PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN BILANGAN PECAHAN DI KELAS IV MI GHIDAUL ATHFAL KOTA SUKABUMI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas IV M

(1)

KOTA SUKABUMI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

OLEH : Zainal Arifin 809018300624

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2013


(2)

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN BILANGAN PECAHAN DI

KELAS IV MI GHIDAUL ATHFAL KOTA SUKABUMI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas IV MI Ghidaul Athfal Kota Sukabumi)

Diajukan Kepada Fakultas llmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

Oleh Zainal Arifin NIM: 809018300624

Di Bawah Bimbingan

( Drs. Otong Suhyanto, M.Si ) NIP. 196811041999031001

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2013


(3)

Bilangan Pecahan di Kelas IV MI Ghidaul Athfal Kota Sukabumi Tahun Pelajaran 2012/2013” disusun oleh Zainal Arifin, NIM 809018300624, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan LULUS pada Ujian Muanaqasah pada tanggal 06 Nopember 2013 dihadapan Dewan Penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd) pada bidang Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah.

Jakarta, 06 Nopember 2013

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan Ketua Panitia (Ketua Jurusan PGMI)

Fauzan, MA

NIP. 197611072007011013

06/11/2013 ………

Pembimbing

Drs. Otong Suhyanto, M.Si NIP. 196811041999031001

06/11/2013

……… Penguji I

Maifalinda Fatra, S.Ag, M.Pd NIP. 197005281996032002

06/11/2013

……… Penguji II

Lia Kurniawati, M.Pd NIP. 197605212008012008

06/11/2013

……… Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

( Nurlena, MA, Ph. D ) NIP: 195910201986032001


(4)

Nama : Zainal Arifin

Tempat/Tgl Lahir : Sukabumi, 20 Mei 1984

NIM : 809018300624

Jurusan : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Angkatan tahun : 2009/2013

Alamat : Jl. Subangjaya RT: 02/05 Kel. Subangjaya Kec. Cikole Kota Sukabumi

Bahwa skripsi yang berjudul “Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan di Kelas IV MI Ghidaul Athfal Kota Sukabumi Tahun Pelajaran 2012/2013” adalah hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama : Drs. Otong Suhyanto, M.Si

NIP : 196811041999031001

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila pernyataan skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Juli 2013 Yang menyediakan,

Zainal Arifin NIM: 809018300624


(5)

Realistik Indonesia (PMRI) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan di Kelas IV MI Ghidaul Athfal Kota Sukabumi Tahun Pelajaran 2012/2013” disusun oleh Zainal Arifin, Nomor Induk Mahasiswa 809018300624, Jurusan Kependidikan Islam Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqosah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Fakultas.

Jakarta, Juli 2013 Yang mengesahkan

Pembimbing

( Drs. Otong Suhyanto, M. Si ) NIP. 196811041999031001


(6)

i

Matematika Realistik Indonesia (PMRI) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan di Kelas IV MI Ghidaul Athfal Kota Sukabumi Tahun Pelajaran 2012/2013”. Skripsi jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Juli 2013.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) Penerapan pedekatan

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan bilangan pecahan di kelas IV, 2) Hasil hasil belajar siswa pada pokok bahasan bilangan pecahan di kelas IV akan meningkat melalui penerapan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

(PMRI). Penelitian ini dilaksanakan di MI Ghidaul Athfal Kota Sukabumi tahun pelajaran 2012/2013. Subyeknya adalah siswa kelas IV dengan jumlah siswa 28 orang. Pokok bahasan yang diteliti adalah bilangan pecahan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi aktivitas siswa, jurnal harian siswa, wawancara, dan tes akhir siklus. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan pendekatan PMRI dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa yaitu 53,79% pada siklus I menjadi 72,73% pada siklus II. Hal tersebut menunjukan pula adanya peningkatan rata-rata hasil belajar matematika siswa yaitu 77,14 pada siklus I menjadi 83,11 pada siklus II, dan memberikan respon positif terhadap pembelajaran matematika sebesar 77,38% pada siklus I dan 85,12% pada siklus II.

Kata kunci : Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dan Hasil Belajar Siswa.


(7)

ii

Class IV MI Ghidaul Athfal Sukabumi Academic Year 2012/2013". Thesis majoring in Elementary School Teacher Education and Teacher Training Faculty Tarbiyah Syarif Hidayatullah State Islamic University, July 2013.

The purpose of this study was to determine 1) the application pedekatan Indonesian Realistic Mathematics Education (PMRI) can improve student learning outcomes on the subject of fractions in grade IV, 2) the results of student learning outcomes on the subject of fractions in fourth grade will be increased through Realistic Mathematics Education approach implementation Indonesia (PMRI). The research was conducted in Sukabumi City MI Ghidaul Athfal school year 2012/2013. The subject is a fourth grade student with student number 28. The subject is studied fractions.

The method used in this research is Classroom Action Research (CAR), which consists of four stages, namely the planning, implementation, observation, and reflection. Instruments used in this study was the observation of student activity sheets, student daily journal, interviews, and the final test cycle. The results revealed that the application of PMRI approach can improve students' mathematics learning activity that is 53.79% in the first cycle to 72.73% in the second cycle. It shows also an increase in average mathematics achievement of students is 77.14 to 83.11 in the first cycle in the second cycle, and responded positively to the learning of mathematics by 77.38% in the first cycle and 85.12% in cycle II.

Keywords: Realistic Mathematics Education Approach Indonesia (PMRI) and Student Learning Outcomes.


(8)

iii

panjatkan kehadirat Allah swt, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di MI Ghidaul Athfal Kota Sukabumi. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan hambatan dalam penulisan skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat terselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D, Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Fauzan, MA, Ketua Jurusan Program Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI).

3. Bapak Drs. Otong Suhyanto, M.Si, Dosen Pembimbing yang dengan kesabaran dan keikhlasannya telah membimbing, memberikan saran, masukan, serta mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis beserta staf yang selalu membantu penulis dalam proses administrasi.


(9)

iv

mengizinkan dan membantu penulis melakukan penelitian skripsi ini, serta Ibu Rina Dinaryati, S.Pd.I guru kelas IV yang telah membantu penulis dalam penelitian skripsi ini.

7. Teristimewa untuk kedua orang tuaku yang tercinta, ayahanda Awan Setiawan dan Ibu Ai Jamilah yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang, selalu mendo’akan, serta memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Kakakku Tika Kartika dan Adikku Adam gunawan yang telah memberikan dukungan moril serta do’anya kepada penulis.

8. Sahabat-sahabat seperjuanganku dibangku kuliah (Misbah, Anjar Ginanjar, Ujang Sujana, Ramdan, Mira Rahayu, Nolis Nurbaeti, dan teman-teman yang lain yang tidak disebutkan satu persatu) yang selalu memberikan semangat dan do’a kepada penulis, serta teman-teman Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah 2009.

9. Orang terkasih Ana Noviana yang tiada henti memberikan dukungan moril serta do’anya kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Sukabumi, Juli 2013 Penulis


(10)

v

ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR DIAGRAM... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I: PENDAHULUAN

ii iii v vii viii ix x A. B. C. D. E.

Latar Belakang Masalah... Identifikasi Area dan Fokus Penelitian... Pembatasan Fokus Penelitian... Perumusan Masalah Penelitian... Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian...

1 7 7 7 8

BAB II: KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN

KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN

A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti... 1. Hakekat Belajar Mengajar... a. Pengertian Belajar... b. Pengertian Mengajar... 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan

Pembelajaran... 3. Hakikat Hasil Belajar... 4. Pembelajaran Matematika di SD/MI... 5. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

Indonesia (PMRI)... a. Pengertian Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)... 9 9 9 11 13 17 19 21 23


(11)

vi

a. Pengertian Bilangan Pecahan... b. Jenis-jenis Bilangan Pecahan...

31 32 B.

C. D.

Hasil Penelitian yang Relevan... Kerangka Berpikir... Hipotesis Tindakan...

37 37 38 BAB III: METODE PENELITIAN

A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K. L.

Tempat dan Waktu Penelitian... Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian... Subjek Penelitian... Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian... Tahapan Intervensi Tindakan... Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan... Data dan Sumber Data... Instrumen Pengumpulan Data... Teknik Pengumpulan Data... Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan... Analisi Data dan Interpretasi Data... Pengembangan Perencanaan Tindakan...

39 39 40 43 44 45 46 47 48 49 50 51 BAB IV: DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN

A. B. C. Deskripsi Data... Analisis Data... Pembahasan... 52 80 83 BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

A. B. Kesimpulan... Saran ... 85 85 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

vii Tabel. 2.1

Tabel. 4.1

Tabel. 4.3 Tabel. 4.4

Tabel. 4.5 Tabel. 4.6 Tabel. 4.7

Tabel. 4.8 Tabel. 4.9 Tabel. 4.10

Implementasi Pembelajaran PMRI... Nilai Ulangan Harian Matematika Siswa Kelas IV MI Ghidaul Athfal Sebelum Dilakukan Penelitian... Rekafitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I... Rekafitulasi Jurnal Harian Siswa pada Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan PMRI pada Siklus I... Nilai Tes Akhir Siklus I... Rekafitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II... Rekafitulasi Jurnal Harian Siswa pada Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan PMRI pada Siklus II... Nilai Tes Akhir Siklus II... Rekafitulasi Total Persentase Aktivitas Siswa... Statistik Deskriptif Peningkatan Hasil Belajar Siswa...

