Fiqh, dan lainnya.5

Begitu dekatnya hubungan Ibrahim Hosen dengan Kyai Abbas, sehingga tidak tampak lagi seperti hubungan Kyai dengan santrinya, tapi mirip pertemanan, padahal umur Ibrahim Hosen saat itu baru 18 tahun. Pada bulan puasa misalnya, keduanya tetap sahur bersama, begitu pula kalau Kyai Abbas pergi untuk mengajar, ceramah, atau pertemuan para ulama, Ibrahim selalu diajaknya. Kyai Abbas sendiri terkenal keluhuran ilmunya, prilakunya yang santun, ceramahnya yang memukau, dan kalau ditanya soal apa saja, selalu bisa menjawabnya dengan tepat dan sempurna, disamping dianggap keramat karena kalau cincinya tidak ditanggalkan, rambutnya susah dicukur. Dalam berbagai kesempatan itulah Ibrahim Hosen banyak belajar dari Kyai Abbas tentang bagaimana memecahkan masalah, berdiskusi, dan sekaligus bermasyarakat. Setelah 4 bulan, Ibrahim Hosen dianggap Kyai Abbas telah tamat belajar darinya.

Selanjutnya, Kyai Abbas menganjurkannya agar melanjutkan belajarnya ke Solo atau ke Gunung Puyuh, Sukabumi. Tapi ia memilih ke Solo untuk menemui Sayyid Ahmad as-Segaf yang dulu pernah dicarinya di Jami’at Khair. Pada Sayyid Ahmad as-Segaf inilah ia memperdalam lagi bahasa Arab, sedangkan tentang fiqih, ia

5


(27)

belajar lagi kepada Muhsin as-Segaf, kakaknya Sayyid Ahmad as-Segaf. Setelah selesai belajar di Solo, ia melanjutkan pendidikannya di Pesantren Gunung Puyuh pada KH. Sanusi yang dikenal tinggi ilmunya dan sangat pandai dalam berdebat. Sama seperti di pesantren sebelumnnya, di Gunung Puyuh inipun Ibrahim Hosen mendapat perlakuan istimewa. Ia tidak tinggal di pesantren, melainkan di rumah salah seorang keluarga Kyai Sanusi. Di pesantren inilah ia belajar ilmu Balaghah, yakni

Ma’ani, Bayan, Badi, dan kitab-kitab lainnya selama kurang dari 5 bulan.6

Totalnya, kurangnya dari setahun Ibrahim Hosen menghabiskan waktunya untuk pengembaraan intelektualnya ke berbagai pesantren dari satu Kyai ke Kyai-Kyai lainnya. Hasilnya, Ibrahim dapat menguasai berbagai ilmu agama dan kemasyarakatan yang menjadi bekal dalam perjalanan hidupnya di kemudian hari sebagai ulama yang disegani karena kedalaman pemahamannya dan keluasan dan wawasannya.

Ketika Ibrahim Hosen dipercaya menjabat sebagai Imam Besar di Bengkulu tahun 1942, Jepang memberinya kesempatan melanjutkan belajar ke Batu Sangkar untuk bersekolah di Gunsei Gakko (sebelumnya bernama Jakiyu Kanri Gakko) yang mendidik para pelajarnya yang sudah menjadi pegawai untuk menjadi asisten wedana (Fuku Guncho). Tapi karena Ibrahim bukan seorang pegawai, maka ia dipersiapkan menjadi Syukiyo Gakari (Pimpinan Urusan Agama) pada Bun Kyoka (Departemen

6


(28)

P&K) Keresidenan Bengkulu.7 Disekolah inilah tampaknya ia mulai mengenal dan banyak menimba ilmu pemerintahan dan persoalan-persoalan administrasi serta organisasi yang berperan besar dan sangat membantunya dalam pengembangan karirnya kelak sebagai pegawai pemerintah, baik pada Departemen Agama maupun dalam jabatan-jabatan struktural lainnya dalam organisasi kemasyarakatan dan keagamaan.

Ketika Pemilu I RI baru saja selesai, tepatnya pada bulan September 1955, walaupun dalam keadaan sakit, Ibrahim Hosen yang selalu haus akan ilmu meneruskan kembali pengembaraan intelektualnya menuju Mesir. Sesampainya di Mesir, ia tidak dapat langsung kuliah, sebab peraturan yang berlaku saat itu mengharuskan semua mahasiswa asing yang tidak memiliki ijazah Madrasah Aliyah yang salah satu gurunya harus ada utusan dari al-Azhar, tidak bisa kuliah langsung di Universitas al-Azhar. Jadi harus melewati jenjang Aliyah di Mesir terlebih dahulu. Namun demi menjaga nama baik dan citranya sebagai ulama Ibrahim Hosen menempuh cara lain dengan menimba ilmu secara sorogan dari Syaikh Ied Washif dalam bidang fiqih dan belajar pada Prof. Dr. Hasan Jad dalam bidang sastra. Sehingga dalam waktu setahun, ia pun tercatat sebagai satu-satunya mahasiswa “mustami” yang mendapat beasiswa di Fakultas Sastra Universitas al-Azhar.8

Selama 4 tahun menempuh kuliah di Universitas al-Azhar Kairo, Mesir, Ibrahim Hosen tidak hanya berkutat di bidang akademis dengan menimba ilmu

7

Ibid., h. 22-23

8


(29)

sebanyak-banyaknya dari berbagai ulama di sana, mamun ia juga berusaha mendalami adat istiadat yang berlaku di Mesir dan mencoba menyatu dengan masyarakatnya. Karena pergaulannya yang luas dan senioritasnya, iapun terpilih sebagi Ketua Umum Himpunan Pelajar Indonesia (HPI) di Kairo saat itu. Maka tak heran kiranya jika Ibrahim Hosen sangat dikenal oleh para mahasiswa Indonesia di Mesir dan orang-orang yang bekerja di Kedutaan Besar Indonesia.9

Ibrahim Hosen menamatkan pendidikan formalnya dan mendapat ijazah dari Universitas al-Azhar Kairo berupa Syahadat al-Aliyah li Kuliyat al-Syari’ah pada bulan Desember tahun 1960 M/ Rajab 1380 H. Yang menurut Undang-Undang Mesir, sama derajatnya dengan Licence dalam bidang syari’ah (hukum Islam). Prestasinya sangat memuaskan (mumtaz), sebab ia tercatat telah lulus dari semua ujian pada tahun 1959 M/1379 H dengan nilai ushul al-fiqh mencapai 39 dan fiqih 38 dari nilai tertinggi 40. Iapun berada pada rangking ketiga dari keseluruhan mahasiswa al-Azhar dari Fakultas Syariah masa itu yang berjumlah 87 orang. Dan menurut ketentuan UU Mesir tahun 1936 yang berlaku hingga saat itu, bagi yang telah mendapatkan gelar Licence diperbolehkan langsung promosi doktor tanpa harus melewati jenjang S2. Dengan syarat, yang bersangkutan harus kuliah tiga tahun dan ditambah dua tahun untuk menyusun disertasi. Atau, bisa juga dengan mengajar selama lima tahun. Setelah lima tahun, lalu harus kembali lagi ke Mesir dengan

9

Toha Andiko, “Ijtihad Ibrahim Hosen Dalam Dinamika Pemikiran Hukum Islam di

Indonesia,” (Disertasi Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h.29.


