Iklan Minuman Energi M-150 Dengan Tema “Hero”, Tentang Representasi Maskulinitas Dalam Iklan Minuman Energi M-150 Dengan Tema“Hero” di Televisi.

(1)

REPRESENTASI MASKULINITAS PADA IKLAN MINUMAN

ENERGI M-150 VERSI “HERO” DI TELEVISI

SKRIPSI

Oleh:

LEGA MARETA PANDUWINATA

NPM. 0743010011

Kepada

YAYASAN KEJUANGAN PANGLIMA BESAR SUDIRMAN FAKULTAS ILMU POLITIK DAN SOSIAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA


(2)

REPRESENTASI MASKULINITAS PADA IKLAN MINUMAN ENERGI M-150 VERSI “HERO” DI TELEVISI

Disusun Oleh :

LEGA MARETA PANDUWINATA 0743010011

Telah disetujui untukmengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui, Pembimbing Utama

Yuli Candrasari, S.Sos, M.Si NPT. 3 7107 94 0027 1

Mengetahui, DEKAN

Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si NIP. 19550718 198302 2 00 1


(3)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang diberi judul “Representasi Maskulinitas Pada Iklan M-150 versi ‘Hero’ di Televisi”.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada Ibu Yuli Candrasari selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan serta dorongan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini. Pada Kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dra.Hj.Suparwati Msi. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Juwito S.Sos Msi, selaku kepala Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Almarhum Bapak, karena kasih sayangmu selalu menjadi motivasi langkah hidup penulis.

4. Ibu, atas doa, ridho, nasehat dan dukungan, serta kasih sayang yang selalu mendorong penulis untuk tetap semangat, terima kasih.

5. Kakakku, Mas Tatag atas kasih sayang, doa dan dorongan untuk terus maju, terima kasih.

6. Tyok, atas doa, dukungan dan kasih sayang untuk mendukung penulis menyelesaikan Proposal Penelian ini, terima kasih.

7. Bu Yuli dan Pak Banu sekeluarga, penulis tidak dapat berjalan sejauh ini kalau bukan karena kalian, terima kasih.

8. Debby, Soffi, Rizka, Kiki, Ovi, dan teman-teman Ilmu Komunikasi angkatan 2007 semua, Love you all

9. Sahabat-sahabat yang penulis yang tidak dapat di sebutkan satu persatu terima kasih atas dukungannya.


(4)

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan Proposal Penelitian ini. Untuk itu diharapkan kritik dan saran yang dapat membangun semangat penulis dalam menyusun penyusunan proposal ini.

Surabaya, Maret 2011


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….….…i

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI…………..……….………..…ii KATA PENGANTAR………..…iv DAFTAR ISI……….vi DAFTAR GAMBAR………..…viii DAFTAR LAMPIRAN………...ix ABSTRAKSI………..x

BAB I PENDAHULUAN……….….1

1.1. Latar Belakang Masalah………..1

1.2. Perumusan Masalah………...8

1.3. Tujuan Penelitian……….…8

1.4. Manfaat Penelitian………...8

BAB II KAJIAN PUSTAKA……….9

2.1. Landasan Teori……….9

2.1.1. Periklanan………9

2.1.2. Televisi Sebagai Media Iklan……….11

2.1.3. Pendekatan Semiotik Dalam Iklan Televisi………...12

2.1.4. Analisis Semiotika……….14

2.1.5. Representasi………...16

2.1.6. Manfaat Warna Dalam Iklan………..20

2.1.7. Identitas Maskulinitas………22

2.2 Kerangka Berpikir………..28

BAB III METODE PENELITIAN……….29

3.1. Metode Penelitian………..29

3.2. Kerangka Konseptual……….30

3.2.1. Corpus………30

3.2.2. Definisi oprasional Konsep………30

3.2.2.1.Representasi………...30

3.2.2.2.Maskulinitas………...31

3.2.3. Unit Analisis………..32

3.2.3.1.Tanda……….….34

3.2.3.2. Kode……….…….34

3.2.3.3. Kebudayaan………...34

3.3. Teknik Pengumpulan Data……….………35

3.4. Tekik Analisis Data………35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………37

4.1 Gambaran Objek Penelitian………...37


(6)

4.2 Gambaran Umum Iklan Minuman Energi M150 versi Hero di Televisi...38

4.3 Penyajian Data………...39

4.4 Analisis Data………..40

4.4.1 Paradigma dan Sintagma Pada Level Realitas, Level Representasi, dan Level Ideologi……….40

4.4.1.1Scene 1………...40

4.4.1.2Scene 2………...42

4.4.1.3Scene 3………...44

4.4.1.4Scene 4………...47

4.4.1.5Scene 5………...50

4.4.1.6Scene 6………...52

4.4.1.7Scene 7………...55

4.5 Interpretasi Keseluruhan………58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………...64

5.1 Kesimpulan………64

5.2 Saran………..64

DAFTAR PUSTAKA………...66


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Tampilan Scene 1………40

Gambar 4.2 Tampilan Scene 2………....42

Gambar 4.3 Tampilan Scene 3………44

Gambar 4.4 Tampilan Scene 4………47

Gambar 4.5 Tampilan Scene 5………50

Gambar 4.6 Tampilan Scene 6………52


(8)

DAFTAR LAMPIRAN


(9)

ABSTRAKSI

Lega Mareta, Iklan Minuman Energi M-150 Dengan Tema “Hero”, Tentang Representasi Maskulinitas Dalam Iklan Minuman Energi M-150 Dengan Tema “Hero” di Televisi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui representasi maskulinitas dalam iklan Minuman Energi M-150 Versi “Hero” di televisi.

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah periklanan, semiotik, representasi, analisis John Fiske semiotika dalam iklan, dan respon psikologi warna.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Sedangkan unit analisis yang digunakan yaitu semua tanda berupa gambar, tulisan, dan warna yang menjadi latar belakang dalam iklan Minuman Energi M-150 versi “Hero” di televisi, yang kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan level realitas, level representasi dan level ideologi. Selanjutnya data tersebut akan dianalisis berdasarkan semiotika John Fiske dan data dari hasil penelitian ini kemudian digunakan untuk mengetahui representasi maskulinitas dalam iklan Minuman Energii M-150 versi “Hero” di televisi tersebut ke dalam sistem tanda komunikasi yang berupa gambar-gambar, tulisan, warna dan suara yang terdapat dalam iklan tersebut.

Dari data yang diperoleh, dianalisis dan diinterpretasikan berdasarkan teori maka akan dapat disimpulkan bahwa iklan Minuman Energi M-150 versi “Hero” ini sarat akan pesan berupa pandangan akan nilai-nilai maskulinitas dan dapat menambah wawasan bagi pemirsa yang melihat iklan tersebut tentang konsep-konsep tentang maskulinitas.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Kemajuan kehidupan sosial masyarakat saat ini tidak lepas dari semakin pesatnya perkembangan teknologi dan informasi. Arus teknologi dan informasi yang terjadi secara dinamis, membuat khalayak sadar betul akan pentingnya hal tersebut dalam dinamika kehidupan. Tidak dapat dipungkiri bahwa arus teknologi dan informasi sangat berpengaruh terhadap apa yang akan terjadi dalam kehidupan masyarakat baik untuk sekarang maupun masa yang akan datang. Dan sangat besar kemungkinan bagi khalayak untuk terus-menerus mendapat terpaan informasi, terlebih dari media massa.

Seperti yang kita ketahui, proses komunikasi (penyampaian pesan atau informasi) bisa terjadi pada siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Cara penyampaiannya pun juga bermacam-macam,mulai dari tatap muka, melalui surat, telepon atau media massa seperti radio, televisi bahkan internet sekalipun. Dari berbagai cara berkomunikasi yang ada, bentuk komunikasi yang melibatkan media massa dinilai cukup efektif jika dilihat dari proses penyampaiaannya. Hal ini dikarenakan selain mampu menyampaikan pesan atau informasi dengan baik dan menyeluruh, media massa juga terbukti memiliki kekuatan untuk mempengaruhi khalayak.

Iklan adalah suatu bentuk proses penyampaian pesan atau informasi kepada sebagian atau seluruh khalayak mengenai penawaran suatu produk atau jasa dengan menggunakan media. Menurut Wahyu Wibowo (2003 : 5 ) iklan atau periklanan didefinisikan sebagai kegiatan berpromosi barang atau jasa melalui media massa.


(11)

Iklan dikatakan baik apabila iklan tersebut memiliki etika dalam penyajiannya, baik etika dalam beriklan maupun etika dilihat dari sudut pandang bisnis. Etika iklan secara sehat (baik) mencakup tiga aspek penting yakni etis, estetis dan artistik. Dilihat dari aspek etisnya, iklan yang disajikan (baik pesan melalui gambar maupun narasi) harus memperhatikan etika dan norma-norma sosial yang berlaku dan berkembang di masyarakat.

Sedangkan dari aspek estetis, iklan tersebut sedapat mungin membuutuhkan apresiasi masyarakat terhadap apa yang disebut dengan nilai-nilai keindahan. Dengan kata lain, iklan dapat mempengaruhi pola pikir dan pandangan khalayak akan sesuatu yang berujung pada perubahan sikap secara sosial kultural. Untuk aspek artistik, iklan yang disajikan sebaiknya mampu mempresentasikan pesan atau informas yang ingin disampaikanoleh produsen (pengiklan) secara optimal. Sehingga akan berakibat pada terbentuknya kesan atau imej positif pada khalayak sasaran yang dituju, lain halnya dengan etika bisnis, seperti yang disampaikan oleh (Sumartono, 2002 : 134) bahwa materi atau isi pesan yang disajikan dalam iklan harus mengandung atau berisi tentang informasi yang jelas, akurat, faktual dan lengkap sesuai dengan kenyataan dari produk atau jasa yang ditawarkannya.

Perkembangan iklan atau periklanan (advertising) di ruang lingkup masyarakat beberapa tahun terakhir telah memunculkan berbagai persoalan sosial kultural menyangkut tanda (sign) yang digunakan, citra (image) yang ditampilkan, informasi (pesan) yang disampaikan, makna yang diperoleh, serta bagaimana pengaruhnya terhadap persepsi, pemahaman, dan tingkah laku masyarakat. Apakah sebuah iklan benar-benar menampilkan realitas tentang produk yang ditawarkan atau malah sebaliknya. Realitas itu


(12)

sendiri dianggap sebagai sebuah cerminan dari produk yang diiklankan, namun hal tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.

Seringkali iklan terperangkap di dalam skema permainan tanda (free play of

sign), dalam rangka menciptakan citra palsu sebuah produk yang seringkali mengabaikan

bagian integral, substansial atau fungsional produk tersebut. Akan tetapi melalui kemampuan retorika sebuah iklan, citra-citra tersebut justru menjadi model rujukan dalam mempresentasikan produk.

Suatu iklan juga didasarkan pada konsep segmen-segmen yang akan dituju. Definisi dari segmen itu sendiri adalah kelompok masyarakat tertentu yang menjadi sasaran penjualan suatu produk. Segmen harus diketahui dan ditentukan oleh pengiklan agar tidak salah sasaran. Dengan kata lain, iklan tersebut efektif dalam menyampaikan pesan atau informasi produk seperti yang dikehndaki oleh pengiklan.adapun tujuan penggunaan segmentasi pasar adalah untuk memungkinkan pengiklan merancang bauran pemasaran yang lebih tepat dalam menjawab kebutuhan para konsumen pada segmen pasar tertentu. Satu segmen pasar terdiri dari individu kelompok atau organisasi dengan satu atau lebih karakteristik serupa.

