B. Infusa
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90
o
selama 15 menit Depkes RI, 1995. Pembuatan infusa dengan mencampur simplisia dengan derajat halus yang
sesuai dalam panci dengan air secukupnya, dipanaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90
o
sambil sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flannel, ditambahkan air panas secukupnya melalui
ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki Depkes RI, 1995. Infusa adalah hasil proses penyarian yang umumnya digunakan untuk
menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah
tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam Depkes RI, 1986.
C. Inflamasi 1. Pengertian inflamasi
Inflamasi merupakan respons terhadap jejas pada jaringan hidup yang memiliki vaskularisasi. Respons ini dapat ditimbulkan oleh infeksi mikroba, agen
fisik, zat kimia, jaringan nekrotik atau reaksi imun. Inflamasi bertujuan untuk menyekat
serta mengisolasi
jejas, menghancurkan
mikroorganisme yang
menginvasi tubuh serta menghilangkan aktivitas toksinnya, dan mempersiapkan jaringan bagi kesembuhan serta perbaikan. Meskipun pada dasarnya merupakam
respons yang bersifat protektif, namun inflamasi dapat pula berbahaya; respons ini
dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang bisa membawa kematian atau kerusakan organ yang persisten serta progresif akibat inflamasi kronik dan fibrosis
yang terjadi kemudian misalnya arthritis rheumatoid, sterosklerosis Kumar et al
., 2007. Inflamasi merupakan tindakan protektif yang berperan dalam melawan
agen penyebab jejas sel. Inflamasi melakukan misi pertahanannya dengan cara melarutkan, menghancurkan, atau menetralkan agen patologis Kumar et al.,
2007. Fenomena yang terjadi dalam proses inflamasi meliputi kerusakan
mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit menuju jaringan radang. Tanda-tanda dari proses inflamasi antara lain rubor, kalor, tumor,
dolor , dan functio laesa Tanu, Syarif, Estuningtyas, Setiawati, Muchtar dan Arif,
2002. Rubor, kalor, dan tumor pada inflamasi akut terjadi karena peningkatan aliran darah dan edema Kumar et al., 2007.
Gejala-gejala ini merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, gangguan keluarnya
plasma darah eksudasi ke dalam ruang ekstrasel akibat meningkatnya ketelapan kapiler dan perangsangan reseptor nyeri. Respon ini disebabkan oleh pembebasan
bahan-bahan mediator histamine, serotonin, prostaglandin, kinin Sudoyo, 2007.
Saat berlangsungnya fenomena inflamasi ini banyak mediator kimiawi yang dilepaskan secara lokal seperti histamin, 5-hidroksitriptamin 5HT atau
serotonin, faktor kemotaktik, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin Tanu et al, 2002.
2. Jenis inflamasi
Inflamasi dapat dibedakan menjadi akut dan kronik. Inflamasi akut memiliki onset dan durasi lebih cepat. Inflamasi akut dapat terjadi beberapa menit
hingga beberapa hari, ditandai dengan adanya cairan eksudasi protein plasma maupun akumulasi leukosit neutrofilik yang dominan. Inflamasi kronik memiliki
durasi yang lebih lama hari hingga tahun. Inflamasi kronis dapat bersifat berbahaya. Tipe dari inflamasi kronik ditentukan oleh peningkatan limfosit dan
makrofag yang berhubungan dengan proliferasi vaskular dan fibrosis Kumar et al
., 2007. Pengobatan pasien dengan inflamasi mempunyai dua tujuan utama, yaitu:
meringankan rasa nyeri, yang sering kali gejala awal yang terlihat dan keluhan utama yang terus menerus dari pasien dan memperlambat atau membatasi proses
perusakan jaringan. Pengurangan inflamasi dengan NSAID sering berakibat meredanya rasa nyeri selama periode yang bermakna. Lebih jauh lagi, sebagian
besar nonopioid analgesik mempunyai efek antiinflamasi, jadi tepat digunakan untuk pengobatan inflamasi akut maupun kronis Katzung, 2001.
3. Metode uji inflamasi
a. Uji eritema telinga Eritema kemerahan merupakan tanda awal dari reaksi inflamasi.