(30)

membawa disertasi yang siap diuji, untuk meraih gelar doktor dari Universitas al-Azhar.10

Bekal dari pendidikannya dari Fakultas Syari’ah di al-Azhar inilah kiranya yang telah mengubah pandangan Ibrahim Hosen tentang syari’ah dan fiqih. Ia yang sebelumnya sangat fanatik pada kebenaran pendapat dari mazhab Syafi’I kini mulai membuka diri terhadap kebenaran pendapat dari mazhab-mazhab lainnya. Di sini mulai terbuka cakrawala berfikirnya tentang keaneka ragaman fiqih dan kewajaran perbedaan pendapat yang terjadi dikalangan imam mazhab dan pengikutnya karena memang watak fiqih itu sendiri “berbeda pendapat” sebagai hasil dari seorang mujtahid yang hanya mengikat bagi mujtahidnya saja, tapi tidak terhadap yang lainnya. Oleh sebab itu, iapun tidak terikat lagi hanya pada satu madzhab tertentu.

Ibrahim Hosen lalu memutuskan untuk memilih alternatif kedua yaitu dengan pulang ke tanah air untuk mengajar di Universitas Islam Sumatra Utara (UISU) Medan, Jami’ah al-Washliyah, dan IAIN Raden Fatah Palembang. Disela-sela kesibukannya mengajar, ia tetap terus menulis disertasi untuk meraih gelar doktornya. Tapi, baru saja dua tahun berjalan pengabdiannya, tepatnya pada tanggal 17 Juli tahun 1962, Ibrahim Hosen mendapat anugerah gelar Profesor. Maka menurut kelaziman Universitas, promosi doktornya tidak perlu lagi diteruskan, sebab yang memberi gelar doktor adalah Profesor. Walupun demikian, tulisan untuk disertasinya tetap ia teruskan penyelesaiannya yang sebagiannya belakangan diterjemahkan ke

10


(31)

dalam bahasa Indonesia dengan judul “Fiqh Perbandingan Dalam Masalah Nikah, Thalaq, Ruju’ Dan Kewarisan” Jilid I .

Tabel: Pendidikan Ibrahim Hosen

No Nama/Tempat Tingkat Tahun Keterangan 1 Madrasah As-Sagaf Singapura Ibtidaiyah 1925-1930

2 Muawanatul Khair Arabische School (MAS) Teluk Betung

Tsanawiyah 1932-1934

3 Pesantren Cibeber Cilegon - 1934 2 bulan 4 Pesantren Lontar Serang Banten - 1934 6 bulan 5 Pesantren Buntet Cirebon - 1934 4 bulan 6 Jami’at Khaer Solo - 1935 +1 bulan 7 Pesantren Gunung Puyuh

Sukabumi

- 1942 8 Gunsei Gakko Batu Sangkar

Tanah Datar Sumatra Barat

Sekolah Karir 1942 9 Universitas Al-Azhar, Mesir Licence 1955-1959

Karya-Karyanya

Ibrahim Hosen adalah seorang ulama yang aktif berdakwah melalui lisan dan tulisan. Namun kapasitasnya sebagai ulama ilmuwan lebih menonjol daripada sebagai ulama mubaligh. Terbukti, ia sangat produktif untuk masanya dalam hal penyampaian ide-idenya melalui berbagai tulisan, seperti dalam bentuk buku, tulisan di jurnal ilmiah, makalah-makalah seminar, maupun artikel ilmiah populer yang dimuat dimajalah dan koran. Tulisan-tulisannya mayoritas adalah counter dan tanggapan terhadap pendapat umum yang berkembang saat itu yang dianggapnya kurang sesuai, baik tidak sesuai dalam tujuan secara kebahasaan, dalil hukum dan kaedah-kaedahnya, maupun yang bertentangan dengan maqasid al-syari’ah dikaitkan dengan sosio kultural dan politik pada masa itu yang perlu diluruskan. Ada kalanya sebagai


(32)

solusi untuk menjawab permasalahan yang masih samar sehingga terjadi kesimpang-siuran karena belum ditemukan jawabannya yang meyakinkan masyarakat, dan ada pula sebagai tawaran ilmiah yang lebih bersifat akademis.

Tabel: Klasifiksi Karya-karya Ibrahim Hosen

No Judul Jenis Tahun Tempat & Penerbit

Keterangan A. IBADAH

1 Sahkah Khutbah dengan bahsa

‘Ajam?

Buku 1940 Bengkulu Belum ditemukan

2 Tuntutan Sabil Buku - Bengkulu Belum

ditemukan 3 “Hukum Memakai

Jilbab/Kerudung Bagi Muslimah Menurut Hukum Islam”

Artikel 1989 Jakarta Tempo 4 “Modernisasi Pengembangan dan

Pemberdayagunaan Zakat”

MDT 1991 Jakarta 5 “Sekitar Pengertian Islam dan

Aurat Wanita (Catatan Buat Dr. Nurcholis Madjid)”

MDT 1992 Jakarta Komisi Fatwa MUI 6 “Peranan Zakat Dalam Upaya

Pengentasan Kemiskinan: Peningkatan Wawasan dan Pemahaman Terhadap Pensyari’atan Zakat”

MDT 1993 Jakarta

7 “Hikmah Puasa dan Kaitannya Dengan Pemerataan Kesejahteraan Sosial”

Artikel 1993 Jakarta Media Al-Furqan 8 “Konstribusi Ibadah Haji Bagi

Kesejahteraan Umat (Analisis Terhadap Pensyari’atan al-Hadyu) ”

MDT 1993 Jakarta Komisi Fatwa MUI 9 “Penetapan Awal Bulan

Qaamariah Menurut Islam dan Permasalahannya”

Artikel 1994 Jakarta Mimbar Hukum 10 “Pandangan Islam Tentang

Patung”

MDT - - Belum Ditemukan


(33)

B. MU’AMALAH

1 Penjelasan Tentang Hukum Bir Buku 1969 Jakarta

Depag RI 2 “Status Hukum Transplantasi

Kornea Mata, Katub Jantung dan Ginjal ”

MDT - Jakarta

3 “Hubungan Muslim Dengan Non Muslim Di Atas Dasar Kerukunan”

Artikel 1976 Jakarta Mimbar Ulama 4 “Ukhuwah Islamiyah Jangan

Menjadi Retak Dikarenakan Masalah Khilafiyah”

MPGB 1981 Jakarta IAIN Syahid

5 Ma Huwal Maisir, apakah Judi

itu?

