25 politis, cara ini disenangi karena terkesan pemerintah melakukan tindakan
yang terlihat nyata untuk mencegah dan menanggulangi penyakit ini. 10. Penyuluhan DBD
Penyuluhan dari Dinas Kesehatan dan kurangnya pengertian tentang apa yang harus dilakukan oleh petugas sebelum melakukan penyuluhan,
seperti identifikasi hal-hal apa saja yang penting bagi masyarakat dan apa yang harus diimplementasikan pada tingkat masyarakat, tingkat wilayah,
atau tingkat penentu kebijakan. Perlu dipahami, penyuluhan bukanlah semata-mata sebagai forum penyampaian hal-hal yang boleh atau tidak
boleh dilakukan masyarakat. Sebaiknya masyarakat dibekali pengetahuan dan ketrampilan tentang cara-cara pengendalian vektor yang
memungkinkan mereka menentukan pilihan terbaik segala hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan secara individu maupun secara
kolektif.
E. Faktor yang berhubungan dengan partisipasi kader terhadap
pemberantasan DBD
Program pencegahan DBD yang efektif adalah dilaksanakan secara integral mencakup beberapa komponen. Pendidikan bagi lingkungan
kesehatan terutama dalam pengelolaan penderita secara efektif dan PSN dengan peran serta masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian
DBD. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberadaan jentik nyamuk Aedes
26 di suatu daerah adalah faktor kesehatan lingkungan, pengetahuan dan
pelaksanaan PSN pada suatu daerah. Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama
karena erat kaitannya dengan perilaku masyarakat. Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas, insiden meningkat disertai kematian, oleh karena
itu digunakan insektisida untuk membatasi penyebaran penyakit dan mencegah KLB. Menurut Hiswani 2003 ada beberapa kebijakan pemerintah
untuk mengurangi kasus DBD di Indonesia antara lain: 1. Penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi
kepada masyarakat oleh petugas kesehatan dan sektor terkait, pemuka masyarakat dan orang yang mengetahui tentang penyakit demam berdarah
dengue. 2. Upaya pencegahan DBD ditingkat desa dilaksankan secara swadaya dan
dikoordinasiakan oleh Pokja DBD. 3. Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD oleh tim
Pembina LKMD ditiap tingkat administrasi pemerintah. 4. Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan
penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan seperlunya. 5. Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk
membatasi penularan dan pencegahan KLB.
27 Menurut Achmad 1997, menyatakan variabel yang mempengaruhi
partisipasi ibu rumah tangga dalam PSN-DBD yang meliputi pengetahuan dan adanya anjuran serta kunjungan petugas kesehatan ke rumah yang
menunjukan hubungan secara bermakna antar variabel. Berdasarkan hasil penelitian Dalimunthe, 2008 yang berjudul
“Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Program Pencegahan Malaria Di Kecamatan Saibu Kabupaten Mandailing Natal”
variabel yang mempengaruhi masyarakat agar ikut berpatisipasi dalam pemberantasan penyakit malaria antara lain sebagai berikut:
1. Pendidikan
2. Umur
3. Penghasilan
4. Ketersediaan fasilitas
5. Pekerjaan
Faktor umur tidak tidak berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat. Ketersediaan dan kecukupan fasilitas dalam pengelolaan program
memungkinkan terkait dengan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan penyakit maria. Penambahan fasilitas yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan program pencagahan penyakit, serta kerja sama lintas program dalam menggerakan masyarakat berpartisipasi dalam program pencegahan
penyakit merupakan hal yang sangat perlu dilakukan.
28
F. Kerangka Teori