Televisi merupakan salah satu bentuk media yang sering digunakan untuk beriklan. Hal ini dikarenakan televisi memiliki keunggulan dibanding dengan media lain. Televisi mempunyai segmentasi pasar yang lebih luas daripada media cetak atau radio. Audiens yang heterogen dan jangkauan yang luas membuat para pengiklan lebih tertarik menggunakan media ini. Selain itu televisi mempunyai erbedaan yang mendasar dibanding media lain, dimana televisi memadukan antara audio (seperti yang dimilai radio) dengan visual.


(13)

Media televisi dan iklan terbukti sebagai media komunikasi yang paling efektif dan efisien dalam menyampaikan informasi mengenai suatu produk (www.kunci.com). Televisi dan iklan memiliki korelasi timbal balik yang saling menguntungkan. Di satu sisi televisi sangat diuntungkan dengan makin banyaknya iklan yang masuk, terutama segi finansial dan citra televisi itu sendiri. Sedangkan pengiklan sebgai pembuat iklan juga diuntungkan, karena melalui media televisi, produk yang diiklankan akan lebih cepat atau jauh lebih dikenal oleh khalayak, khususnya pemirsa televisi. pengiklan juga diuntungkan, karena melalui media televisi, produk yang diiklankan akan lebih cepat dikenal oleh khalayak, khususnya pemirsa televisi. Pengiklan juga dituntut untuk responsif dalam membaca situasi dan kondisi yang berkembang saat ini.oleh karena itu pengiklan harus mampu mengemas iklan secara aktual dan bervariatif agar daat menarik simpati khalayak,

Industrialisasi dan komersialisasi besar-besaran terhadap iklan di Indnesia telah menjadi trennegatif dalam beberapa tahun terakhir, dengan mengesampingkan norma, etika dan adat istiadat yang ada, para pembuat iklan dan media massa sendiri terkesan tidak mau tahu dengan dampak yang ditimbulkan dari iklan yang ditayangan. Barbagai tindak pelanggaran yang disertai kontroversi, menjadi bukti konkrit terpuruknya dunia periklanan di Indonesia. Apa yang dilakukan semata-mata demi kepentingan pihak-pihak gtertentu dan mengabaikan kepentingan lain yang menyangkut khalayak luas.

Salah satu aspek yang seringkali di eksploitasi adalah aspek maskulinitas. Media telah berperan aktif dalam mengekspresikan langsung realitas sosial tentang laki-laki. Media telah melakukan penggambaran atas definisi laki-laki dalam wacana maskulinitas. Seperti dalam kehidupan sosial kerap kali digambarkan dengan sikap


(14)

mandiri, mengambil keputusan, agresif dan mempunyai jiwa kompetisi. Dalam media diperlihatkan bahwa laki-laki dengan penekanan sikap-sikap di atas yang diterima di masyarakat dan sesuatu yang sepantasnya ada sebagai laki-laki. Nilai-nilai maskulinitas laki-laki kini telah dijadikan komoditas dan disebarluaskan.

Sifat kelelakian berbeda-beda dalam setiap kebudayaan. Maskulinitas itu sendiri dikonstruksi oleh kebudayaan. Konsep maskulinitas dalam budaya Timur seperti di Indonesia dipengaruhi oleh faktor kebudayaan. Ketika seorang anak laki-laki lahir ke dunia, maka telah dibebankan beragam norma, kewajiban dan setumpuk harapan keluarga terhadapnya. Berbagai aturan dan atribut budaya telah diterima melalui beragam media yaitu ritual adat, teks agama, pola asuh, jenis permainan, tayangan televisi, buku bacaan, petuah dan filosofi hidup. Hal-hal sepele yang terjadi sehari-hari selama berpuluh tahun yang bersumber dari norma-norma budaya telah membentuk suatu pencitraan diri dalam kehidupan seorang laki-laki. Kondisi ini dapat dilihat dari selera dan cara berpakaian, penampilan, bentuk aktivitas, cara bergaul, cara penyelesaian permasalahan, ekspresi verbal maupun non verbal hingga jenis aksesoris tubuh yang dipakai (Vigorito & Curry, 1998: 1).

Konsep maskulinitas yang telah diterima melalui nilai-nilai dan norma-norma budaya masyarakat serta disebarluaskan oleh media secara berkesinambungan juga dipergunakan oleh para produsen dalam melakatkan produk-produk mereka pada citra maskulinitas atau yang bersifat mendukung dan menambah nilai maskulinitas. Singkatnya dapat diartikan bahwa maskulinitas sebagai komoditas dipergunakan produsen dengan memberikan janji-janji sebuah solusi bahwa maskulinitas bagi laki-laki bisa didapatkan dari produk yang mereka tawarkan atau produk yang duhadirkan


(15)

produsen membantu dan memberi dukungan pada masyarakat untuk mendapatkan ciri-ciri maskulin dengan tujuan akhir adalah keuntungan bagi produsen atas produk tersebut.

Hal tersebut terlihat pada iklan Minuman Energi M-150 versi “Hero” di televisi. Pada iklan tersebut, menggambarkan tentang seorang pria yang terlihat jantan yang menaiki sepeda motor membawa setumpuk kotak-kotak kayu berisi buah untuk diantarkan ke penjual buah-buahan di pasar. Saat dia menerima uang hasil dari mengantarkan buah itu, ternya uangnya terlalu banyak dan mengembalikannya kepada pemilik kios buah. Setelah dia selesai dengan pekerjaannya sebagai pengantar buah, laki-laki itu mencari uang tambahandengan melakukan adegan ekstrim menggunakan sepeda motornya melompati beberapa mobil bahkan dia jatuh dari sepeda motornya. Dari uang hasil jerih payahnya sehari itu, sebagian diguanakn untuk membeli seikat bunga. Saat tiba dirumah laki-laki itu melihat seorang wanita yang sedang berbaring di tempat tidur yang ternyata adalah ibunya. Sang ibu yang sedang sakit digendong dari tempat tidurnya menuju meja makan yang telah dipersiapkan kejutan. Sang ibu terlihat terharu melihat kejutan dari sang anak, sementara itu sang istri mengintip di belakangnya dengan senyumannya terlihat seperti sang istri bangga dengan apa yang telah dilakukan suaminya. Kemudian sang istri memberi minuman energi M-150 kepada suaminya. Secara garis besar peneliti melihat ada aspek yang menonjol dari iklan tersebut, yaitu menempatkan aspek maskulinitas dari sudut pandang yang berbeda sebagai point of view dari produk iklan yang ditampilkan.

Aspek maskulinitas yang ditunjukkan pada iklan minuman energi untuk pria umumnya menampilkan kejantanan pria seperti menonjolkan kekuatan, ketangguhan dan kegigihan tanpa menampilkan bagaimana seorang laki-laki dapat berpikir rasional. Dalam


(16)

iklan Minuman Energi M-150 versi “Hero” ini maskulinitas yang ditonjolkan bukan hanya kekuatan yang dimiliki pria, tetapi menonjolkan bagaimana laki-laki juga dapat berpikir rasional, mempunyai rasa kejujuran, mencintai keluarga, serta berbakti kepada orang tua.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengungkap makna di balik iklan tersebut dengan melakukan peneliitian menggunakan teori yang sesuai dengan objek penelitian. Peneliti menganggap iklan tersebut layak untuk diteliti lebih mendalam mengingat aspek maskulinitas kini sudah berkembang lebih luas. Apa yang ditampilkan oleh iklan mencerminkan sebuah pesan dari produk bahwa sisi menarik dari maskulinitas tidak hanya dilihat dari seberapa gagahnya seorang pria saat beraktifitas dan mengeluarkan keringat atau seberapa kuatnya pria dalam mengengkat beban berat melainkan bagaimana laki-laki berpikir secara rasional untuk keluarga. Melihat begitu menariknya tanda-tanda yang terkandung dalam iklan tersebut, maka jalan terbaik untuk mengamati dan mempresentasikan ada dengan menggunakan analisis semiotik

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah:

“Bagaimana Maskulinitas dalam Iklan Minuman Energi M-150 versi “Hero”di Televisi?”


(17)

8

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Representasi Maskulinitas dalam Iklan Minuman Energi M-150 versi “Hero” di Televisi.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan atas wawasan serta bahan referensi bagi mahasiswa komunikasi pada jenis penelitian semiotik iklan, pada seluruh mahasiswa pada umumnya. Sehingga dapat diaplikasikan untuk perkembangan ilmu komunikasi.

2. Kegunaan Praktis

Diharapakan dapat menjadi kerangka acuan bagi pihak produsen dan pengiklan agar semakin kreatif dalam menggambarkan iklan dan mudah dipahami oleh masyarakat.


(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Periklanan

Media periklanan merupakan metode komunikasi umum yang membawa pesan periklanan, yaitu televisi, majalah, surat kabar dan sebagainya. Sarana (vehicles) adalah program siar khusus atau pilihan posisi cetak dimana iklan dipasang (Shimp, 2003 : 504)

Periklanan adalah fenomena bisnis modern. Tidak ada perusahaan yang ingin maju dan memenangkan kompetisi bisnis tanpa mengandalkan iklan. Demikian pentingnya peran iklan dalam bisnis modern sehingga salah satu bonafiditas perusahaan terletak pada seberapa besar dana yang dialokasikan untuk iklan tersebut. Disamping itu, iklan merupakanjendela kamar dari sebuah perusahaan. Keberadaannya menghubunghkan perusahaan dengan masyarakat, khususnya konsumen.

Periklanan selain merupakan kegiatan pemasaran meliputi strategi pemasaran, yakni logika pemasaran yang dipakai unit bisnis untuk mencapai tujuan pemasaran (Kotler, 1991:416). Menurut Liliweri (1991 : 20), kegiatan komunikasi adalah penciptaan interaksi perorangan dengan menggunakan tanda-tanda tegas.

Komunikasi juga berarti pembagian unsur-unsur perilaku, atau cara hidup dengan eksistensi seperangkat ketentuan dan pemakaian tanda-tanda. Dari segi komunikasi, rekayasa unsur pesan sangan tergantung dari siapa khalayak sasaran yang diuju, dan melalui media apa sajakah iklan tersebut sebaiknya disampaikan. Sementara itu, periklanan menurut kamus istilah periklanan Indonesia adalah pesan yang dibayar dan disampaikan melalui sarana media, antara lain: pers, radio, televisi, bioskop, yang


(19)

bertujuan membujuk konsumen untuk melakukan tindak membeli atau mengubah perilakunya (Nuradi, 1996 : 4).

Iklan pada dasarnya adalah produk kebudayaan masa. Produk kebudayaan masyarakat industri yang ditandai oleh produksi dan konsumsi masal. Kepraktisan dan pemuasan jangka pendek antara lain merupakan nilai-nilai kebudayaan massa (Jefkins, 1996 : 27). Artinya massa dipandang tidak lebih sebgai konsumen. Hubungan antara produsen dan konsumen adalah hubungan komersial semata saja. Interaksinya, tidak ada fungsi lain selain manipulasi kesadaran, selera dan perilaku konsumen.

Iklan merupakan cara efektif untuk menyebarkan pesan, apakah itu bertujuan membangun referensi merek atau mengedukasi masyarakat. Iklan lebih diarahkan untuk membujuk orang supaya membeli. Iklan memiliki empat fungsi utama yaitu: informative,

persuading, reminding dan entertainment. Empat fungsi iklan tersebut dimanfaatkan

sedemikian rupa oleh sang creator iklan (dalam hal ini advertizing agency dan PH, atas kesepakatan ide dengan pengiklan) untuk menciptakan pesan yang menarik. Sehingga tak jarang creator iklan baik itu iklan versi cetak dan elektronik (yang ada di radio dan televise) menggunakan ide-ide nakal, unik dan membuat orang penasaran.