Buku 1987 Jakarta LKI IIQ

6 Keluarga Berencana Menurut

Islam

Buku 1987 Jakarta LKI IIQ 7 “Tuntutan Islam Dalam Masalah

Kependudukan Dan Lingkungan Hidup”

MDT 1988 Jakarta

8 “Konsep Keluarga Sejahtera Menurut Pandangan Islam”

MDT 1989 Jakarta 9 “Kajian Tentang Bunga Bank

Menurut Hukum Islam”

Msn 1990 Bogor Lokakarya MUI 10 “Sumpah Jabatan Dalam

Pandangan Islam”

MDT 1995 Jakarta 11 “KB Sebagai Ikhtiar Manusia

Menuju Terbentuknya Keluarga Bahagia”

MDT 1996 Jakarta

12 “Perluasan Bidang Usaha Bank Syariah Ditinjau dari Hukum Fiqih”

MDT 1997 Jakarta

13 “Hukum Islam Tentang Beberapa Bahan Produk Makanan”

MSN 1998 Jakarta LP-POM MUI 14 “Urgensi Labelisasi Halal

(Kewajiban adanya lembaga yang menjamin kehalalan produk bagi Muslim )”

MDT - Jakarta

15 “Bunga Bank Dalam Hubungannya Dengan Ongkos Naik Haji (ONH) Cicilan”

MDT - Jakarta Belum Ditemukan


(34)

16 “Perempuan Sah Menjadi Hakim” MDT - Jakarta C. MUNAKAHAT

1 Fiqih Perbandingan Dalam

Masalah Nikah, Ruju’, dan

Kewarisan

Buku 1971 Jakarta Ihya

Ulumuddin 2 “Tinjauan Perbandingan Mazhab

Fiqih Tentang Nikah, Talak, Rudju’ dan Kearisan”, Bagian I

Artikel 1971 Jakarta Ihya Ulumuddin 3 “Tinjauan perbandingan Mazhab

Fiqih Tentang Nikah, Talak, Rudju’ dan Kewarisan”, Bagian IV

Artikel 1971 Jakarta Ihya

Ulumuddin 4 “Tinjauan Perbandingan Mazhab

Fiqh Tentang Nikah, Talak, Rudju’ dan Kewarisan”, Bagian V

Artikel 1971 Jakarta Ihya Ulumuddin 5 “Tinjauan Perbandingan Mazhab

Fiqh Tentang Nikah, Talak, Rudju’ dan Kewarisan”, Bagian VI

Artikel 1971 Jakarta Ihya Ulumuddin

6 “Tinjauan Perbandingan Mazhab Fiqh Tentang Nikah, Talak, Rudju’ dan Kewarisan”, Bagian VII

Artikel 1971 Jakarta Ihya Ulimuddin 7 “Hukum Nikah Dari Segi

Perseorangan”

Artikel 1971 Jakarta Ihya

Ulumuddin 8 “Kedudukan Wali Dalam Aqad

Nikah”

Artikel 1972 Jakarta Ihya

Ulumuddin D. JINAYAH DAN SIYASAH

1 “Jenis-jenis Hukuman Dalam Hukum Pidana Islam Dan Perbedaan Ulama Dalam Penerapannya”

MSN 1993 Jkarta IAIN Syahid 2 “Konsep Hukum Islam Tentang

Penanggulangan AIDS (Sebuah Alternatif) ”

Artikel 1993 Jakarta Mimbar Hukum 3 “Fiqh Siyasah Dalam Tradisi

Pemikiran Islam Klasik”

MSN 1993 Jakarta UQ-ICMI


(35)

E. PEMIKIRAN HUKUM ISLAM

1 Fiqh Mazhab Pemerintah Buku 1982 Jakarta

PKPQ 2 “Sampai Dimana Ijtihad Dapat

Berperan”

MSN 1983 Bandung IAIN Sunan Gunung Jati 3 “Kerangka Landasan Pemikiran

Islam”

MSN 1984 Jakarta Depag RI 4 “Masa Depan Hukum Islam di

Indonesia”

MSN 1985 Padang IAIN Imam Bonjol 5 “Pemahaman Al-Qur’an” Artikel 1985 Jakarta

Mimbar Ulama 6 “Ulama Ikut Yang Awam;

Bagaimana Berijtihad ?”

Artikel 1987 Jakarta Mimbar Ulama 7 “Perbandingan Mazhab” MDT 1987 Jakarta 8 “Kajian Tentang Imam Ahmad

Bin Hanbal Sebagai Mujtahid/Faqih”

MDT 1987 Jakarta

9 Sekitar Masalah Syubhat Buku 1989 Jakarta

LPPI IIQ 10 “Peranan Lembaga Ijtihad Dalam

Pengembangan Hukum Islam”

MDT 1989 Jakarta 11 “Mujtahid Jama’i Dan

Implementasinya Dalam Perkembangan Hukum Islam di Indonesia”

MSN 1991 Jakarta Litbang Depag RI 12 “Ijtihad Jama’I dan Implikasinya

Dalam Perkembangan Hukum Islam di Indonesia ”

MSN 1991 Jakarta Litbang Depag RI 13 “Menyongsong Abad ke-21:

Dapatkah Hukum Islam Direaktualisasikan? ”

Artikel 1992 Jakarta Pelita 14 “Memecahkan Permasalahan

Hukum Baru”, dalam Jalaludin Rahmat (ed.) Ijtihad Dalam Sorotan

Artikel 1992 Bandung Mizan


(36)

15 “Pokok-pokok Pemikiran Hukum Islam Sebuah Kerangka Konseptual”

Artikel 1994 Jakarta Media al-Furqan 16 “Sekitar Fatwa Majelis Ulama

Indonesia”

MSN 1995 Jakarta MUI 17 “Beberapa Catatan Tentang

Reaktualisasi Hukum Islam”. Dalam Wahyuni Nafis et, al, Kontekstualisasi Ajaran Islam

Artikel 1995 Jakarta IPHI – Paramadina 18 “Fungsi dan Karakteristik Hukum

Islam dalam Kehidupan Umat Islam”, dalam Amrullah (ed) Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional

Artikel 1996 Jakarta Gema Insani Press

19 Bunga Rampai dari Percikan

Filsafat Hukum Islam

Buku 1997 Jakarta YIIQ F. SOSIAL KEAGAMAAN

1 Jadikanlah Islam Agama

Masyarakat

Buku 1969 Jakarta Arinayudi 2 “Mengapa Mazhab Ahlussunnah

wal Jama’ah Tersebar Luas di Dunia Islam?” Bagian IV

Artikel 1970 Jakarta Ihya

Ulumuddin 3 “Mengapa Mazhab Ahlussunnah

wal Jama’ah Tersebar Luas di Dunia Islam?” Bagian VII

Artikel 1971 Jakarta Ihya

Ulumuddin 4 “Peningkatan Pengalaman Ajaran

Islam”

Artikel 1985 Jakarta Mimbar Ulama 5 “Ulama Adalah Pelita Di

Zamannya”

Artikel 1985 Jakarta Mimbar Ulama 6 “Benarkah Pemerintah Saudi

Arabia Mengikuti Mazhab Wahabi”

Artikel 1989 Jakarta Mimbar Ulama 7 “Peran Ulama Dalam

Memasyarakatkan Keluarga Berencana di Indonesia”

MSI 1990 Jakarta

8 “Peran Ulama Dalam Mensukseskan KB”


(37)

9 Benarkah Ahmadiyah Qadian (Mirza Ghulam Ahmad) Menerima Wahyu?

Buku 1994 Jakarta LPPI IIQ

10 “Upaya Pelayanan Kesehatan Dipandang Dari Segi Hukum Islam”

Artikel 1996 Jakarta Media al-Furan 11 “Menangkap Rasa Keadilan

Masyarakat Oleh Penegak Hukum”

MDT - Jakrta

Keteranagan :

MPGP : Makalah Pengukuhan Guru Besar MSI : Makalah Seminar Internasional MSN : Makalah Seminar Nasional MDT : Makalah Diskusi Terbatas

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Ibrahim Hosen termasuk faqih Indonesia yang progresif, proaktif, dan produktif dalam berkarya, ia tidak hanya menyampaikan ide-idenya secara lisan, tapi juga melalui tulisan.

