TINJAUAN PUSTAKA ANALISIS BUDGETARY SLACK PADA KANTOR CABANG PT ROYAL KEKALTAMA BEVERAGES DI SURABAYA.

pengalaman mereka dibidangnya sudah 16 tahun, dan rata-rata mereka memegang posissi tersebut sudah 4,5 tahun. Ada tiga stategi dalam penelitian ini untuk mendukung validitas dan reliabilitas. Pertama, dua jam adalah waktu yang cukup untuk mengalamatkan kuisioner. Kedua, pengamatan secara mendalam kepada tujuh perusahaan sebagai obyek penelitian mengenai fokus penelitian. Ketiga, dilakukan interaksi melalui telepon untuk menyusun wawancara dan pertemuan-pertemuan yang telah direncanakan. Penelitian ini menggunakan pendekatan interpretive. Metode ini menyajikan kesempatan untuk memahami lebih baik hubungan antara partisipasi dan slack yang mana akan memudahkan melakukan penyelidikan-penyelidikan dalam memperoleh informasi secara langsung mengenai pengendalian fungsi sistem akuntansi di lingkungan kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara slack dan partisipasi di dalam suatu bidang yang menentukan bagi para manajer pusat pendapatan dan biaya. Kesimpulan penelitian ini, 1 para manajer melaporkan bahwa adanya hubungan antara slack dan partisipasi, partisipasi yang tinggi mengakibatkan rendahnya slack yang terjadi, slack mempunyai pengaruh secara fungsional. 2 dengan partisipasi yang rendah dan information asymmetry yang tinggi, para manajer berpendapat bahwa atasan mereka uncapable dalam keakuratan budget ketika partisipasi tinggi. Budget emphasis dan information asymmetry mempengaruhi hubungan antara partisipasi dan slack. Besarnya dari pengaruh ini tergantung pada bagaimana para manajer menyikapi budget emphasis dan information asymmetry dari sudut pandang faktor personal, baimana para manajer berinteraksi dengan atasan mereka. 3 walaupun para manajer sadar bahwa partisipasi memberikan peluang untuk melakukan slack, tetapi mereka tidak perlu mencoba untuk melakukannya, dengan alasan moral, etika, maupun unuk kemajuan karier mereka. Para manajer berpendapat bahwa hubungan antara partisipasi dan slack, keduanya bergantung pada budget emphasis dan information asymmetry, yang menunjukkan bahwa faktor personal juga berpengaruh kepada perilaku para manajer. 4 perilaku para manajer dipengaruhi oleh inter alia, sejumlah faktor pribadi. Walaupun partisipasi meningkat akan menciptakan timbulnya slack, para manajer seperti enggan untuk menipu dan kesediaan untuk bekerjasama dengan atasan, yang berdampak pada tingkat budget emphasis dan information asymmetry yang mempengaruhi hubungan antara slack dan partisipasi anggaran. R. A. Supriyono 2005 dalam penelitian berjudul ”Pengaruh komitmen organisasi, keinginan sosial, dan asimetri informasi terhadap hubungan antara partisipasi penganggaran dengan kinerja manajer”. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1 Apakah ada hubungan antara partisipasi penganggaran dan kinerja manajer di Indonesia?, 2 Apakah komitmen organisasi mempengaruhi hubungan partisipasi penganggaran dengan kinerja manajer?, 3 Apakah keinginan sosial mempengaruhi hubungan partisipasi penganggaran dengan kinerja manajer?, 4 Apakah asimetri informasi mempengaruhi hubungan partisipasi penganggaran dengan kinerja manajer?. Variabel bebas independen dalam penelitian ini adalah partisipasi penganggaran, komitmen organisasi, keinginan sosial dan asimetri informasi. Sedangkan variabel terikatnya dependen adalah kinerja manajer. Hipotesis yang merupakan jawaban sementara atas rumusan masalah adalah: 1 partisipasi penganggaran mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan kinerja manajer; 2 hubungan antara partisipasi penganggaran dengan kinerja manajer dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh komitmen organisasi; 3 hubungan antara partisipasi penganggaran dengan kinerja manajer dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh keinginan sosial; 4 hubungan antara partisipasi penganggaran dengan kinerja manajer dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh asimetri informasi. Obyek dalam penelitian ini adalah para manajer perusahaan-perusahaan going public di Indonesia. Penentuan sampel berdasar pertimbangan-pertimbangan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut: 1 relatif besar sehingga para manajernya terbiasa menggunakan anggaran sebagai alat peencanaan dan pengendalian, 2 oleh Badan Pengawas Pasar Modal Bapepam diwajibkan menyampaikan laporan keuangan nya setiap tahun, 3 terdiri atas berbagai tipe usaha misalnya perusahaan manufaktur, perdagangan, dan jasa, 4 informasi alamat mereka dapat diketahui melalui Indonesian Capital Market Directory. Pengumpulan data responden melalui survey dengan menggunakan kuisioner. Kuisioner survey dikirimkan secara langsung pada para direktur utama president director perusahaan-perusahaan go public. Selanjutnya, para direktur utama dimohon untuk mendistribusikan kuisioner pada para manajer level satu sampai empat dibawahnya yang oleh direktur utama diidentifikasikan memiliki tanggung jawab atas anggaran. Analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis pertama H1 adalah analisis korelasi bivariat. Sedangkan untuk hipotesis kedua H2, ketiga H3, keempat H4 menggunakan analisis regresi pemoderatan moderating regression analysis, atau disingkat MRA. Model MRA telah banyak digunakan oleh para peneliti mengenai penganggaran misalnya Dunk 1993, Nouri 1994, Nouri dan Parker 1996, Syakhroza 2002. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah 1 partisipasi penganggaran mempunyai hubungan positif dan secara statistik signifikan dengan kinerja manajer. 2 komitmen organisasi mempunyai pengaruh positif dan secara statistik signifikan terhadap hubungan antara partisipasi panganggaran dengan kinerja manajer. 3 keinginan sosial mempunyai pengaruh positif dan secara statistik signifikan terhadap hubungan antara partisipasi penganggaran dengan kinerja manajer. 4 asimetri informasi mempunyai pengaruh positif dan secara statistik signifikan terhadap hubungan antara partisipasi penganggaran dengan kinerja manajer. Penelitian sekarang berbeda dengan penelitian terdahulu. Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu adalah pada tahun penelitian, tempat panelitian dan teknik analisis yang digunakan. Oleh karena itu penelitian ini bukan merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya.