Iklan sebagai salah satu bentuk manifestasi budaya pop, tidak semata-mata bertujuan menawarkan dan mempengaruhi pada (calon) konsumen untuk membeli produk-produk barang atau jasa, melainkann juga turut menanamkan nilai-nilai tertentu yang secara latent atau semua tersirat di didalamnya. Hamelink (1983) menyatakan bahwa iklan merekayasa kebutuhan dan menciptakan ketergantungan psikologis (Deddy Mulyana dan Idi Subady Ibrahim, 1997:158). Dalam menyampaikan pesannya selalu menyesuaikan dengan kondisi social budaya dalam masyarakat yang akan mereka tuju.


(20)

2.1.2 Televisi Sebagai Media Iklan

Pada dasarnya media televisi bersifat hanya sekilas dan penyampai pesannya dibatasi oleh durasi (jam, menit, detik). Pesan dari televisi tidak dapat diulang kecuali bila direkam. Pesan di media televisi memiliki kelebihan tersendiri karena tidak hanya dapat didengar tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang bergerak (audio visual). Televisi merupakan media yang paling disukai oleh para pengiklan. Hal tersebut disebabkan keistimewaan televise mempunyai unsur audio visual sehingga para pengiklan percaya bahwa televisi mampu menambah daya tarik iklan disbanding media lain. Televisi diyakini mengingatkan khalayak sasaran terhadap pesan yang disampaikan (Kasali,1992:172)

Penggunaan dalam mengkampanyekan iklan mempunyai kemampuan dalam membangun citra, iklan televisi mempunyai cangkupan, jangkauan, repetisi yang tinggi dan dapat menampilkan pesan multimedia (suara, gambar, dan animasi) yang dapat mempertajam ingatan (Suryanto, 2005 : 4-5).

Penggunaan televisi sebagai media beriklan bukanlah sebuah ruang kosong yang hampa makna, tetapi merupakan sederet penanda (signifiers) yang membawa bersama sederet penanda atau makna (signifieds). Menyangkut gaya hidup, karakter manusia, nilai kepemimpinan, hingga wajah realitas sosial.

2.1.3 Pendekatan Semiotik Dalam Iklan Televisi

Pertukaran makna memfokuskan pada bagaimana sebuah pesan atau teks berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna.


(21)

Ini berhubungan dengan peranan teks dalam budaya kita dan seringkali menimbulkan kegagalan komunikasi karena pemahaman berbeda-beda antara pengirim pesan dan penerima pesan. Namun yang ingin dicapai adalah signifikasinya bukan pada kejelasan pesan yang disampaikan. Pendekatan yang berasal dari perspektif tentang teks (iklan) dan budaya ini dinamakan pendekatan semiotic. Teks dilihat sebagai sistem tanda yang terkodekan. John Fiske (1991) bahwa teks televisi bersifat ambigu, media tersebut bersifat polisemik (penuh kode dan tanda)(Bruto, 2000:47).

Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang menunjuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa, sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari bahasa Yunani semion yang berarti “tanda” atau “sign” dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya.

Semiotik adalah teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda dan simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indra yang kita miliki ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis disetiap kegiatan dan perilaku manusia. Tanda dapat diartikan sebgai perangkat yang dipakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini ditengah manusia dan bersama manusia.

Secara terminologis, semiotik dapat diartikan sebgai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebgai tanda (Eco dalam Sobur, 2001 ). Semiotik ingin membongkar bahasa secara kseluruhan.dalam kaitan


(22)

dengan iklan di televisi pesan dibangun dengantidak semata-mata, rangkaian gambar dalam iklan adalah gsmbar bergerak yang dapat menciptakan imajinasi dan sistem perbedaan.

Menurut Fiske, analisis semiotik pada film (iklan) dapat dibagi menjadi beberapa level :

(1) Level Realitas, pada level ini realitas dapat dilihat pada kostum pemain, tatarias, lingkungan, gesture, ekspresi, suara, perilaku, ucapan dan sebgainya sebgai kode budaya yang dtangkap melalui kode-kode teknis.

(2) Level Representasi, meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, suara casting

(3) Level ideologi, meliputi suatu kesatuan dan penerimaan sosial seperti kelas, patriarki,

gender.

Pada semiotik film (iklan) model linguistic menggenaralisasikan secara kasar bahwa dalil-dalil dalam film (iklan) sama dengan bahasa tulis seperti, frame sebgai kata,

shot sebgai paragraf. Dan squence sebagai bab Unit analisis sebuah film (iklan) adalah

shot yang dibatasi oleh cut dan camera movement. Shot adalh hasil pengambilan gambar pada saat kamera mulai menyala (on) hingga padam (off). Scene adalah kumpulan atau rangkaian beberapa shot hingga membentuk adegan tertentu (Atmaja,et,al, 2007:49).

Penerapan semiotik pada iklan televisi. harus memperhatikan aspek medium televisi yang berfungsi sebgai tanda yaitu jenis pengambilan kamera (shot) dan kerja kamera. Dengan cara tersebut peneliti bisa memakai shot apa saja yang muncul dan bagaimana maknanya, ada banyak istilah dalam pengambilan gambar, secara umum ada empat shot yakni : (1) close up, (2) medium shot, (3) full shot, (4) long shot.


(23)

Selain shot dan camera work, suara juga penting untuk diperhatikan. Suara meliputi sound effect dan musik. Televisi sebgai media audio visual tidak hanya mengandung unsur visual tetapi juga suara, karena suara merupakan aspek kenyataan hidup. Suara keras, menghentak, lemah, memiliki makna yang berbbeda-beda. Setiap suara mengekspresikan sesuatu yang unik.(Tino Saroengalo, Dongeng Sebuah Produksi

Film, 2008).

2.1.4 Analisis Semiotika

Untuk melihat representasi maskulinitas pada media massa maka akan digunakan analisis semiotik. Istilah semiotik dapat diartikan sebagai tanda, yakni sesuatu atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dan dapat mewakili sesuatu yang lain. Tanda dapat diartikan sebgai perangkat yang dipakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini, ditengah manusia dan bersama manusia, secara estimologis, istilah semiotik berasal dari kata yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebgai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain (Eco, 1979:16 dalam Sobur, 2004 :95)

Secra terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebgai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda (Eco, 1976:6 dalam Sobur, 2004 :95). Pengertian lain juga dikemukakan Van Zoest yang mengartikan semiotik sebagai “ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengan cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya”.


(24)

Sedangkan menurut John Fiske semiotika adalah studi tentang tanda dan ara tanda-tanda itu bekerja. Semiotika memiliki tiga bidang studi utama, yaitu:

1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam arti manusia yang menggunakannya.

2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda.studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya.

3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri (John Fiske, 2007:06).

2.1.5 Representasi

Representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat sesuatu yang diluar diriya, biasanya berupa tanda atau simbol (Piliang, Yasraf Amir, 2006 :24). Represetasi adalah proses dan hasil yang memberi makna khusus pada tanda (www.kunci.or.id). Adapun definisi lain dari representasi menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia Online (www.kbbi.or.id), adalah perbuatan mewakili; keadaan yang diwakili;

apa yang mewakili; perwakilan.

Melalui representasi. Ide-ide ideologi dan abstrak mendapat bentuk abstraknya. Representasi juga berarti sebuah konsep yang digunakan dalam proses pemaknaan sosial


(25)

melalui system penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan sebgainya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa.

Representasi adalah berhubungan dengan stereotype, tetapi tidak sekadar menyangkut hal ini. Lebih penting lagi penggambaran ini tidak hanya berkenaan dengan tampilan fisik (appearance) dan deskripsi, melainkan juga terkait dengan makna (nilai) dibalik tampilan fisik (Burton, 2000 : 41). Representasi juga merupakan cara media menampilkan seseorang, kelompok atau gagasan tertentu.

Eriyanto menyatakan bahwa ada dua hal yang berkaitan dengan representasi, yakni:

(1) apakah seseorang atau kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan sebgaimana mestinya, apa adanya ataukah diburukkan. Penggambaran yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu. Hanya citra buruk saja yang dutampilkan sementara citra atau sisi yang baik luput dari penampilan.

(2) bagaimana representasi tersebut ditampilkan, dengan kata, kalimat, eksentuasi, dan bantuan foto macam apa seseorang atau kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan dalam program. Eriyanto lebih lanjut menambahkan bahwa persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana relaita atau objek ditampilkan.

Dengan mengutip pernyataan John Fiske, Eriyanto menyebut bahwa objek, peristiwa, kelompok, gagasan, atau seseorang paling tidak ada tiga proses yang dihadapi media, levelpertama, peristiwa yang ditandakan (encode) sebgai realitas. Bagaimana peristiwa tersebut dikonstruksikan sebagai realitas oleh media, dalam bahasa gambar terutama televisi umumnya berhubunngan dengan aspek pakaian, lingkungan, ucapan,


(26)

dan ekspresi. Realitas disiini selalu siap ditandakan, ketika kita menganggap, mengkonstruksi peristiwa tersebut sebagai sebuah realitas.

Pada level kedua ketika kita memandang sesuatu sebagai sebuah realitas, yang kemudian memunculkan pertanyaan bagaimana realitas tersebut digambarkan. Di sini digunakan perangkat secara teknis, dalam bahasa tulis alat teknis tersebut adalah kata, kalimat atau proposisi, grafik dan sebagainya. Dalam bahasa gambar (televisi) alat itu berupa kamera, pencahayaan, editing, atau alat musik yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bisa berupa cerita, konflik, karakter, action, dialog, setting,

casting, dan sebgainya. Pemakaian kata-kata, kalimat atau proposisi tertentu misalnya

membawa makna tertentu ketika diterima khalayak.

Pada level ketiga bagaimana peristiwa tersebut diorganisir kedalam konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisir kedalam koheresi sosial. Seperti kelas sosial, kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat (patriaki, materialisme, kapitalisme, dan sebagainya). Kemungkinan menggunakan ideologi tersebut, misalnya dalam peristiwa pemerkosaan bagaimana peristiwatersebut digambarkan.

Dalam ideologi yang dipenuhi ideologi patriaki, kode representasi yang muncul misalnya digambarkan dengan tanda posisi laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Dalam representasi seringkali terjadi mis-representasi, yakni ketidakbenaran penggambaran, kesalahan penggambaran. Mis-representasi merupakan penggambaran seseorang, kelompok atau pendapat, gagasan secara buruk, tidak sebagaimana mestinya.

Penggambaran ini seringkali dilakukan media pada kelompok yang dianggap tidak memiliki peran atau tidak penting misalnya kelompok perempuan. Dalam


(27)

mis-representasi terjadi juga proses marjinalisasi pada kelompok tertentu, misalnya perempuan digambarkan sebagai pihak yang tidak berani, kurang inisiatif, tidak rasional, dan emosian. Di sini perempuan tidak digambarkan sebgaimana mestinya. Ddalam marjinalisasi ini beberapa praktik bahasa sebagai strategi wacana yakni,

Pertama, penghalusan (eufimisme) penggunaan kata atau kalimat untuk

memperhals suatu makna pada objek misalnya penyebutan alat kelamin dengan istilah yang dianggap lebih santun, namun eufisme digunakan juga untuk memarjinalkan misalnya perempuan dianggap sebagai makhluk yang indah, menawan, wajahnya bagai bulan purnama padahal penyebutan ini sebagai objek.

Kedua, pemakaian bahasa kasar (disfemisme), merupakan kebalikan dari

eufimisme, yakni realitas menjadi kasar. Jika eufisme digunakan untuk masyarakat atas

maka defimisme digunakan untuk masyarakat atas maka defimisme digunakan untuk masyarakat bawah. Dalam marjinalisasi pada kelompok perempuan maka penggunaan istilah perempuan nakal, penggoda, perusak rumah tangga, perempuan murahan, sebagai bentuk memarjinalkan perempuan sebagai sumber petaka.