Karir Dan Aktifitas Sosial Keagamaannya

Tabel: Karir dan Aktifitas Sosial Keagamaan Ibrahim Hosen

No Karir/Aktivitas Tahun Tempat

1 Muballigh 1938 Bengkulu

2 Imam Besar 1942 Bengkulu

3 Komandan Hizbullah (pejuang senior) Pada Perang Grilya Melawan Belanda

1944 Bengkulu 4 Anggota Komisi Nasional Indonesia (KNI)

Daerah Bengkulu

1945 Bengkulu 5 Wakil Ketua Masyumi Daerah Bengkulu 1946 Bengkulu


(38)

6 Juru bicara Delegasi Residen Hazairin dalam perundingan dengan pemberontak (ikut menyelesaikan konflik perbatasan)

1946 Muara Saung (Perbatasan

Bengkulu- Palembang) 7 Anggota tim perunding dengan Belanda 1948 Bengkulu 8 Anggota Badan Pekerja DPRD 1948 Bengkulu 9 Koordinator Urusan Agama 1950-1955 Bengkulu 10 Anggota Tim Kecil pada sidang Majlis

Tarjih Muhammadiyah mewakili Bengkulu

1954 Yogyakarta 11 Dosen di Fakultas Dakwah Al-Washliyah 1960-1961 Medan Sumut 12 Pegawai Tinggi Depag RI Pusat 1961-1964 Jakarta 13 Dosen Terbang di UISU 1961-1969 Medan Sumut 14 Guru Besar Luar Biasa IAIN Palembang 1962 Palembang 15 Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Palembang

marangkap IAIN Jambi

1962-1964 Palembang 16 Rektor IAIN Raden Fatah 1964-1966 Palembang 17 Ketua Umum Majlis Ulama Daerah

Sumatra Selatan

1964-1966 Palembang 18 Ketua Yayasan Baitul Mal Sumsel 1964-1966 Palembang 19 Kepala Biro Hubbungan Masyarakat dan

Luar Negeri Depag RI

1966-1971 Jakarta 20 Penggagas dan salah satu pendiri PTIQ

bersama KH. Muhammad Dahlan, KH. Zaini Miftah, dan KH. Mukti Ali

1971 Jakarta

21 Menggags perlunya UU Perkawinan bagi umat Islam Indonesia yang disampaikan dalam berbagai forum dan seminar, menulis buku fiqh Perbandingan dan membuat draft yang dijadikan pegangan bagi Fraksi PPP

1971-1974 Jakarta

22 Penasehat Ahli Mentri Agama RI 1971-1982 Jakarta

23 Rektor PTIQ 1972-1976 Jakarta

24 Pendiri dan Rektor IIQ 1977-2001 Jakarta 25 Anggota Komisi Fatwa MUI 1975-1980 Jakarta 26 Guru Besar Fakultas Syari’ah IAIN Syarif

Hidayatullah

1979-1982 Jakarta 27 Salah satu Ketua MUI merangkap Ketua

Komisi Fatwa MUI

1980-1995 Jakarta 28 Penatar pada Pelatihan Ketua Pengadilan

Tinggi Agama

1982 Pontianak 29 Penatar Hakim Pengadilan Agama 1983 Bukit Tinggi


(39)

30 Konsultan BKKBN 1983-1986 Jakarta 31 Guru Besar Hukum Islam di UNISBA 1984 Bandung 32 Salah satu nara sumber KHI (pelaksana

bid. Kitab-kitab/yursprudensi) dan berperan aktif dalam mensosialisasikannya ke berbagai daerah

1985-1991 Jakarta, Jatim, Jateng, Medan,

Aceh, dan Kalimantan 33 Ikut mendukung dan meyakinkan DPR,

konsultan Fraksi PPP tentang arti penting RUUPA agar disahkan menjadi UUPA

1989 Jakarta

34 Anggota Dewan Pengawas Syari’ah BMI 1991 Jakarta 35 Anggota Dewan Pertimbangan Agung RI Jakarta 36 Pembicara dalam berbagai Seminar,

Simposium, Lokakarya, dan Konferensi Islam di dalam dan luar negeri

1971-1998 Jakarta, Bogor, Bandung, Padang,

Aceh, Kairo, Islamabad, Moskwa dan

Malaysia 37 Dewan Pembina LP.POM MUI Pusat 1998-2002 Jakarta 38 Guru Besar Hukum Islam di IAIN Sumatra

Utara, IAIN Sultan Syarif Qasim, dan IAIN Sunan Gunung Djati

Medan, Pekan Baru, Bandung

Walaupun sederet jabatan penting pernah dijabat, begitu banyak prestasi yang telah diraih, dan besarnya konstribusi yang telah ditorehkannya bagi bangsa Indonesia, namun Ibrahim Hosen tetap bersifat humanis dengan tampilan rapi, bersahaja, sederhana, santun, rendah hati, dan suka menolong kepada siapa saja yang memerlukan bantuan. Ia juga tidak malu untuk belajar kepada orang lain walaupun orang lain itu sebenarnya selevel dengan dirinya. Ini terlihat misalnya sewaktu Kyai Rohim dari Jawa Barat berkunjung kerumahnya. Sebelum membaca kitab kuning


(40)

yang akan dibahas, ia meminta sang Kyai untuk bersedia mengoreksi bacaannya kalau salah, karena Kyai tersebut hafal kitab Alfiyah ibn Malik.11

Dalam kesehariannya, Ibrahim Hosen dikenang anak-anaknya sebagai Bapak yang disiplin dan tegas tapi tetap demokratis. Ia selalu mengajak anak-anaknya berdoa sebelum makan dan mensyukuri nikmat Tuhan karena masih bisa makan sampai hari itu. Pada kesempatan lain, ia juga tak ragu untuk berdiskusi dan bertanya pada anak-anaknya jika ada hal-hal yang belum ia ketahui betul masalahnya. Ketika akan membahas masalah KB dalam perspektif hukum Islam misalnya, ia bertanya dahulu kepada anaknya Nadratuzzaman tentang masalah anatomi tubuh manusia, dan minta diterangkan ilmu biologi serta hal-hal yang berkaitan erat dengannya. Begitu juga saat akan menullis makalah tentang ekonomi syari’ah dan beberapa bahan produk makanan yang diragukan kehalalannya, Ibrahim Hosen sering bertanya kepada Nadratuzzaman yang memang ahli di kedua bidang tersebut.12

Ibrahim Hosen selalu menekankan kepada anak-anaknya agar gemar membaca. Dan dalam mempelajari sesuatu, ia berpesan: “kalau belajar itu harus paham betul, jangan terang-terang kain.” Maksudnya supaya anak-anaknya jika ingin menguasai sesuatu ilmu harus mendalam, tidak setengah-setengah atau tanggung-tanggung. Pada kesempatan lain ia juga mengatakan: “Ulama itu kalu ditanya jangan buka buku dulu baru menjawab. Ulama itu ada dua macam: pertama, ulama tabel

11

Nadratuzzaman, disampaikan pada “Memorial Conference Refleksi Pemikiran Al-Magfurlah Prof. KH. Ibrahim Hosen, LML (1971-2001)”. Gedung MUI Jakarta, 21 Oktober 2008.

12 Ibid.,


(41)

yang bisa buat kalender sendiri (mandiri dan benar-benar ahli). Kedua, ulama jendela, yaitu ulama yang menunggu lebih dahulu bagaimana orang lain berpendapat, baru ia berani mengeluarkan pendapatnya.” Dan Ibrahim Hosen selalu memotivasi anaknya agar menjadi ulama tabel13 (ahli, pelopor, dan responsif).