B. Anggaran dan Penganggaran

Di dalam melaksanakan kegiatan usahanya, setiap perusahaan akan selalu dihadapkan pada masa depan yang penuh ketidakpastian, hingga akan menimbulkan masalah pemilihan dari berbagai alternatif kebijakan yang akan ditempuhnya dalam melaksanakan kegiatan usaha tersebut. Untuk keperluan tersebut banyak sarana manajemen yang dapat dipergunakan dan salah satunya adalah anggaran. Menurut Munandar 1986; 1 anggaran didefinisikan sebagai berikut: ”Suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan yang dinyatakan dalam unit moneter yang berlaku dalam jangka waktu tertentu yang akan datang atau dapat dikatakan suatu pendekatan formal dan sistematis daripada pelaksanaan tanggung jawab manajemen di dalam perencanaan, koordinasi dan pengawasan.” Beberapa inti dari definisi diatas dapat dikemukakan meliputi tiga hal yaitu: 1. bersifat formal artinya anggaran tersebut disusun dengan sengaja dan bersungguh-sungguh dalam bentuk tertulis. 2. bersifat sistematis artinya anggaran tersebut disusun dengan berurutan dan berdasarkan suatu logika. 3. bahwa setiap saat manajer dihadapkan pada suatu tanggung jawab untuk mengambil keputusan dalam rangka pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen. Sedangkan Mulyadi 1993;488 mendefinisikan anggaran budget yang merupakan komponen utama dari perencanaan adalah suatu rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif dalam satuan moneter dan satuan ukuran yang lain untuk menunjukkan perolehan dan penggunaan sumber-sumber suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Sementara itu menurut Kenis 1979 yang dikutip oleh Dunk dalam 1993;401, anggaran tidak hanya sebagai rencana keuangan yang menetapkan biaya dan pendapatan pusat pertanggungjawaban dalam suatu perusahaan, tetapi juga merupakan alat bagi manajer puncak untuk mengendalikan, mengkoordinasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi kinerja, dan memotivasi bawahannya. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa anggaran merupakan rencana kerja jangka pendek secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter dan satuan ukuran lain untuk menunjukkan perolehan dan penggunaan sumber-sumber daya organisasi sebagai alat manajemen untuk perencanaan, pengendalian, komunikasi, motivasi serta penilaian kinerja manajemen dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Anggaran dan penganggaran merupakan dua hal yang saling berkaitan dengan semua aspek manajemen. Proses penyusunan anggaran yang biasa disebut dengan penganggaran budgeting merupakan proses penyusunan rencana kerja untuk jangka waktu satu tahun, yang dinyatakan dalam satuan moneter dan satuan kuantitatif yang lain. Menurut Mulyadi 1993;492 proses penyusunan anggaran pada dasarnya adalah proses penentuan peran yang setiap manajer dalam jenjang organisasi diberi peran tertentu untuk melaksanakan kegiatan dalam pencapaian sasaran yang ditetapkan dalam anggaran. Menurut Munandar 1986;16 Budgeting ialah proses kegiatan yang menghasilkan Budget tersebut sebagai hasil kerja out-put, serta proses kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi Budget, yaitu fungsi-fungsi pedoman kerja, alat pengkoordinasian kerja dan alat pengawasan kerja. Secara lebih terperinci, proses kegiatan yang tercakup dalam Budgeting tersebut antara lain : 1. Pengumpulan data dan informasi yang diperlukan untuk menyusun Budget. 2. Pengolahan dan penganalisaan data dan informasi tersebut untuk mengadakan taksiran-taksiran dalam rangka menyusun Budget. 3. Menyusun Budget serta menyajikannya secara teratur dan sistematis. 4. Pengkoordinasian pelaksanaan Budget. 5. Pengumpulan data dan informasi untuk keperluan pengawasan kerja, yaitu untuk mengadakan penilaian evaluasi terhadap pelaksanaan Budget. 6. Pengolahan dan penganalisaan data tersebut untuk mengadakan interpretasi dan memperoleh kesimpulan-kesimpulan dalam rangka mengadakan penilaian evaluasi terhadap kerja yang telah dilaksanakan, serta menyusun kebijaksanaan sebagai tindak lanjut follow-up dari kesimpulan-kesimpulan tersebut. Secara konseptual budget dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Budget sebagai alat manajemen merupakan suatu perencanaan dan pengendalian terpadu yang dilaksanakan dengan tujuan agar perencanaan dan pengendalian itu betul-betul mempunyai daya guna dan hasil guna untuk mencapai produktivitas, efisiensi dan profit margin yang tinggi bagi perusahaan. 2. Budget sebagai sistem manajemen merupakan suatu kegiatan perencanaan dan pengendalian terintegrasi dan terkoordinasi yang pelaksanaannya mengacu kepada sistem dan prosedur, peraturan, kebijakan dan norma-norma lain yang berlaku di perusahaan. 3. Budget sebagai konsep manajemen merupakan bagian dari prinsip-prinsip manajemen yang baku dan fundamental. Anggaran dapat dijadikan alat manajemen, mengingat anggaran sebagai fungsi perencanaan dan pengendalian mempunyai manfaat sebagai alat pengukur efisiensi, alat perencanaan dan alat penentu plafon dalam mengatur otorisasi pengeluaran dana. Anggaran sebagai suatu sistem dapat pula dijadikan sarana komunikasi dan koordinasi antar bagian mengingat budget sebagai alat perencanaan telah disusun secara bersama-sama untuk diterapkan dan direalisasikan demi kepentingan bersama. B.1. Karakteristik Anggaran Menurut Mulyadi 2001 dalam Candra Sinuraya 2004, anggaran budget memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain keuangan. 2. Anggaran umumnya mencakup jangka waktu satu tahun. 3. Anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajemen, yang berisi bahwa para manajer setuju untuk menerima tanggung jawab untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam anggaran. 4. Usulan anggaran harus direview dan disetujui oleh pihak yang memiliki wewenang lebih tinggi dari penyusunan anggaran. 5. Setelah disetujui, anggaran tidak dapat dirubah kecuali pada kondisi tertentu. 