29

53 62

64 65 76

77 78 80 82


(13)

viii Gambar. 2.2

Gambar. 3.1 Gambar. 4.1 Gambar. 4.2 Gambar. 4.3

Gambar. 4.4

Gambar. 4.5

Gambar. 4.6 Gambar. 4.7 Gambar. 4.8 Gambar. 4.9

Gambar. 4.10

Contoh penyajian bilangan pecahan dalam bentuk gambar... Diagram Desain Penelitian... Suasana Kelas Pada Penelitian Pendahuluan... Kegiatan Kelompok Memotong Buah Apel... Kelompok II Terlihat Hanya Mengandalkan S2 dan S8 Dalam Mengerjakan Tugas Kelompok... S5 dan S15 Sedang Memperlihatkan Roti Yang Telah Dipotong... S26 Perwakilan Kelompok II Sedang Mengerjakan Tugas di Depan Kelas... Kelompok II Sedang Mengerjakan Tugas Kelompok... Suasana Saat Tes Akhir Siklus I... Kertas yang dilipat dan diberi arsiran... Guru Sedang Menjelaskan Materi Tentang Cara Menyederhanakan Pecahan... Guru Kolaborator Sedang Mengawasi Tes Akhir Siklus II

31 42 53 56

56

58

60 60 61 70

72 75


(14)

ix Diagram. 4.2

Diagram. 4.3

Diagram. 4.4

Matematika Dengan Pendekatan PMRI pada Siklus I... Persentase Hasil Jurnal Harian Siswa pada Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan PMRI pada Siklus II... Diagram Batang Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Siswa... Diagram Batang Peningkatan Rata-rata Hasil Belajar Siswa...

64

77

81


(15)

x Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15 Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18 Lampiran 19 Lampiran 20 Lampiran 21 Lampiran 22 Lampiran 23 Lampiran 24 Lampiran 25 Lampiran 26 Lampiran 27

Lembar Latihan Soal... Lembar Kerja Siswa (LKS)... Daftar Nama-nama Subyek penelitian... Daftar Nilai Harian Siswa Sebelum Penelitian... Pedoman Wawancara Sebelum Penelitian... Pedoman Wawancara Setelah Siklus... Kisi-Kisi Lembar Observasi Aktivitas Siswa... Lembar Observasi Aktivitas Siswa... Jurnal Harian Siswa... Kisi-kisi Tes Akhir Siklus I... Soal Tes Akhir Siklus I... Kunci Jawaban Soal Tes Akhir Siklus I... Kisi-kisi Tes Akhir Siklus II... Soal Tes Akhir Siklus II... Kunci Jawaban Soal Tes Akhir Siklus II... Caatatan Lapangan... Hasil Wawancara Sebelum Penelitian... Hasil Wawancara Setelah Tindakan... Hasil lembar Observasi Aktivitas Siswa... Hasil Jurnal Harian Siswa... Hasil Rekafitulasi Jurnal Harian Siswa... Perhitungan Nilai Rata-rata Harian Siswa Sebelum Penelitan... Perhitungan Nilai Rata-rata Skor Tes Akhir Siklus I... Perhitungan Nilai Rata-rata Skor Tes Akhir Siklus II. Daftar Hasil Nilai Akhir Tes Siklus I... Daftar Hasil Nilai Akhir Tes Siklus II...

117 123 129 130 131 133 135 136 138 139 140 142 143 144 146 147 160 163 168 174 180 181 183 185 187 188


(16)

xi Lampiran 31

Lampiran 32 Lampiran 33

Surat Izin Penelitian Surat Bukti Penelitian Daftar Riwayat Hidup


(17)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada dasarnya adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.1 Pendidikan selalu menjadi issue menarik bagi setiap kehidupan manusia, baik pemerintah maupun masyarakat umumnya. Issue

ini tidak terlepas dari asumsi publik bahwa dengan pendidikan seseorang dapat meningkatkan harkat dan martabatnya dengan bekal jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Terlebih di era global yang mensyaratkan adanya profesinalisme dalam meraih peluang kerja.

Pada era sekarang pendidikan hendaknya berorintasi pada model pendidikan yang berwawasan global, yaitu; pendidikan yang dilandaskan pada pluralitas agama, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, etnis, ras, bahasa. Hal ini tidak hanya dalam cakupan regional, nasional, melainkan hingga global (Internasional).

Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2

Pembelajaran di Sekolah-sekolah turut andil dalam pencapaian mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembelajaran ini dapat dispesifikasikan lagi

1

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h. 11.

2

Abd. Rojak, Fauzan, H. Ali Nurdin, Kompilasi Undang-undang dan Peraturan Bidang Pendidikan, (Jakarta, FITK PRESS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010), h. 6.


(18)

sampai kepada pembelajaran dari salah satu mata pelajaran yang memberikan kontribusi positif bagi pencerdas kehidupan bangsa sekaligus turut memanusiakan bangsa dalam arti dan cakupan yang lebih luas. Mata pelajaran tersebut adalah matematika.

Menurut Ruseffendi yang dikutif oleh Heruman matematika adalah bahasa simbol ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan stuktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak diidentifikasikan keunsur yang diidentifikasikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil.3Sedangkan hakekat matematika menurut Soedjadi, yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, pola pikir yang deduktif.4

Banyak orang yang memandang matematika sebagai bidang studi yang paling sulit, meskipun demikian, semua orang harus mempelajarinya karena merupakan sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, seperti halnya bahasa, membaca dan menulis. Kesulitan matematika harus diatasi sedini mungkin, kalau tidak akan menghadapi banyak masalah karena hampir semua bidang studi memerlukan matematika yang sesuai.

Banyak orang yang mempertukarkan antara matematika dengan aritmatematika atau berhitung, padahal matematika memiliki cakupan yang lebih luas dari pada aritmatika. Aritmatika hanya merupakan bagian dari matematika, bidang studi matematika yang diajarkan di SD/MI mencakup tiga cabang yaitu: aritmatika, aljabar dan geometri. Matematika adalah bidang studi yang harus dipelajari dari SD/MI sampai dengan perguruan tinggi, untuk itu agar siswa dapat memahami matematika dengan baik di perlukan konsep dasar matematika yang diajarkan di SD/MI, untuk memudahkan hal tersebut maka dipergunakanlah alat peraga matematika pada siswa SD/MI yang cara berfikirnya masih bersifat kongkrit.

Menurut Permen No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali

3

Heruman, Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2010), h.1.

4 Ibid.


(19)

peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analisis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Hal senada juga diungkapkan oleh Soedjadi (2004) bahwa pendidikan matematika memiliki dua tujuan besar yang meliputi: (1) tujuan yang bersifat formal yang memberi tekanan pada penataan nalar anak serta pembentukan pribadi anak, dan (2) tujuan yang bersifat material yang memberi tekanan pada penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah matematika. Dari tujuan di atas terlihat bahwa matematika sangat penting untuk menumbuhkan penataan nalar atau kemampuan berpikir logis serta sikap positif siswa yang berguna dalam mempelajari ilmu pengetahuan maupun dalam penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut disusun standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika. Standar kompetensi dan kompetensi dasar dijadikan sebagai landasan guru untuk menyusun program dan kegiatan belajar-mengajar di kelas.

Di Indonesia mata pelajaran matematika diberikan mulai sejak kelas I SD/MI. Siswa SD/MI umurnya berkisar antara 6 tahun atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Peaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.

Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD/MI masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indera. Dalam pembelajaran matematika abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa. Proses pembelajaran pada fase konkret dapat melalui tahapan konkret, semi konkret, semi abstrak, dan selanjutnya abstrak. Hal ini menunjukan betapa pentingnya matematika dalam jenjang selanjutnya, karena matematika selalu berkaitan dengan kehidupan kita sehari-hari.

Matematika perlu dipelajarai oleh siswa karena matematika merupakan bagian tak terpisahkan dari pendidikan secara umum. Untuk memahami dunia dan memperbaiki kualitas keterlibatan kita pada masyarakat, maka diperlukan


(20)

pemahaman matematika secara lebih baik lagi. Matematika juga merupakan alat dan bahasa untuk memecahkan masalah baik dalam masalah matematika ataupun masalah dalam kehidupan manusia.5

Salah satu mata pelajaran yang perlu mendapat perhatian lebih adalah matematika, dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya, hasil belajar siswa dalam mata pelajaran matematika terutama pada pokok bahasan bilangan pecahan selalu rendah. Hal ini biasanya karena sebagian besar siswa kurang antusias menerimanya. Siswa lebih bersifat pasif, enggan, takut, atau malu untuk mengungkapkan ide-ide atau pun penyelesaian atas soal-soal latihan yang diberikan di depan kelas. Tidak jarang siswa kurang mampu dalam mempelajari matematika terutama dalam pokok bahasan pecahan , sebab materi pecahan dianggap terlalu sulit, dan menakutkan bahkan dari sebagian mereka ada yang membencinya sehingga matematika dianggap sebagai momok oleh mereka. Hal ini menyebabkan siswa menjadi takut atau fobia terhadap matematika.

