Pengaruh Persepsi Keadilan Prosedural, Iklim Kerja Etis, Dan Tekanan Anggaran Terhadap Timbulnya Senjangan Anggaran

(1)

PENGARUH PERSEPSI KEADILAN PROSEDURAL, IKLIM KERJA ETIS, DAN TEKANAN ANGGARAN TERHADAP TIMBULNYA

SENJANGAN ANGGARAN

(Studi Empiris pada BMT di DKI Jakarta dan Tangerang)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh :

IHDHA NURIL LAILA NIM: 1111082000125

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M/ 1438 H


(2)

PENGARUH PERSEPSI KEADILAN PROSEDURAL, IKLIM KERJA ETIS, DAN TEKANAN ANGGARAN TERHADAP TIMBULNYA

SENJANGAN ANGGARAN

(Studi Empiris Pada BMT di DKI JAKARTA dan TANGERANG)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh :

IHDHA NURIL LAILA

NIM : 1111082000125

Dibawah bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Amilin, SE., M.Si.,Ak., CA., QIA.,BKP. Fitri Yani Jalil, SE., M.Sc. NIP. 19730615 200501 1 009 NIDN. 2004068701

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M / 1438 H


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS DIRI

Nama Lengkap : Ihdha Nuril Laila

Tempat, Tanggal Lahir : Kediri, 25 Februari 1993

Alamat : Gang Seroja, RT/RW 04/01 Desa Muneng, Kec. Purwoasri Kab. Kediri 64154

Telepon : 081310946183

Email : ihdha.nurillaila@yahoo.com

II. PENDIDIKAN

1. TK Islamiyah Muneng Kediri Tahun 1998-1999 2. SDN 01 Muneng Kediri Tahun 1999-2005 3. MTsN Purwoasri Kediri Tahun 2005-2008 4. MAN Purwoasri Kediri Tahun 2008-2011 5. S1 Ekonomi Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2011-2016


(7)

III. PENGALAMAN ORGANISASI

1. OSIS MAN Purwoasri Sebagai Sekbid Agama (2009-2010) 2. KIR Al-Azhar MAN Purwosri Sebagai Ketua (2009-2010)

3. KomDa FEB UIN Jakarta Sebagai Anggota Pengembangan Usaha (2012-2013)

IV. DATA KELUARGA

Ayah : Mawaliyadi

Tempat, Tanggal Lahir : Situbondo, 06 September 1964

Ibu : Wahyuni Afifah


(8)

THE INFLUENCE OF THE PERCEPTION OF JUSTICE PROCEDURAL, ETHICA WORK CILMATE, AND BUDGET EMPHASIS TO CREATE

BUDGETARY SLACK

ABSTRACT

This research aims to examine and provide empirical evidence about the extent to which procedural justice perception, ethical work climate, and budget emphasis to create budgeary slack on Baitul Maal wat Tamwil in the Capital Jakarta and Tangerang. The population in this study was 45 BMT functionary working in Baitul Maal wat Tamwil (BMT) in Jakarta and 16 Baitul Maal wat Tamwil (BMT) in Tangerang. The number of samples of this research is 80 respondents from 5 BMT in the Jakarta and Tangerang. The data was collected by distributing questionnaires with convinience sampling to the respondents. The method analisys used in this study is regression analysis with software IBM SPSS 22 for windows.

The results showed that partial test results showed that (1) procedural justice perception no effect on budgetary slack(2) ethical work climate no effect on budgetary slack (3) budget emphasis effect on budgetary slack.

Keywords : procedural justice perception, ethical work climate, budget emphasis, and budgetary slack


(9)

PENGARUH PERSEPSI KEADILAN PROSEDURAL, IKLIM KERJA ETIS, DAN TEKANAN ANGGARAN TERHADAP TIMBULNYA

SENJANGAN ANGGARAN

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh persepsi keadilan prosedural, iklim kerja etis, dan tekanan anggaran terhadap timbulnya senjangan anggaran pada Baitul Maal wat Tamwil (BMT) di DKI Jakarta dan Tangerang. Populasi dalam penelitian adalah pejabat yang bekerja di 45 BMT wilayah DKI Jakarta dan 16 BMT wilayah Tangerang. Jumlah sampel penelitian ini adalah 80 responden dari 5 BMT di wilayah DKI Jakarta dan 2 BMT di wilayah Tangerang. Data penelitian ini dikumpulkan dengan cara menyebarkan kuesioner dengan teknik convinience sampling kepada para responden. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi dengan perangkat lunak IBM SPSS 22 for windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa (1) persepsi keadilan prosedural tidak berpengaruh terhadap senjangan anggaran (2) iklim kerja etis tidak berpengaruh terhadap senjangan anggaran (3) tekanan anggaran berpengaruh terhadap senjangan anggaran.

