Representasi Landasan Teori .1 Periklanan

Sedangkan menurut John Fiske semiotika adalah studi tentang tanda dan ara tanda-tanda itu bekerja. Semiotika memiliki tiga bidang studi utama, yaitu: 1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam arti manusia yang menggunakannya. 2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda.studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya. 3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri John Fiske, 2007:06.

2.1.5 Representasi

Representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat sesuatu yang diluar diriya, biasanya berupa tanda atau simbol Piliang, Yasraf Amir, 2006 :24. Represetasi adalah proses dan hasil yang memberi makna khusus pada tanda www.kunci.or.id . Adapun definisi lain dari representasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online www.kbbi.or.id, adalah perbuatan mewakili; keadaan yang diwakili; apa yang mewakili; perwakilan. Melalui representasi. Ide-ide ideologi dan abstrak mendapat bentuk abstraknya. Representasi juga berarti sebuah konsep yang digunakan dalam proses pemaknaan sosial Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. melalui system penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan sebgainya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa. Representasi adalah berhubungan dengan stereotype, tetapi tidak sekadar menyangkut hal ini. Lebih penting lagi penggambaran ini tidak hanya berkenaan dengan tampilan fisik appearance dan deskripsi, melainkan juga terkait dengan makna nilai dibalik tampilan fisik Burton, 2000 : 41. Representasi juga merupakan cara media menampilkan seseorang, kelompok atau gagasan tertentu. Eriyanto menyatakan bahwa ada dua hal yang berkaitan dengan representasi, yakni: 1 apakah seseorang atau kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan sebgaimana mestinya, apa adanya ataukah diburukkan. Penggambaran yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu. Hanya citra buruk saja yang dutampilkan sementara citra atau sisi yang baik luput dari penampilan. 2 bagaimana representasi tersebut ditampilkan, dengan kata, kalimat, eksentuasi, dan bantuan foto macam apa seseorang atau kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan dalam program. Eriyanto lebih lanjut menambahkan bahwa persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana relaita atau objek ditampilkan. Dengan mengutip pernyataan John Fiske, Eriyanto menyebut bahwa objek, peristiwa, kelompok, gagasan, atau seseorang paling tidak ada tiga proses yang dihadapi media, levelpertama, peristiwa yang ditandakan encode sebgai realitas. Bagaimana peristiwa tersebut dikonstruksikan sebagai realitas oleh media, dalam bahasa gambar terutama televisi umumnya berhubunngan dengan aspek pakaian, lingkungan, ucapan, Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. dan ekspresi. Realitas disiini selalu siap ditandakan, ketika kita menganggap, mengkonstruksi peristiwa tersebut sebagai sebuah realitas. Pada level kedua ketika kita memandang sesuatu sebagai sebuah realitas, yang kemudian memunculkan pertanyaan bagaimana realitas tersebut digambarkan. Di sini digunakan perangkat secara teknis, dalam bahasa tulis alat teknis tersebut adalah kata, kalimat atau proposisi, grafik dan sebagainya. Dalam bahasa gambar televisi alat itu berupa kamera, pencahayaan, editing, atau alat musik yang ditransmisikan sebagai kode- kode representasi yang bisa berupa cerita, konflik, karakter, action, dialog, setting, casting, dan sebgainya. Pemakaian kata-kata, kalimat atau proposisi tertentu misalnya membawa makna tertentu ketika diterima khalayak. Pada level ketiga bagaimana peristiwa tersebut diorganisir kedalam konvensi- konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisir kedalam koheresi sosial. Seperti kelas sosial, kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat patriaki, materialisme, kapitalisme, dan sebagainya. Kemungkinan menggunakan ideologi tersebut, misalnya dalam peristiwa pemerkosaan bagaimana peristiwatersebut digambarkan. Dalam ideologi yang dipenuhi ideologi patriaki, kode representasi yang muncul misalnya digambarkan dengan tanda posisi laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Dalam representasi seringkali terjadi mis-representasi, yakni ketidakbenaran penggambaran, kesalahan penggambaran. Mis-representasi merupakan penggambaran seseorang, kelompok atau pendapat, gagasan secara buruk, tidak sebagaimana mestinya. Penggambaran ini seringkali dilakukan media pada kelompok yang dianggap tidak memiliki peran atau tidak penting misalnya kelompok perempuan. Dalam mis- Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. representasi terjadi juga proses marjinalisasi pada kelompok tertentu, misalnya perempuan digambarkan sebagai pihak yang tidak berani, kurang inisiatif, tidak rasional, dan emosian. Di sini perempuan tidak digambarkan sebgaimana mestinya. Ddalam marjinalisasi ini beberapa praktik bahasa sebagai strategi wacana yakni, Pertama, penghalusan eufimisme penggunaan kata atau kalimat untuk memperhals suatu makna pada objek misalnya penyebutan alat kelamin dengan istilah yang dianggap lebih santun, namun eufisme digunakan juga untuk memarjinalkan misalnya perempuan dianggap sebagai makhluk yang indah, menawan, wajahnya bagai bulan purnama padahal penyebutan ini sebagai objek. Kedua, pemakaian bahasa kasar disfemisme, merupakan kebalikan dari eufimisme, yakni realitas menjadi kasar. Jika eufisme digunakan untuk masyarakat atas maka defimisme digunakan untuk masyarakat atas maka defimisme digunakan untuk masyarakat bawah. Dalam marjinalisasi pada kelompok perempuan maka penggunaan istilah perempuan nakal, penggoda, perusak rumah tangga, perempuan murahan, sebagai bentuk memarjinalkan perempuan sebagai sumber petaka. Ketiga, labelisasi, dalam bentuk ini maka perangkat bahasa digunakan oleh kelompok kelas atas untuk menyudutkan lawan-lawannya. Labeling adalah penggunaan kata-kata yang ofesif kepada individu, kelompok, atau kegiatan. Istilah perusak rumah tangga, penggoda, perempuan nakal digunakan untuk memberi stigma pada perempuan yang dianggap tidak bermoral, pelabelan ini bukan hanya membuat kelompok ini menjadi buruk tetapi juga memberi kesempatan kepada mereka yang memproduksinya untuk melakukan tindakan tertentu. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Keempat, stereotype adalah penyamaan sebuah kata yang menunjukkan sifat- sifat negatif atau positif tetapi umumnya negatif dengan orang, kelas, atau perangkat tindakan. Stereotype merupakan praktik representasi yang menggambarkan sesuatu dengan penuh prasangka, konotasi negatif dan bersifat subyektif. Stereotype yang menempatkan suatu kelompok lebih baik dan kelompok lain lebih buruk, menjadikan representasi yang memihak hal ini terjadi karena faktor-faktor dominan yang masih melekat pada para pengelola media yakni latar belakang pendidikan, budaya dan agama yang mempengaruhi pola pikiran mereka dalam memproduksi pesan. Latar belakang ini menghasilkan pola pikir yang memihak dan dengan sendirinya produk pesan yang subyektif Eriyanto, 2002 : 113