Ketiga, labelisasi, dalam bentuk ini maka perangkat bahasa digunakan oleh

kelompok kelas atas untuk menyudutkan lawan-lawannya. Labeling adalah penggunaan kata-kata yang ofesif kepada individu, kelompok, atau kegiatan. Istilah perusak rumah tangga, penggoda, perempuan nakal digunakan untuk memberi stigma pada perempuan yang dianggap tidak bermoral, pelabelan ini bukan hanya membuat kelompok ini menjadi buruk tetapi juga memberi kesempatan kepada mereka yang memproduksinya untuk melakukan tindakan tertentu.


(28)

Keempat, stereotype adalah penyamaan sebuah kata yang menunjukkan

sifat-sifat negatif atau positif (tetapi umumnya negatif) dengan orang, kelas, atau perangkat tindakan. Stereotype merupakan praktik representasi yang menggambarkan sesuatu dengan penuh prasangka, konotasi negatif dan bersifat subyektif. Stereotype yang menempatkan suatu kelompok lebih baik dan kelompok lain lebih buruk, menjadikan representasi yang memihak hal ini terjadi karena faktor-faktor dominan yang masih melekat pada para pengelola media yakni latar belakang pendidikan, budaya dan agama yang mempengaruhi pola pikiran mereka dalam memproduksi pesan. Latar belakang ini menghasilkan pola pikir yang memihak dan dengan sendirinya produk pesan yang subyektif (Eriyanto, 2002 : 113)

2.1.6 Manfaat Warna Dalam Iklan

Warna memiliki kemampuan untuk mengasumsikan banyak hal pada para pembeli prospektif. Termasuk kualitas, rasa, serta kemampuan produk untuk memuaskan beragam kebutuhan psikologis. Berbagai penelitian telah mendokumentasikan peran penting bahwa warna berperan dalam mempengaruhi panca indra kita. Strategi pemanfaatan warna dalam kemasan cukup efektif karena warna mempengaruhi dapat mempengaruhi orang secara emosional. Sebagai contoh, apa yang disebut panjang gelombang tinggi warna kuning, coklat serta hijau, mengarah pada nilai perangsangan yang kuat. Serta menyebabkan kegembiraan suasana hati (mood). Warna-warna tersebut dapat diartikan sebagai berikut:

1. Kuning : Pemecah perhatian yang baik bagi para konsumen. Berarti energik, aktif dan penuh vitalitas.


(29)

2. Merah : Seringkali digambarkan dalam pengertian aktif, merangsang. Energik dan penuh vitalitas.

3. Oranye : Oranye adalah warna rasa yang kerap diasoiasikan dengan makanan.

4. Hijau : Berkonotasi kekayaan, kesehatan ketenangan dan ketentraman

5. Ungu : Dikonotasikan sebgai warna yang berarti kelembutan, berduka, kesedihan, rasa takut, rasa bersalah menjadi pemikat bagi emosi negatif.

6. Biru : Mengarah pada kesegaran dan rasa dingin, keamanan dan kebersihan.

7. Putih : Menandakan kemurnian, kebersihan serta kehalusan. Sebagai tambahan bagi dampak emosional yang dibawa oleh warna dalam kemasan, elegan, dan prestise bisa ditambahkan pada produk dengan menggunakan permukaan yang reflektif yang mengkilap serta berbagai skema warna yang menggunakan hitam dan putih, perak dan emas (Shimp, 2003 : 308)

Adapun bentuk pemaknaan lain dari warna yang diambil dari sumber yang lain seperti dibawah ini :

1. Kuning: Optimis, Harapan, Filosofi, Ketidak jujuran, Pengecut (untuk budaya Barat), pengkhianatan, pencerahan dan intelektualitas. Kuning adalah warna keramat dalam agama Hindu. Kuning adalah warna yang hangat.

2.Oranye: Energy, Keseimbangan, Kehangantan. Menekankan sebuah produk yang tidak mahal.


(30)

3.Merah: Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresi, bahaya, berpendirian, dinamis, dan percaya diri. Warna Merah kadang berubah arti jika dikombinasikan dengan warna lain. Merah dikombinakan dengan Hijau, maka akan menjadi simbol Natal. Merah jika dikombinasikan denga Putih, akan mempunyai arti ‘bahagia’ di budaya Oriental. Bisa berarti berani dan semangat yang berkobar-kobar. Singkatnya secara umum berhubungan dengan perasaan yang meledak-ledak. Warna merah mudah menarik perhatian dan meningkatkan nafsu.

4.Biru: Kepercayaan, Konservatif, Keamanan, Tehnologi, Kebersihan, Keteraturan, Damai, menyejukkan, spiritualitas, kontemplasi, misteri, dan kesabaran.

5. Hijau: Alami, Sehat, Keberuntungan, Pembaharuan, pertumbuhan, kesuburan, harmoni, optimisme, kebebasan, dan keseimbangan

6. Ungu atau Jingga: Spiritual, Misteri, Kebangsawanan, Transformasi, Kekasaran, Keangkuhan, Ramah, Romantis, dan Mandiri.

7. Coklat: Tanah/Bumi, Reliability, Comfort, Daya Tahan, Stabilitas, Bobot, Kestabilan dan Keanggunan.

8.Hitam: Ketakutan, Power, Kecanggihan, Kematian, Misteri, Seksualitas, Kesedihan, Keanggunan, dan Independen, Berwibawa, Penyendiri, Disiplin, dan Berkemauan keras.


(31)

9. Putih: Warna suci dan bersih, natural, kosong, tak berwarna, netral, awal baru, kemurnian dan kesucian. Warna yang sangat bisa dipadukan dengan warna apapun.

10.Abu Abu: Intelek, Masa Depan (kayak warna Milenium), Kesederhanaan, Kesedihan (www.selimutmaya.com)

2.1.7 Identitas Maskulinitas

Beruntung atau tidak beruntung, laki-laki selalu dianggap menempati posisi lebih tinggi daripada perempuan. Konsep budaya yang menempatkan posisi laki-laki lebih sempurna daripada perempuan, dan yang mengharuskan laki-laki dan permpuan bertindaj sehari-hari menurut garis tradisi sedemikian rupa sehingga perempuan berada dalam posisi “pelengkap” laki-laki, semuanya berakar pada budaya patriarki. Juliet Mitchell (1994) mendeskripsikan patriarki dalam suatu term “the law of father” yang masuk dalam kebudayaan lewat bahasa atau proses simbolik lainnya.

Lain halnya yang dijelaskan oleh Heidi Hartmann (1992) salah seorang feminis sosial diman patriarki adalah relasi hirarki antara laki-laki dan perempuan dimana lakilak lebih domnan dan perempuan menempati posisi subordinat. Menurutnya, patriarki adalah suatu relasi hierarkis semacam forum solidaritas antar laki-laki yang mempunyai landasan material serta memungkinkan mereka untuk mengontrol perempuan. Sedangkan menurut Nancy Chodorow (1992), perbedaan fisik ecara sistematis mendorong laki-laki untuk menolak feminitas untuk secara emosional berjarak dari perempuan dan memisahkan laki-laki dan perempuan. Konsekuensi sosialnya adalah laki-laki mendominasi perempuan.


(32)

Identitas jenis kelamin merupakan soal pilihan. Orang meyakini bahwa dirinyalah pria atau wanita, namun terdapat perbedaan derajat yang mencolok tentang persepsi individu terhadap diri mereka sendiri sebagi pemilik sejumlah ciri-ciri maskulin dan feminin. Orang yang sangat maskulin adalah orang yang menganggap dirinya memiliki ciri-ciri minat, kegemaran dan ketrampilan bermasyarakat secara khusus dikaitkan dengan sifat kejantanan. Dalam kehidupan sosialnya, laki-laki dibentuk untuk tumbuh menjadi makhluk yang kuat dan keras, bahkan kata-kata maskulin sangat dekat artinya dengan kata otot (musele). Laki-laki tidak dirpekenankan untuk menangis, berkeluh kesah atau menunjukkan sikap-sikap lemah lembut yang identik dengan perempuan. Mereka dituntut untuk memenuhi apa yang disebut dengan “manhood” atau kode etik laki-laki (maskulinitas). Sedari kecil laki-laki diberikan hak istimewa oleh masyarakat, mereka didahulukan dalam banyak hal dan diberikan kebebasan nuntuk melakukan apa saja yang bagi perempuan itu dilarang dan itu dianggap sebagai suatu kewajaran. Mereka diajarkan bahwa mereka adalah makhluk yang lebih berkuasa dibandingkan lawan jenisnya, dituntut untuk selalu tampil kuat, tidak terlihat lemah (www.indomedia.com)

Maskulinitas adalah karakteristik tubuh laki-laki yang gagah, jantan, keras dan kuat sehingga bertanggung jawab dalam memimpin berpolitik dan urusan sejenisnya yang mengambarkan superioritas laki-laki dalam segenap aspek kehidupan sehari-hari. Maskulinitas seringkali dimaknai dengan mengacu pada ciri-ciri yang melekat pada laki-laki. Maka mucul imaji maskulinitas seperti tubuh yang berotot, penuh lelehan keringat, perkasa, pemberani, petualang, dan sebgainya. Maskulinitas juga diidentikkan dengan mobilitas, gerak, gairah berkompetisi dan bertanding. Stereotipe maskulinitas lantas


(33)

acapkali disejajarkan dengan aktivitas olahraga dan jiwa spportifitas (www.layarperak.com).

Sedangkan Menurut Beynon (Nasir 2007) Maskulinitas dapat dikelompokkan dalam delapan kategori yaitu:

1. No Sissy Stuff: Seorang laki-laki sejati harus menghindari perilaku atau karakteristik yang berasosiasi dengan perempuan.

2. Be a Big Wheel: Maskulinitas dapat diukur dari kesuksesan, kekuasaan, dan pengaguman dari orang lain. Seseorang harus mempunyai kekayaan, ketenaran, dan status yang sangat lelaki. Atau dalam masyarakat Jawa: seorang laki-laki dikatakan sukses jika berhasil memiliki garwo (istri), bondo (harta), turonggo (kendaraan), kukiro (burung peliharaan), dan pusoko (senjata atau kesaktian).

3. Be a Sturdy Oak. kelelakian membutuhkan rasionalitas, kekuatan, dan kemandirian. Seorang laki-laki harus tetap bertindak kalem dalam berbagai situasi, tidak menunjukkan emosi, dan tidak memunjukkan kelemahannya.

4. Give em Hell: Laki-laki harus mempunyai aura keberanian dan agresi, serta harus mampu mengambil risiko walaupun alasan dan rasa takut menginginkan sebaliknya. 5. New man as nurturer: Laki-laki mempunyai kelembutan sebagai seorang bapak,

misalnya, untuk mengurus anak, melibatkan peran penuh laki-laki dalam arena domestik.

6. New man as narcissist: laki-laki menunjukkan maskulinitasnya dengan gaya hidup yuppies yang flamboyan dan perlente, laki-laki semakin suka memanjakan dirinya


(34)

dengan produk-produk komersial properti, mobil, pakaian atau artefak personal yang membuatnya tampak sukses.

7. Sifat kelaki-lakian yang macho, kekerasan, dan hooliganism, laki-laki membangun kehidupannya di sekitar football atau sepak bola dan dunia minum-minum, juga sex dan hubungan dengan para perempuan, mementingkan leisure time, bersenang-senang, menikmati hidup bebas seperti apa adanya bersama teman-temannya, bersenang-senang, menyumpah, menonton sepak bola, minum bir, dan membuat lelucon-lelucon yang diangap merendahkan perempuan.