Walaupun beberapa pemikiran Ibrahim Hosen dianggap liberal, melawan arus, dan terkadang dikonotasikan negatif, ternyata dalam beribadah ia termasuk orang yang sangat taat. Zikirnya setelah salat cukup panjang dan diakhiri dengan membaca Al-Qur’an kecil yang selalu berada disakunya kemanapun ia pergi.14

Pada tahun 1998, ia termasuk menjadi sebagai salah satu dewan pembina di Lembaga Pangkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP.POM MUI) pada kepengurusan periode 1998-2002. Dan pada periode kepengurusan 2000-2005 ia terpilih kembali dan menjabat sebagai ketua dewan pembina pada lembaga yang sama, yang tugasnya antara lain melakukan sosialisasi dan komunikasi pada masyarakat tentang perlu dan pentingnya sertifikasi halal agar masyarakat muslim mendapat keamanan, kenyamanan dan ketentraman dalam mengkonsumsi makanan dan minuman serta menggunakan obat-obatan dan kosmetika.15

Sejak delapan bulan sebelum ajal menjemput Ibrahim Hosen, ia banyak menghabiskan waktunya dengan khusyu’ membaca al-Qur’an. Lalu enam bulan

13

Hasil wawancara Toha Andiko dengan Nadratuzzaman, Jakarta 23 Februari 2008 14

Risman Musa, Pribadi KH. Ibrahim Hosen Yang Kukenal, h.3.

15

LPPOM MUI, Dari Sertifikasi Menuju Liberalisasi Halal, (Jakarta: Pustaka Jurnal


(42)

sebelum meninggal dunia, Ibrahim Hosen bermimpi bertemu dengan sesosok makhluk yang diduganya adalah malaikat. Ia bertanya: “kapan saya akan menghadap Allah? Makhluk itu menjawab: “tidak lama lagi” sebab berjuang selama 8 hari melawan penyakit jantungnya yang kambuh, maka pada hari Rabu tanggal 07 Nopember 2001 Allah SWT menepati janjinya dengan memanggil Ibrahim Hosen di usianya 84 tahun untuk kembali ke pagkuannya di Rumah Sakit Elizabeth Singapura. Jenazahnya kemudiah dikuburkan pada kamis siang di pemakaman IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Biografi Yusuf al-Qaradhawi

Nama lengkapnya adalah Yusuf Abdullah Qaradhawi, disingkat Yusuf al-Qaradhawi. Ia digelari juga dengan “Abu Muhammad”, karena anaknya yang terbesar bernama Muhammmad. Kapasitas keilmuan al-Qaradhawi sesungguhnya tak lepas dari latar belakang pendidikan dan keluarganya. Ia dilahirkan dari keluarga sederhana pada 9 September 1926 di Desa Shafth Turab, Provinsi Manovia, yang masih ikut pada Pusat Distrik Besar, dan merupakan bagian dari aktivitas Propinsi Barat di Mesir.16 Sejak kecil al-Qaradhawi sarat dengan pendidikan keagamaan. Tidak heran pada umur sembilan tahun, dia sudah hafal 30 juz Al-Qur’an.

16

Yusuf al-Qardawi, Perjalanan Hidupku,. Terj. H. Cecep Taufiqurrahma, Lc. Dan H.


(43)

Ketika ia menginjak usia dua tahun ayahnya yang seorang petani meninggal dunia, maka ia sebagai anak yatim diasuh dan dididik oleh pamannya.17 Walaupun al-Qaradhawi tidak pernah mendapat bimbingan dan didikan langsung dari ayahnya, namun pamannya ini cukup banyak memperhatikan pendidikannya dengan baik sebagaimana terhadap anak-anaknya sendiri al-Qaradhawi pun menganggap pamannya ini seperti orang tuanya sendiri. Keluarga pamannya merupakan keluarga yang teguh dan tekun menjalankan ajaran Islam. Sehingga al-Qaradhawi ikut dibesarkan dan dididik dalam lingkungan yang agamis.

Pada waktu berusia lima tahun, al-Qaradhawi dimasukkan kepada salah satu

kuttab di desanya.18 Ketika berusia tujuh tahun, ia diserahkan ke Madrasah Ilzamiyah

yang berada di bawah Departemen Pendidikan Mesir. Disekolah ini ia mempelajari ilmu pengetahuan seperti, matematika, sejarah, ilmu kesehatan, dan sebagainya. Sejak saat itu, al-Qaradhawi bersekolah dua kali sehari, pagi hari di Madrasah Ilzamiyah, sedangkan sore harinya di pendidikan kuttab.

Al-Qaradhawi telah berhasil menghafal seluruh Al-Qur’an pada usia sepuluh tahun, suaranya merdu dan bacaannya fasih. Sejak saat itu al-Qaradhawi kecil sering diangkat menjadi imam salat oleh penduduk desanya, terutama dalam salat berjamaah jahriyah (magrib, isya dan subuh). Tidak sedikit orang yang menangis ketika mengikuti salat bersama al-Qaradhawi. Penduduk desa menyebutnya Syeikh Yusuf.

17

Yusuf Al-Qardawi, Pokok-pokok Pikiran Nasyid Islami, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,

1995), h. 2 18

Kuttab adalah semacam pesantren di Indonesia atau pendidikan non formal di masjid-masjid yang terdapat hampir di setiap pelosok Mesir. Lihat kupaasan ‘Biografi singkat Dr. yusuf Qaradhawi

dan Karya-Karyanya’ dalam buku Pemikiran Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam timbangan, karangan


(44)

Penghargaan ini menyebabkan al-Qaradhawi kecil tidak bisa banyak bermain seperti anak-anak lain sebayanya. Dari sini dapat dipahami bahwa al-Qardhawi berasal dari keluarga yang taat beragama, kondisi tersebut tidak lepas dari lingkungan desanya yang agamis.

Setamat dari Madrasah Ilzamiah, al-Qaradhawi berkeinginan kuat untuk melanjutkan ke Madrasah Ibtidaiyah di Thanta. Namun, pamannya yang berekonomi lemah merasa keberatan. Karena perjalanan menuntut ilmu adalah perjalanan panjang yang membutuhkan biaya besar. Pamannya mengusulkan agar al-Qaradhawi remaja menempuh jalan pintas dengan memilih sekolah keterampilan (kejuruan). Karena kuatnya kemauan al-Qaradhawi dan kesediannya untuk bersekolah secara prihatin, akhirnya ia direstui pamannya untuk bersekolah di Thanta. Madrasah Ibtidaiyah diselesaikannya selama lima tahun. Karena kecerdasannya yang luar biasa ia selalu mendapatkan rangking pertama, maka guru-gurunya memberi gelar ‘Allamah.19 Kecintaannya terhadap lembaga pendidikan Islam ternama, Al-Azhar, membuat tekat bulatnya menempuh pendidikan dasar hingga pendidikan tingginya di lembaga ini. “Saya cinta Al-Azhar sejak kecil, saya bercita-cita untuk menjadi salah satu ulamanya. Al-Azhar menurut hemat saya adalah benteng pertahanan agama dan ilmu pengetahuan. Atas bimbingan ulama Al-Azhar, orang-orang bodoh bisa belajar