Upaya-upaya pembaharuan dalam sistem pendidikan dilakukan sebagai respon dari banyaknya permasalahan dalam pendidikan di Indonesia. Permasalahan tersebut juga terjadi pada mata pelajaran matematika. Masalah umum pada matematika seperti rendahnya daya saing di ajang international, rendahnya rata-rata NEM nasional, serta rendahnya minat belajar matematika, matematika terasa sulit karena banyak guru matematika mengajarkan matematika dengan materi dan metode yang tidak menarik dimana guru menerangkan atau „teacher telling’ sementara murid mencatat. Salah satu penyebab permasalahan tersebut adalah secara umum pendekatan pengajaran matematika di Indonesia masih menggunakan pendekatan tradisional atau mekanistik yang menekankan proses ‘drill and practice’, prosedural serta menggunakan rumus dan algoritma sehingga siswa dilatih mengerjakan soal seperti mekanik atau mesin. Konsekwensinya bila mereka diberikan soal yang beda dengan soal latihan mereka akan membuat kesalahan atau ‘error’ seperti terjadi pada komputer.

5

Turmudi dan Aljufri, Pembelajaran Matematika, (Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009), h, 6.


(21)

Begitu pula mereka tidak terbiasa memecahkan masalah yang banyak di sekeliling mereka.

Pembelajaran matematika seperti yang kita alami dikelas-kelas masih menitik beratkan kepada pembelajaran lansung yang pada umumnya didominasi olek guru, siswa masih secara pasif menerima apa yang diberikan guru, umunya hanya satu arah. Beberapa ahli mengatakan bahwa dalam pembelajaran matematika umumnya siswa menonton gurunya menyelesaikan soal-soal dipapan tulis. Pola-pola pembelajaran transmisi masih mendominasi kelas misalnya guru mengenalkan aturan umum dalam matematika dan dilanjutkan dengan memberikan soal-soal latihan.

Praktek-praktek pembelajaran seperti di atas diusulkan untuk diperbaiki dan pelaksanaan proses pembelajaran seperti itu belum menunjukan hasil yang maksimal yang dicapai oleh siswa. Tingkat penguasaan siswa terhadap materi bilangan pecahan masih rendah. Berdasarkan tes yang dilakukan dalam menjawab soal-soal yang diberikan pada materi bilangan pecahan banyak siswa yang tidak bisa menjawab dengan benar. Dari jumlah siswa yang mengikuti tes tersebut hanya 67% siswa yang mendapat nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan yaitu 60,00, sementara sisanya mendapat nilai di bawah KKM.

Siswa juga memandang matematika sebagai suatu mata pelajaran yang sangat membosankan dan menakutkan. Hal ini jelas sangat berakibat buruk bagi perkembangan pendidikan matematika kedepan. Oleh karena itu perubahan proses pembelajaran matematika yang menyenangkan harus menjadi prioritas utama. Hasil empiris diatas jelas merupakan faktor penting dalam mewujudkan tujuan pembelajaran matematika sesuai yang diamanatkan dalam kurikulum pendidikan matematika.

Dengan situasi seperti ini guru harus dapat mengambil suatu tindakan guna menyiasati apa yang terjadi di kelas. Guru harus dapat mengubah pendekatan, strategi dan metode yang bervariasi agar kemampuan siswa dalam menemukan konsep-konsep serta pemahaman tentang materi pecahan pada pelajaran matematika semakin meningkat.


(22)

Merujuk pada berbagai pendapat para ahli matematika SD/MI dalam mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa, maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-beda, serta tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran matematika.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang ada, penulis mencoba menawarkan penyelesaiannya dengan penerapan pembelajaran matematika melalui Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), karena selama ini PMRI diindikasikan mampu menjadi pembelajaran matematika lebih efektif dan menyenangkan bagi siswa.

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan salah satu langkah yang dapat diambil agar pembelajaran matematika tidak terkesan sulit. Salah satu yang khas dari PMRI adalah penggunaan “konteks” (masalah kontekstual). Sebagai bandingan, pendekatan pembelajaran tradisional yang disebut dengan pendekatan pendidikan matematika “mekanistik”, hampir seluruh isinya adalah “soal-soal yang kering” tanpa konteks realistik.

Dalam pendekatan matematika realistik siswa belajar matematisasi masalah kontekstual. Dengan kata lain siswa mengidentifikasi dan menyelesaikan soal matematika secara realistik. Hal ini adalah salah satu upaya dalam rangka memperbaiki mutu pendidikan matematika.

Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) ini juga diterapkan agar dapat membantu guru khusunya dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu agar penyajian bahan ajar matematika tidak lagi terbatas hanya ceramah dan membaca isi buku, sehingga diharapkan siswa tidak lagi merasa bosan dan jenuh dengan materi pelajaran. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengambil judul“Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan di Kelas IV MI Ghidaul Athfal


(23)

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Pemahaman guru akan pendekatan, model, dan metode pembelajaran masih terbatas dan kurang.

2. Rendahnya hasil belajar siswa pada pokok bahasan bilangan pecahan pada mata pelajaran matematika.

3. Penggunaan pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran yang belum mengaktifkan siswa, sehingga belum dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

4. Siswa merasa bosan dan jenuh dengan Pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran yang dipakai oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. C. Pembatasan Fokus Penelitian

Berdasarkan masalah-masalah yang diidentifikasikan di atas, agar penelitian ini lebih terarah, maka ruang lingkup dibatasi yaitu:

1. Materi pembelajaran adalah konsep materi bilangan pecahan dan operasi hitung bilangan pecahan

2. Hasil belajar siswa yang direalisasikan adalah aspek kognitif dengan kategori C1 sampai dengan C3 melalui proses pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).

D. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah Penerapan Pedekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan di Kelas IV MI Ghidaul Athfal Kota Sukabumi Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Apakah Penerapan Pedekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dapat Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan di Kelas IV MI Ghidaul Athfal Kota Sukabumi Tahun Pelajaran 2012/2013.


(24)

3. Bagaimana respon siswa terhadap Penerapan Pedekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan di Kelas IV MI Ghidaul Athfal Kota Sukabumi Tahun Pelajaran 2012/2013.

E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Penerapan Pedekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan di Kelas IV MI Ghidaul Athfal Kota Sukabumi Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Penerapan Pedekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dapat Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan di Kelas IV MI Ghidaul Athfal Kota Sukabumi Tahun Pelajaran 2012/2013.

3. Respon siswa terhadap Penerapan Pedekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan di Kelas IV MI Ghidaul Athfal Kota Sukabumi Tahun Pelajaran 2012/2013.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

a. Bagi guru, dari penelitian ini diharapkan dapat ditemukan alternatif pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat, untuk meningkatkan hasil belajar yang maksimal, menjadi pertimbangan bagi guru dalam proses pembelajaran matematika ke depannya, sehingga guru dapat merencanakan proses pembelajaran yang lebih baik dan menjadi motivasi serta hasil belajar yang baik bagi siswa.

b. Bagi siswa, hasil penelitian ini memberikan proses pembelajaran yang baru,sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan lebih baik, dan menghasilkan prestasi yang maksimal dalam proses pembelajaran matematika.


(25)

BAB II

KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL

INTERVENSI TINDAKAN

A.

Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti

1.

Hakekat Belajar Mengajar

a. Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat. Lingkungan akademik seperti di lingkungan Sekolah, pelajar, siswa, dan siswi serta mahasiswa yang mempunyai tugas untuk belajar. Kegiatan belajar adalah kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari mereka. Belajar tidak hanya dapat dilakukan di Sekolah, tetapi dapat dilakukan dimana-mana, seperti di rumah ataupun di lingkungan masyarakat.1

Konsep tentang belajar sendiri telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Menurut Gagne seperti yang dikutip oleh Masitoh dan Laksmi Dewi, Belajar adalah suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Definisi belajar dijelaskan juga oleh Driscroll yaitu perubahan yang terus menerus dalam kinerja atau potensi kinerja manusia. Oemar Hamalik berpendapat, Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Sedangkan menurut Nana Syaodih, Belajar adalah segala perubahan tingkah laku baik yang terbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan terjadi melalui proses pengalaman.2

Pengertian belajar juga dijelaskan oleh James LM, Belajar adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri , menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri. Sementara itu Garry dan Kingsley berpendapat bahwa belajar

1

H. Endin Nasrudin, Psikologi Manajemen, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h, 104.

2

Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009), h, 3.


(26)

adalah proses perubahan tingkah laku yang orisinil melalui pengalaman dan latihan-latihan. Konsep belajar juga dikemukakan oleh Robert dan Davies bahwa Belajar adalah perubahan perilaku yang relative permanen sebagai suatu fungsi praktis atau pengalaman.3

Dari beberapa pengertian belajar oleh para ahli tersebut di atas, maka penulis dapat menyimpulkan, bahwa belajar adalah suatu proses atau kegiatan yang dilakukan sehingga membuat suatu perubahan perilaku yang berbentu kognitif, afektif, dan pdikomotor. Belajar juga merupakan suatu kebutuhan manusia agar pada dirinya terjadi perubahan-perubahan, baik pengetahuan, sikap dan nilai-nilai moral atau nilai akhlak yang akan membentuk pribadi seseorang sebagai hasil interaksinya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitarnya.

