F. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi tentang hasil – hasil yang dicapai dengan penerapan PMR untuk materi
bangun datar segiempat terhadap minat dan hasil belajar siswa. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Apakah proses pembelajaran di kelas sudah sesuai dengan langkah – langkah pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik?
2. Apa hasil belajar yang dicapai oleh siswa pada materi bangun datar segiempat sesudah menjalani pembelajaran dengan PMR?
G. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat penelitian dijelaskan sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai referensi untuk mengembangkan pembelajaran bangun datar segiempat.
2. Manfaat Praktis
Manfaat penelitian secara praktis diharapkan dapat memiliki kemanfaatan sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti Menambah pengalaman dalam mengembangkan materi ajar untuk
siswa tentang materi bangun datar segiempat dengan pendekatan PMR
2. Bagi Guru Memberi inspirasi untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran
yang dikelolanya 3. Bagi Siswa
Memberi pengalaman proses pembelajaran yang berbeda dari proses pembelajaran yang biasa mereka alam
11
BAB II KAJIAN TEORITIK
A. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar
1. Pengertian Belajar
Menurut Winkel, belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap. Hal ini sejalan dengan pendapat Piaget yang menyatakan
bahwa belajar adalah aktivitas siswa bila ia berinteraksi dengan Menurut Von Glasersfeld dalam Anggriamurti, 2009, 20, belajar
adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimilikinya,
sehingga pengetahuan dapat dikembangkan. Menurut Von Glaserfeld 2011, pembelajaran yang bersifat generatif
adalah tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar
sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, konstruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia
membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya.
Menurut Carin dalam Anggriamurti, 2009, 23 teori belajar konstruktivisme adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan
kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan didalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan
kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide mereka sendiri, dan mengajar
siswa menjadi sadar, menggunakan strategi mereka sendiri. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut Shymansky 1992, konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana peserta didik membina sendiri pengetahuannya, mencari
arti apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah dimilikinya.
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk
mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan
gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru. Teori belajar konstruktivisme dibagi menjadi dua: konstruktivisme
Jean Piaget dan Konstruktivisme Vygostky.
a. Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama dalam Dahar, 1989, 159 menegaskan bahwa penekanan teori konstruktivisme
pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran
menurut teori konstruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik
yang lebih mutakhir dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran
seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skema yang dimilikinya.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah
sebagai berikut: 1 Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut skemata. Sejak kecil anak sudah
memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema. Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang
bermain dengan kucing dan angsa yang sama-sama berbulu putih. Ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa
kucing berkaki empat dan angsa berkaki dua. Dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat
dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempurnalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan
skema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi 2 Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke
dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pemikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang
menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan
terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan skemata
melainkan perkembangan skemata.
3 Akomodasi Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru
seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dimiliki. Pengalaman yang baru itu
bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi.
Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang
telah ada. 4 Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak
seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan
struktur dalamnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Konstruktivisme Vygotsky Menurut Ratumanan 2004, 45 mengemukakan bahwa
karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau
dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu
pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan memecahkan
masalah, dengan demikian perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem komunikasi budaya dan belajar
menggunakan sistem-sistem ini untuk menyesuaikan proses- proses berfikir sendiri.
Menurut Slavin Ratumanan, 2004, 49 ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan. Pertama,
dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang
berbeda, sehingga siswa dapat berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan startegi-strategi
pemecahan masalah efektif di dalam daerah pengembangkan terdekat masing-masing. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam
pembelajaran menekankan perancahan. Dengan scaffolding, semakin lama siswa semakin dapat mengambil tanggungjawab
untuk pembelajaran. i Pengelolaan pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sangat mempengaruhi perkembangan belajar seseorang, sehingga
perkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky
2000, peserta didik melaksanakan aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat
yang mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
ii Pemberian bimbingan Menurut Vygotsky Wersch, 1985, tujuan belajar
akan tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih
berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat
perkembangannya. Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
proses aktivitas psikis yang menghasilkan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap; dan teori belajar
menurut aliran konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran dimana guru tidak hanya menyampaikan atau
memberikan suatu informasi yang berupa pengetahuan kepada siswa melainkan siswa dapat berperan aktif dalam menggali
pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan yang dimiliki siswa dapat berupa pengetahuan sosial dan pengetahuan dalam dirinya.