8. Laki-laki metroseksual mengagungkan fashion, mungkin mirip dengan tipe maskulin yang ada di tahun 1980-an, bahkan mungkin sama Laki-laki metroseksual adalah orang-orang yang peduli dengan gaya hidup yang teratur, menyukai detail, dan cenderung perfeksionis.

Maskulinitas dalam hubungannya dengan konstruksi sosial laki-laki dan perempuan di atas secara tersirat erat berkaitan dengan permasalahan gender. Menurut Zimmerman yang dikutip oleh Ritzer dan Goodman menjelaskan bahwa gender (yaitu perilaku yang memenuhi harapan sosial untuk laki-laki dan perempuan) tidak melekat dalam diri seseorang, tetapi dicapai melalui interaksi dalam situasi tertentu.

Dengan demikian konsepsi individu tentang perilaku laki-laki dan perempuan yang tepat adalah diaktifkan secara situasional. Dalam arti seseorang melaksanakan peran jenis kelamin karena situasi memungkinkan seseorang berperilaku sebagai laki-laki dan perempuan sejauh orang mengakui perilakunya. Sehingga ada kemungkinan orang dengan kultur yang berbeda tidak bisa memahami perilaku orang lain dilihat dari sudut


(35)

identitas jenis kelamin dimana perilaku tersebut tidak diaki sebgaai perilaku laki-laki dan perempuan yang tepat. Tidak jarang, pembagian kerja dalam rumah tangga yang tampaknya tak seimbang dilihat dari luar situasi rumah tangga, mungkin dilihat adil dan seimbang baik oleh laki-laki maupun perempuan dalam situasi tersebut karena laki-laki dan perempuan menerima dan menyesuaikan diri terhadap harapan normatif untuk berperan menurut jenis kelmain di rumah tangga.

Maskulinitas juga dapat dimaknai dengan mengacu pada watak yang melekat pada laki-laki seperti jantan, perkasa, agresif, rasional, dan dominan. Maskulinitas sendiri bukan merupakan sebuah pembberian dari Tuhan dan sudah dimiliki sejak lahir melainkan sebuah konstruksi sosial budaya yang melekatkan ciri maskulinias pada sosok laki-laki. Maskullinitas dapat diartikan bukan sebagai keadaan biologis seperti seks yaitu laki-laki berpenis dan perempuan tidak berpenis namun sebgai bagian dari gender yang merupakan bentuk pengkategorian laki-laki dan perempuan dalam identitas, relasi dan peran dalam kehidupan sosial. Seperti pendapat Harding (1968) dan Siva (1989), feminitas dan maskulinitas sebagai sebuah konsep nilai yang kontradiktif pada dasarnya dapat saling dipertukarkan, artinya, feminitas tidak mesti hanya dimili oleh kaum perempuan dan maskulinitas tidak semata-mata milik kaum laki-laki (Fakih, 2001 :101). Namun karena pemahaman gender telah dilegitimasi melalui nilai-nilai dan norma-norma budaya masyarakat maka citra ideal telah dilekatkan pada laki-laki dengan cirinmaskulin dan perempuan dengan ciri feminin. Selain itu, stereotip maskulinitas senantiasa dilekatkan pada kaum laki-laki dalam bentuk konsepsi sifat-sifat yang selalu bermakna positif, diantaranya yakni: rasional, tegar, kuat, mandiri, tegas dan doninan


(36)

(Kasiyan,2008 : 52) singkatnya maskulinitas telah disepakatai secara sosial sebagai citra ideal bagi kaum laki-laki dan kemudian diwariskan dalam masyarakat.

Dalam peran tradisional pria harus jadi seorang pemimpin, baik dirumah maupun masyarakat luas. Helen Andelin mengemukakan wanita harus mematuhi suami mereka dan menikamti perlindungan yang diberikan. Pria harus menjadi kepala keluarga yang tidak boleh digugat, istri harus menerima suami sebagai pemimpin mendukung dan mematuhinya (Sears et al, 1991:218)

2.2 Kerangka berpikir

Televisi merupakan media massa elektronik yang menyajikan berbagai macam informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan penalaran masyarakat dan juga dapat memberikan hiburan yang luas kepada kepada khalayak, bukan hanya melalui film atau acara-acara televisi lainnya, melainkan juga iklan-iklan yang ditayangkan, dikemas semenarik dan sekreatif mungkin, sehingga iklan-iklan tersebut tidak hanya memiliki tujuan memberikan informasi tentang sebuah produk atau jasa, melainkan juga dapat memberikan hiburan.

Peneliti tertarik untuk meneliti iklan Minuman Energi M-150 versi “Hero” yang ditayangkan di televisi. Karena menurut analisis peneliti terdapat aspek maskulinitas yang ditonjolkan dalam iklan tersebut. Dalam iklan ini, sebagian besar menampilkan sisi maskulin seorang pra dengan memperlihatkan gambar laki-laki yang jantan. Namun disisi lain laki-laki itu mempunyai tanggung jawab terhadap keluarganya.


(37)

28

Laki-laki berjiwa maskulin dalam iklan ini digambarkan berbeda dari konsep-konsep maskulin pada umumnya. Maskulinitas laki-laki selalu digambarakan dengan otot dan kekuatannya.saja. namun, di iklam M-150 versi “Hero” ini laki-laki maskulin digambarkan dengan laki-laki yang jujur dan mempunyai perasaan yang tulus serta bertanggung jawab demi keluarga.


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis semiotik, untuk mempresentasikan penggambaran iklan pada media elektronik yaitu televisi, yang akan dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah iklan produk Minuman Energi M-150 versi “Hero” di media televise.

Alasan digunakan metode deskriptif kualitatif berdasarkan beberapa faktor pertimbangan, yang pertama yaitu metode deskriptif kualitatif, akan lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian kenyataan ganda, kedua metode deskriptif kualitatif menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti, dan yang ketiga adalah metode deskriptif kualitatif lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Maelong, 2002:5)

Selain itu pada dasarnya pendekatan semiotik bersifat kualitatif interpretative, yaitu suatu metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan lambing teks sebagai objek kajian, serta bagaimana menafsirkan dan memahami kode dibalik tanda dan teks tersebut (Christomy dan Yuwono, 2004: 99).

Untuk menginterpretasikan objek penelitian dari iklan Minuman Energi M-150 versi “Hero” terlebih dahulu harus diketahui sistem tanda dan gambar yang terdapat dalam penelitian ini. Karena itulah, penelitian menggunakan pendekatan semiotic untuk menganalisis atau menafsirkan makna yang terdapat dalam iklan tersebut.


(39)

3.2 Kerangka Konseptual 3.2.1. Corpus

Di dalam penelitian kualitatif diperlukan adanya suatu pembahasan masalah yang disebut corpus. Corpus adalah sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan oleh analisis kesemenaan. Corpus haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan behwa unsur-unsur akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Corpus juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf waktu (sincrony) (Kurniawan 2007:70).

Corpus merupakan sampel terbatas pada penelitian kualitatif yang bersifat homogen, tetapi sebagai analisa, corpus bersifat terbuka pasa konteks yang beraneka ragam, sehingga memungkinkan memahami berbagai aspek dari sebuah teks pesan. Corpus bertujuan khusus digunakan untuk menganalisa semiotik dan analisa wacana. Pada penelitian kualitatif memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif.

Corpus dalam penelitian ini adlah seluruh adegan yang dibagi menjadi beberapa scene dalam iklan M-150 versi “Hero” dan scene-scene tersebut berkaitan dan dihubungkan representasi Maskulinitas.

3.2.2 Definisi Operasional Konsep 3.2.2.1 Representasi

Representasi adalah konsep yang mempuyai beberapa pengertian. Ia adalah proses sosial dari representing. Representasi menunjuk baik pada proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan


(40)

konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk-bentuk yang konkret. Jadi pandangan-pandangan hidup kita tentang laki-laki, anak-anak atau perempuan misalnya, akan dengan mudah terlihat dari cara kita memberi adiah ulang tahun kepada teman-teman kita yang laki-laki, perempuan dan anak-anak. Begitu juga dengan pandangan hidup kita terhadap cinta, perang dan lain-lain akan tampak pada hal-hal yang praktis juga. Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia dialog, tulisan, film, fotografi, an sebaginya. Secara ringkas, representasi adalah produk makna melalui bahasa (www.kunci.co.id).

3.2.2.2 Maskulinitas

Maskulinitas adalah karakteristik tubuh laki-laki yang gagah, jantan, keras dan kuat sehingga bertanggung jawab dalam memimpin berpolitik dan urusan sejenisnya yang mengambarkan superioritas laki-laki dalam segenap aspek kehidupan sehari-hari. Maskulinitas seringkali dimaknai dengan mengacu pada ciri-ciri yang melekat pada laki-laki. Maka mucul imaji maskulinitas seperti tubuh yang berotot, penuh lelehan keringat, perkasa, pemberani, petualang, dan sebgainya.

Maskulinitas juga diidentikkan dengan mobilitas, gerak, gairah berkompetisi dan bertanding. Stereotipe maskulinitas lantas acapkali disejajarkan dengan aktivitas olahraga dan jiwa sportifitas (www.layarperak.com).

Sedangkan menurut Barker (Nasir :2007:1) maskulinitas merupakan sebuah konstruksi kelakian terhadap laki-laki , laki-laki tidak dilahirkan begitu saja dengan sifat maskulinnya secara alami, maskulinitas dibentuk oleh kebudayaannya.


(41)

Elemen yang tampak dalam iklan Minuman Energi M-150 versi “Hero” di Televisi berkaitan dengan analisis pertama pada penelitian yaitu paradigma dan sintagma. Paradigma adalah sekumpulan asosiasi dari sign tersebut yang merupakan anggota dari kategori-kategori yang didefinisikan, tetapi tiap-tiap sign tersebut memiliki makna yang berbeda-beda. Sedangkan sintagma adalah kombinasi dari signs yang berinteraksi sesuai dengan yang kita inginkan yang membentuk sebuah makna secara keseluruhan dan biasaya disebut sebagai rantai (chain) (Fiske, 1994:5).

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan analisis yang bersifat tekstual dengan membaca sebuah kode, tanda dan lambang dengan menggunakan pendekatan John Fiske,

the codes of television. Adapun tanda-tanda yang akan muncul dalam iklan Minuman

Energi M-150 versi “Hero” akan dikombinasikan menjadi kode-kode, baik itu eksplisit maupun impisit yang akan disampaikan kepada audiens. Dari kode yang tampak sebagai indikator untuk menentukan batasan tentang maskulinitas pada pria yang ada di iklan Minuman Energy M-150 versi “Hero” , peneliti memilih kode-kode televisi sebagai berikut untuk menentukan unit analisis, yaitu:

1. kostum dan Riasan (make-up) 2. Latar (setting)

3. Karakter (character)

4. Ekspresi wajah (ekspression) 5. Konflik (conflict)

Unit analisis dari iklan Minuman Energi M-150 versi”Hero” dibagi menjadi tiga level yaitu:


(42)

Level ini menjelaskan bagaimana suatu peristiwa dikonstruksikan sebagai realitas oleh media. Yang berhubungan dengan kode-kode sosial antara lain, penampilan (appearance), kostum (dress), lingkungan (environment), kelakuan (behavior), dialog (speech), gerakan (gesture), ekspresi (ekspression), suara (sound) di dalam iklan Minuman Energi M-150 versi “Hero”.

2. Level Representasi (representation)

Disini peneliti menggunakan perangkat secara teknis. Dalam bahasa tulis, alat tulis itu adalah kata, kalimat atau proposisi, grafik dan sebagainya. Level ini berhubungan dengan kode-kode sosial antara lain, kamera (camera), pencahayaan (lighting), perevisian

(editing). Musik (music), suara (sound) di dalam iklan Minuman Energi M-150 versi

“Hero”.