Dari pemahaman tentang pengertian belajar, terdapat tiga atribut pokok (ciri utama) belajar, yaitu proses, perubahan perilaku, dan pengalaman.

1) Proses

Belajar adalah proses mental dan emosional atau bias disebut juga sebagai proses berfikir dan merasakan. Seseorang dikatakan belajar bila pikiran dan perasaannya aktif. Aktivitas pikiran dan perasaan itu sendiri tidak dapat diamati oleh orang lain, akan tetapi akan terasa oleh yang bersangkutan (orang yang sedang belajar itu). Guru tidak dapat melihat aktivitas pikiran dan perasaan siswa. Yang dapat diamati oleh guru ialah manisfestasinya, yaitu kegiatan siswa sebagai akibat adanya aktivitas pikiran dan perasaan pada diri siswa tersebut.

2) Perubahan perilaku

Hasil belajar berupa perubahan perilaku atau tingkah laku. Seseorang yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya, baik yang berupa pengetahuan, keterampilan motorik, atau penguasaan nilai-nilai (sikap).

3


(27)

Perubahan perilaku sebagai hasil belajar ialah perubahan yang dihasilkan dari pengalaman (interaksi dengan lingkungan), dimana proses mental dan emosional terjadi.

Perubahan perilaku sebagai hasil belajar dikelompokan kedalam tiga ranah (kawasan), yaitu: pengetahuan (kognitif), keterampilan motorik (psikomotorik), dan penguasaan nilai-nilai atau sikap (afektif). Didalam pembelajaran perubahan perilaku sebagai hasil belajar tersebut dirumuskan didalam rumusan tujuan pembelajaran.

3) Pengalaman

Belajar adalah mengalami artinya belajar terjadi didalam interaksi antara individu dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan social. b. Pengertian Mengajar

Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan berlangsungnya proses belajar. Kalau belajar dikatakan milik siswa maka mengajar itu sendiri merupakan kegiatan guru.

Mengajar adalah kegiatan yang dilakukan guru dan anak didik secara bersama-sama untuk memperoleh pengetahuan melalui proses pembelajaran yang akhirnya membentuk perilaku dan keperibadian anak.4

Menurut S. Nasution yang dikutip oleh Masitoh dan Laksmi Dewi, Mengajar adalah mengorganisir lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan siswa sehingga terjadi kegiatan belajar.5

Kemampuan mengajar merupakan kemampuan yang wajib dimiliki oleh setiap pengajar, dan salah satu ilmu yang dipelajari dalam menambah kemampuan mengajar adalah kemampuan menghadapi anak didik yang memiliki karakter, kemampuan serta keinginan yang berbeda-beda. Guru harus bisa mengakomodir semua keinginan anak didiknya.

4

Thoifuri, Menjadi Guru Inisiator, (Semarang: Rasail Media Grup, 2008), h, 37.

5


(28)

Berikut ini adalah definisi dari mengajar menurut para ahli, diantaranya: 6 1) Andri Hakim

Mengajar merupakan salah satu bentuk komunikasi dengan tingkat kompleksitas yang cukup tinggi. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa mengajar merupakan sebuah seni, sekaligus sebuah ilmu pengetahuan yang dapat dilatih serta dipelajari.

2) W. Gulo

Mengajar adalah usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang emmungkinkan terjadinya proses belajar itu secara optimal.

3) Roymond H. Sinamora

Mengajar merupakan suatu perilaku yang kompleks. Perilaku mengajar yang kompleks dapat ditafsirkan sebagai penggunaan secara integratif sejumlah komponen yang terdapat dalam tindakan mengajar untuk menyampaikan pesan pengajaran.

4) Highet, 1954

Mengajar adalah "menjadi" tidak "dijadikan", emosi, nilai - nilai yang dimiliki oleh setiap guru adalah diluar garapan ilmiah, oleh sebab itu menurutnya mengajar adalah suatu seni bukan ilmu.

5) Gage, 1978

Mengajar adalah suatu seni, akan tetapi itu hanya dalam prakteknya saja untuk memperindah estetika penampilan, misalnya seni dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan siswa, seni mengatur lingkungan agar siswa senang belajar, seni membangkitkan motivasi dan lain sebagainya.

6) Doni Koesoema A

Mengajar merupakan panggilan dan tugas suci dalam hidup.

6

http://chocoronotomo.blogspot.com/2013/04/definisi-mengajar-menurut-para-ahli.html diakses pada tanggal 17/07/2013.


(29)

7) HR Ibn Abdil-Barr

Mengajar merupakan cara terbaik bersedekah. Mengajarkan ilmu akan mendekatkan seseorang kepada Allah.

8) George Picket dan John J. Hanlon

Mengajar merupakan sebuah profesi dan ketrampilan. Tidak semua orang cocok untuk tantangan seperti itu berdasarkan temperamen, pelatihan, maupun pengalamannya.

Dari pengertian tersebut di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa mengajar itu suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seorang guru atau pengajar untuk mengubah karakteristik dan kemampuan berfikir kearah kemajuan seorang anak didik, baik kemajuan dalam pengetahuan dan kemampuan-kemampuan lainnya melalui proses belajar.

Apabila kegiatan mengajar diarahkan pada kegiatan membimbing belajar siswa latih dan diarahkan pada kompetensi yang harus dimiliki setelah siswa belajar, maka kegiatan belajar siswa dan kegiatan mengajar guru perlu dirancang secara sistematis agar pencapaian kompetensi optimal. Kegiatan belajar mengajar dikenal dengan istilah pembelajaran.

Jadi yang dimaksud proses belajar mengajar adalah proses kegiatan yang berinteraksi, dimana terjadi belajar disitu juga akan berlangsung mengajar siswa yang menjadi objek belajar dan guru sebagai informasi subjek.

2.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pembelajaran

Kegiatan belajar mengajar, merupakan bahagian dari pendidikan yang tidak terlepas dari beberapa faktor yang mencakup: faktor anak didik, pendidik, alat pendidikan dan tujuan pendidikan. Maka demikian pula dengan proses belajar mengajar tentunya tidak terlepas dari beberapa faktor tersebut yang dikenal dengan faktor siswa, faktor guru, faktor materi atau bahan pelajaran, faktor lingkungan dan faktor lainnya, dimana tujuan utamanya adalah terjadinya suatu perubahan tingkah laku.


(30)

Perubahan tingkah laku yang diharapkan adalah suatu tingkah laku yang diperlukan dalam situasi kerja tertentu. Jika perubahan tingkah laku terjadi sesuai yang diharapkan, yakni tercapainya pengetahuan, kemahiran, keterampilan, kepribadian, sikap, kebiasaan dan sebagainya, maka kelak ia akan mampu melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik.

Suatu pendidikan khususnya pendidikan di SD/MI dikatakan berhasil apabila, benar-benar terjadi perubahan tingkah laku yang diharapkan, juga bahwa dicapainya perubahan tingkah laku itu terlaksana dalam waktu yang telah ditentukan, dengan perkataan lain terjadinya secara efektif dan efisien. Ada keadaan dimana pendidikan dikatakan tidak ada atau kurang berhasil yaitu: pertama, tidak tercapainya perubahan tingkah laku yang diharapkan, kedua, perubahan tingkah laku terjadi dalam waktu relatif lama atau lebih lama

Selanjutnya bila hal tersebut terjadi, maka berarti bahwa proses belajar tidak berjalan semestinya, sehingga perubahan tingkah laku tidak berjalan semestinya, tidak sesuai dengan harapan. Hal tersebut tentu tidak dikehendaki. Bila terjadi ketidakberhasilan dalam belajar, maka dalam penanggulangannya perlu memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar.

Dalam hal ini penulis akan mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan proses belajar, ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa yang secara garis besarnya dapat dibagi dalam dua bagian, yakni faktor internal dan faktor eksternal siswa.7

a). Faktor Internal

Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa yaitu berupa faktor fisiologis dan faktor psikologis pada diri siswa. Faktor kondisi fisiologis siswa terdiri dari kondisi kesehatan dan kebugaran fisik dan kondisi panca inderanya terutama penglihatan dan pendengaran.

7

H. M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2010), Cet- keempat, h, 59.


(31)

Adapun faktor psikologis yang akan mempengaruhi keberhasilan belajar siswa adalah faktor: minat, bakat intelejensi, motivasi, dan kemampuan-kemampuan kognitif, seperti: kemampuan persepsi, ingatan, berpikir, dan kemampuan dasar pengetahuan (bahan appersepsi) yang dimiliki siswa.

b). Faktor Eksternal

Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa, faktor tersebut terdiri dari faktor lingkungan dan faktor instrumental.

1) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan siswa ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: faktor lingkungan alam/non sosial dan faktor lingkungan sosial. Yang termasuk faktor lingkungan non sosial/alami ini ialah seperti: keadaan suhu, kelembaban udara, waktu (pagi, siang, dan malam), tempat letak gedung Sekolah, dan sebagainya.

Faktor lingkungan sosial baik berwujud manusia dan prestasinya termasuk budayanya akan mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.

2) Faktor Intsrumental

Faktor instrumental ini terdiri dari gedung/sarana fisik kelas, sarana/alat pengajaran, media pengajaran, guru, dan kurikulum atau materi pelajaran serta strategi belajar mengajaryang digunakan akan mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.

Menurut Budiamin dan Hj. Setiawati menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah belajar, yaitu:8

1) Faktor-faktor Internal

Yang termasuk kedalam faktor internal pada diri peserta didik itu sendiri, diantaranya:

8

Budiamin dan Hj. Setiawati, Bimbingan Konseling, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009), Cet- Pertama h, 120.


(32)

a) Gangguan secara fisik

b) Kelemahan-kelemahan secara mental (baik kelemahan yang dibawa sejak lahir maupun karena pengalaman) yang sukar diatasi oleh individu bersangkutan dan juga oleh pendidikan. c) Kelemahan emosional

d) Kelemahan-kelamahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap-sikap yang salah.

2)Faktor-faktor Eksternal

Faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu yakni situasi Sekolah dan masyarakat, antara lain:

a) Kurikulum yang seragam, bahan-bahan buku yang tidak sesuai dengan perbedaan individu.

b) Ketidak sesuaian standara administratif, penilaian, pengelolaan kegiatanbelajar mengajar.

c)Kelemahan yang terdapat dalam kondisi rumah tangga(pendidikan, status sosial ekonomi, keutuhan keluarga, tradisi, kultur keluarga, dan sebagainnya.

Pelaksanaan pembelajaran selayaknya berpegangan pada apa yang tertuang dalam perencanaan. Namun, situasi yang dihadapi guru dalam melaksanakan pembelajaran mempunyai pengaruh besar terhadap proses pembelajaran itu sendiri. Oleh karena itu, guru sepatutnya peka terhadap berbagai situasi yang dihadapi, sehingga dapat menyesuaikan polatingkah lakunya dalam mengajar dengan situasi yang dihadapi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran itu sendiri diantaranya:9

1) Faktor Guru

Setiap guru memiliki pola mengajar sendiri-sendiri. Pola mengajar itu tercermin dalam tigkah laku pada waktu pelaksanaan pembelajaran.

9


(33)

2) Faktor Siswa

Setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun keperibadian.

3) Faktor Kurikulum

Secara sederhana arti kurikulum dalam kajian ini menggambarkan pada isi atau pelajaran dan pola interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan tertentu.

4) Faktor Lingkungan

Faktor lingkngan ini meliputi keadaan ruangan, tata ruang, dan berbagai situasi fisik yang ada di sekitar kelas atau sekitar tempat berlangsungnya proses pembelajaran.

Adapun pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar ada dua yaitu: Faktor dari dalam atau internal, meliputi; kecerdasan anak, kesiapan anak, bakat anak, kemampuan belajar dan minat belajar anak. Faktor dari luar atau eksternal, meliputi; model pengajaran guru, pribadi dari guru yang mengajar, kompetensi diri dan kondisi luar. image_thumb Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar yang lain adalah tingkat intelegensi, faktor psikologis, bakat, minat dan motivasi. Dari kedua pendapat di atas, terlihat bahwa faktor siswa meliputi kecerdasan, kesiapan, bakat, minat, motivasi dan suasana belajar sangat menentukan berhasil atau gagalnya siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.10

3.

Hakikat Hasil Belajar

Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar.

10

http://www.m-edukasi.web.id/2013/05/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html , (diakses pada tanggal 23/03/2013).


(34)

Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduannya itu terjadi interaksi dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar.

Dalam melakukan kegiatan belajar terjadi proses berpikir yang melibatkan kegiatan mental, terjadi penyusunan hubungan informasi-informasi yang diterima sehingga timbul suatu pemahaman dan penguasaan terhadap materi yang diberikan. Dengan adnya pemahaman dan penguasaan yang didapat setelah melalui proses belajar mengajar maka siswa telah memahami suatu perubahan dari yang tidak diketahui menjadi diketahui. Oleh karena itu hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru), seperti yang dikemukakan oleh Sudjana.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita.11

Dari pendapat di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengiplementasikan atau mengamalkan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak bisa dipungkiri bahwa tujuan utama dari kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah agar murid dapat menguasai bahan-bahan belajar sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. 12 Untuk itu guru melakukan berbagai upaya mulai dari penyusunan perencanaan pembelajaran, penggunaan strategi belajar mengajar yangrelevan, sampai dengan pelaksanaan penilaian dan umpan balik.

11

http://esihkeyc.blogspot.com/2013/03/pengertian-definisi-hasil-belajar.html. (diakss pada tanggal 27/04/2013).

12

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya Offset, 2011), h. 225.


(35)

Namun demikian, kenyataan menunjukan bahwa setelah kegiatan belajar mengajar berakhir masih ada murid yang tidak menguasai materi pelajaran dengan baik sebagaimana tercermin dalam nilai atau hasil belajar lebih rendah dari kebanyakan murid-murid sekelasnya. Salah satu cara yangdilakukan untuk membantu meningkatkan hasil belajar murid-murid adalah dengan cara melaksanakan layanan bimbingan belajar.

Hasil belajar merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh sesorang dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik. Pencapaian belajar atau hasil belajar diperoleh setelah dilaksanakannya suuatu program pengajaran. Penilaian atau evaluasi pencapaian hasil belajar merupakan langkah untuk mengetahui seberapa jauh tujuan kegiatan belajar mengajar (KBM) suatu bidang studi atau mata pelajaran telah dapat dicapai. Jadi hasil belajar yang dilihat dari tes hasil belajar berupa keterampilan pengetahuan integensi, kemampuan dan bakat individu yang diperoleh di sekolah biasanya dicerminkan dalam bentuk nilai-nilai tertentu. Tes bertujuan untuk membangkitkan motivasi siswa agar dapat mengorganisasikan pelajaran dengan baik.

4.

Pembelajaran Matematika di SD/MI

Pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan sistemik, yang bersifat interaktif dan komunkatif antara pendidik (guru) dengan peserta didik, sumber belajar, dan lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya tindakan belajar peserta didik, baik di kelas maupun di luar kelas dihadiri guru secara fisik atau tidak, untuk menguasai kompetensi yang telah ditentukan .13 Dalam proses pembelajaran guru akan mengatur seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran, termasuk proses dan hasil belajar yang berupa “dampak pengajaran”. Peran peserta didik adalah bertindak belajar, yaitu mengalami proses

13

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009),h. 14


(36)

belajar, mencapai hasil belajar dan menggunakan hasil belajar yang dogolongkan sebagai “dampak pengiring”.

Belajar adalah suatu aktivitas yang bertujuan. Tujuan belajar ini ada yang benar-benar disadari dan ada pula yang kurang begitu disadari oleh orang yang belajar. Menurut Surachmad yang dikutip oleh Sabri, tujuan belajar di Sekolah itu ditujukan untuk mencapai:

a) Pengumpulan pengetahuan

b) Penanaman konsep dan kecekatan/keterampilan c) Pembentukan sikap dan perbuatan.14

Pembelajaran matematika SD/MI perlu adanya penggunaan konteks dunia nyata dan sesuai dengan sifat mereka. Oleh karena itu pengajaran masih harus tetap berdasarkan sifat-sifat atau ciri-ciri perkembangan pada masa umum SD/MI. suatu prinsip yang penting adalah bahwa sebagian besar anak-anak di SD/MI masih dalam tahaf operasional konkret. Karena itu mereka kurang mampu untuk berpikir abstrak seperti masa remaja. Ini berarti bahwa pengajaran di SD/MI harus sekonkret mungkin dan betul-betul dialami. Pelajaran matematika sebaiknya menggunakan objek yang konkrit untuk menunjukan konsep dan membiarkan siswa memanipulasi objek mewakili prinsip-prinsip matematika. Penekanannya pada penggunaan matematika untuk menyelesaikan permasalahan pada kehidupan sehari-hari dengan nyata.

Kelompok belajar dalam pembelajaran matematika di SD/MI sangat diperlukan karena akan membantu dalam proses belajar mengajar. Kelompok belajar diperlukan terutama untuk anak-anak yang membutuhkan karena meraka “kurang” dibandingkan yang lain. Dalam kelompok belajar anak yang lebih pandai dapat membantu anak yang kurang pandai.

14


(37)

5.

Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

(PMRI)

Realistic Mathematics Education (RME) yang di Indonesia lebih dikenal dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) tidak dapat dipisahkan dari Institut Freudenthal. Institut ini didirikan pada tahun 1971, berada di bawah Utrecht University, Belanda. Nama institut diambil dari nama pendirinya, yaitu Profesor Hans Freudenthal (1905 – 1990). Sejak tahun 1971, Institut Freudenthal mengembangkan suatu pendekatan teoritis terhadap pembelajaran matematika yang dikenal dengan RME (Realistic Mathematics Education). RME menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan. Freudenthal berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang sebagai passive receivers of ready-made mathematics (penerima pasif matematika yang sudah jadi). Menurutnya pendidikan harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang dapat diangkat dari berbagai situasi (konteks), yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber belajar. Konsep matematika muncul dari proses matematisasi, yaitu dimulai dari penyelesaian yang berkait dengan konteks (context-link solution), siswa secara perlahan mengembangkan alat dan pemahaman matematik ke tingkat yang lebih formal. Model-model yang muncul dari aktivitas matematik siswa dapat mendorong terjadinya interaksi di kelas, sehingga mengarah pada level berpikir matematik yang lebih tinggi.

Dua pandangan penting beliau adalah ‘mathematics must be connected to

reality and mathematics as human activity ’. Pertama, matematika harus dekat terhadap siswa dan harus relevan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, ia


(38)

menekankan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia, sehingga siswa harus di beri kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas semua topik dalam matematika.15

Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan realistic. Realistic dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas saja, tetapi juga pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa. Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur pemecahan informal, sedangkan proses penemuan kembali menggunakan matematisasi.

Ada dua jenis matematisasi yang dipormulasikan oleh Traffers, yaitu matematisasi horizontal dan vertikal. Berdasarkan keberadaan matematisasi horizontal dan vertikal, pendekatan dalam pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu pendekatan: mekanistik, empiristik, strukturalistik, dan realistik. Pendekatan mekanistik merupakan pendekatan tradisional yang tidak memperhatikan matematisasi horizontal dan vertikal. Pendekatan empiristik adalah suatu pendekatan yang menekankan pada matematisasi horizontal, tetapi mengabaikan matematisasi vertikal. Pendekatan matematisasi strukturalistik merupakan pendekatan yang menekankan matematisasi vertical, tetapi mengabaikan matematisasi horizontal. Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui aktivitas matematisasi horizontal dan vertikal diharapkan siswa-siswa dapat menemukan dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika.16

Pendidikan Matematika Realistik (PMR) merupakan teori belajar mengajar dalam matematika yang memiliki konsep dasar dan karakteristik yang berbeda dengan yang lain. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan

15

http://nazwandi.wordpress.com/2010/06/22/ jurnalpmri-pembelajaran-matematika-realistik-indonesia-suatu-inovasi-dalam-pendidikan-matematika-di-indonesia/(diakses pada tanggal 28-03-2013).

16

Esti Yuli Widayanti. Dkk. Pembelajaran Matematika MI, (Surabaya, LAPIS-PGMI, 2009), h. 3-6.


(39)

adopsi dari Realistic Mathematis Education (RME) yang sudah dikembangkan dan disesuaikan dengan konteks Indonesia, sehingga PMRI bukanlah sekedar jiplakan dari RME yang dikembangkan di Negara asalnya.

a. Pengertian Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Pendidikan Matematika Realistik (PMR) adalah pendidikan matematika yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistic digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Pembelajaran ini sangat berbeda dengana pembelajaran matematika selama ini yang cenderung berorientasi kepada pemberian informasi dan menggunakan matematika yang siap pakai untuk menyelesaikan masalah-masalah.17

Oleh karena itu matematika realistik menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran, maka situasi masalah perlu diusahakan benar-benar kontekstual atau sesuai dengan pengalaman siswa-siswi, sehingga mereka dapat menyelesaikan masalah dengan cara-cara informal melalui matematisasi horizontal. Cara-cara informal yang ditunjukan oleh siswa-siswi digunakan sebagai inspirasi pembentukan konsep atau aspek matematikanya, kemudian ditingkatkan ke matematisasi vertikal. Melalui proses matematisasi horizontal vertikal diharapkan siswa-siswi dapat memahami atau menemukan konsep-konsep matematika (pengetahuan matematika formal).

Pembelajaran matematika menurut pandangan kontruktivisme adalah memberikan kesempatan peserta didik untuk mengkonstruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi. Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator. Menurut Davis yang dikutip oleh Esti Yuli Dkk, pandangan kontruktivis dalam pembelajaran matematika berorientasi pada: (1) Pengetahuan dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi atau akomodasi, (2) Dalam pengerjaan matematika, setiap langkah siswa-siswi dihadapkan kepada apa

17


(40)

yang dipahami, (3) Informasi baru harus dikaitkan dengan pengalaman siswa-siswi tentang dunia melalui suatu kerangka logis yang mentrasformasikan, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan pengalamannya, (4) Pusat pembelajaran adalah bagaimana peserta didik berpikir, bukan apa yang mereka katakan atau tulis.18

b. Prinsip-prinsip PMRI

Ada tiga prinsip utama dalam PMRI, yaitu penemuan kembali terbimbing

(guided reinvention) dan matematisasi prodresif (progressive mathematization); Fenomenologi didaktik (didactical penenomenology), serta mengembangkan model-model sendiri (self developed models). Penjelasan singkat dari prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut:

1) Penemuan kembali terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi progresif

(progressive mathematization), artinya dalam mempelajari matematika perlu diupayakan agar peserta didik mempunyai pengalaman dalam menemukan sendiri berbagai konsep, prinsip matematika.

2) Fenomenologi didaktik (didactical penenomenology), artinya bahwa dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip dan materi-materi lain dalam matematika, para peserta didik perlu bertolak dari fenomena-fenomena kontekstual, yaitu masalah-masalah yang berasal dari dunia nyata atau setidak-tidaknya dari masalah yang dapat dibayangkan.

3) Mengembangkan model-model sendiri (self developed models), artinya bahwa dalam mempelajari konsep-konsep atau materi-materi matematika yang lain melalui masalah-masalah kontekstual, peserta didik perlu mengembangkan sendiri model-model atau cara penyelesaian masalah tersebut.

Selain ketiga prinsip di atas terdapat lima strategi utama dalam „kurikulum’ pembelajaran realistik, yaitu:19

18

Ibid 19

Erna Suwangsih dan Tiurlina. Model Pembelajaran Matematika, (Bandung, UPI PRESS, 2009), h. 135.


(41)

1) Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.

2) Perhatian diberikan pada pengembangan model-model, situasi, skema, dan simbol-simbol.

3) Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif, artinya siswa memproduksi sendiri dan mengkonstruksi sendiri (yang mungkin berupa alogaritma, rule, atau aturan), sehingga dapat membimbing peserta didik dari level matematika informal menuju matematika formal.

4) Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika, dan 5) Intertwinment (membuat jalinan) antar topik atau antar pokk bahasan.

c. Karakteristik PMRI

Karakteristik dasar yang menjadi ciri khusus dari PMR adalah menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan konstruksi, interaktif dan keterkaitan (intertwinment). Penjelasan singkat tentang karakteristik PMR tersebut adalah sebagai berikut:20

1) Menggunakan konteks “Dunia Nyata”

Dalam gambar berikut menunjukan dua proses matematisasi yang berupa siklus dimana “dunia nyata” tidak hanya sebagai sumber matematisasi, tetapi juga sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika

20


(42)

Gambar 2.1

Proses Matematisasi Diadaptasi dari de Lange

Dalam PMR pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata), sehingga memungkinkan peserta didik menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses penyarian (inti) dari konsep yang sesuai dan situasi nyata dinyatakan sebagai matematisasi horizontal. Melalui abstraksi dan formalisasi peserta didik akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian mereka dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika kebidang konsep-konsep matematika dengan pengalaman peserta didik sehari-hari perlu diperhatikan matematisasi perngalaman sehari-hari dan penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

2) Menggunakan Model-model (Matematisasi)

Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematika yang dikembangkan oleh peserta didik sendiri (self developed models), peran self developed models merupakan jembatan bagi peserta didik dari situasi real kesituasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya peserta didik membuat model-model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat dengan dunia nyata mereka. Generalisasi dan formalisasi model tersebut akan berubah menjadi model-of

masalah tersebut. Melalui penalaran matematika model-of akan menggeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya, akan menjadi model

Dunia Nyata

(Situasi Realistik)

Matematisasi dalam

Aplikasi dan Refleksi

Abstrak dan Formal

KONSEP

Matematisasi dan

Refleksi


(43)

matematika formal. Generalisasi dan formalisasi merupakan proses matematisasi dari situasi dunia nyata ke dunia abstrak yang bersifat formal.

3) Menggunakan Produksi dan Konstruksi

Dalam PMRI ditekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” peserta didik terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal peserta didik yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.

4) Menggunakan Interakatif

Interaksi anta peserta didik dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam PMRI. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negoisasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk interaksi informal peserta didik.

5) Menggunakan Keterkaitan (Intertwintment)

Dalam PMRI pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran kita mengabaaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan berpengaruh pada penyelesaian masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmatika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.

d. Penerapan/Implementasi PMRI di SD/MI

Dalam PMRI, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (“dunia nyata”), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses penyarian (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata dinyatakan sebagai matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian, siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika


(44)

dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematization of everday ecperince) dan penerapan matematika dalam sehari-hari.