Timbulnya eritema adalah akibat dari terjadinya sejumlah iritan kimiawi seperti xilem, minyak kroton, vesikan, histamin, dan bradikinin Gryglewski,
1977. Eritema ini dapat diamati dua jam setelah kulit diradiasi dengan sinar UV. Kelemahan metode ini adalah eritema dapat dihambat oleh obat yang
kerjanya tidak menghambat sintesa prostaglandin Turner, 1965. b. Induksi udema telapak kaki belakang
Dasar metode ini adalah kemampuan agen dalam menghambat terjadinya udema pada telapak kaki tikus setelah pemberian bahan-bahan
phlogistic seperti brewer’s yeast, formaldehid, dextran, albumin, kaolin, serta
polisakarida sulfat Vogel, 2002. Pada metode ini induksi udema dilakukan pada kaki hewan percobaan
yaitu tikus jantan atau betina, dengan cara penyuntikan suspensi karagenin secara subplantar pada telapak kaki kiri bagian belakang. Ukuran udema kaki
diukur dengan alat plestimometer segera setelah injeksi Khanna dan Sarma, 2001.
Aktivitas antiinflamasi
obat ditunjukkan
oleh kemampuannya
mengurangi udema yang diinduksi pada kaki tikus Vogel, 2002. Keuntungan metode ini antara lain cepat waktu yang dibutuhkan tidak
terlalu lama dan pengukuran volume udema dapat dilakukan dengan lebih akurat dan objektif, mudah dilakukan karena caranya mudah diamati atau
visible. Kekurangan teknik penyuntikan pada telapak kaki tikus atau jika
penyuntikan karagenin
secara subplantar
tersebut tidak
menjamin pembentukan volume udema yang seragam pada hewan percobaan, akan dapat
mempengaruhi nilai simpangan pada masing-masing kelompok tikus yang cukup besar Gryglewski, 1977.
c. Percobaan in vitro Percobaan in vitro berguna untuk mengetahui peran dan pengaruh
substansi-substansi fisiologis seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan lain-lain dalam terjadinya inflamasi. Contoh beberapa percobaan in vitro
adalah: penghambatan
ikatan reseptor
3H-bradikinin, ikatan
reseptor neurokinin, dan uji kemotaksis leukosit polimorfonuklear Vogel, 2002.
D. Karagenin
Karagenin merupakan senyawa iritan yang diperoleh dari ekstrak Chindrus crispus
, yang merupakan mukopolisakarida yang disusun oleh monomer unit galaktosa sulfat. Karagenin mampu menginduksi reaksi inflamasi yang bersifat
akut, non-imun, dapat diamati dengan baik dan mempunyai reprodusibilitas tinggi Morris, 2003.
Penggunaan karagenin sebagai penginduksi radang memiliki beberapa keuntungan antara lain: tidak meninggalkan bekas, tidak menimbulkan kerusakan
jaringan dan memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi dibanding senyawa iritan lainnya Siswanto dan Nurulita, 2005.
Pada umumnya bahan penginduksi radang yang digunakan adalah karagenin 1 dalam NaCl fisiologis 0,9 bv dengan volume sebesar 0,1 mL
untuk tikus dan 0,05 mL untuk mencit. Reaksi yang diinduksi karagenin mempunyai 2 fase: fase awal dan fase akhir. Fase awal berakhir setelah 60 menit
dan dihubungkan dengan pelepasan histamin, serotonin, dan bradikinin. Fase akhir terjadi antara 60 menit setelah injeksi dan berakhir setelah 3 jam. Fase ini
dihubungkan dengan pelepasan prostaglandin dan neutrofil yang menghasilkan radikal bebas seperti H
2
O
2
, superoksida, dan radikal hidroksil Suleyman, Demircan, Karagoz, dan Ozta, 2004.
Zat yang dapat digunakan untuk memicu terbentuknya udema antara lain: mustard oil
5, dextran 1, egg white fresh undiluted, serotonin kreatinin sulfat, lamda karagenin
1 yang diinduksikan secara subplantar pada telapak kaki tikus. Karagenin ada beberapa tipe, yaitu lambda λ karagenin, iota i karagenin dan
kappa k karagenin. Lambda λ karagenin ini dibandingkan dengan jenis karagenin yang lain, lambda karagenin paling cepat menyebabkan inflamasi dan
memiliki bentuk gel yang baik dan tidak keras Rowe, Sheskey, dan Weller,2003.
E. Obat Anti Inflamasi Non Steroid