2. Hasil Belajar
Menurut Sudjana 2010, 22, hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Menurut Warsito
dalam Depdiknas, 2006, 125, hasil belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri orang
yang belajar. Menurut Wahidmurni 2010, 18, seseorang dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu menunjukkan
adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan tersebut diantaranya dari segi kemampuan berpikir, ketrampilan atau sikap
terhadap suatu objek. Menurut taksonomi Bloom, yakni dikelompokkan dalam tiga ranah
domain yaitu ranah kognitif kemampuan berpikir, ranah afektif PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sikap, dan ranah psikomotorik ketrampilan. Sehubungan dengan itu maka menurut Gagne dalam Sudjana, 2010, 23 mengemukakan hasil
belajar menjadi lima macam anatara lain: 1 hasil belajar intelektual merupakan hasil belajar yang berlandaskan pada pengetahuan seseorang ;
2 startegi kognitif yaitu mengatur cara belajar dan berfikir seseorang dalam arti seluas-luasnya termasuk kemampuan memecahkan masalah;
3 sikap dan nilai, berhubungan dengan arah intensitas emosional dimiliki seseorang sebagaimana disimpulkan dari kecenderungan tingkah
laku terhadap orang dan kejadian; 4 informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta; dan 5 keterampilan motorik yaitu
kecakapan yang berfungsi untuk lingkungan hidup serta memprestasikan konsep dan lambang.
Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dilakukan dengan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpulan
data yakni instrumen penilaian hasil belajar. Menurut Wahidmurni 2010, 28, instrumen dibagi dua bagian besar, yakni tes dan non tes. Menurut
Hamalik 2006, 155, hasil belajar yang diperoleh dapat diukur melalui kemajuan yang diperoleh siswa setelah belajar dengan sesungguhnya.
Hasil belajar tampak terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur melalui perubahan sikap dan ketrampilan.
Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Menurut teori Bloom terdapat tiga ranah dalam hasil belajar yakni: ranah kognitif kemampuan berpikir , ranah afektif sikap, dan ranah
psikomotorikketrampilan. a. Ranah Kognitif
Pada dasarnya kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Menurut Bloom,
segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan
berfikir, termasuk didalamnya menghafal, memahami, mengaplikasi, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir,
mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Berikut keenam jenjang ranah kognitif:
1 Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat- ingat kembali atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide,
rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan disebut
sebagai proses berfikir yang paling rendah 2 Pemahaman adalah kemampuan untuk mengerti atau memshami
suatu untuk diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari
berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi
uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata- katanya sendiri.
3 Aplikasi adalah kemampuan yang menggunakan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut
penggunaan aturan dan prinsip. Penerapan merupakan tingkat kemampuan berfikir yang lebih tinggi daripada pemahaman
4 Analisis adalah kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu bahan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu
memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya.
5 Sintesis adalah suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola
yang berstruktur atau berbentuk pola yang baru 6 Evaluasi merupakan jenjang berfikir paling tinggi dalam ranah
kognitif taksonomi Bloom. Penilaianevaluasi merupakan kemampuan untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi,
misalnya jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ia akan mampu memilih satu pilihan terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria.
a Ranah Afektif Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap
dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ciri-ciri hasil belajar
afektif akan terlihat pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi kedalam
lima jenjang, yaitu: 1 Penerimaan
Penerimaan adalah kepekaan seseorang dalam menerima rancangan dari luar yang datang kepada
dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain- lain, termasuk dalam jenjang ini misalnya: kesadaran dan
keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala yang datang dari luar. Pada
jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai yang diajarkan dan mau menggabungkan
diri kedalam nilai atau mengindentifikasikan diri dengan nilai
2 Tanggapan Tanggapan mengandung arti “adanya partisipasi aktif”.
Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengikut sertakan dirinya
secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih
tinggi daripada jenjang receiving 3 Penghargaan
Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai penghargaan terhadap suatu kegiatan. Dalam kaitan
proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep yaitu baik dan
buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka
ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian.
4 Pengorganisasian Mengatur atau pengorganisasian artinya
mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan
umum. 5 Karekteristik
Berdasarkan nilai-nilai ini lebih mengacu pada karakter dan daya hidup seseorang. Tujuan dalam kategori ini ada
hubungannya dengan keteraturan pribadi, sosial, dan emosi jiwa yaitu keterpaduan semua nilai yang telah
dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi emosinya. b Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik adalah kemampuan yang dihasilkan oleh fungsi motorik manusia yaitu berupa keterampilan untuk
melakukan sesuatu. Keterampilan melakukan tersebut meliputi keterampilan motorik, keterampilan intelektual, dan
keterampilan sosial. Ranah psikomotorik ini dikembangkan oleh Simpson, dan klasifikasi ranah psikomotorik tersebut
adalah: 1 Persepsi, penggunaan alat indera untuk menjadipegangan
dalam membantu gerakan. Persepsi ini mencakup kemampuan untuk mengadakan
diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri-ciri fisik yang khas
pada masing-masing rangsangan. Adanya suatu reaksi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang menunjukan kesadaran akan hadirnya rangsangan dan perbedaan antara seluruh rangsangan yang ada.