2.1.6 Manfaat Warna Dalam Iklan

Dokumen yang terkait

PESAN SOSIAL DALAM IKLAN (ANALISIS ISI PESAN DALAM IKLAN M 150 VERSI HERO)

2 10 42

MAKNA CINTA ANAK TERHADAP SEORANG IBU DALAM IKLAN TELEVISI Analisis Semiotik dalam iklan televisi produk minuman berenergi M150 versi "Hero".

0 5 45

PERSEPSI MASKULIN PADAMINUMAN BERENERGI PERSEPSI MASKULIN PADA IKLAN TELEVISI MINUMAN BERENERGI (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Maskulin Pada Iklan Televisi M-150 Versi “Hero” ).

0 2 13

PENDAHULUAN PERSEPSI MASKULIN PADA IKLAN TELEVISI MINUMAN BERENERGI (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Maskulin Pada Iklan Televisi M-150 Versi “Hero” ).

0 5 35

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN PERSEPSI MASKULIN PADA IKLAN TELEVISI MINUMAN BERENERGI (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Maskulin Pada Iklan Televisi M-150 Versi “Hero” ).

1 6 10

PENUTUP PERSEPSI MASKULIN PADA IKLAN TELEVISI MINUMAN BERENERGI (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Maskulin Pada Iklan Televisi M-150 Versi “Hero” ).

0 2 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Citra Iklan Televisi M-150 Versi “Everybody Can Be A Hero"

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Citra Iklan Televisi M-150 Versi “Everybody Can Be A Hero" T1 362007003 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Citra Iklan Televisi M-150 Versi “Everybody Can Be A Hero" T1 362007003 BAB II

0 0 15

REPRESENTASI MASKULINITAS PADA IKLAN MINUMAN ENERGI M-150 VERSI “HERO” DI TELEVISI

0 2 17