6. Secara periodik, kinerja keuangan aktual dibandingkan dengan anggaran dan selisihnya dianalisis dan dijelaskan. B.2. Tujuan Anggaran Anthony dan Govindarajan 1998:375 menyatakan bahwa tujuan utama penyusunan anggaran adalah sebagai berikut : 1. Memperjelas rencana strategis. 2. Mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas dari berbagai bagian organisasi. 3. Melimpahkan tanggung jawab kepada para manajer, memberikan otorisasi besarnya biaya yang boleh dikeluarkan untuk dibelanjakan dan menginformasikan pada mereka mengenai kinerja yang diharapkan. 4. Memperoleh komitmen bahwa anggaran merupakan dasar untuk mengevaluasi kinerja manajer sesungguhnya. B.3. Manfaat Anggaran Sistem penyusunan anggaran akan memberikan manfaat, baik kepada organisasi maupun anggota organisasi tersebut. Menurut M. Nafarin 2000:12 anggaran mempunyai manfaat, yaitu : 1. Segala kegiatan dapat terarah pada pencapaian tujuan bersama. 2. Dapat digunakan sebagai alat menilai kelebihan dan kekurangan pegawai. 3. Dapat memotivasi pegawai. 4. Menimbulkan tanggung jawab tertentu pada pegawai. 5. Menghindari pemborosan dan pembayaranyang kurang perlu. 6. Sumber daya, seperti: tenaga kerja, peralatan dan dana dapat dimanfaatkan seefesien mungkin. 7. Alat pendidikan bagi para manajer. B.4. Keterbatasan Anggaran Disamping keuntungan manfaat yang diperoleh didalam penerapan anggaran, anggaran juga mempunyai keterbatasan. Menurut M. Nafarin 2000;13 keterbatasan-keterbatasan dari anggaran itu antara lain: 1. Karena anggaran disusun berdasarkan estimasi potensi penjualan, kapasitas produksi dll maka terlaksananya kegiatan-kegiatan tersebut tergantung pada ketepatan estimasi tersebut. 2. Menyusun anggaran yang cermat memerlukan waktu, uang, dan tenaga yang tidak sedikit, sehingga tidak semua perusahaan mampu menyusun anggaran secara lengkap komprehensif dan akurat. 3. Bagi pihak yang merasa dipaksa untuk melaksanakan anggaran dapat mengakibatkan mereka menggerutu dan menentang, sehingga anggaran tidak akan efektif. 4. Kondisi yang terjadi tidak selalu seratus persen sama dengan apa yang diramalkan sebelumnya. B.5. Proses Penyusunan Anggaran Proses penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan proses penetapan peran dalam melaksanakan aktivitas pencapaian tujuan perusahaan, biasanya dimulai ketika manajer menerima hasil forecast ekonomi, penjualan dan sasaran laba untuk tahun yang akan datang dari manajemen puncak. Forecast dan sasaran ini menjadi pedoman penyusunan anggaran. Proses penyusunan yang terdapat dalam beberapa perusahaan, anggaran disusun para manajer puncak tanpa atau sedikit konsultasi dengan manajer-manajer tingkat bawah. Tetapi dalam banyak perusahaan, anggaran disiapkan, paling tidak permulaan oleh para karyawan yang harus melakukan kegiatan. Anggaran kemudian dikirim keatas untuk dimintakan persetujuan dan pengesahan atasan. Penyusunan anggaran bagaimanapun juga merupakan tanggung jawab manajer lini, yang mungkin mendapatkan bantuan informasi dan teknis dari staf kelompok perencanaan atau departemen anggaran. Banyak organisasi mempunyai departemen atau panitia anggaran formal yang memainkan peranan kunci dalam perencanaan, pengkoordinasian dan pengawasan kegiatan-kegiatan. Proses penyusunan anggaran ditinjau dari pihak yang membuatnya menurut Harahap 1997:90 dalam Nilasari Pujiastuti 2004, dapat dilakukan dengan cara : 1. Top-down Budgetting Anggaran disusun dan ditetapkan sendiri oleh Top Manajemen dan anggaran ini harus dilaksanaakn bawahan tanpa keterlibatan bawahan dalam penyusunannya. Proses ini tidak memakan waktu yang lama dalam penyusunannya dalam kondisi karyawan tidak memiliki keahlian cukup untuk menyusun budget, namun kelemahan dari proses ini biasanya karyawan kurang memiliki komitmen untuk melaksanakannya. Atasan dapat menggunakan konsultan atau tim khusus untuk proses penyusunannya. 2. Bottom-up Budgetting Bawahan diserahkan sepenuhnya dalam menyusun anggaran yang akan dicapainya di masa yang akan datang Harahap,1997:90. Informasi dimulai dengan peristiwa yang terjadi di tingkat yang lebih rendah struktur organisasinya, yaitu manajer tingkat bawah dalam penyusunannya, baru kemudian hasilnya diserahkan kepada Top Manajemen supaya dapat disetujui. Kebanyakan program anggaran terlaksana dengan sukses apabila para manajer memiliki tanggung jawab atas pengendalian biaya untuk anggaran mereka sendiri. Partisipasi dalam penyusunan anggaran bottom-up menyebabkan individu dalam perusahaan dihargai oleh manajemen puncak. Pihak manajemen yang terlibat langsung dengan aktivitas penganggaran dalam posisi yang terbaik untuk membuat perkiraan anggaran. Oleh karena itu, perkiraan anggaran yang dirumuskan oleh individu-individu tersebut cenderung menjadi yang lebih dapat dipercaya dan akurat. Penyusunan perkiraan anggaran bottom-up juga memiliki sisi negatif yang kritis bagi kesuksesan program penganggaran, seperti proses penyusunan tidak boleh diterima begitu saja oleh top management. Jika tidak terdapat standar dan kebijakan yang ditetapkan lebih dahulu oleh top management, maka kemungkinan yang terjadi target anggaran terlalu mudah atau terlalu ketat yang mengakibatkan slack dalam anggaran. Manajemen puncak harus berhati-hati pada saat anggaran diterima, perlu untuk mempelajari dan mengevaluasi masukan yang diberikan oleh manajer dibawahnya. 3. Campuran Top-down dengan Bottom-up Approach Perusahaan menyusun budget dengan memulainya dari atas dan kemudian untuk selanjutnya dilengkapi dan dilanjutkan oleh karyawan bawahan. Jadi ada pedoman dari atasan atau pimpinan dan dijabarkan oleh bawahan sesuai dengan pengarahan atasan. GAMBAR 2.1 PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN Rapat Umum Pemegang Saham Dewan Komisaris Pengusulan Pengesahan Penelahaan dan Persetujuaan Komite Anggaran Bottom-up Top – down Approach approach Mengajukan usulan Rancangan Anggaran Penetapan Kebijakan Negoisasi Usulan Departemen Anggaran pokok Rancangan Anggaran Kompilasi Analisis Penyusunan anggaran Manajer Departemen Sumber : Mulyadi. 1993. Akuntansi Manajemen : Konsep, Manfaat, dan Rekayasa. Edisi ke-2 STIE YKPN. Yogyakarta. Hal 503.