2 Kesiapan. Kesiapan fisik, mental dan emosional untuk melakukan
gerakan. Kesiapan mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan suatu gerakan
atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani dan rohani
3 Guided Respon Respon Terpimpin Tahap awal dalam mempelajari ketrampilan yang
kompleks, termasuk didalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
4 Mekanisme Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari
sehingga tampil dalam menyakinkan dan cakap. Ini mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian
gerakan secara lancar karena sudah dilatih secukupnya tanpa memperhatikan contoh yang diberikan.
5 Respon tampak yang kompleks. Gerakan motoris yang terampil yang didalamnya terdiri
dari pola-pola gerakan yang kompleks. Gerakan kompleks mencakup kemampuan untuk melaksanakan
suatu ketrampilan, yang terdiri dari beberapa komponen, dengan lancar, tepat dan efisien
6 Penyesuaian. Ketrampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.
Adaptasi ini mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak dengan kondisi
setempat. 7 Penciptaan. Membuat pola gerakan baru yang
disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penciptaan atau kreativitas ini mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak yang baru.
Dari paparan diatas disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara positif serta kemampuan yang dimiliki siswa dari suatu
interaksi tindakan belajar dan mengajar yang berupa hasil belajar intelektual, strategi kognitif, sikap dan nilai, inovasi verbal, dan hasil
belajar motorik. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan
sebelumnya.
B. Proses Penyelesaian Masalah
Menurut Polya 1985, pemecahan masalah sebagai satu usaha mencari jalan keluar dari satu kesulitan guna mencapai satu tujuan yang tidak begitu
mudah segera untuk dicapai, sedangkan menurut Utari dalam hamsah 2003, 24, pemecahan masalah dapat berupa menciptakan ide baru, menemukan
teknik atau produk baru. Bahkan dalam pembelajaran matematika, selain pemecahan masalah mempunyai arti khusus ialah interprestasi yang berbeda,
misalnya menyelesaikan soal cerita yang tidak rutin dan mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Polya 1985 mengajukan empat langkah fase penyelesaian masalah adalah memahami masalah, merencanakan masalah, menyelesaikan masalah
dan melihat kembali.
1. Proses Penyelesaian Masalah Menurut Polya 1985.
Langkah-langkah penyelesaian masalah menurut Polya 1985 sebagai
berikut: a. Memahami masalah
Pelajar seringkali gagal dalam menyelesaikan masalah karena semata-mata mereka tidak memahami masalah yang dihadapinya atau
mungkin ketika suatu masalah diberikan kepada anak dan anak itu langsung dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan benar, namun
soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah. Untuk dapat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memahami suatu masalah yang harus dilakukan adalah pahami bahasa atau istilah yang digunakan dalam masyarakat tersebut, merumuskan
apa yang diketahui, apa yang ditanyakan. Kemampuan dalam menyelesaikan masalah dapat diperoleh dengan rutin menyelesaikan
masalah. Berdasarkan hasil dari banyak penelitian, anak yang rutin dalam latihan pemecahan masalah akan memiliki nilai tes pemecahan
masalah yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang jarang berlatih mengerjakan soal-soal pemecahan masalah. Selain itu,
ketertarikan dalam menghadapi tantangan dan kemauan untuk menyelesaikan masalah merupakan modal utama dalam pemecahan
masalah.
b. Merencanakan masalah Memilih rencana pemecahan masalah yang sesuai bergantung dari
seberapa sering pengalaman kita menyelesaikan masalah sebelumnya. Semakin sering kita mengerjakan latihan pemecahan masalah maka
pola penyelesaian masalah itu akan semakin mudah didapatkan. Untuk merencanakan pemecahan masalah kita dapat mencari kemungkinan-
kemungkinan yang dapat terjadi masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kesamaan pola dengan masalah yang akan dipecahkan.
