Nilai Frekuensi dan Frekuensi Relatif Lumut

4.2 Nilai Frekuensi dan Frekuensi Relatif Lumut

Frekuensi kehadiran dan frekuensi relatif menggambarkan tingkat kehadiran suatu jenis pada suatu habiat. Dari frekuensi kehadiran dapat tergambar penyebaran jenis organisme pada suatu habitat. Frekuensi relatif suatu jenis adalah proporsi frekuensi jenis tersebut dari frekuensi semua jenis, seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Frekuensi dan Frekuensi Relatif Lumut di kawasan hutan Aek Nauli No Spesies Jumlah F FR Kelas 1 Pyrrhobryum spiniforme 40 1.00 7.39 E 2 Pogonatum cirratum 39 0.98 7.21 E 3 Lepidozia sp. 36 0.90 6.65 E 4 Leucobryum sumatranum 35 0.88 6.47 E 5 Dicranoloma braunii 34 0.85 6.28 E 6 Acroporium lamprophyllum 33 0.83 6.10 E 7 Campylopus ericoides 32 0.80 5.91 D 8 Macrothomnium javense 32 0.80 5.91 D 9 Dicranoloma Leucophyllum 31 0.78 5.73 D 10 Thuidium cymbifolium 30 0.75 5.54 D 11 Thuidium meyenianum 29 0.73 5.36 D 12 Acroporium rufum 26 0.65 4.80 D 13 Leucobryum javense 26 0.65 4.80 D 14 Leucobryum juniperoides 22 0.55 4.07 C 15 Leucobryum sanctum 21 0.53 3.88 C 16 Sphagnum cuspidatum 17 0.43 3.14 C 17 Acroporium sigmatodontium 15 0.38 2.77 B 18 Bryohumbertia walkeri 15 0.38 2.77 B 19 Bazzania trilobata 11 0.28 2.03 B 20 Bazzania sp. 9 0.23 1.66 B 21 Hypopterygium ceylanium 8 0.20 1.48 A J u m l a h 541 13.53 100.00 Keterangan: Kriteria penyebaran individu-individu spesies dalam suatu komunitas berdasarkan Hukum Frekuensi Raunkiaer: a. Jika ABC=DE, maka kondisi komunitas tumbuhan berdistribusi normal b. Jika ED, sedangkan A, B dan C rendah, maka kondisi komunitas tumbuhan homogen c. Jika ED, sedangkan A, B dan C rendah, maka kondisi komunitas tumbuhan terganggu d. Jika B, C, dan D tinggi, maka kondisi komunitas heterogen Universitas Sumatera Utara Dari Tabel 2. dapat dilihat kelas tumbuhan lumut berdasarkan nilai frekuensinya terdiri dari 5 kriteria, yaitu A, B, C, D dan E. Kelas A, yaitu spesies yang mempunyai frekuensi 1-20, kelas B yaitu spesies yang mempunyai frekuensi 21-40, kelas C yaitu spesies yang mempunyai frekuensi 41-60, kelas D yaitu spesies yang mempunyai frekuensi 61-80 dan kelas E yaitu spesies yang mempunyai frekuensi 81-100 dengan kesimpulan seperti yang terdapat pada keterangan tabel 2. Berdasarkan kriteria tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penyebaran individu-individu dalam kondisi komunitas tumbuhan homogen. Artinya individu-indivu penyusun komunitas hampir mirip. Menurut Indriyanto 2006, nilai frekuensi dapat menunjukkan homogenitas dan penyebaran dari individu-individu spesies dalam komunitas. Lebih lanjut dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai frekuensi kehadiran lumut tertinggi terdapat pada jenis Pyrrhobryum spiniforme yaitu sebesar 1,00. Hal ini menunjukkan bahwa lumut jenis Pyrrhobryum spiniforme ditemukan di seluruh lokasi penelitian plot pengamatan. Menurut Suin 2002, Frekuensi kehadiran suatu jenis organisme di suatu habitat menunjukkan keseringhadiran jenis tersebut pada habitat tertentu. Lebih lanjut dari Tabel 2. dapat diketahui bahwa nilai Frekuensi Relatif FR tertinggi pada lokasi penelitian terdapat pada jenis Pyrrhobryum spiniforme sebesar 7,39, kemudian diikuti oleh jenis Pogonatum cirratum dan Lepidozia sp. yaitu 7,21 dan 6,65, sedangkan jenis yang memiliki nilai FR yang paling rendah yaitu Hypopterygium ceylanium, yaitu sebesar 1,48. Universitas Sumatera Utara Tingginya nilai Frekuensi Relatif FR jenis Pyrrhobryum spiniforme menunjukan banyaknya jumlah jenis tersebut pada lokasi penelitian. Jenis tersebut mampu bertahan hidup dan berkembang serta memiliki penyebaran yang luas. Keadaan ini menunjukan bahwa jenis Pyrrhobryum spiniforme tersebut toleran terhadap kondisi yang ada. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Loveless 1989, bahwa sebagian tumbuhan dapat berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam sehingga tumbuhan tersebut cenderung berkembang luas. Berikut data faktor fisik lingkungan di hutan Aek Nauli, tercantum pada Tabel 3. Tabel 3. Data Faktor Fisik Hutan Aek Nauli Faktor Fisik Rata-rata 1. Kelembaban Udara 90.67 2. Suhu Udara °C 20.67 3. Suhu Tanah°C 22.17 4. pH tanah 6.33 5. Intensitas Cahaya lux meter 2686.67 Berdasarkan Tabel 3. dapat dilihat keadaan faktor fisik lingkungan hutan Aek Nauli yaitu suhu udara 20,67 °C, kelembaban 90,67, suhu tanah 22,17°C, pH tanah 6,33 dan intensitas cahaya yaitu sebesar 2686.67 lux meter. Berdasarkan kondisi faktor lingkungan yang demikian dapat diketahui bahwa lumut jenis Pyrrhobryum spiniforme mampu beradaptasi, hal ini terbukti dari ditemukannya jenis lumut tersebut hampir di seluruh lokasi penelitian. Menurut Windardri 2009, bahwa lumut Pyrrhobryum spiniforme memiliki penyebaran yang luas baik di daerah tropis maupun sub tropis. Menurut Richard 1984 dalam Windardri 2008, bahwa iklim Universitas Sumatera Utara mikro seperti suhu, kelembaban, pH substrat dan intensitas cahaya matahari lebih berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan lumut dari pada faktor makro. Rendahnya nilai FR menunjukkan bahwa jenis tersebut tidak mampu bertahan hidup dan memiliki penyebaran yang sempit, hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan yang ekstrem seperti suhu yang terlalu rendah, kelembaban yang tinggi, unsur hara yang sedikit serta intensitas cahaya matahari yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Menurut Resosoedarmo et al.,1989, dalam suatu komunitas pengendali frekuensi jenis-jenis tumbuhan dapat berupa suhu, sifat-sifat fisik habitat atau juga dapat disebabkan oleh aktivitas para pendaki gunung. Selanjutnya Pramono 1992, menambahkan bahwa pertumbuhan selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh interaksinya dengan lingkungan seperti kompetisi dengan organisme lain.

4.3 Dominansi Luas Permukaan Tumbuhan Lumut