C. Aspek Perilaku dalam Penganggaran

Anggaran disiapkan dan dilaksanakan oleh orang banyak. Yang terpenting dalam penganggaran adalah keberhasilan dari anggaran itu sendiri yang tidak terlepas dari aspek manusia. Dukungan terbesar dari penganggaran akan terjadi bila para pelaksana anggaran ikut berpartisipasi dalam penganggaran. Dengan kata lain, penyusunan anggaran tidak boleh hanya dilakukan oleh para manajer puncak tetapi harus didukung dengan peran serta secara aktif para manajer tingkat menengah dan bawah sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Gunanya agar dapat dicapai kesepakatan dalam anggaran sehingga manajer merasa bahwa anggaran tresebut adil dan dapat dipenuhi achievable. Jika kesepakatan dapat dicapai, anggaran akan memberikan dampak positif terhadap para manajer. Sebaliknya apabila anggaran tidak realistis, mereka akan berkecil hati dan merasa tidak terikat dengan tujuan yang dianggarkan. Hal tersebut merupakan salah satu aspek yang paling berarti dalam proses penganggaran, karena pada kenyataannya anggaran yang disetujui menunjukkan adanya konsensus dan komitmen yang telah dirundingkan oleh anggota organisasi. Persetujuan antara mereka menunjukkan dedikasi yang tinggi untuk mencapai tujuan yang telah dianggarkan bersama. Oleh karena itu, anggaran dipandang memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku manusia. Anggaran dapat memberikan pengaruh pada perilaku anggota organisasi, baik perilaku positif maupun negatif. Perilaku positif terjadi manakala anggaran yang digunakan sebagai pedoman dan pengendali pelaksanaan kegiatan perusahaan serta berfungsi sebagai standar untuk mengevaluasi prestasi kerja karyawan ditetapkan dengan melibatkan bawahan manajer tingkat menengah ke bawah, sehingga tujuan individu dari manajer dapat selaras dengan tujuan organisasi. Hal ini akan mendorong para manajer untuk berusaha mencapainya dan bertanggungjawab untuk memenuhi standar tersebut. Sedangkan perilaku negatif yang mungkin timbul, disebabkan oleh tidak terikatnya bawahan untuk mencapai tujuan anggaran yang telah ditetapkan dan kemungkinan tidak selarasnya tujuan pribadi mereka dengan tujuan perusahaan. Oleh karena itu, keberhasilan sistem penganggaran haruslah dinilai berdasarkan sejauh mana anggaran mendorong keselarasan tujuan para pemakai anggaran. Hal ini merupakan pengakuan bahwa dalam penganggaran aspek perilaku lebih penting daripada aspek teknis. Agar dapat memotivasi manajer pusat-pusat pertanggungjawaban, dalam penyusunan anggarn perlu diperhatikan perilaku para pelaksana anggaran dengan cara mempertimbangkan : 1. Tingkat kesulitan. Anggaran yang sulit dicapai tidak memotivasi para pelaksaan bahkan bisa menimbulkan frustasi. Anggaran yang terlalu mudah tidak memotivasi atau menantang para pelaksana berprestasi baik. Anggaran yang baik adalah anggaran dengan tingkat kesulitan yang masih memungkinkan pecapaiannya dan memotivasi para pelaksana untuk mencapainya. 2. Partisipasi Manajemen Puncak. Partisipasi manajemen puncak dapat memotivasi para pelaksana. Manajemen puncak berpartsipasi dalam menelaah dan mengesahkan anggaran dan harus mengikuti hasil pelaksanaan anggaran untuk tujuan umpan balik. 3. Adil. Pelaksana anggaran harus yakin bahwa anggaran yang disahkan sifatnya adil sehingga mereka dimotivasi untuk melaksanakan anggaran tersebut. 4. Laporan yang Akurat dan Tepat Waktu. Laporan perbandingan anggaran dan realisasi harus disajikan secara akurat dan tepat waktu sehingga dapat merupakan ”peringatan dini” sehingga penyimpangan yang terjadi segera diketahui dan tindakan koreksi dapat segera dilakukan. Sedangkan menurut Tunggal 1994 : 39 dalam, masalah perilaku sentral adalah tingkat partisipasi degree of participation dalam penyusunan anggran induk, yaitu manajemen ingin mendelegasikan kepada manajer menengah dan bawah. Terdapat dua proses budgeter Tunggal, 1994 : 39, yaitu : 1. Tradisional : Otoritatif atau totaliter.  Manajemen tingkat atas menyusun anggaran.  Manajemen menengah dan bawahan bertanggung jawab.  Berdasarkan teori Douglas MC Gregor :  Karyawan tidak suka bekerja dan menghindarinya.  Karyawan harus dipaksa untuk mentaati rencana manajemen atas.  Karyawan terutama dimotivasi oleh ganjaran ekonomi. 2. Kontemporer : Partisipatif atau demokratis.  Manajemen menengah dan bawah menyusun anggaran, dengan hanya sedikit penyesuaian oleh manajemen tingkat atas.  Berdasarkan teori Douglas MC Gregor :  Karyawan senang bekerja.  Karyawan akan dimotivasi apabila mereka membuat komitman.  Komitmen adalah suatu fungsi karyawan untuk memuaskan kebutuhan tinggi yang diinginkan pribadi.