Kemudian barulah menyusun prosedur penyelesaiannya. c. Melaksanakan rencana
Langkah ini lebih mudah dari pada merencanakan pemecahan masalah, yang harus dilakukan hanyalah menjalankan strategi yang telah dibuat
dengan ketekunan dan ketelitian untuk mendapatkan penyelesaian. d. Melihat kembali
Kegiatan pada langkah ini adalah menganalisis dan mengevaluasi strategi dan hasil yang diperoleh benar, strategi yang dibuat dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah sejenis. Ini bertujuan untuk menetapkan keyakinan dan memantapkan pengalaman untuk mencoba
masalah baru yang akan datang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik PMR
1. Filosofi Pendekatan Realistic Mathematics Education RME atau Pendekatan
Matematika Realistik PMR pertama kali diperkenalkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Hans Freudenthal. Filosofi yang mendasari PMR adalah
matematika dan aktivitas manusia. Menurut Shadiq dan Mustajab 2010, 7, Pendekatan PMR merupakan suatu pendekatan yang mengungkapkan
pengalaman dan kejadian yang dekat dengan siswa sebagai sarana untuk memahamkan persoalan matematika. Ini berarti matematika harus dekat
dengan siswa dan relevan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Dengan demikian konsep-konsep matematika yang abstrak, dapat dipahami
secara real oleh siswa karena konsep yang abstrak tersebut dapat diimplementasikan dalam kehidupan mereka. Hal ini ditegaskan oleh
konsep Freudenthal dalam Suradi, 2001, 2 yang menyatakan bahwa matematika merupakan aktivitas manusia. Oleh karena itu siswa harus
diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide – ide reinvention dan mengkonstruksi konsep – konsep matematika dengan bimbingan
orang dewasa. Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan realistik. Realistik dalam hal ini dimaksudkan
bukan sekedar berhubungan dengan dunia nyata saja, tetapi menekankan pada masalah nyata yang dapat dibayangkan oleh siswa. Jadi
penekanannya adalah membuat sesuatu itu menjadi nyata dalam pikiran siswa. Dengan demikian, pada pendekatan realistik, dunia nyata
digunakan sebagai titik pangkal untuk mengembangkankonsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika dan pada akhir kita perlu merefleksikan
solusi kembali ke dunia nyata. Proses pengembangan ide-ide dan konsep- konsep matematika yang dimulai dari dunia nyata disebut matematisasi
konsep De Lange dalam Sunardi, 2001:3. Model skematis untuk proses
belajar tersebut dilukiskan sebagai :
Gambar 2. 1 Model Skematis
Selanjutnya Treffer dalam Depdiknas, 2005, 29 merumuskan dua tipe pematematikaan yaitu pematematikaan horisontal dan pematematikaan
vertikal. Pematematikaan horisontal menunjuk pada proses transformasi masalah yang dinyatakan dalam bahasa sehari-hari ke bahasa matematika.
Jadi pada pematematikaan horisontal, siswa dengan pengetahuan yang telah dimilikinya diharapkan dapat mengorganisasikan dan memecahkan
masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Pematematikaan vertikal adalah proses organisasi dalam matematika itu sendiri. Singkatnya
matematisasi horisontal berkaitan dengan perubahan dunia nyata menjadi simbol-simbol dalam matematika, sedangkan matematisasi vertikal
melibatkan pengubahan ke simbol-simbol matematika yang lebih abstrak. Meskipun perbedaan antara dua tipe pematematikaan itu mencolok, tidak
berarti dua tipe tersebut terpisah sama sekali. Berkaitan dengan dua tipe pematematikaan di atas, Treffer dan Freudenthal dalam Yuwono, 2001
mengklasifikasikan pendekatan pembelajaran matematika berdasarkan intensitas pematematikaannya, yaitu pendekatan mekanistik, empiristik,
strukturalis, dan realistik. Pendekatan mekanistik merupakan pendekatan tradisional, dimana
pembelajaran matematika lebih ditekankan pada tubian drill dan penghapalan rumus saja, sedangkan proses pematematikaan vertikal
maupun horisontal tidak tampak. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pendekatan empiristik adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana konsep – konsep matematika tidak diajarkan dan diharapkan siswa dapat
menemukan melalui pematematikaan horisontal, sehingga cenderung mangabaikan pematematikaan vertikal. Pendekatan strukturalis
merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakansistem formal sehingga suatu konsep dicapai melalui pematematikaan vertikal dan
cenderung mengabaikan pematematikaan horisontal. Pendekatan realistik, memberikan perhatian yang seimbang antara
pematematikaan horisontal dan vertikal serta disampaikan secara terpadu kepada siswa, maksudnya suatu masalah kontekstual diambil sebagai titik
awal dari belajar matematika, kemudian masalah itu akan dieksplorasi dengan kegiatan matematika horisontal. Kemudian dengan menggunakan
pematematikaan vertikal, siswa akan mengembangkan ke konsep-konsep matematika.