3. Level ideologi (ideology)

Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koheresi sosial, atu kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat seperti

individualism (individual), patriachy (patriarki), class (kelas), tepatnya materialism

(materialisme), capitalism (kapitalisme), dan lain sebagainya.

. Berdasarkan pembagian tiga level oleh John Fiske diatas yang nantinya juga akan dianalisis dengan kode yang ditinjau oleh Barthes, yakni kode hermeunik, kode semik, kode simbolik, kode proaretik dan kode gnomik atau kultural yang merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pancastruktural yang erat hubungannya dengan mitologis atau mitos yang dibangun dalam iklan tersebut. Sehingga dapat dilihat bagaimana penggambaran


(43)

maskulinitas dengan kejujuran, tanggung jawab serta mempunyai rasa kasih sayang dalam iklan Minuman Energi M-150 versi “Hero” di Televisi.

3.2.3.1 Tanda

Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstrksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam arti manusia yang mengggunakannya. Pada bagian ini dapat dikategorikan dalam level realitas yang meliputi kostum pemain, tatarias, lingkungan, gesture, ekspresi, suara, perilaku, ucapan dan sebgainya sebgai kode budaya yang ditangkap melalui kode-kode teknis.

3.2.3.2 Kode

Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagi kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya. Pada saat dilakukan analisa dapat dimasukkan kedalam level representasi yang meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, suara. Casting.

3.2.3.3 Kebudayaan

Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untk keberadaan dan bentuknya sendiri


(44)

(John Fiske, 2007 :06). Apabila dianalisa kedalam level ideologi, tentu dikaitkan dengan suatu kesatuan dan penerimaan sosial seperti kelas, patriarki, gender.

3.3 Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data di dalam penelitian iklan Minuman Energi M-150 versi “Hero” di televisi berasal dari data primer dan sekunder

1. Data primer

Data berupa corpus dan data berupa iklan Minuman Energi M-150 versi “Hero” yang ditayangkan di televisi.

2. Data Sekunder

Data sekunder berasal dari bahan referensi seperti buku dan internetdengan obyek kajian

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis Data yang dignakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, datan yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan warna. Hal ini disebabkan adanya penerapan metode kualitatif, menjadi kunci jawaban terhadap apa yang akan diteliti.

Penelitian yang akan digunakan peneliti ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode semiotik, dengan studi semiotik peneliti dapat memakai gambar dan pesan yang terdapat pada iklan Minuman Energi M-150 versi “Hero”. Serta membentuk berbagai pemaknaan terhadap iklan ini. Iklam Minuman Energi M-150 versi


(45)

36

“Hero” akan di interpretasikan dengan cara mengidentifikasikan tanda-tanda yang terdapat dalam setiap bentuk penggambaran iklan tersebut.

Tanda dan gambar pada iklan Minuman Energi M-150 versi “Hero” yang ditayangkan di televisi adalah corpus. Dalam penelitian ini tanda dan gambar yang ada dalam iklan ini dimaknai dengan menggunakan model semiotik John Fiske, dimana dikategorikan menjadi tiga level yaitu level realitas, level representasi dan level ideologi. Data yang diperoleh akan diinterpretasikan dan dianalisis berdasarkan kajian dan konsep-konsep teoritis yang dipakai dalam penelitian ini.


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Objek Penelitian 4.1.1. Sejarah M-150

Minuman Energi M-150 diperkenalkan pada tahun 1991 oleh PT. Osotspa, Thailand. Dari Survey yang dilakukan oleh Indocommercial (1998) didapat perkembangan konsumsi masyarakat terhadap minuman energi di Indonesia adalah 69,07% Karena perusahaan lokal belum mampu memenuhi permintaan pasar maka PT M150 Indonesia mengimport minuman ini dari Thailand. Perusahaan ini berlokasi di Jl. H. R. Rasuna Said, Gedung Setiabudi Jakarta

Minuman Energi M-150 sebagai salah satu produk minuman yang mengandung energi seperti multivitamin B, vitamin C dan zat non gizi (stimulan dan flavouring) yang bila dikonsumsi dapat membantu metabolisme tubuh, menambah tenaga dan membangkitkan stamina tubuh.

Target konsumen M-150 adalah laki-laki yang ingin mempuyai badan yang selalu fit dalam melakukan pekerjaan. Karena dulu slogan dari M150 adalah “Bisa!” yang berarti dengan meminum M150 kita bisa melakukan pekerjaan dengan kuat dan enteng. Kini setelah muncul iklan baru, slogan M150 berubah menjadi “Every Body Can Be A


(47)

4.2 Gambaran Umum Iklan Minuman Energi M150 Versi “Hero” di Televisi

Dalam Iklan Minuman Energi M-150 ini digambarkan seorang laki-laki dewasa yang mengendarai sepeda motor dengan suasana di sudut kota, dengan bangunan-bangunan tua yang klasik. Di kota itu diperlihatkan juga suatu pasar tradisional dimana laki-laki tersebut bekerja mengantarkan kotak berisi buah kepada salah satu pedagang di pasar tersebut. Setelah menaruh kotak buah untuk pedagang buah, laki-laki tersebut diberi upah, dari sudut ini nampak kejujuran dari laki-laki itu, karena dia mengembalikan upah yang kelebihan, sang pedagang buah terlihat salut kepada laki-laki ini saat dia melihat kepergiannya.

Pekerjaan sang laki-laki tidak hanya itu, setelah melakukan pekerjaan sebagai pengantar buah, dia mencari tambahan uang dengan bekerja ekstrim dengan melompati beberapa mobil dengan menggunakan sepeda motor yang dimilikinya, bahkan sampai terjatuh di tanah. Sebagian uang yang didapat pada hari itu dibelikannya seikat bunga, yang dia beli di seorang anak kecil.

Setelah sampai dirumah, dia masuk ke kamar ibunya yang sedang sakit. Sang ibu tersenyum melihat anak laki-lakinya datang. Kemudian, laki-laki tersebut menggendong ibunya yang sedang sakit menuju meja yang telah dipersiapkan kejutan kecil untuk ibunya, berupa makanan-makanan, bunga yang tadi dia beli, dan lilin-lilin yang menghiasi sehingga meja itu terlihat romantis. Di belakangnya terlihat seorang wanita cantik yaitu istrinya yang sedang tersenyum melihat apa yang telah dilakukan suaminya untuk ibunya. Kemudian sang laki-laki melihat istrinya itu dan mendatanginya. Ternyata sang istri sudah mempersiapkan Minuman M150 dan laki-laki tersebut langsung meminumnya.


(48)

Dengan memberikan minuman energi M150, laki-laki dapat menjalani kehidupan yang penuh perjuangan demi membahagiakan keluarganya. Itulah sepotong pesan yang hendak disampaikan tiap-tiap adegan dalam Minuman Energi M150 tersebut. Namun, secara garis besar peneliti melihat ada aspek penting yang sangat menonjol pada iklan tersebut, yakni bagaimana media (pengiklan) menempatkan aspek komoditas objek iklan(dalam hal ini laki-laki yang ada dalam iklan) yang dikaitkan dengan pencitraan nilai-nilai maskulinitas dari sudut pandang yang berbeda sebagai point of view dari produk iklan yang ditampilkan.

4.3 Penyajian Data

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada adegan iklan Minuman Energi M150 versi “Hero” di televisi selanjutnya akan diinterpretasikan dan dianalisis berdasarkan semiotik dari metode milik John Fiske untuk mengetahui makna yang ada dalam korpusnya.

John Fiske membagi tiga level dalam menganalisa penyajian data yakni level realitas, level representasi dan level ideologi. Berdasar atas apa yang di kemukakan oleh Fiske, Level Realitas terdiri dari penampilan, kostum, meke up, setting, dan gesture. Level Representasi terdiri dari Shot (pengambilan gambar), lighting atau pencahayaan dan Sound atau musik, dan yang terakhir adalah Level Ideologi yang membahas bagaimana kaitannya dengan kebudayaan.


(49)

4.4 Analisis Data

4.4.1 Paradikma Dan Sintagma Pada Level Realitas, Level Representasi ,Dan Level Ideologi.

4.4.1.1 Scene 1

Gambar 4.2 Tampilan visual dalam scene 1 Analisis :

1. Level Realitas

Laki-laki pengendara motor di scene 1 diatas terlihat sedang menoleh untuk melihat lukisan laki-laki berbaju biru dengan bawahan hitam yang mengangkat perempuan berambut panjang yang terlihat lemah. Pada gambar diatas, memang menampakkan sebagian tubuh saja, yaitu bagian tangan sampai kepala, sementara kepalanya menghadap ke arah lukisan di tembok.Untuk busana, laki-laki pada gambar menggunakan jaket kulit berwarna hitam dan helm berwarna hitam bervariasi kacamata diatas kepalanya. Warna yang digunakan oleh laki-laki tersebut adalah hitam, apabila dikaitkan dengan aspek maskulinitas, warna hitam yang dipakai oleh laki-laki tersebut menunjukkan suatu power, penyendiri, disiplin, kewibawaan, dan berkemauan keras dalam menggapai sesuatu.


(50)

Lingkungan atau setting pada scene 1, terlihat latar belakang tembok tua berwarna kecoklatan yang disitu terdapat lukisan pria memakai baju biru dengan celana hitam membopong seorang wanita berambut panjang memakai baju berwarna coklat. Gambar tersebut sangat berkaitan dengan aspek maskulinitas, karena gambar tersebut merupakan suatu simbol yang menunjukkan bagaimana laki-laki dapat membantu perempuan yang lemah. Dan dapat memberi inspirasi bagaimana seharusnya laki-laki bertindak sebagai seorang yang gentle terhadap perempuan.

2. Level Representasi

Pada scene1, pengambilan gambar pada scene ini adalah medium close-up, karena pengambilan gambar yang terlihat dari kepala sampai dengan dada saja, dan membelakangi objek utama Pengambilan gambar dengan tehnik ini dimaksudkan agar gambar yang terdapat ada tembok dapat terlihat jelas.

Tehnik pencahayaan lebih diarahkan pada gambar lukisan di tembok. teknik pencahaan yang digunakan tetap alami agar tidak terkesan berlebihan dalam memaknai lukisan di tembok. Karena bagaimanapun juga objek utama pada iklan ini adalah laki-laki pengendara motor.

Pada scene ini, efek suara yang dimunculkan hanya back sound lagu Hero Tempo (beat) dari lagu ini sangat pas yaitu dengan alunan yang mellow, lirik dalam scene ini berbunyi “there’s a hero if you look inside your heart, you don’t have to be afraid of

what you are” yang artinya ada seorang pahlawan jika kau melihat di dalam dirimu, kau


(51)

dalam iklan tersebut adalah seorang yang memiliki jiwa pahlawan dalam dirinya dan tidak perlu diragukan lagi.

3. Level Ideologi

Level ideologi pada scene ini lebih menitik beratkan pada aspek pencitraan pada lukisan yang dilihat oleh tokoh utama di iklan ini. Lukisan yang terdapat pada tembok adalah lukisan yang menggambarkan seorang laki-laki dewasa dengan busana kemeja biru muda dengan celana panjang hitam sedang membopong seorang wanita berambut panjang tanpa busana yang terlihat lemah. Apabila di kaitkan dengan budaya, laki-laki selalu menjadi simbol kekuatan, yang bisa menjadi penolong bagi wanita dan posisi wanita selalu dibawah laki-laki. Obyek utama dalam iklan ini, yaitu laki-laki yang mengendarai motor.