19

‘Allamah adalah sebuah gelar yang biasanya diberikan kepada seseorang yang memiliki

ilmu yang sangat luas. Lihat ‘Isam Talimah, dalam Manhaj Yusuf al-Qardhawi, tej. Samson Rahman,


(45)

dan para pelaku maksiat mau bertaubat.” Katanya dalam satu kesempatan ceramah di Kairo, Mesir beberapa waktu lalu.20

Pendidikan yang ditempuhnya dalam waktu yang relatif singkat dengan prestasi yang rata-rata terbaik. Kecerdasannya mulai tampak ketika ia berhasil menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Ushuluddin al-Azhar Kairo, dengan predikat terbaik yang diraihnya pada tahun 1952-1953. Kemudian ia melanjutkan pendidikan kejurusan Bahasa Arab selama dua tahun. Tidak berbeda ketika ia lulus dari Fakultas Ushuluddin, dan ia berhasil mendapatkan ijazah pengajaran bahasa Arab dengan peringkat pertama dari lima ratus orang mahasiswa al-Azhar.21

Pada tahun 1957 ia melanjutkan studinya di Lembaga Tinggi Riset dan Penelitian Masalah-Masalah Islam dan Perkembangannya (Ma’had Buhuts wa al-Dirasah al-‘Arabiyah al-‘Aliyah) yang berada di bawah Liga Arab dan berhasil mendapat diploma tinggi dari jurusan Bahasa dan Sastra Arab. Pada tahun 1957 M itu pula al-Qaradhawi mengikuti kuliah pada Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar untuk tingkat pascasarjana (S2, Magister) oleh dekan fakultasnya ia disarankan untuk memilih salah satu jurusan yaitu Tafsir Hadits atau jurusan Akidah Filsafat, karena al-Qaradhawi dipandang memenuhi syarat untuk kedua jurusan tersebut.

Untuk itu ia minta pendapat seniornya Dr. Muhammad Yusuf Musa. Dia memberikan penjelasan tentang kelebihan jurusan tafsir hadits dan menyatakan

20

Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam Dari Abu Bakr hingga Nasr dan Qardhawi,

(Jakarta: PT.Mizan Publika, 2003), cet.I, h.360. 21

Muhammad al-Mahjub, ‘Ulama wa Mutafakkiruun ‘Araftuhum, (Beirut: Dar al-Nafais,


(46)

bahwa al-Quran dan Sunnah merupakan sumber utama syari’at Islam, walaupun ia sendiri adalah dosen senior di jurusan Akidah Filsafat, sehingga al-Qaradhawi memilih Jurusan Tafsir Hadits. Menurut Muhammad Yusuf Musa, jurusan Akidah Filsafat sebenarnya hanya untuk mengikuti perkembangan pemikiran filsafat internasional dan filsafat kontemporer secara radikal serta meluruskan kesalahan-kesalahan menurut pandangan Islam.22

Ia menyelesaikan program magisternya selama tiga tahun dan berakhir pada tahun 1960 M. Setelah itu ia melanjutkan ketingkat doktor (S3) pada fakultas dan spesialisasi yang sama. Disertasi yang diajukan berjudul “al-Zakat fi al-Islam”. Disertasi itu direncanakan akan selesai dalam waktu dua tahun, tetapi karena terjadi krisis politik di Mesir sehingga penyelesaiannya tertunda selama tiga belas tahun dan baru berhasil mendapat gelar doktor pada tahun 1973 M dengan peringkat cumlaude. Dalam suasana gejolak politik Mesir yang tidak menentu, beliau aktif berdakwah meneruskan cita-cita gerakan Ikhwanul Muslimin dan menulis buletin, majalah dan lain sebagainya. Klimaksnya tahun 70-an beliau sempat meninggalkan Mesir menuju Doha, Qatar.

Aktivitasnya setelah menyelesaikan studinya (S1), tahun 1956 M Yusuf al-Qaradhawi pernah bekerja dibagian pengawasan pendidikan agama pada Kementrian Wakaf, Mesir. Kemudian pada tahun 1959 M, ia pindah kebiro umum bidang

22


(47)

kebudayaan Islam al-Azhar bagian pembinaan dakwah. Pada saat yang sama pula ia pun menjadi dosen pada Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar.

Kendati demikian, beliau sosok yang banyak terlibat intens dalam bidang dakwah dan anggota pergerakan yang kemudian membawa beliau masuk dalam kegiatan gerakan Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh tokoh gerakan mesir, Hassan al-Banna. Perjalanan beliau sebagai anggota Ikhwanul Muslimin banyak mengalami rintangan dari pemerintah Mesir yang waktu itu dipimpin oleh Jamal Abdul Annaser. Klimaksnya terjadi pada tahun 1954 M ketika pemerintah Mesir membubarkan gerakan ini.

Implikasi dari keputusan tersebut kekayaan Ikhwanul Muslimin dirampas, para pengikutnya disiksa dan sebagian dijebloskan kedalam penjara, termasuk dilamnya Yusuf al-Qaradhawi bersama beberapa orang kawan pengikut gerakan Ikhwanul Muslimin.10 Pada tahun 1956 M, beliau masih menulis makalah di majalah mimbar Islam dengan nama samaran Yusuf Abdalah. Hal itu beliau lakukan untuk menghindari intel yang terus mengikuti dan mengawasi beliau.11

Sekitar tahun 70 an akibat kejamnya rezim pada masa itu al-Qaradhawi meninggalkan Mesir menuju Doha, Qatar. Disana beliau diangkat menjadi Direktur

Yusuf al-Qaradhawi, Pokok-pokok Pikiran Nasyid Islami, (Bandung: Sinar Algesindo,

1995), h.3. 

Jhon L. Esposito (ed.), Ensiklopedi Oxford; Dunia Islam Modern, cet.I, (Bandung: Mizan,

2001), jilid 1, h.271. 10

Yusuf al-Qaradhawi, Syaikh Muhammad al-Ghazali yang Saya Kenal: Setengah Abad

Perjalanan Pemikiran dan Gerakan Islam, cet.I, (Jakarta: Robbani, Press, 1997), h.14. 11

Yusuf Qardawi, Membangun Masyarakat Baru,terj. Rusydi Helmi, cet.II, (Jakarta: Gema


(48)

lembaga pendidikan agama tingkat lanjut atas (Aliyah). Ia melaksanakan kerangka dasar materi pelajaran agama sehingga menjadi model bagi sekolah sekolah lainnya. Sekolah ini merupakan cikal bakal lahirnya Fakultas Syariah yang didirikannya bersama Ibrahim Qadim, dan kemudian di perluas menjadi Unversitas Qatar dengan beberapa Fakultas. Pada tahun 1977 M al-Qaradhawi di tugaskan untuk memimpin pendirian dan sekaligus menjadi dekan pertama Fakultas Syariah dan Studi Islam di Universitas Qatar. Beliau menjadi dekan di fakultas itu hingga akhir tahun ajaran 1989-1990 M, dan sekarang menjadi Dewan Pendiri dari Pusat Riset Sunnah dan Sirah Nabi di universitas Qatar.12

Beliau kini menjadi anggota di berbagai lembaga ilmiah, dakwah, bahasa Arab, bidang keislaman, baik dikalangan nasional maupun internasional. Diantaranya adalah Lembaga Fiqh di Rabithah al-Alam al-Islami, Lembaga kerajaan Bidang Studi Peradaban Islam di Yordania, Pusat Studi Islam di Oxford, Majelis Sekretaris Islam Dunia di Islamabad, Lembaga Dakwah Islam di Khortum, beliau juga mengepalai Unit Pengawasan Syariah di berbagai bank Islam.