Adapun perbedaan keempat pendekatan pembelajaran matematika tersebut secara jelas dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. 1 Empat tipe Pendekatan Pembelajaran Matematika dalam Marpaung, 2001,2
Tipe Horisontal
Vertikal Mekanistik
- -
Empiristik +
-
Strukturalistik -
+
Realistik +
+
Dari uraian di atas, terlihat dengan jelas bahwa pendekatan PMR memberikan perhatian yang seimbang antara pematematikaan horisontal
maupun pematematikaan vertikal. Jadi Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik PMR adalah
suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang dimulai dari masalah – masalah nyata. Dari masalah nyata tersebut kemudian
dilakukan pematematikaan horisontal yaitu transformasi masalah nyata PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ke dalam masalah matematika. Kemudian dilakukan pematematikaan vertikal yaitu menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan kaidah-
kaidah di dalam matematika itu sendiri. Menurut De Lange 1995, pengajaran matematika dengan pendekatan
Pendidikan Matematika Realistik meliputi aspek-aspek yaitu: a. Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah soal yang “riil” bagi
siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna;
b. Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut. Siswa
mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalanmasalah yang diajukan.
Berdasarkan uraian aspek-aspek di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan matematika realistik berlangsung secara interaktif, siswa
mengajukan beberapa pertanyaan kepada guru, dan memberikan alasan terhadap pertanyaan atau jawaban yang diberikannya, memahami
jawaban temannya siswa lain, setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain
dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.
2. Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik
PMR
Adapun menurut Treffers 1987 merumuskan lima karakteristik Pendidikan Matematika Realistik dalam Wijaya, 2012, 21-23, yaitu:
a. Penggunaan Konteks
Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak hanya berupa masalah
dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa
dibayangkan dalam pemikiran siswa. Melalui penggunaan konteks, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi siswa tidak hanya bertujuan untuk
menemukan jawaban akhir dari permasalahan yang diberikan, tetapi juga diarahkan untuk mengembangkan berbagai strategi
penyelesaian masalah yang bisa digunakan. b. Penggunaan model untuk matematisasi progresif
Dalam Pendidikan Matematika Realistik, model digunakan dalam melakukan matematisasi progresif. Penggunaan model berfungsi
sebagai jembatan dari pengetahuan dan matematika kongkrit menuju
pengetahuan matematika tingkat formal. c. Pemanfaatan hasil kontruksi siswa
Mengacu pada pendapat Freudental bahwa matematika tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk yang siap dipakai tetapi
sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa maka dalam Pendidikan Matematika Realistik siswa ditempatkan sebagai subjek
belajar. Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi
yang bervariasi. d. Interaktivitas
Proses belajar seorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan proses sosial. Proses
belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka.
Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa
secara simultan. e. Keterkaitan
Konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu,
konsep – konsep matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. Pendidikan Matematika
Realistik menempatkan keterkaitan antar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui
keterkaitan ini, suatu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika
secara bersamaan.
Dari penjelasan diatas, yang dimaksud dengan pendekatan PMR adalah suatu pendekatan yang mengungkapkan dan kejadian yang dekat dengan
siswa sebagai sarana untuk memahamkan persoalan matematika yang relevan sesuai dengan kehidupan mereka sehari-hari.
Menurut Fauzi 2002, langkah – langkah dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR yakni:
1. Memahami masalah kontekstual, guru memberikan masalah
kontekstual dalam kehidupan sehari – hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.
2. Menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami
masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk – petunjuk
berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian – bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.
3. Menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individual
menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan.
Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal, guru memotivasi untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka
sendiri. 4.
Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide – ide yang
mereka miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran.
5. Menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.
D. Minat
Menurut Winkel 1984, 30, minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa
senang dalam bidang yang disukainya. Menurut Hurlock 1995, 113, minat yaitu adanya suatu ketertarikan
yang sifatnya tetap dalam diri seseorang yang sedang mengalaminya atas suatu bidang atau hal tertentu dan adanya rasa senang terhadap bidang atau
hal tersebut, sehingga seseorang mendalaminya atau dapat berubah-ubah. Menurut Dalyono 2009, 56-57, minat dapat timbul karena daya tarik
dari luar dan datang dari hati. Minat yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar artinya untuk memperoleh benda atau tujuan yang diminati.
Minat belajar yang cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat belajar yang kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah. Dalam
usaha untuk mencapai sesuatu diperlukan minat, besar kecilnya minat sangat berpengaruh terhadap hasil yang diperolehnya.
Dari paparan diatas, minat adalah suatu daya yang timbul dari luar atau dari dalam diri seseorang untuk menyukai sesuatu.