C. Penganggaran Partisipatif

Partisipasi individu dalam aktivitas-aktivitas perusahaan pada umumnya dipandang sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas suatu organisasi. Menurut Hasan Fauzi Nilasari Pujiastuti;2004, partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan pendekatan yang efektif terhadap peningkatan motivasi manajerial. Partisipasi ini menunjukkan sejauh mana para manajer ikut serta di dalam penyusunan anggaran-anggaran satu pusat pertanggungjawaban yang mereka pimpin. Disamping itu partisipasi cenderung mendorong para manajer untuk lebih aktif di dalam memahami anggaran. Hal-hal yang banyak mempengaruhi kadar partisipasi dalam penyusunan anggarn antara lain adalah susunan organisasi perusahaan, pendelegasian wewenang untuk pengambilan keputusan. Dunk 1993:404 membedakan antara partisipasi benar true participation dan partisipasi semu pseudo-participation. Partisipasi benar adalah partisipasi yang didalamnya orang dapat secara spontan dan bebas berdiskusi, serta melibatkan diskusi kelompok dalam menerima atau menolak hal baru, sedangkan partisipasi semu adalah suatu kondisi yang didalamnya para manajer tidak secara nyata menerima perubahan- perubahan baru, tetapi mereka bersedia melakukannya karena organisasi mereka untuk menerima sasaran tersebut. Partisipasi merupakan teknik manajemen yang efektif karena dengan adanya partisipasi, para manajer dapat menerima dan melaksanakan secara penuh tanggung jawab atas anggaran yang telah disusun, sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi prestasi kerjanya Mulyadi, 1993:513. Partisipasi secara luas pada dasarnya merupakan proses organisasional, dimana para individu terlibat dan mempunyai pengaruh dalam pembuatan keputusan yang mempunyai pengaruh secara langsung terhadap individu tersebut. Dalam konteks yang lebih spesifik, partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan proses dimana para individu, yang kinerjanya dievaluasi dan memperoleh penghargaan berdasarkan pencapaian target anggaran, terlibat dan mempunyai pengaruh dalam penyusunaan target anggaran Brownell, 1982:224. Partisipasi dalam penyusunan anggaran berarti keikutsertaan manajer operasional dalam memutuskan bersama dengan komite anggaran mengenai rangkaian kegiatan di masa yang akan datang yang akan ditempuh oleh manajer operasional tersebut dalam pencapaian tujuan perusahaan. Dengan demikian partisipasi menunjukkan sejauh mana para manajer ikut serta di dalam penyusunan anggaran dari satu pusat pertanggungjawaban yang mereka pimpin. Proses penganggaran dapat dilakukan dari atas ke bawah top-down atau dari bawah ke atas bottom-up. Dalam proses penganggaran top-down, manajemen puncak menyusun anggaran untuk organisasi secara keseluruhan termasuk untuk operasi tingkat bawah. Proses penganggaran ini sering mengalami kegagalan karena kurangnya komitmen para karyawan untuk mencapai target anggaran yang ditetapkan oleh manajer puncak. Dengan penganggaran bottom-up, manajer bawah turut berpartisipasi dalam menetapkan target yang akan dicapai oleh perusahaan dan aspirasi bawahan akan lebih diperhatikan, sehingga mereka akan turut memiliki anggaran perusahaan. Proses penganggaran seperti ini sering disebut dengan penganggaran partisipatif. Seperti yang dikemukakan Milani 1975:124 dalam Dewi Nilamsari 2003, bahwa tingkat keterlibatan dan pengaruh bawahan dalam proses penyusunan anggaran merupakan faktor utama 1975:124, bahwa tingkat keterlibatan dan pengaruh bawahan dalam proses penyusunan anggaran merupakan faktor utama yang membedakan antara anggaran partisipatif dan anggaran nonpartisipatif. Aspirasi bawahan lebih diperhatikan dalam proses penyusunan anggaran partisipatif dibandingkan dengan anggaran nonpartisipatif Stedry, 1960:222. Brownell 1982:766 mendefinisikan penganggaran partisipatif sebagai : ”A process in which individuals, whose performance will be evaluated and possibly rewarded on the basis of their acheivement of budgeted target or involved in and have influence on the setting of these target”. Definisi ini menjelaskan bahwa dalam penganggaran partisipatif para individu, yang kinerjanya dievaluasi dan memperoleh penghargaan berdasarkan pencapaian target anggaran, terlibat dan menpunyai pengaruh langsung dalam penyusunan target anggaran. Anggaran partisipatif merupakan alat komunikasi yang baik, dimana proses penyusunan anggaran partisipatif ini seringkali memungkinkan manajemen puncak untuk memahami masalah yang dihadapi oleh karyawan dan karyawan juga lebih dapat memahami kesulitan yang dihadapi oleh manajemen puncak serta lebih memungkinkan para manajer