4.4.1.2 Scene 2


(52)

Analisis:

1. Level Realitas

Pada scene di atas memperlihatkan laki-laki sedang mengangkat kotak berisi buah-buahan dari atas sepeda motornya. Penampilan laki-laki terlihat santai seperti tidak ada rasa capek di raut wajahnya menunjukkan seperti lelaki yang tidak gampang menyerah. Kostum dikenakan laki-laki di scene 2 memakai jaket kulit dan celana berwarna hitam dengan kaos berwarna abu-abu di dalamnya, warna abu-abu dalam iklan ini diidentikkan dengan warna kesederhanaan dari seorang laki-laki.

Gerakan laki-laki apada scene2, mengangkat kotak keranjang berisi buah-buahan yang sebelumnya di atas sepeda motornya ditaruh ke dalam suatu ruangan dengan mengandalkan kekuatan sendiri karena seorang lelaki haruslah mandiri.

2. Level Representasi

Pengambilan gambar atau shot pada scene 2 ini menggunakan tehnik medium

full shot dimana objek pria (ikon) ditampilkan mulai dari kepala sampai dengan lutut,

bagian tangan yang terlihat menjadi sebuah gesture kecil sebagai bentk respon terhadap apa yang dilakukan. Pengambilan gambar di scene ini terlihat diambil dari dalam ruang (indoor) menjadikan laki-laki menjadi objek utama yang menunjukkan jati dirinya sebagai pribadi yang kuat.

Pencahayaan di scene ini di fokuskan kepada laki-laki (objek) di luar ruangan, seperti terlihat cahaya sinar matahari sedangkan di dalam ruangan diberi cahaya yang lebih gelap. Objek di dalam ruangan diperlihatkan seperti bayangan yang gelap. Pencahayaan dengan tehnik seperti ini dimaksudkan agar objek seorang laki-laki lebih


(53)

nampak memperlihatkan kekuatannya saat mengangkat kotak-kotak keranjang berisi buah.

Tidak ada voice over ataupun sound effect yang diperdengarkan hanya musik dari lagu Hero yang diperdengarkan, Lirik lagu dari scene ini berbunyi ”There’s an

answer” yang artinya ada sebuah jawaban. Makna jawaban di lirik lagu ini berarti kerja

keras yang dilakukan oleh laki-laki akan menjadi jawaban dari apa yang di harapkan oleh laki-laki.

3. Level Ideologi

Diperlihatkan laki-laki sedang mengangkat keranjang berisi buah-buahan seorang diri, laki-laki itu seperti sudah biasa dengan pekerjaan itu. Level ideologi yang terkait dengan pencitraan laki-laki dalam scene ini adalah laki-laki selalu didentikkan sebagai pribadi yang kuat dan mandiri serta mampu bekerja keras membanting tulang untuk menghidupi keluarganya.

4.4.1.2 Scene 3


(54)

Analisis:

1. Level Realitas

Pada scene 3 terlihat dua orang laki-laki, salah seorang laki-laki memberikan uang kepada laki-laki didepannya. Laki-laki pengantar buah berambut hitam pendek itu mengenakan jaket kulit hitam, kaos di dalamnya berwarna abu-abu, sedangkan pedagang buah berambut sedikit gundul itu memakai kemeja motif berwarna coklat abu-abu, kaos berwarna putih dan memakai asesoris berupa kalung. Make up yang digunakan kedua laki-laki ini natural.

Kemudian untuk gesture, menitikberatkan pada bagaimana laki-laki tokoh utama memberikan uang upah yang kelebihan kepada laki-laki pedagang buah setelah uangnya dihitung, dia mengembalikan uang itu dengan menggunakan tangan kirinya, tangan yang kanan dia pergunakan untuk memegang uang upahnya yang sebenarnya. Dan pedagang buah terlihat agak kaget karena sebagian uangnya dikembalikan, namun sangat pedagang tetap mengambil uang itu menggunakan tangan kanannya. Gerakan-gerakan yang ditunjukkan oleh laki-laki dalam scene ini menunjukkan bagaimana dia menjadi seorang laki-laki yang jujur dalam bekerja.

2. Level Representasi

Pengambilan gambar pada scene 3 ini adalah medium shot karena memperlihatkan separuh badan dari objek, yaitu dari pinggul sampai dengan kepala Sedangkan pengambilan gambar pada tangan dimaksudkan untuk memperlihatkan gerakan saat laki-laki menyerahkan uang kepada sang pedagang.


(55)

Tehnik pencahayaan yang digunakan adalah tehnik luar ruangan atau outdoor, masih mempelihatkan pencahayaan yang natural. Objek dari pencahayaan di scene 3 ini adalah laki-laki dan pedagang buah. Pencahayaan dalam scene ini masih menjadi keharusan, agar objek lebih terlihat menonjol dan paa bagian tangan diberikan pencahayaan yang lebih terang agar saat laki-laki menyerahkan uang terlihat jelas. Hal tersebut dimaksudkan agar khalayak dapat lebih jelas melihat bagaimana seorang laki-laki menunjukkan kejujuranya, dan tidak menerima sesuatu yang bukan haknya.

Tidak ada voice over ataupun sound effect di scene ini, namun back sound lagu Hero yang diperdengarkan, pada scene ini lirik agu tersebut berbunyi “if you reach into

your heart, and the sorrow that you know will melt away” yang artinya ada jika kau

bertanya dalam jiwamu dan penderitaan yang kau ketahui akan pergi. Makna dari lirik ini adalah penderitaan yang dilalilui oleh seseorang pasti akan menjadi sebuah kebahagiaan nantinya.

3. Level Ideologi

. Dalam gambar tersebut laki-laki mengembalikan uang upah yang kelebihan kepada pedagang buah. Gambar itu termasuk tanda Rhematic Symbol atau Symbolik

Rheme karena kedua laki-laki tersebut sebagai tanda yang dihubungkan dengan objeknya

melalui asosiasi ide umum dan merupakan suatu tanda atau ikon yang mengacu pada objek laki-laki dalam kenyataan yang sebenarnya.

Scene 3 menunjukkan bagaimana seorang laki-laki tidak hanya mempunyai kekuatan dalam bekerja tapi juga mempunyai kejujuran dalam melaksanakan pekerjaanya. Membuat orang lain terkesan atas sifatnya yang jujur adalah sifat laki-laki


(56)

sejati. Tidak menerima sesuatu yang bukan haknya juga merupakan salah satu kejujuran yang harus dimiliki setiap laki-laki sejati.

Dalam scene ini juga memperlihatkan bagaimana laki-laki yang Give em Hell atau laki-laki mempunyai aura keberanian dan agresi, dan mampu mengambil resiko walaupun alasan dan rasa takut menginginkan sebaliknya (Nasir, 2007 : 2)

4.4.1.4 Scene 4

Gambar 4.4 Tampilan gambar visual scene 4 Analisis:

1. Level Realitas

a) Penampilan, kostum dan Make up

Pada scene 4 terlihat seorang laki-laki terlihat sedang melompati beberapa mobil yang dijejerkan di bawahnya dengan menggunakan sepeda motornya. Laki-laki itu di dilihat oleh banyak penonton penonton. Sepeda motor yang dipakai oleh laki-laki ini adalah moto klasik yang khusus dipakai untuk laki-laki sehingga pemakainya dapat terlihat lebih jantan. Make up untuk laki di scene ini tidak diperlihatkan karena laki-laki sebagai objek utama menggunakan helm model teropong sebagai pengaman,


(57)

sedangkan make up penonton yang melihat semuanya natural bahkan terkesan gerah karena berada di luar ruangan. Sebagian besar dari penonton yang melihat atraksi ini adalah kaum lelaki karena kaum lelaki lebih suka menonton atraksi yang dapat memacu adrenalin daripada kaum perempuan.

Latar belakang dari scene 4 di atas terlihat seperti sebuah arena pertandingan olahraga ekstrim yaitu melompati beberapa mobil dengan menggunakan sepeda motor, di bawah pengendara motor dijejerkan 10 mobil dan banyak penonton yang melihatnya, langit yang terlihat berwarna biru muda. Warna biru muda pada langit diidentikkan sebagai warna yang damai dan menyejukkan.

Laki-laki pada scene 4 memperlihatkan gerakan yang gagah saat menarik gas motornya, mengambil waktu yang tepat untuk memulai meloncati beberapa mobil, saat laki-laki sedang terbang dengan motornya di atas mobil-mobil yang terparkir gerakannya dibuat slow motion sehingga terkesan lebih dramatis. Penonton juga terlihat terpukau karena aksi laki-laki itu. Dalam gerakan-gerakan yang ditunjukkan oleh gambar diatas sangat memperlihatkan maskulinitas, karena menunjukkan bagaimana laki-laki yang berani menunjukkan atraksi yang memacu adrenalin semua orang yang melhatnya.

2. Level Representasi

Pengambilan gambar pada scene ini adalah extreme long shot, laki-laki sebagai objek terlihat jauh sehingga terlihat sangat kecil. Pengambilan gambar ini dimaksudkan agar memperlihatkan bagaimana laki-laki itu dapat melompati beberapa mobil dibawahnya dengan menggunakan sepeda motor. Sedangkan penonton yanbg melihat


(58)

atraksi dari laki-laki ini diperlihatkan bagian belakangnya, dimaksudkan agar terbentuk situasi yang lebih dramatis saat menonton keberanian dari laki-laki itu.

Pencahayaan di scene ini menggunakan tehnik outdoor atau pencahayaan di luar ruangan. Pencahayaan seperti ini biasanya tidak terlalu banyak menggunakan pencahayaan buatan, karena scene ini dibuat di siang hari sehingga ada bantuan dari cahaya matahari yang kuat.

Di scene ini memperdengarkan Sound Effect dari suara motor yang sedang ditancap gas dan suara-suara riuh oleh penonton yang sedang melihat penampilan dari laki-laki (objek utama). Back Sound lagu hero masih diperdengarkan, lagu hero yang dinyanyikan menambah suasana menjadi lebih hidup dan tercipta kesan kegigihan dari laki-laki. Lirik lagu yang terdengar dalam scene ini adalah sebagai berikut ” And then a

hero comes along,With the strength to carry on, And you cast your fears aside” yang

artinya dan seorang pahlawan akan datang, dengan kekuatan untuk membantu dan kau menyingkirkan ketakutanmu. Lirik lagu ini seperti memberi semangat lelaki di scene 4 karena memberi tahukan bahwa laki-laki itu mempunyai kekuatan yang mampu menyingkirkan ketakutan dalam dirinya.

3. Level Ideologi

Dari scene 4 tersebut dapat diambil ideologi tentang laki yaitu, setiap laki-laki harus mempunyai keberanian dan agresi, serta harus mampu mengambil risiko walaupun alasan dan rasa takut menginginkan sebaliknya. Banyak juga yang beranggapan laki-laki harus berani menerima tantangan yang diberikan kepadanya bila ingin disebut jantan.


(59)

Laki-laki pada gambar diatas di asosiasikan sebagai wujud objek yang dinamis, secara kodrati laki-laki memang selalu ditampilkan sebagai sosok yang pemberani. Dalam kehidupan masyarakat, seorang laki-laki harus mempunyai sifat yang lebih berani dibandingkan perempuan. Karena perempuan dianggap lebih lemah daripada laki-laki.

4.4.1.5 Scene 5

Gambar 4.5 Tampilan gambar scene 5 Analisis:

1. Level Realitas

Dalam scene ini terlihat laki-laki sedang membeli bunga ditempat penjual bunga yang penjualnya anak perempuan.Penampilan laki-laki dalam scene 5 ini tetap mempelihatkan kejantanannya dengan duduk diatas motornya. Sedangkan anak perempuan sebagai penjual bunga memakai baju putih dengan rambut yang dikepang dua dan memberikan bunga dengan tersenyum menyerahkan seikat bunga mawar berwarna putih kepada laki-laki, mawar putih selalu menjadi simbol kesucian dan kasih sayang.