1. Aspek Minat
Menurut Hurlock 1995, 117, aspek minat dibagi menjadi tiga aspek yaitu : a. Aspek kognitif, b. Aspek afektif, dan c. Aspek
psikomotor. a.
Aspek kognitif Aspek kognitif didasari pada konsep perkembangan dimasa
anak-anak mengenai hal-hal yang menghubungkannya dengan minat. Ketika seseorang melakukan aktivitas, tentu mengharapkan
sesuatu yang akan didapat dari proses suatu aktivitas tersebut. Sehingga seseorang yang memiliki minat terhadap sesuatu aktivitas
akan dapat mengerti dan mendapatkan banyak manfaat dari suatu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
aktivitas yang dilakukannya. Jumlah waktu yang dikeluarkan berbanding dengan kepuasan yang diperoleh dari suatu aktivitas
yang dilakukan sehingga aktivitas tersebut akan terus dilakukan. b.
Aspek afektif Aspek afektif atau emosi yang mendalam merupakan konsep
yang berhubungan aspek kognitif dari minat yang dilihat dalam sikap terhadap aktivitas yang diminatinya. Seseorang akan
memiliki minat yang tinggi terhadap suatu hal karena kepuasan dan manfaat yang telah didapatkan serta mendapat penguatan respon
dari orang tua, guru, kelompok, dan lingkunganya, maka seseorang tersebut akan fokus pada aktivitas yang diminatinya
c. Aspek psikomotor
Aspek psikomotor lebih mengorientasikan pada proses tingkah laku atau pelaksanaan, sebagai tindak lanjut dari nilai yang
didapat melalui aspek kognitif dan diinternalisasikan melalui aspek afektif sehingga mengorganisasi dan diaplikaskan dalam bentuk
nyata melalui aspek psikomotor. Seseorang yang memiliki minat tinggi terhadap sesuatu hal akan berusaha mewujudkan sebagai
pengungkapan ekspresi atau tindakan nyata dari keinginannya. Kriteria minat seseorang digolongkan menjadi 3 kategori
yaitu rendah, jika seseorang tidak menginginkan objek tertentu; Sedang, jika seseorang menginginkan objek minat akan tetapi tidak
dalam waktu segera; dan tinggi, jika seseorang menginginkan objek minat dalam waktu segera.
E. Persegi dan Persegi Panjang
Menurut Marsigit keliling bangun datar adalah jumlah dari seluruh panjang sisi – sisi pada bangun datar itu. Sedangkan luas bangun datar adalah
luas daerah yang dibatasi oleh sisi – sisi bangun datar.
1. Persegi Panjang Menurut Rolland R. Smith and James F. Ulrich, persegi panjang
adalah jajargenjang yang memiliki sudut siku – siku. Contoh : Misal ABCD adalah persegi panjang sebagai berikut
Gambar 2. 2 Persegi Panjang ABCD
Sifat-sifat persegi panjang yaitu
: a.
Persegi panjang ABCD diatas, mempunyai empat sudut siku-siku yaitu
∠���, ∠���, ∠���, ∠��B
b.
Persegi panjang ABCD diatas, mempunyai 2 pasang sisi yang berhadapan sama panjang yaitu
�� ���� dan ��
���� serta �� ���� dan ��
����
c.
Persegi panjang ABCD diatas, terdapat 2 diagonal yang sama panjang adalah diagonal
�� ����, dan diagonal ��
����
d.
Persegi panjang ABCD diatas, kedua diagonal tersebut saling berpotongan di titik tengah kedua diagonal yaitu titik E
e.
Sumbu simetri adalah garis yang membagi suatu bangun menjadi dua bagian yang kongruen.
Persegi panjang ABCD diatas, terdapat 2 sumbu simetri yaitu sumbu simetri
�� ⃖����⃗ dan sumbu simetri ��
⃖���⃗
f.
Memiliki simetri putar tingkat 2.
A B
C D
R
S
T U
E
Bangun datar dapat dikatakan memiliki simetri putar jika ada satu titik pusat dapat diputar kurang dari satu putaran penuh sehingga
bangun tersebut dapat menempati bangun semula. Jika persegi panjang ABCD pada gambar 2.2 dirotasikan sebesar 180°
dengan pusat rotasi di titik tengah perpotongan kedua diagonal, maka akan diperoleh persegi panjang sebagai berikut
Gambar 2. 3 Persegi Panjang ABCD dirotasi ���°
Jika persegi panjang ABCD pada gambar 2.2 dirotasikan sebesar 360° dengan pusat rotasi di titik tengah perpotongan kedua diagonal, maka akan
diperoleh persegi panjang sebagai berikut
Gambar 2. 4 Persegi panjang ABCD dirotasi ���°
2. Keliling Persegi Panjang
Keliling persegi panjang adalah jumlah dari seluruh panjang sisi – sisi pada persegi panjang.
