Penggunaan Ulos Ulos .1 Pengertian Ulos

sorha. Namun seiring perkembangan zaman, sorha telah dimodifikasikan sedemikian rupa sehingga pemintalan benang dapat dilakukan dengan tenaga satu orang saja. 2. Pewarnaan Pewarnaan merupakan salah satu proses paling rumit dalam pembuatan benang ulos. Hal ini karena proses pewarnaan menggunaan bahan-bahan alami sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama, berbulan-bulan atau bahkan tahunan 3. Jenis penentuan ulos Setelah proses pewarnaan benang selesai, tahapan selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah menentukan jenis ulos yang hendak dibuat. Ha ini disebabkan karena jenis sebuah ulos menentukan tata cara pembuatannya Vergouwen, 1986.

2.4.4 Penggunaan Ulos

Pada awalnya ulos adalah merupakan pakaian sehari-hari masyarakat Batak sebelum kedatangan budaya Barat. Perempuan Batak yang beum menikah melilitkanya diatas dada, sedangkan perempuan yang sudah menikah melilitkanya di bawah dada. Ulos juga dipakai untuk memangku anak, sebagai selendang, dan selimut di malam hari. Secara spesifik, pada masa pra kristen, ulos sehari-harinya dijadikan medium perantara pemberian berkat, seperti media dari mertua atau keluarga kepada menantu, kakek-nenek pada cucu, paman kepada anak keponakannya, dan raja kepada rakyatnya. Dalam perkembangan sejarah nenek moyang orang Batak, kostum atau tekstil sehari-hari ini menjadi simbol medium pemberian acara pada adat Batak.Menurut Vergouewen, ulos menjadi salah satu diantara sarana yang dipakai oleh keluarga untuk mengalihkan anak dan menantu. Ulos itu dibentangkan menutupi badan si penerima, diiringi dengan kata Batak “ sai horas ma helanami maruloshon ulos on, tumpahon ni Ompunta martua Debata dohot tumpahon ni sahala name” yang mempunyai arti selamat sejahteralah kau menantu kami, Universitas Sumatera Utara semoga peruntungan baik menjadi milikmu dengan menggunakan kain ini dan semoga berkat Tuhan dan sahala kami menopangmu. Sebagai imbalan si penerima ulos member piso dalam bentuk uang dan makanan. Secara umum pemberian uos dilaksanakan pada acara Batak yaitu saat pernikahan, tujuh bulan ketika mengandung anak pertama, dan waktu kemalangan. Pada acara pernikahan pihak hulahula memberikan tiga lembar ulos dua helai untuk orang tua pengantin laki-laki yaitu ulos pansamot dan pargomgom; satu helai untuk menantu yang disebut ulos hela. Ketika memberikan ulos pansamot pihak hulahula mengucapkan kata- kata yang mengandung pesan dan harapan: “On ma ulos pansamot lae, asa gogo hamu mansamot tu joloanon, mangalului sipanganon ni borungku naung gabe parumaenmu, siulosi pahompu di anak, siulosi pahompu di boru, donganmu sarimatua” Inilah ulos pansamot = mencari nafkah, agar kamu kuat mencari nafkah bagi kebutuhan puteri saya yang telah menjadi menantumu; ulos ini menghangatkan cucu laki-laki maupun perempuan, sebagai teman hingga akhir hayatmu. Demikian juga ketika memberikan ulos pargomgom disampaikan juga pesan dan harapan: “On ma ulos pargomgom di hamu, manggomgom pahompu anak, menggomgom pahompu boru situbuhonon ni parumaenmu tu joloanon. Horas ma hamu manggomgom parumaenmi” Inilah ulos pargomgom= pengayom bagi kalian, mengayomi cucu laki-laki dan perempuan yang akan dilahirkan oleh menantumu pada hari yang akan datang. Selamatlah kalian mengayomi menantumu. Acara adat kedua adalah pada masa-masa anak perempuan yang sudah menikah menunggu kelahiran anak pertama, yang disebut acara “pasahat ulos tondimulagabe”. Acara ini bertujuan untuk menguatkan jiwa dan semangat si wanita agar menjaga kehamilannya dengan baik, sekaligus permohonan kepada Tuhan agar si bayi dapat lahir dengan semalat demikian juga ibu yang melahirkannya. Vergouwen mensinyalir kain ini dianggap memiliki daya istimewa yang mampu melindungi dan memberikan berkat yang didambakan, dan akhirnya kain ini akan menjadi benda keramat bagi pemiliknya Universitas Sumatera Utara seketurunan. Apabila dilihat dari ungkapan atau syair yang disampaikan pihak hulahula pada saat menyerahkan ulos ini, apa yang disinyalir oleh Vergouwen nampaknya perlu dicermati dan ini nanti akan ditinjau pada bagian berikut. Kata-kata yang disampaikan pada penyerahan ulos ini: “ On ma ulos mula gabe di hamu, ulos sibahen na las badan dohot tondimuna. Asi ma roha ni Tuhan dipargogoi hamu, lumobi ho inang, asa tulus na taparsinta I jaloonmuna sian Tuhan. Horas ma hamu, horas ma hita paima haroan nanaeng pasahaton ni Tuhan di hita” Inilah ulos mula gabe bagi kamu, ulos yang menghangatkan badan dan rohmu. Kiranya Tuhan memberi kekuatan khususnya bagi putriku, agar apa yang kita harapkan dapat terkabul. Selamatlah kalian, selamatlah kita menantikan kelahiran anak yang diberikan diberika oleh Tuhan. Makna pemberian ulos ini adalah sebagai tanda bahwa pihak hulahula tetap mengasihi yang meninggal hingga akhir hayatnya dan waktu meninggalpun diberangkatkan dengan baik. Ulos saput secara hurufiah berarti pembungkus. Ulos parsirangan dan ulos saput fungsinya sama, yaitu menutup jenazah dan maknanya pun sama. Hanya istilah yang membedakan, kalau bagi yang belum berkeluarga disebut ulos parsorangan dan diserahkan oleh saudara laki-laki dari si ibu yang kemalangan Vergouwen, 1986. 2.5 Ekonomi Keluarga 2.5.1 Ekonomi