19 1. Manusia sebagai makhluk Tuhan
2. Sikap yang mendorong perkembangan diri perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama.
3. Upaya yang menungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya, secara optimal, suasana dan perangkat budayaserta kemasyarakatan yang
sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membentu perkembangan dan pemecahan masalah.
g. Landasan Yudis-Formal Landasan Yudiris-Formal berkenaan dengan berbagai peraturtan
dan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari undang-undang dasar,
peraturan pemerintah, keputusan menteri, serta berbagai aturan dari pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan
konseling di Indonesia.
18
5. Bimbingan Konseling Pribadi
Layanan konseling pribadi yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik klien mendapatkan layanan langsung
tatap muka secara perorangan dengan guru pembimbing. Hal ini dilakukan dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi yang
dideritanya.
19
18
Jamal M‟mur Asmani, Op. Cit, h. 68-84.
19
Ibid, h. 115.
20 Dikutip dari Prayitno dan Erman Amti, layanan konseling pribadi
dimaksudkan sebagai pelayanan khusus dalam hubungan langsung tatap muka antara konselor dan klien. Dalam hubungan itu masalah klien dicermati dan
diupayakan pengentasannya, sedapat-dapatnya dengan kekuatan klien sendiri. Dalam kaitan itu, konseling dianggap sebagai upaya layanan yang paling
utama dalam pelaksanaan fungsi pengentasan masalah klien. Bahkan dikatakan bahwa konseling merupakan “jantung hatinya” pelayanan
bimbingan secara menyeluruh. Hal ini berarti apabila layanan konseling telah memberikan jasanya, maka masalah klien akan teratasi secara efektif dan
upaya-upaya bimbingan lainnya tinggal mengikuti ataupun berperan sebagai pendamping.
20
Pelayanan bimbingan secara pribadi terutama terlaksana dalam wawancara konseling. Selama konseling berlangsung, konselor akan
memberikan informasi kepada konseli. Pemberian informasi itu tidak harus mengganggu atau menghilangkan hubungan antara konseli dan konselor yang
khas untuk wawancara masalah yang dihadapinya dan tidak menempatkan konselor dalam posisi sebagai orang yang serba tahu dan tinggal dituruti saja.
Pemberian informasi mengandung resiko akan terlalu mengalihkan perhatian dan refleksi atas diri sendiri, sehingga perasaan, pandangan dan sikap batin
tidak ditinjau lagi, dan apabila konselor kurang terbuka bagi aneka reaksi konseli terhadap informasi yang disampaikan kepadanya. Maka konselor tidak
20
Prayitno dan Erman Amti, Op. Cit, h. 288.
21 menjadi seorang penyebar informasi saja, melainkan seorang yang
memasukkan informasi yang relevan kedalam proses konseling sebagai unsur yang harus ikut dipertimbangkan, supaya konseli dapat menyelesaikan
masalahnya secara tuntas.
21
MM
6. Prosedur Pelaksanaan Konseling Pribadi