Beliau pernah menguji berbagai wilayah dunia Islam, diundang di berbagai forum seminar kampus maupun di luar kampus dan terkenal dengan sebutan “Dai Moderat” karena beliau mendakwahkan Islam dengan format menghimpun antara

12


(49)

semangat salaf dan pembaharuan, antara pemikiran dan gerakan, antara teks dan konteks serta antara kebekuan hukum dan elastisitas zaman.13

Karya dan Produktivitasnya

Al-Qaradhawi merupakan tokoh, ulama, ilmuan dan cendikiawan yang mumpuni, berwawasan luas dan memiliki produktivitas yang tinggi dalam menulis melalui artikel dan majalah, buletin maupun dalam bentuk buku. Bila masa produktivitasnya dimulai pasca beliau lulus S1 tahun 1953 M, terbentang waktu 51 tahun, namun tentunya harus difahami pula aktivitas beliau dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin dan dunia pendidikan yang telah menyita waktu. Pada tahun 1997 saja, buku-buku karyanya sudah mencapai 73 judul dan memasuki tahun 2003 karyanya telah bertambah menjadi 96 judul buku. Al-Qaradhawi termasuk ulama yang berwawasan luas, karya-karyanya banyak membahas masalah-masalah syariah (fiqh, ushul fiqh), tafsir, hadits, tauhid (‘aqidah), pemikiran politik (fiqh al-siyasah) dan gerakan dakwah. Fantastisnya buku-buku Qaradhawi banyak diterjemahkan kedalam berbagai bahasa dunia Islam.

Namun menurut komentar Sulaiman bin Shalih al-Khurasyi dalam bukunya Al-Qaradhawi fi al-Mizan, karya al-Qaradhawi terbilang banyak dibanding waktu luang yang dimilikinya untuk menulis. Tetapi jika diperhatikan secara seksama, niscaya pemikiran-pemikiran yang disampaikan dalam buku-buku tersebut banyak

13


(50)

bersifat pengulangan. Bahkan sebagian kitab hanya sebatas pembahasan terhadap bab tersendiri dari kitab lain.14

Berikut ini beberapa judul buku yang ditulis oleh Yusuf al-Qaradhawi:

1. Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam

2. Al-‘Ibadah fi al-Islam

3. Al-Iman wa al-Hayat

4. Al-Khasha-ish al-‘Ammah li al-Islam

5. Musyqilat al-Faqr wa Kayfa ‘Alajah al-Islam

6. Fiqh al-Zakat

7. Bai’ al-Murabahah li al-Amir bi as-Syira’

8. Al-Jihad Fi al-Syari’ah al-Islamiyyah ma’a Nazharat Tahliliyyah fi al-Ijtihad

al-Mu’ashir

9. Al-Fatwa Baina Al-Indhibath wa Tasayyub

10. Hady Al-Islam Fatawa Mu’ashirah

11.‘Awamil al-Syi’ah wa Murunah fi al-Syari’ah al-Islamiyyah

12. Kayfa Nata’amal ma’a al-Sunnah an-Nabawiyyah

13. Taisir al-Fiqh fi Dhau’I al-Qur’an wa al-Sunnah

14. Saur al-Qiyam wa al-Akhlaq fi al-Iqtishad al-Islami

15. Qadlaya Mu’ashirah ‘ala Bahshat al-Bahts

16. Fawa’id al-Bunuk Hiya ar-Riba al-Muharram

14

Sulaiman bin Shahih Al-khuraisyi, Pemikiran Dr.Yusuf Al-Qaradhawi Dalam Timbangan,


(51)

17. Al-Hulu al-Mustauridah wa Kayfa Janat ‘ala Ummatina?

18. Al-Hal al-Islami Faridlatan wa Dlaruratan

19. Bayanat al-Hal al-Islami wa Syubuhat al-‘Ilmaniyyin wa al-Mutagharribin

20. Asy-Syab fi al-Qur’an al-Karim

21. An-Nas wa al-Haq

22. Ghair al-Muslimin fi al-Mujtama’I al-Islami

23. Darsun Naqbah ats-Tsaniyah

24. Tsaqafatu al-Da’iyyah

25. At-Tarbiyyah al-Islamiyyah wa Madrast al-Hasan al-Banna

26. Risalat al-Azhar bain al-Amsi wa al-Yaum wa al-Ghad

27. Jilu an-Nashr al-Masyud

28. Zhahirat al-Ghuluw fi at-Takfir

29. Ash-Shahwah al-Islamiyyah bain al-Juhud wa at-tatharruf

30. Ash-Shahwah al-Islamiyyah wa Humun al-Wathan al-‘Arabi wa al-Islami

31. Ash-Shahwah Islamiyyah bain Ikhtilaf Masyru’ wa at-Tafarruq

al-Mazmum

32. Min Ajli Shalawatin Rasyidatin, Tujaddidu al-Din wa Tanhadlu bi-al-Dunya

33. Aulawiyyat al-Harakah al-Islamiyyah fi al-Marhalat al-Qadimah

34. Al-Islam al-‘Ilmaniyyah Wajhan li Wajhin

35. Ar-Rasul wa ‘Ilm

36. Al-Waqt fi Hayat al-Muslim


(52)

38. Haqiqat al-Tauhid

39. Nisa’un Mu’minatun

40. Al-Fiqh al-Islam bain al-Shalah wa al-Tajdid

41. Al-‘Aql wa al-‘Ilm fi Al-Qur’an al-Karim

42. Syari’at al-Islam Shalihatun li kulli Zamanin wa Makanin

43. Madkhal li Dirasat al-Sunnah an-Nabawiyyah

44. Taisir al-Fiqh: Fiqh as-Shiyam

45. Al-Imam al-Ghazali baina Madihi wa Naqihi

46. Al-Ummah al-Slamiyah Haqiqah La Wahm

Penulis hanya mencantumkan sebagian dari karya beliau dan masih banyak lagi kurang lebih masih ada sekitar 50 judul. Mengingat wawasan beliau yang cukup luas, meskipun usianya sudah lanjut penulis yakin al-Qaradhawi masih akan cukup produktif untuk terus berkarya memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan peradaban Islam dengan buku-bukunya yang mayoritas berisi komentar problematika kehidupan kontemporer.

B. Pemikiran Ibrahim Hosen dan Yusuf al-Qaradhawi Terhadap Status Hukum Bunga Bank

1. Pemikiran Ibrahim Hosen

Menurut Ibrahim Hosen, menentukan status hukum bunga bank apakah termasuk kategori riba yang dilarang ataukah tidak, dapat dilakukan lewat dua pendekatan, sebagai berikut.


(1)

90

adalah fardu kifayah. Dan hasil lokakarya tersebut di bahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Nasional (MUI) yang berlangsung di hotel Sahid Jaya, Jakarta pada tanggal 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas tersebut, maka terbentuklah kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia. Dan Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai kerja tim Perbankan MUI tersebut, akta pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Sedangkan kontribusi secara global yang diberikan oleh Yusuf al-Qaradhawi melalui pemikirannya terhadap hukum bunga bank yang beliau tuangkan dalam bukunya yang berjudul “fawaid al-Bunuk Hiya ar-Riba al-Haram”, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia “Bunga Bank, Haram” Dalam pemikirannya ini dijadikan acuan untuk menjawab keraguan oleh kalangan akademisi, cendikiawan, ekonom, ulama dan masyarakat Indonesia secara umum akan keharaman bunga bank. Demi tumbuh kembangnya perbankan syariah di Indonesia. Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional.