Gambar di bawah ini menunjukkan persegi panjang ABCD dengan panjang sisi adalah AB, BC, CD, dan DA. Diberikan persegi panjang
ABCD dengan panjang = 6 cm dan lebar = 4 cm. Berikut gambar persegi panjang ABCD:
C D
B A
C D
B A
Gambar 2. 5 Persegi panjang ABCD
Keliling suatu bangun datar adalah jumlah dari seluruh panjang sisi –
sisi bangun datar. Maka AB = CD = 6 cm serta BC = AD
= 4 cm. Keliling ABCD
= AB + BC + CD + DA = 6 + 4 + 4 + 6 cm
= 16 cm Selanjutnya, AB disebut panjang p dan BC disebut lebar l.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa keliling persegi panjang dengan panjang p dan lebar l adalah
K = 2 p + l atau
K = 2 p + 2l
3. Luas persegi panjang
Diberikan persegi panjang ABCD dengan panjang = 6 cm dan lebar = 4 cm. Berikut gambar persegi panjang ABCD
Gambar 2. 6 Persegi panjang ABCD
Panjang AB = CD = 6 cm dan lebar BC = AD = 4 cm. Maka luas persegi panjang ABCD
= 6 x 4 = 24
��
2
C D
B A
6 cm 4 cm
C D
B A
6 cm 4 cm
Jadi, luas persegi panjang dengan panjang p dan lebar l adalah
L = p
× l
4. Persegi
Menurut Rolland R. Smith and James F. Ulrich, persegi adalah persegi panjang dengan dua sisi bersebelahan yang sama panjang. Contoh : Misal
ABCD adalah persegi sebagai berikut
Gambar 2. 7 Persegi ABCD Sifat-sifat persegi yaitu
a. Persegi ABCD di atas, memiliki empat sudut siku – siku yaitu ∠���, ∠���, ∠���, ∠���
b. Persegi ABCD di atas, memiliki dua diagonal saling berpotongan dan membagi 2 sama panjang adalah diagonal
�� ����, dan diagonal
�� ����
c. Persegi ABCD di atas, terdapat dua pasang sisi sama panjang yaitu ��
���� dan �� ���� serta ��
���� dan �� ����,
d. Persegi ABCD di atas, kedua diagonal berpotongan saling tegak lurus adalah
�� ���� ⊥ ��
���� e. Persegi ABCD di atas, kedua diagonal berpotongan dititik tengah
kedua diagonal adalah titik E f. Sumbu simetri adalah garis yang membagi suatu bangun menjadi
empat bagian yang kongruen.
A B
C D
R
S
T U
E
Pada persegi ABCD diatas, terdapat 4 sumbu simetri yaitu sumbu simetri
�� ⃖����⃗, sumbu simetri ��
⃖����⃗, sumbu simetri �� ⃖����⃗, sumbu simetri
�� ⃖���⃗
g. Memiliki simetri putar tingkat 4. Suatu bangun datar dikatakan memiliki simetri putar jika ada satu
titik pusat pada bangun tersebut dapat diputar kurang dari satu putaran penuh sehingga rotasi bangun tersebut dapat menempati
bangun semula. Jika persegi ABCD pada gambar 2.7 dirotasikan sebesar 90° dengan
pusat rotasi di titik tengah perpotongan kedua diagonal, maka akan diperoleh persegi sebagai berikut:
Gambar 2. 8 Persegi ABCD dirotasi ��°
Jika persegi ABCD pada gambar 2.7 dirotasikan sebesar180° dengan pusat rotasi dititik tengah perpotongan kedua diagonal , maka akan
diperoleh persegi sebagai berikut
Gambar 2.9 Persegi ABCD dirotasi ���°
Jika persegi ABCD pada gambar 2.7 dirotasikan sebesar 270° dengan pusat rotasi titik tengah perpotongan kedua diagonal, maka akan
diperoleh persegi sebagai berikut
B C
A D
B C
A D
Gambar 2.10 Persegi ABCD dirotasi ���°
Jika persegi ABCD pada gambar 2.7 dirotasikan sebesar 360° dengan pusat rotasi di titik tengah perpotongan kedua diagonal, maka akan
diperoleh persegi sebagai berikut
Gambar 2. 11 Persegi ABCD dirotasi ���°
5. Keliling Persegi
Keliling persegi adalah jumlah dari seluruh panjang sisi - sisi persegi. Pada gambar 2.12 jumlah dari seluruh panjang sisi – sisi persegi yaitu AB
+ BC + CD + AD Gambar di bawah ini menunjukkan bangun persegi ABCD dengan panjang
sisi yaitu AB = BC = CD = AD = 5 cm
Gambar 2. 12 Persegi ABCD
Keliling ABCD = AB + BC + CD + DA
B C
A D
5 cm
5 cm B
C A
D B
C A
D
= 5 + 5 + 5 + 5 cm = 20 cm
Selanjutnya AB, BC, CD, dan DA disebut panjang sisi s. Jadi, secara umum keliling persegi dengan panjang sisi s adalah
K = 4 s
6. Luas Persegi
Diberikan persegi ABCD dengan panjang sisi AB = BC = CD = DA = 4 cm
Gambar 2. 13 Persegi ABCD
Maka luas persegi ABCD = 4
× 4 cm
= 4
2
= 16 ��
2
Jadi, luas persegi dengan panjang sisi s adalah L = s ×
s =
�
�
F. Hasil-hasil Penelitian Lain
1. Lilis Purwanti 2004 memperoleh hasil penelitian bahwa penggunaan pendekatan matematika realistik menghasilkan prestasi belajar yang baik.