Untuk memberikan gambaran tentang implementasi PMRI berikut ini diberikan contoh pembelajaran pecahan di Madrasah Ibtisaiyah (MI)/Sekolah Dasar (SD). Pecahan di MI/SD diinterpretasi sebagai bagian dari keseluruhan. Interpretasi ini mengacu pada pembagian unit ke dalam bagian yang berukuran sama. Dalam hal ini sebagai kerangka kerja siswa adalah daerah panjang, dan model volume.

Dalam pembelajaran, sebelum peserta didik masuk pada sistem format, terlebih dahulu mereka dibawa ke “situasi” informal. Misalnya, pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi bagian yang sama (misalnya pembagian kue) sehingga tidak terjadi loncatan pengetahuan informal peserta didik dengan konsep-konsep matematika(pengetahuan matematika formal). Setelah mereka memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru diperkenalkan istilah pecahan. Ini sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional (bukan PMR) di mana peserta didik sejak awal dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan.

Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMRI dilakukan dengan tiga tahapan untuk menuju matematika formal. Tahapan-tahapn tersebut adalah tahapan nyata, tahapan pembentukan skema, dan tahapan pembangunan pengetahuan. Tahapan tersebut berjalan sesuai dengan 5 karakteristik pendekatan PMRI. Adapun cara mengajarkan konsep pecahan kepada siswa kelas IV dengan pendekatan PMRI, salah satunya adalah melalui konteks “membagi makanan”.

Adapun implementasi pendekatan PMRI dalam proses pembelajaran matematika pada materi pecahan sederhana adalah sebagai berikut:


(45)

Tabel. 2.1

“Implementasi Pembelajaran PMRI”

Tahapan Langkah-langkah Pembelajaran PMRI

Tahapan Nyata

1) Guru mengawali pembelajaran dengan mempersiapkan beberapa buah apel, beberapa buah pisau dan beberapa piring sebagai alas.

2) Guru membagi siswa atas beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 2 anak, 3 anak, dan 4 anak. Kemudian guru membagikan satu buah apel kepada setiap kelompok. 3) Siswa-siswa diminta untuk membagi satu buah apel

tersebut secara adil sesuai dengan jumlah anak dalam setiap kelompok. Pada kegiatan ini siswa diberikan kebebasan untuk membuat kalimat untuk membagika sebuah apel tersebut sesuai dengan bahasa mereka sendiri. 4) Setelah semua kelompok selesai memotong apel menjadi

bagian-bagian yang sesuai dengan banyak aanggota pada setiap kelompok, guru meminta mereka memegang apel yang mereka dapatkan.

5) Secara bergantian guru bertanya kepada siswa “berapa bagian apel yang kamu dapatkan dari kelompokmu”.

6) Setelah siswa menjawab, guru memperbolehkan siswa memakan apel yang mereka dapatkan. Oleh karena itu pembelajaran akan menyenagkan dan mampu mendorong aktivitas dan interaktivitas siswa.

Tahapan Pembentukan

Skema

1) Pada tahap pembentukan skema (model), guru tidak lagi membawa buah apel, tetapi buah apel tersebut sudah dimodelkan dengan sebuah kertas warna-warni yang berbentuk persegi.


(46)

2) Guru membagi siswa atas beberapa kelompok dengan anggota kelompok sama banyak, kemudian guru memberikan selembar kertas warna-warni untuk setiap kelompok.

3) Siswa-siswa bekerja kelompok membuat setengah, seperempat, dan sepertiga dari kertas persegi yang telah disediakan dan menempelkan pada tempat yang telah disediakan pada LKS. Kemudian siswa diminta untuk menuliskan pecahan yang sesuai pada bagian yang telah dipotong.

Tahapan Pembangunan

Pengetahuan

1) Pada tahap ini pengetahuan mereka dibangun untuk menuju kepada tahap formal.

2) Konteks buah apel dan penskemaan buah apel yang telah dimodelkan dengan kertas warna-warni sudah tidak berlaku lagi.

3) Guru mulai menjelaskan siswa tentang pecahan sederhana dalam bentuk formal.

4) Dalam soal matematika formal, buah apel digambarkan dengan sebuah gambar persegi yang sudah dibagi menjadi beberapa bagian.

5) Kemudian guru memberikan beberapa soal pecahan sederhana untuk dikerjakan siswa secara individu.

6.

Pembelajaran Matematika Tentang Konsep Pecahan

Tidak semua masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dapat dinyatakan dalam konsep bilangan bulat. Contohnya ketika kamu ingin membagikan kue ulang tahun untuk diberikan kepada tiga orang temanmu, maka kue ulang tahun


(47)

yang diperoleh tiap orangnya tidak dapat dinyatakan dengan konsep bilangan bulat. Tetapi kita dapat menyetakannya dengan konsep bilangan pecahan.

a. Pengertian Bilangan Pecahan

Pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari sesuatu yang utuh. Dalam ilustrasi gambar, bagian yang dimkasud adalah bagian yang diperhatikan, yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang dinamakan pembilang. Adapun bagian yang utuh adalah bagian yang dianggap sebagai satuan, dan dinamakan penyebut.21

Gambar. 2.2

Contoh penyajian bilangan pecahan dalam bentuk gambar

Bilangan pecahan merupakan bilangan yang mempunyai jumlah kurang atau lebih dari utuh.Terdiri dari pembilang dan penyebut.Pembilang merupakan bilangan yang terbagi.Sedangkan penyebut merupakan bilangan pembagi. Jenis-jenis bilangan pecahan adalah pecahan biasa, pecahan campuran, pecahan desimal, persen, dan permil.22.

Bilangan pecahan adalah bilangan yang disajikan/ditampilkan dalam bentuk; a , b bilangan bulat dan b ≠ 0 a disebut pembilang dan b disebut penyebut.

b. Jenis-jenis Bilangan Pecahan

21

Haeruman, Op. Cit. h. 43.

22

http://rangkuman-pelajaran.blogspot.com/2008/12/materi-matematika-bilangan pecahan.html. (diakses pada tanggal 23/04/2013).


(48)

a) Pecahan biasa adalah pecahan yang dinyatakan dengan pembilang per penyebut Contohnya: ( , ).

b) Pecahan campuran adalah pecahan yang terdiri dari bilangan bulat dan bilangan biasa. Contohnya 1 , 3 .

c) Pecahan Desimal adalah bilangan yang di dapat dengan cara membagi suatu bilangan lain dengan angka 10 dan kelipatannya. Contohnya 0,9 adalah hasil bagi antara , 55 adalah hasil bagi antara .

d) Persen adalah pecahan yang nilainya perseratus biasanya dilambangkan dengan %. Contohnya 50% memiliki arti 70% memiliki arti .23 Untuk mengenalkan konsep pecahan diperlukan alat peraga yang berupa benda-benda kongkrit yang mudah dibagi menjadi beberapa bagian yang sama besar dan gambar-gambar yang menunjukan luas daerah suatu bangun, atau gambar garis bilangan.

Pembelajaran matematika harus selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari karena sifat materi matematika abstrak, sehingga siswa merasa kesulitan dalam belajar. Oleh karena itu seorang guru dalam pembelajaran matematika dapat memilih pendekatan matematika realistik yang sesuai dengan kehidupan siswa, agar siswa tidak asing lagi antara keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari. Karena prinsip utama pembelajaran matematika realistik adalah menggunakan konteks “dunia nyata”, model-model, produksi, dan kontruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan.

Ada banyak jenis pecahan seperti yang telah disebutkan di atas. Namun yang dipelajari di kelas IV MI/SD dan yang akan menjadi materi pokok dalam penelitian ini adalah bilangan pecahan sub pokok bahasan tentang mengenal dan memahami pecahan sederhana, pecahan senilai, menyederhanakan pecahan dan operasi hitung pecahan. Konsep yang dipelajari sebagai berikut:

23

http://www.preceptorial.com/materi-matematika-smp-kelas-vii-semester-i-jenis-jenis-bilangan-pecahan/. (diakses pada tanggal 23/04/2013).


(49)

1) Mengenal dan Memahami Pecahan Sederhana

Pecahan sederhana terdiri dari bilangan penyebut dan pembilang. Contoh:

Sebuah Apel akan dibagikan kepada 4 orang siswa maka ditulis dalam bentuk pecahan ¼.

Pecahan ¼ dibaca satu per empat. Angka yang diatas disebt pembilang sedangkan angka yang dibawah disebut dengan penyebut.

2) Pecahan Senilai

Dalam bilangan pecahan dikenal pecahan senilai, artinya pecahan-pecahan tersebut mempunyai nilai yang sama meskipun dituliskan dalam bentuk pecahan yang berbeda.24

Mari kita perhatikan garis bilangan berikut ini.

24

Burhan Mustaqim dan Ary Astuti, Ayo Belajar Matematika, (Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 166.


(50)

Contoh pecahan-pecahan senilai ditunjukkan dengan garis tegak putus-putus. Pecahan-pecahan senilai mempunyai nilai yang sama. Mari kita tuliskan pecahan-pecahan yang mempunyai nilai setengah dengan gambar lingkaran berikut.