sebagai bawahan untuk melakukan negoisasi dengan atasan mengenai target anggaran yang menurut mereka dapat dicapai. Penganggaran partisipatif juga memberikan rasa tanggung jawab kepada para manajer bawah dan mendorong timbulnya kreativitas. Karena manajer bawah yang menciptakan anggaran, maka besar kemungkinan tujuan anggaran merupakan tujuan pribadi manajer tersebut, yang menyebabkan semakin tingginya tingkat keselarasan tujuan. Siegel dan Marconi 1989:139-140 mengemukakan beberapa keuntungan penganggaran partisipasi, yaitu : 1. Para partisipan tidak hanya memiliki task-involved tetapi juga ego- involved dalam pekerjaannya. Hal ini akan mempertinggi moral dan meningkatkan inisiatif di semua jenjang manajemen. 2. Partisipasi meningkatkan keterpaduan kelompok yang akan menyebabkan meningkatnya kerjasama antar anggota organisasi dalam mencapai tujuan. 3. Partsipasi menyebabkan terjadinya goal internalization, yaitu anggota organisasi akan mempersepsikan bahwa tujuan organisasi yang ikut ditetapkannya selaras dengan tujuan pribadinya. Hal ini menyebabkan berkurangnya konflik antara tujuan pribadi dan tujuan organisasi, dan pada akhirnya akan meningkatkan moral dan produktivitas anggota organisasi. 4. Partisipasi dapat mengurangi ketegangan dan kegelisahan yang disebabkan oleh anggran, karena anggota-anggota organisasi telah mengetahui bahwa anggarannya logis dan dapat dicapai. 5. Partisipasi juga mengurangi persepsi adanya ketidaksamaan dalam alokasi sumber daya organisasi. Sedangkan Menurut Anthony dan Govindarajan 1998:385 penganggaran partisipatif memiliki pengaruh positif terhadap motivasi manajerial karena alasan sebagai berikut : 1. Adanya kecenderungan yang lebih besar dari bawahan untuk menerima target anggaran bilamana mereka beranggapan bahwa mereka turut serta memegang kendalinya daripada bila anggaran tersebut ditetapkan secara sepihak. Hal ini mendorong bawahan ke arah komitmen yang lebih tinggi untuk mencapai target anggaran. 2. Anggaran partisipatif menghasilakn pertukaran informasi yang lebih efektif. Jumlah anggaran yang disetujui benar-benar mendekati kondisi pasar produk karena penyusunan anggaran memiliki keahlian dan pengetahuan langsung atas lingkungan pemasaran produknya. Selain itu, penyusun anggaran akan memperoleh pemahaman yang lebih jelas atas pekerjaan mereka melalui hubungan dengan atasan mereka selama proses review dan persetujuan anggaran. Disamping memiliki kelebihan, penganggaran partisipatif juga memiliki keterbatasan yang dapat menimbulkan masalah dalam organisasi. Menurut Hansen dan Mowen 2004:377 penganggaran partisipatif memiliki tiga masalah potensial, yaitu: 1. Penetapan standar yang terlalu tinggi atau trelalu rendah. Partisipasi dalam penyusunan anggaran menjadikan tujuan anggaran cenderung menjadi tujuan pribadi manajer, sehingga penetapan yang terlalu mudah longgar atau sulit ketat dapat menyebabkan turunnya tingkat kinerja. Bila tujuan terlalu mudah dicapai, manajer dapat kehilangan semangat dan kinerja menjadi turun, sehingga bila penetapan anggaran terlalu sulit untuk dicapai dapat menyebabkan kegagalan pencapaian standar dan menyebabkan rasa frustasi bagi manajer yang mendorong turunnya prestasi kerja. 2. Masuknya slack dalam anggaran sering disebut dengan mengamankan anggaran atau padding the budget. Partisipasi dalam penyusunan anggaran menciptakan kesempatan bagi para manajer untuk membuat slack dalam anggaran. Slack dalam anggaran terjadi bila manajer sengaja menetapkan terlalu besar target biaya, yang dilakukan dengan maksud untuk memperbesar kemungkinan anggaran tresebut akan dapat dicapai oleh manajer yang bersangkutan. 3. Partisipasi semu. Hal ini terjadi bila manajer puncak mengambil alih seluruh pengendalian atas proses penganggaran dan pada saat yang sama juga mencari dukungan partisipasi bawahannya. Manajer puncak hanya secara formal menerima anggaran dari manajer tingkat bawah, dan tidak mempelajari masukan yang diberikan. Dalam partisipasi semu ini efek-efek positif terhadap perilaku manajer yang diharapkan dari adanya anggaran partisipatif tidak akn diperoleh. Walaupun sebagian besar literatur menyatakan bahwa partisipasi dapat menimbulkan slack, tetapi hasil penelitian Onsi 1973, Camman 1976, Merchant 1985, dan Dunk 1993 menunjukkan hasil yang sebaliknya, yaitu partisipasi mengurangi slack. Hal ini terjadi karena dengan partisipasi terjadi komunikasi positif antara para manajer dan atasannya sehingga keinginan para manajer untuk membuat slack berkurang, dengan asumsi partisipasi yang dilakukan adalah partisipasi yang sesungguhnya, bukan partisipasi semu Dunk, 1993:400.

D. Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Slack Anggaran

Partisipasi lower manajer lazim dilakukan dalam penyusunan anggaran. Diharapkan, partisipasi kinerja bawahan akan meningkat karena konflik potensial antara tujuan individu dengan tujuan organisasi dapat dikurangi. Dari partisipasi atasan akan memperoleh informasi mengenai lingkungan yang sedang dan yang akan dihadapi serta mencari solusinya. Partisipasi juga meningkatkan kebersamaan, menumbuhkan rasa memiliki, inisiatif untuk menyumbangkan ide, dan keputusan yang dihasilkan dapat diterima. Partisipasi adalah cara efektif untuk menyelaraskan tujuan pusat pertanggungjawaban dengan tujuan perusahaan secara menyeluruh Siegel dan Marconi, 1989. Bawahan yang berpartisipasi akan terdorong untuk membantu atasan dengan memberikan informasi yang dimilikinya sehingga anggaran yang disusun lebih akurat. Menurutnya, bawahan yang mempunyai informasi khusus tentang kondisi lokal, akan melaporkan informasi tresebut kepada atasan. Adanya partisipasi dalam penyusunan anggaran dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap slack anggaran. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh perilaku masing-masing individu apabila karyawan memberikan respon positif terhadap partisipasi, dimana ia merasa bahwa melalui partisipasi maka ia telah memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi kemajuan organisasi, maka partisipasi cenderung untuk meminimalkan slack. Namun ila karyawan memberikan respon negatif, maka partisipasi cenderung untuk meningkatkan slack. Young 1985 beranggapan sebaliknya, bawahan tidak melaporkan informasinya kepada atasan untuk membantu proses penyusunan anggaran. Dalam penelitiannya, dia menemukan bahwa partisipasi menyebabkan slack anggaran karena bawahan tidak ingin menghadapi resiko kegagalan dalam mencapai sasaran anggaran. Kegagalan mencapai sasaran anggaran akan mempengaruhi penilaian atasan terhadap dirinya. Menurut Hansen dan Mowen 2004:374, slack pada anggaran dapat dihilangkan bila manajemen puncak menentukan anggaran beban yang lebih rendah, namun manfaat yang diperoleh dari metode partisipasi jauh melebihi biaya yang berkaitan dengan padding the budget. Walaupun demikian manajemen puncak harus memeriksa kembali anggaran yang diusulkan bawahannya secara memberikan masukan bila dibutuhkan, agar timbulnya slack dalam anggaran dapat ditekan. Proses penyusunan anggaran melibatkan banyak pihak, mulai dari manajemen tingkat atas top level management sampai manajemen tingkat bawah lower level management. Anggaran mempunyai dampak langsung terhadap perilaku manusia Siegel, 1989:39, terutama bagi orang yang langsung terlibat dalam penyusunan anggaran. Para peneliti akuntansi menemukan bahwa tingkat slack anggaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk besarnya peran atau partisipasi lower manajer di dalam penyusunan anggaran. Hasil penelitian-penelitian sebelumnya, yang menguji hubungan antara partisipasi bawahan slack anggaran menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan Camman 1976, Dunk 1993, Merchant 1985, dan Onsi 1973 menunjukkan bahwa partisipasi anggaran mengurangi jumlah slack anggaran. Sedangkan Lowe dan Shaw 1968, dan Lukka 1988, dan Young 1985, menunjukkan hasil yang berlawanan. Penelitian mereka menunjukkan partisipasi anggaran dan slack anggaran mempunyi hubungan yang positif. Collins 1978 dalam penelitiannya membuat kesimpulan bahwa partisipasi anggaran dan slack anggaran mempunyai hubungan yang signifikan Yuwono, 1990:38.