B. Saran-Saran

1. Indonesia adalah sebuah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Walaupun bukan negara islam, sudah selayaknya negara ini menerapkan


(2)

91

hukum Islam dalam setiap sendi kehidupan termasuk di dalamnya yang mengatur tentang perekonomian yaitu dalam bidang perbankan.

2. Satu hal yang dianggap sangat perlu oleh negara (pemerintah) untuk saat ini adalah memberikan dukungan sepenuhnya untuk perkembangan lembaga keuangan yang berlandaskan pada hukum Islam yang bebas dari sistem bunga (riba).

3. Bagi para pengusaha, khususnya pengusaha muslim sudah selayaknya menerapkan sistem hukum islam dalam setiap kegiatan perekonomian atau bisnis yang dijalankannya seperti mengharamkan sistem bunga (riba) yang sudah jelas dikecam oleh Allah dan Rasul-Nya.

4. Bagi para cendikiawan dan ulama diharapkan dapat selalu membantu dan memberikan penjelasan, arahan dan masyakat umum tentang perekonomian yang berlandaskan kepada hukum Islam, seperti diharamkannya riba atau bunga bank dan segala sesuatu yang ada hubungannya dengan riba. Dengan begitu, diharapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang sistem ekonomi syariah kepada masyarakat, agar masyarakat mengetahui bahwa sistem ekonomi syariah adalah sebuah alternatif yang lebih baik dari sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis dan layak diperhitungkan dalam kancah perekonomian nasional maupun internasional.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ad-Da’ur, M. Ahmad. Bantahan Atas Kebohongan-kebohongan Hukum Seputar Riba dan Bunga Bank. Bogor: Al-Azhar Press, 2004.

Amin, R. Riawan. Perbankan Syariah Sebagai Solusi Perekonomian Nasional. Disampaikan pada Sidang Senat Terbuka Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sabtu, 11 Juli 2009.

Andiko, Toha. “Ijtihad Ibrahim Hosen Dalam Dinamika Pemikiran Hukum Islam di Indonesia” Disertasi Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

Antonio, Muhammad Syafii. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani: Jakarta 2001.

Arifin, Zainul. Memahami Bank Syariah- Linkup, Peluang, Tantangan dan Prospek. Jakarta: Penerbit Alfabet, Desember 1999.

Arifin, Zainul. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, cet.III. Jakarta: Pustaka Alfabet, 2005.

Aziz, M. Amin. “Mengembangkan Bank slam di Indonesia”. Lampiran 3: Keputusan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan MUI, 19-22 Agustus 1990 Jakarta: Penerbit Bangkit.

Bank Indonesia. Sistem Perbankan dan Peran Perbankan dan Dampaknya Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi. Keputusan dan Makalah Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan, Safari Garden Hotel, Cisarua – Bogor, 19-22 Agustus 1990.

Bayanun Linnas Minal Azhar Al-Syarif, Juz II.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Syaamil Al-Qur’an, 2007.

Dewi, Gemala. Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah Di Indonesia, cet.II. Jakarta: Kencana, 2004.


(4)

Hosen, Ibrahim. Kajian Tentang Bunga Bank Menurut Hukum Islam, Keputusan dan Makalah Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan, Safari Garden Hotel, Cisarua – Bogor, 19-22 Agustus 1990.

Hosen, Nadratuzzaman. dkk, Menjawab Keraguan Umat Islam Terhadap Bank Syariah, cet.I. Jakarta: Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah, 2007.

Hosen, Nadratuzzaman. Disampaikan pada “Memorial Conference Refleksi

Pemikiran Al-Magfurlah Prof. KH. Ibrahim Hosen, LML (1971-2001)”. Gedung MUI Jakarta, 21 Oktober 2008.

Jalaluddin Abd al-Rahman al-Suyuthi, Al-Asybah wa Al-Nadzair. Beirut: Dar al-Fikri, 1996

Jhon L. Esposito ed., Ensiklopedi Oxford; Dunia Islam Modern, jilid 1, cet.I. Bandung: Mizan, 2001.

Al-Khuraisyi, bin Sulaiman. Pemikiran Dr.Yusuf Al-Qaradhawi Dalam Timbangan, terj. M. Abdul Ghofar, cet.I. Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’I, 2003. LPPOM MUI. Dari Sertifikasi Menuju Liberalisasi Halal. Jakarta: Pustaka Jurnal

Halal, 2008.

Mannan, M. Abdul. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.

Mahjub, Muhammad. ‘Ulama wa Mutafakkiruun ‘Araftuhum. Beirut: Dar al-Nafais, 1977.

Musa, Risman. Pribadi KH. Ibrahim Hosen Yang Kukenal

MUI. “Product-product”. Info lembaga keuangan syariah diakses pada 9 Februari 2009 dari http://www.mui.or.id/mui_in/product_2/lks_lbs.php?id=67 Moloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif, cet.X. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 1999.

Nata, Abudin. Metodelogi Studi Islam, cet.IX. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Panitia Penyusun Biografi, Prof. KH. Ibrahim Hosen dan Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Putra Harapan, 1990.


(5)

“Proposal Tingkat Suku Bunga”. Proposal Skripsi diakses pada 11 Oktober 2010 dari http://www.infoskripsi.com/Proposal/Proposal-Tingkat-Suku-Bunga.html. Al-Qardawi, Yusuf. Bunga Bank, Haram, cet.III. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana,

2003.

Qardawi, Yusuf. Perjalanan Hidupku,. Terj. H. Cecep Taufiqurrahma, Lc. Dan H. Nandang Burhanuddin. Lc. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001.

Qardawi, Yusuf. Pokok-pokok Pikiran Nasyid Islami. Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1995.

Qaradhawi, Yusuf. Syaikh Muhammad al-Ghazali yang Saya Kenal: Setengah Abad Perjalanan Pemikiran dan Gerakan Islam, cet.I. Jakarta: Robbani, Press, 1997.

Qardawi, Yusuf. Membangun Masyarakat Baru, terj. Rusydi Helmi, cet.II. Jakarta: Gema Insani Press, 2000.

Rahman, Afzalur. Doktrin Ekonomi Islam Jilid III, cet.II. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2002.

Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Manar. Juz III. Kairo: al-Manar, 1954.

Saeed, Abdullah. Menyoal Bank Syariah Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, cet.II. Jakarta: Paramadina, 2004.

Sucipto, Hery. Ensiklopedi Tokoh Islam Dari Abu Bakr hingga Nasr dan Qardhawi, cet.I. Jakarta: PT.Mizan Publika, 2003.

Talimah, ‘Isam. Manhaj Yusuf al-Qardhawi. Penerjemah Rahman, Samson. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001.

Terjemah; Faridh Uqbah KK. Jakarta: Madia Dakwah, 1987.

Al-Wahab Khalaf, Abd, Ilmu Ushul al-Fiqhi, cet.II, Kuwait: al-Dar al-Kuwaitiyah,

1968.

al-Zukhaili, Wahbah. Nadzariyah al-Dlarurah Syar’iyah. Beirut: Muassasah al-Risalah, 1985.


(6)