(60)

Laki-laki dalam scene ini membeli mawar berwarna putih yang dapat dimakanakan sebagai kerendahan hati, dan penghormatan dari laki-laki kepada seseorang.

Latar belakang yang dipakai dalam scene 5 ini, terlihat berbagai macam jenis bunga disekitar laki-laki dengan anak kecil penjual bunga sehingga terlihat begitu indah dan asri. Bunga selalu diidentikkan dengan sesuatu yang terkait dengan kasih sayang, makna bunga dalam scene ini adalah bagaimana laki-laki yang mempunyai fisik yang kuat seperti yang dimiliki laki-laki namun dia juga mempunyai jiwa yang penuh cinta kasih. Sedangkan anak kecil selalu diidentikkan dengan suatu kepolosan dan kebaikan yang berarti laki-laki ini mempunyai suatu kebaikan dalam hatinya.

Gerakan laki-laki dalam scene ini memberikan uang kepada anak kecil penjual bunga dengan tersenyum, sedangkan anak kecil perempuan memberikan bunganya kepada laki-laki dengan tersenyum juga. Gerakan seperti ini menunjukkan bagaimana kelembutan laki, laki maskulin tidak hanya laki yang selalu kasar tapi laki-laki yang mempunyai kebaikan dalam hatinya.

2. Level Representasi

Teknik pengambilan gambar dari scene ini adalah menggunakan pengambilan gambar medium full shot, dimana gambar yang ditampilkan memperlihatkan 3/4 bagian tubuh manusia. Laki-laki diperlihatkan motor yang dibawanya, sedangkan anak kecil di scene 5 terlihat dari perut sampai dengan kepalanya.

Tehnik pencahayaan pada scene ini tampak sedikit lebih terang daripada scene lainnya. Latar belakangnya pun terlihat lebih banyak cahaya, begitu juga dengan


(61)

objeknya. Sehingga menonjolkan bagaimana laki-laki itu dapat menunjukkan kasih sayang dan kebaikannya.

Tidak ada Sound Effect hanya ada Back Sound lagu Hero yang dinyanyikan oleh penyanyi wanita masih diperdengkan. Dalam scene ini lirik lagu yag diperdengarkan berbunyi “ So when you feel like hope is gone, Look inside you and be strong” yang artinya maka, jika kau merasa tak punya harapan lihat di dalam dirimu dan bertahanlah

3. Level Ideologi

Dalam kebudayaan bunga dilambangkan sebagai simbol kasih sayang, alam scene ini menunjukkan laki-laki akan menunjukkan rasa kasih sayangnya dengan bunga. Anak kecil perempuan sealu diidentikkan sebagai pribadi yang polos dan baik hati menunjukkan bgaimana kebaikan dari laki-laki. Di saat laki-laki membeli seikat bunga di anak kecil, terlihat juga bagaimana laki-laki mempunyai kelembutan dibalik fisiknya yang telihat kuat dan tangguh, ini terlihat saat laki-laki membeli bunga dengan wajah yang tulus.

4.4.1.6 Scene 6


(62)

Analisis:

1. Level Realitas

Pada scene 6, memperlihatkan seorang laki-laki sedang membopong seorang wanita, yang pada iklan ini berperan sebagai ibu dari laki-laki tersebut. Laki-laki mengenakan pakaian yang masih sama dengan scene-scene sebelumnya yaitu jaket kulit berwarna hitam, dengan baju dalam berwarna abu-abu-abu, dan bercelana panjang hitam. Sedangkan wanita yang dibopong oleh laki-laki tersebut mengenakan pakaian berwarna putih dengan bawahan berwarna hitam, rambut wanita dalam gambar diikat ke belakang. Baju berwarna putih yang dikenakan oleh wanita ini menandakan bahwa sang wanita mempunyai kemurnian, kebersihan serta kehalusan sebagai seorang ibu.

Latar belakang yang diperlihatkan dari scene 6 tampak berada di dalam rumah, dalam gambar di atas terlihat 3 buah meja di belakangnya, 1 meja berbentuk lingkaran yang ditutup dengan taplak berwarna putih, 1 meja bufet yang berada di tengah berwarna coklat, dan 1 meja bufet yang ukurannya lebih kecil daripada meja yang di tengah. Disamping laki-laki itu juga terdapat rak kayu bekaca untuk meletakkan gelas-gelas dan piring-piring. Perabot-perabot yang sederhana tidak ada kemewahan dalam gambar diatas memperlihatkan kesederhanaan dalam rumah, menunjukkan kesederhanaan pemiliknya.

Gerakan yang terlihat di scene 6 di atas terlihat laki-laki sedang membopong seorang wanita yang lebih tua dan mata dari laki-laki tertuju pada wajah wanita, laki-laki itu tidak terlihat keberatan atau capek saat membopong wanita itu. Sedangkan wanita terlihat lemah, mata wanita itu juga sedang menatap wajah laki-laki. Gerakan-gerakan seperti ini menunjukkan bagaimana laki-laki maskulin dapat memberikan pertolongan kepada wanita yang lemah, karena laki-laki harus menjadi yang lebih kuat daripada


(1)

berlebihan dapat diasosiasikan seperti sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang perempuan.

2. Level representasi

Level representasi pada iklan ini adalah bagaimana tehnik pencahayaan yang diberikan pada iklan ini selalu memberikan cehaya yang tidak terlalu terang, bahkan saat di dalam ruangan cenderung gelap, pencahayaan dengan tehnik ini memberikan kesan yang dramatis dan menunjukkkan sifat kesederhanaan yang dimiliki oleh seorang laki-laki. Sedangkan back sound lagu Hero yang diperdengarkan di setiap scenenya menjadikan iklan ini lebih hidup, penggambaran sosok kepahlawanan dalam lagu ini menciptakan kesan bahwa laki-laki yang digambarkan dalam iklan ini mempunyai sifat kepahlawanan. Menjadi seorang pahlawan tidak harus melawan orang-orang jahat atau penjajah seperti yang dikonsepkan masyarakat pada umumnya, namun seorang juga dapat manjadi pahlawan bagi keluarganya apabila dia bekerja keras, jujur, dan memiliki cinta kasih terhadap keluarganya.


(2)

63

oleh masyarakat adalah sosok manusia yang berjuang sekuat tenaganya untuk membela kebenaran. Namun dalam iklan ini untuk menjadi seorang hero, seseorang tidak harus melakukan sesuatu diluar kemampuan mereka. Cukup dengan melakukan hal-hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang dapat menjadi pahlawan dalam keluarga dan lingkungan sosial mereka.


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil interpretasi dan penjelasan Iklan Minuman Energi M-150 di didapat kesimpulan dari penelitian ini, yaitu tanda dalam iklan Minuman Energi M-150 versi “Hero” di televisi digambarkan dengan tampilan gambar seorang laki-laki yang bekerja keras demi membahagiakan keluarganya.

Dalam Iklan Minuman Energi versi “Hero” di televisi, representasi maskulinitas dalam iklan ini ditampilkan aktivitas yang dilakukan oleh seorang laki-laki yang menjadi pahlawan bagi keluarganya dimana kesehariannya dalam bekerja keras dan tidak takut akan tantangan demi membahagiakan keluarganya. Sehingga nilai-nilai maskulinitas dalam iklan ini sedikit berbeda dengan yang telah ditanamkan masyarakat terhadap laki-laki selama ini, dimana laki-laki-laki-laki selalu dimaknai sebagai sosok yang kasar dan cuek. Namun, dalam iklan ini nilai representasi terhadap laki-laki ditampilkan menjadi sosok yang bertanggung jawab, jujur, memiliki kelembutan, cinta kasih dan cocok menjadi panutan bagi keluarganya dan orang lain.


(4)

38

pikir masyarakat terhadap konsepsi paling mendasar menyangkut nilai-nilai meskulinitas itu sendiri.

2. Peneliti juga menyarankan agar hasil representasi maskulinitas tersebut dapat digunakan sebagai acuan oleh produsen iklan bahwasanya terhadap tanda-tanda dalam iklan untuk mengetahui pemaknaan dari representasi maskulinitas di dalam iklan Minuman Energi M150 versi “Hero” di televisi dan dapat memberikan masukan atas wawasan serta bahan referensi bagi mahasiswa komunikasi pada jenis penelitian semiotik dan seluruh mahasiswa pada umumnya sehingga dapat diaplikasikan untuk perkembangan ilmu komunikasi.


(5)

BUKU :

Agustriajanto, 2001. Copywriting Seni Mengasah Kreatifitas Dan memahami Bahasa Iklan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Anastasy, Anne, 1989. Psikologi Terpaan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Barthes, Roland, 1972. Mythologies, New York: Hill and Wang

Darmaprawira, Sulasmi, 2002, Warna : Teori dan Kreatifitas Penggunaannya, Penerbit ITB, Bandung

Fakih, Mansour, Dr. 2001. Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fiske, John, 2006, Introduction to Commubication Studies, Routledge, London Jefkins, Frank, 1997, Periklanan, Erlangga, Jakarta

Magiie, Humm, 2007. Ensikopledia Feminisme, Jakarta: Fajar Pustaka

Moleong, Lexy J, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung

Mulyana, Deddy, 2000. Pengantar Ilmu Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Sobur, Alex, 2001, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik Dan Framing, Bandung: PT. Remaja Rodakarya.

Sumarno, 1996, Prinsip-prinsip Periklanan dalam Perspektif Global, Prenage Media, Jakarta


(6)

SBPY-LAIN-LAIN :

www.disneypicture.net , diakses 12 Januari 2011 19.00 www.indomedia .com diakses 17 Nopember 2010 : 19.15 www.maskulinitas.uns.ac.id, diakses 15 Nopember 2010 : 18.25 www.kbbi.or.id diakses 8 Desember 2010 : 16.30

www.kontan.co.id, diakses 15 Nopember 2010 : 19.00 www.kunci.or.id, diakses 8 Desember 2010 : 16.15 www.layarperak.com, diakses 10 Desember 2010 : 18.13 www.selimutmaya.com, diakses 10Desember 2010 : 18.00


Dokumen yang terkait

PESAN SOSIAL DALAM IKLAN (ANALISIS ISI PESAN DALAM IKLAN M 150 VERSI HERO)

2 10 42

MAKNA CINTA ANAK TERHADAP SEORANG IBU DALAM IKLAN TELEVISI Analisis Semiotik dalam iklan televisi produk minuman berenergi M150 versi "Hero".

0 5 45

PERSEPSI MASKULIN PADAMINUMAN BERENERGI PERSEPSI MASKULIN PADA IKLAN TELEVISI MINUMAN BERENERGI (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Maskulin Pada Iklan Televisi M-150 Versi “Hero” ).

0 2 13

PENDAHULUAN PERSEPSI MASKULIN PADA IKLAN TELEVISI MINUMAN BERENERGI (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Maskulin Pada Iklan Televisi M-150 Versi “Hero” ).

0 5 35

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN PERSEPSI MASKULIN PADA IKLAN TELEVISI MINUMAN BERENERGI (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Maskulin Pada Iklan Televisi M-150 Versi “Hero” ).

1 6 10

PENUTUP PERSEPSI MASKULIN PADA IKLAN TELEVISI MINUMAN BERENERGI (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Maskulin Pada Iklan Televisi M-150 Versi “Hero” ).

0 2 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Citra Iklan Televisi M-150 Versi “Everybody Can Be A Hero"

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Citra Iklan Televisi M-150 Versi “Everybody Can Be A Hero" T1 362007003 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Citra Iklan Televisi M-150 Versi “Everybody Can Be A Hero" T1 362007003 BAB II

0 0 15

REPRESENTASI MASKULINITAS PADA IKLAN MINUMAN ENERGI M-150 VERSI “HERO” DI TELEVISI

0 2 17