E. Faktor-faktor Pendorong Manajer Menciptakan Slack

Tujuan, aktivitas, dan aliran kerja suatu organisasi sangat bergantung pada individu-individu yang memiliki tujuan, aspirasi, pesepsi, kepribadian, dan kemampuan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, konflik antara tujuan pribadi dan tujuan organisasi sering terjadi. Salah satu cara yang ditempuh manajer untuk mencapai tujuan organisasi dan juga tujuan pribadinya adalah dengan menciptakan slack anggaran. Anggaran merupakan salah satu alat untuk menilai kenerja manajer, sehingga manajer yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi akan termotivasi untuk melakukan estimasi yang bias agar anggaran tersebut mudah untuk direalisasikan. Bart 1995:116-117 dalam Nilasari Pujiastuti 2004, menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mendorong seorang manajer menciptakan slack anggaran, yaitu : 1. Pengubahan atau pemotongan anggaran secara sembarangan oleh manajemen puncak. Adanya pemotongan secara sembarangan membuat manajer tingkat bawah mengantisipasinya dengan menciptakan slack anggaran agar anggaran tetap dapat dicapai meskipun dilakukan pengubahan atau pemotongan oleh manajemen puncak. 2. Adanya ketidakpastian pasar. Jika aktivitas persaingan yang tidak terduga mengancam perkiraan volume produksi, dan jika tidak tersedia tambahan dana untuk mengantisipasi ancaman tersebut, maka manajer produk akan menggunakan slack untuk memenuhi target keuntungannya. 3. Adanya dorongan manajer untuk mencapai target keuntungan produknya. Dorongan ini didukung oleh salah satu dari dua faktor berikut : a. Sistem formal perusahaan yang menentukan kriteria evaluasi kinerja bagi penyesuaian gaji danatau pembayaran bonus para manajer produk. b. Praktek informal perusahaan yang menuntun para manajer untuk berpersepsi apa kriteria evaluasi kinerja yang sebenarnya terdapat di dalam organisasi. Schiff dan Lewin 1970 dalam Christophorus Heni Kurniawan 2002, menyatakan bahwa slack anggaran merupakan upaya manajer untuk melakukan penyesuaian terhadap anggaran yang lebih didasarkan pada kepentingan pribadinya sendiri daripada didasarkan faktor-faktor nyata yang akan mempengaruhi pencapaian target anggaran. Slack anggaran umumnya berbentuk beban yang terlalu tinggi overstated expense, pendapatan yang terlalu rendah understated revenues, dan estimasi kemampuan kinerja di bawah kemampuan sesungguhnya. Dari sejumlah penelitian, Kren 1997 dalam Christophorus Heni Kurniawan 2002, menyimpulkan tiga argumen yang dapat menjelaskan motivasi manajer untuk melakukan slack anggaran : 1. Manajer kadang-kadang beranggapan bahwa kinerja mereka akan terlihat lebih baik di mata atasan apabila mereka mampu melampaui anggaran yang ’teliti’, daipada tidak dapat mencapai anggaran yang agresif. 2. Apabila manajer menyembunyikan informasi privat yang mereka miliki dan tidak menggunakannya untuk meningkatkan outcomes organisasi, slack merupakan sarana efektif untuk maksud tersebut. 3. Slack anggaran dilakukan manajemen sebagai perlindungan atas faktor ketidakpastian yang dapat mempengaruhi outcomes.

F. Langkah-langkah Manajer dalam Menciptakan Slack

Untuk dapat menciptakan slack anggaran, para manajer menengah ke bawah menggunakan berbagai macam strategi. Menurut Bart 1995:15 dalam Nilasari Pujiastuti 2004, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh manajer untuk menciptakan slack, yaitu : 1. Memperkecil estimasi volume. 2. Tidak menyatakan atau memperkecil volume biaya. 3. Tidak menyatakan atau memperkecil program pengurangan biaya. 4. Memperbesar biaya advertising, biaya promosi, trade-related, dan biaya riset pasar. 5. Tidak menyatakan perluasan lini produk.

BAB III PENDEKATAN MASALAH

3.1. Pendekatan Masalah 1

Pendekatan masalah adalah cara menangani masalah atau cara pemecahan masalah Sumarsono ; 2004. Dalam penelitian in menggunakan pendekatan masalah dari pandangan obyek masalah masalah sebagai obyek dengan pendekatan sektoral yaitu pendekatan masalah dari satu segi saja dengan anggapan bahwa setiap segi berdiri sendiri-sendiri. Berdasarkan permasalahan yang pertama, yakni tentang proses penganggaran yang terjadi pada Perusahaan R K. Dalam hal ini, peneliti untuk mengetahui proses penganggaran yang terjadi di Perusahaan, dengan dilakukannya wawancara secara mendalam terhadap narasumber yang dirasa sangat mengerti tentang penganggaran di R K, yakni pimpinan Cabang, selain itu peneliti juga mengadakan observasi pengamatan terhadap proses penganggaran di PT R K, dan studi kepustakaan. Melalui wawancara yang didukung degan observasi didapatkan bahwa proses penganggaran di PT R K secara Top Down yang tidak menutup kemungkinan terjadi kelonggaran dalam budget yang telah ditetapkan. Proses penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan suatu proses penetapan peran dalam melaksanakan aktivitas pencapaian tujuan perusahaan, 45 Melalui pendekatan studi kepustakaan, diharapkan bagi peneliti agar lebih memahami suatu proses penganggaran yang ada, dan sistem penganggaran yang terbaik untuk perusahaan. Proses penganggaran yang dilakukan oleh PT R K umumnya secara Top Down yaitu anggaran disusun dan ditetapkan sendiri oleh Top Managemen dan anggaran ini harus dilaksanakan bawahan tanpa keterlibatan bawahan dalam penyusunannya. Proses ini tidak memakan waktu yang lama dalam penyusunannya dalam kondisi karyawan tidak memiliki keahlian cukup untuk menyusun budget, namun kelemahan dari proses ini biasanya karyawan kurang memiliki komitmen untuk melaksanakannya. Atasan dapat menggunakan konsultan atau tim khusus untuk proses penyusunannya. Bila proses penganggaran disusun secara bottom-up, yakni bawahan diserahkan sepenuhnya dalam menyusun anggaran yang akan dicapainya di masa yang akan datang, informasi dimulai dengan peristiwa yang terjadi di tingkat yang lebih rendah struktur organisasinya, yaitu manajer tingkat bawah dalam penyusunannya, baru kemudian hasilnya diserahkan kepada top-managemen supaya dapat disetujui. Kebanyakan program anggaran terlaksana dengan sukses apabila para manajer memiliki tanggung jawab atas pengendalian biaya untuk anggaran mereka sendiri. Partisipasi dalam penyusunan anggaran bottom-up menyebabkan individu dalam perusahaan dihargai oleh manajemen puncak. Pihak manajemen akan terlibat langsung dengan aktivitas penganggaran dalam posisi yang terbaik untuk membuat