Penggunaan matematika realistik dapat meningkatkan kreatifitas siswa dalam membentuk solusi permasalahan matematika yang sesuai dengan
pengalaman dan hal ini akan meningkatkan prestasi belajar siswa. Proses penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian ini lebih
menekankan perhatian pada hasil prestasi belajar siswa. Hasil prestasi belajar siswa diukur dengan kuesioner dan tes secara tertulis. Pemberian
kuesioner untuk mengetahui letak permasalahan siswa yang dihadapi
B C
A D
4 cm
4 cm
selama proses pembelajaran dan tes untuk mengetahui hasil belajar siswa
menggunakan pendekatan matematika realistik.
2. Artha Debiyanti 2005 menemukan bahwa penggunaan metode Realistic Mathematics Education RME dalam pengajaran matematika dapat
meningkatkan hasil belajar dan prestasi belajar pada bahasan logika matematika. Penggunaan RME yang berbasis pengalaman nyata dapat
memudahkan siswa untuk dapat memahami konsep matematika. Selain itu RME memungkinkan siswa dapat mengkomunikasikan ide-ide sehingga
siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran matematika. Proses penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan menggunakan
penelitian tindakan kelas PTK. Untuk lebih menyakinkan hasil belajar siswa tersebut peneliti melakukan wawancara dengan guru dan
memberikan angket, beserta pemberian tes akhir pada siswa. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data informasi yang akurat mengenai pokok
pembahasan logika matematika. Untuk penyebaran angketkuisioner pada siswa dimaksud untuk mengetahui kemampuan siswa selama proses
pembelajaran matematika menggunakan metode RME. Pemberian tes akhir dimaksudkan untuk melihat hasil belajar siswa untuk materi logika
matematika. Pemberian tes akhir berbentuk soal essay yang pernah dipelajari saat proses pembelajaran. Ternyata dari pemberian bentuk soal
essay hasil belajar siswa mengalami peningkatan signifikan dari
sebelumnya.
3. Ni Putu Eka Mujiantarini 2012 mengemukakan bahwa dengan penerapan pendekatan PMR terjadi peningkatan aktivitas belajar pada siswa kelas VII
E SMP Negeri 1 Abang tahun pelajaran 20112012 untuk bidang datar segiempat. Siswa cukup aktif selama proses pembelajaran, peningkatan
rata-rata nilai prestasi belajar siswa, daya serap serta ketuntasan belajar sangat signifikan mengalami kenaikan yang signifikan. Proses penelitian
menggunakan pendekatan kualitatif. Pada saat melakukan penelitian di kelas menggunakan penelitian tindakan kelas PTK yang melibatkan
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Tahap perencanaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dimaksudkan membuat rancangan proses pembelajaran RPP. Tahap observasi dimaksudkan mengamati aktivitas belajar siswa, mencatat segala
sesuatu yang dilakukan di kelas, mengamati keterlaksanaan pembelajaran selama proses pembelajaran berlangsung. Tahap refleksi dimaksudkan
hasil observasi aktivitas belajar siswa, data evaluasi yang dicapai siswa berdasarkan siklus 1 sampai siklus 3 yang digunakan pada penelitian
tindakan kelas PTK sehingga apabila ketiga siklus sesuai kriteria sangat baik maka data evaluasi siswa yang dicapai saat aktivitas belajar siswa
memenuhi kriteria.
G. Kerangka Berpikir