Jika dperhatikan gaambar di atas, bagian yang diarsir dari masing-masing lingkaran adalah sama. Maka dari itu pecahan-pecahan tersebut dikatakan senilai atau senilai.Sebuah pecahan juga tidak akan berubah nilainya jika pembilang dan penyebutnya dibagi atau dikali dengan bilangan yang sama. Sehingga pecahan senilai dapat kita tentukan dengan mengalikan atau membagi pembilang dan penyebutnya dengan bilangan yang sama.

3) Menyederhanakan Pecahan

Suatu pecahan dikatakan sederhana bila pembilang dan penyebutnya tidak mempunyai factor persekutuan lagi, kecuali 1. Untuk memperoleh pecahan yang paling sederhana, maka pembilang dan penyebutnya harus dibagi dengan factor persekutuan yang paling besar. Sehingga pembaginya merupakan faktor persekutuan terbesar (FPB) dari pembilang dan penyebutnya.

Contoh:

Tentukan pecahan paling sederhana dari

Jawab:

Faktor dari 12 (pembilang) adalah 1, 2, 3, 4, 6, 12 Faktor dari 16 (penyebut) adalah 1, 2, 4, 8, 16


(51)

FPB dari 12 dan 16 adalah 4 = =

Jadi, bentuk paling sederhana dari adalah 4) Operasi hitung pecahan

a) Penjumlahan pecahan

Dalam operasi penjumlahan terdapat aturan-aturan dalam menyelesaikan, yaitu Penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama dilakukan dengan menjumlahkan pembilang-pembilangnya. Sedangkan penyebutnya tidak dijumlahkan. Sedangkan penjumlahan yan g penyebutnya tidak sama, yaitu dengan cara mengubah ke bentuk pecahan sebilai sehingga penyebutnya sama.

Contoh:

Tentukan hasil penjumlahan pecahan berikut ini. 1. + =

2. + =

Jawab:

1. + = =

2. + = =

b) Pengurangan pecahan

Seperti halnya penjumlahan pecahan, dalam pengurangan pecahan juga terdapat aturan-aturan dalam penyelesaian soal, yaitu pengurangan pecahan yang berpenyebut sama dilakukan dengan mengurangkan pembilang-pembilangnya. Sedangkan penyebutnya tidak dikurangkankan. Sedangkan pengurangan yan g penyebutnya tidak sama, yaitu dengan cara mengubah ke bentuk pecahan sebilai sehingga penyebutnya sama.


(52)

Contoh:

Tentukan hasil pengurangan pecahan berikut ini. 1. - =

2. - =

Jawab:

1. - = =

2. - = =

B.

Hasil Penelitian yang Relevan

Di Indonesia, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Beberapa penelitian tersebut antara lain adalah:25

1) Penelitian yang dilakukan Fauzan (2002), menemukan bahwa hasil pembelajaran geometri siswa kelas IV dan V SD dengan pendekatan matematika realistik pada tes akhir lebih tinggi daripada pembelajaran secara tradisional.

2) Hasil penelitian Armanto (2002), menemukan bahwa hasil pembelajaran perkalian dan pembagian bilangan besar siswa kelas IV SD dengan pendekatan matematika realistik lebih baik daripada pembelajaran secara tradisional.

3) Penelitian yang dilaksanakan oleh Kamiluddin (2007:48), berkesimpulan bahwa hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 8 Baruga Kendari pada pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan pecahan dapat ditingkatkan melalui pendekatan

Realistic Mathematic Education (RME).

25

http://nazwandi.wordpress.com/2010/06/22/ jurnalpmri-pembelajaran-matematika-realistik-indonesia-suatu-inovasi-dalam-pendidikan-matematika-di-indonesia/(diakses pada tanggal 28-03-2013.


(53)

4) Skripsi Hustiawan Cahyono (2009) menyimpulkan bahwa penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dapat meningkatkan mrestasi melajar miswa pada materi Bangun Ruang di Kelas VIII D SMP Negeri 5 Malang.

C.

Kerangka Berpikir

Proses pembelajaran di MI Ghidaul Athfal Kota Sukabumi belum maksimal. Guru masih menggunakan pembelajaran konvensional, guru belum memaksimalkan pembelajaran, metode, dan media dalam pembelajaran sehingga siswa kurang termotivasi dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Dalam pembelajaran di kelas guru hanya memberikan konsep dan soal latihan tanpa memberikan pengalaman belajar pada siswa, hal ini membuat siswa cepat merasa bosan. Siswa menjadi pasif dan tidak mau mengungkapkan ide-ide yang ada di pikiran mereka.

Penggunaan pendekatan pembelajaran di mana guru lebih dominan cenderung mengungkung keterlibatan siswa secara aktif dan kreatif. Penggunaan pendekatan tersebut berdampak pada hasil pembelajaran yang nantinya dapat menghambat peningkatan hasil belajar siswa. Pendekatan pembelajaran yang mengacu pada keterlibatan siswa secara aktif dan kreatif mutlak harus dilaksanakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Pembelajaran matematika menggunakan PMRI menuntut keterlibatan siswa secara aktif. Penggunaan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika dirancang untuk menumbuhkan pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman.

D.

Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka peneliti merumuskan hipotesis penelitian ini adalah: “Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dalam Pembelajaran Bilangan Pecahan dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV MI Ghidaul Athfal Kota Sukabumi”.


(1)

RINCIAN SKOR NILAI TES SIKLUS II

Pertemuan Ke : 8 (Senin, 20 Mei 2013)

Pokok Bahasan : Pecahan Senilai, Menyederhanakan Pecahan dan Operasi Hitung Penjumlahan

Pecahan Berpenyebut Sama

Jumlah Siswa : 28 Orang

KKM : 60,00

No Nama

Siswa

NO SOAL

Nilai

Ketuntasan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

T u n tas B lm T u n tas SKOR NILAI

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100

1 S.1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9 90 √

2 S.2 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 8 80 √

3 S.3 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 90 √

4 S.4 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 80 √

5 S.5 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 90 √

6 S.6 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 8 80 √

7 S.7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 √

8 S.8 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 80 √

9 S.9 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9 90 √

10 S.10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 90 √

11 S.11 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 8 80 √

12 S.12 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 80 √


(2)

192

14 S.14 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 7 70 √

15 S.15 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 90 √

16 S.16 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 7 70 √

17 S.17 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 9 90 √

18 S.18 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 8 80 √

19 S.19 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 9 90 √

20 S.20 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 8 80 √

21 S.21 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 7 70 √

22 S.22 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 8 80 √

23 S.23 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 8 80 √

24 S.24 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 90 √

25 S.25 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 7 70 √

26 S.26 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 √

27 S.27 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 √

28 S.28 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 √

19 21 21 19 20 19 20 20 19 21 199 28

% Daya Seraf

(Rata-Rata) 67,86 75 75 67,86 71,43 67,86 71,43 71,43 67,86 75 84,29

% Ketuntasan 100

Ket :

1. Skor Tiap Soal : 1 2. Skor Maksimal : 10

Nilai = ∑ Skor x 100


(3)

(4)

193

Lampiran 29


(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : ZAINAL ARIFIN

Tempat dan tanggal lahir : Sukabumi, 20 Mei 1984

Agama : Islam

Alamat : Subang Wetan RT 02/05 Kel. Subangjaya Kec. Cikole Kota Sukabumi

Nama Orang Tua

Ayah : Awan Setiawan

Ibu : Ai Jamilah

Alamat : Subang Wetan RT 02/05 Kel. Subangjaya Kec. Cikole Kota Sukabumi

Pendidikan

1. Madrasah Ibtidaiyah Ghidaul Athfal Kota Sukabumi Tahun 1996.

2. Madrasah Tsanawiyah Darul Muta’allimin Kabupaten Sukabumi Tahun 1999. 3. SMK Teknika Cisaat Kabupaten Sukabumi Tahun 2002.

4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta masuk Tahun 2009.

Demikianlah Daftar Riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.

Sukabumi, Juli 2013 Penyusun,

( ZAINAL ARIFIN ) NIM. 809018300624


Dokumen yang terkait

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN BILANGAN PECAHAN DI KELAS IV MI GHIDAUL ATHFAL KOTA SUKABUMI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas IV M

1 40 213

PAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN PECAHAN DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA DI KELAS IV SD NEGERI 3 MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 3 42

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN PECAHAN DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA DI KELAS IV SD NEGERI 3 MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 31 213

PENERAPAN METODE PERMAINAN UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV D SD KARTIKA II-5 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

3 26 62

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK BAGI SISWA KELAS IV SDN 2 TANJUNG SARI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 8 50

PENERAPAN MODEL PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI PECAHAN BERBANTUAN BLOK PECAHAN SISWA KELAS IV SD 2 PIJI

0 0 24

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MATERI PECAHAN MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) PADA SISWA KELAS IV SD 2 GRIBIG TAHUN PELAJARAN 20132014

0 0 24

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA MATERI PECAHAN MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA PADA SISWA KELAS IV SD 2 JEPANG MEJOBO KUDUS

2 3 21

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA BERBANTU FLASHCARD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SDN MEDINI 2 DEMAK

0 0 23

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SD

0 0 10