Kata kunci : persepsi keadilan prosedural, iklim kerja etis, tekanan anggaran, dan senjangan anggaran


(10)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Persepsi Keadilan Posedural, Iklim Kerja Etis, dan Tekanan Anggaran Terhadap Timbulnya Senjangan Anggaran (Studi Empiris pada Baitul Maal wat Tamwil di DKI Jakarta dan Tangerang)”. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Baginda Rasulullah SAW yang telah membimbing umatnya menuju jalan kebenaran.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat guna meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, syukur Alhamdulillah penulis hanturkan atas kekuatan Allah SWT yang telah menganugerahkannya. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tuaku tercinta ibu Wahyuni Afifah, bapak Mawaliyadi dan ibu Nur Rohmah yang telah memberikan rasa cinta, kasih sayang, perhatian, dan doa tulus ikhlas tiada henti-hentinya yang menjadi kekuatan terbesar bagi penulis. 2. Suamiku tercinta Iswahyudin yang telah memberikan segala cintanya,

perhatian, pengertian, dan doa terbaik kepada penulis. Semoga kita selalu dalam berkah dan lindungan Allah SWT baik di dunia maupun akhirat kelak. 3. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, LC., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Yessi Fitri, S.E.,M.Si.,Ak.,CA. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia untuk membimbing, memberi masukan dan nasihat kepada penulis selama ini.


(11)

5.

Bapak Hepi Prayudiawan, SE, AK,.MM selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Bapak Dr. Amilin, SE.,M.Si.,Ak.,CA.,QIA.,BKP. selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia menyediakan waktunya yang sangat berharga untuk membimbing penulis selama menyusun skripsi. Terima kasih atas segala masukan, motivasi dan nasihat yang telah diberikan selama proses penulisan skripsi sampai terlaksananya sidang skripsi.

7. Ibu Fitri Yani Jalil, SE.,M.Sc. selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, berdiskusi, dan memberikan nasihat kepada penulis. Terima kasih atas semua saran yang ibu berikan selama proses penulisan skripsi sampai terlaksananya sidang skripsi. 8. Bapak Dr. Yahya Hamja, MM. yang telah memberikan waktunya untuk

membimbing dan memberikan nasihat kepada penulis. Terima kasih atas segala masukan, motivasi, dan nasihat yang telah diberikan selama proses penulisan skripsi.

9. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama perkuliahan, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi amal kebaikan bagi kita semua.

10. Seluruh Staf Tata Usaha serta karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam mengurus segala kebutuhan administrasi dan lain-lain.

11. Kedua adikku tercinta Zainul Mujib dan Sri Imaniyah, bude Kom, mbak Alif, dan mbak Ulya yang selalu ada untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi. Barokallaah semoga kita selalu dalam lindungan-Nya

12. Mas Lilur dan keluarga dengan segala kemurahan hatinya telah membantu penulis menyelesaikan skripsi. Terima kasih mas Lilur.

13. Temanku seperjuangan Rista Wahyuni dan Mustika Dewi yang senantiasa saling membantu dalam menyelesaikan skripsi. Semangat terus dan sukses selalu buat kita.


(12)

14. Teman-teman kosan dan teman-teman Situbondo yang sedikit banyak telah membantu dalam menyelesaikan skripsi.

15. Seluruh pihak yang turut berperan dalam penelitian ini namun tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukkan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 20 September 2016


(13)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Pengesahan Skripsi... ii

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... iii

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iv

Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... v

Daftar Riwayat Hidup ... vi

Abstract ... viii

Abstrak ... ix

Kata Pengantar... x

Daftar Isi ... xiii

Daftar Tabel ... xvi

Daftar Gambar ... xviii

Daftar Lampiran ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13


(14)

1. Persepsi Keadilan Prosedural ... 13

2. Iklim Kerja Etis ... 17

3. Tekanan Anggaran ... 23

4. Senjangan Anggaran ... 25

B. Penelitian Terdahulu ... 28

C. Kerangka Berpikir ... 34

D. Hipotesis ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 39

B. Metode Penentuan sampel... 39

C. Metode Pengumpulan Data ... 40

D. Metode Analisis Data ... 41

1. Statistik deskriptif ... 42

2. Uji Kualitas Data ... 42

3. Uji Asumsi Klasik ... 43

4. Analisis Regresi Linear Berganda ... 46

E. Operasionalisasi Variabel Penelitian... 48

1. Persepsi Keadilan Prosedural ... 49

2. Iklim Kerja Etis ... 49

3. Tekanan Anggaran ... 50

4. Senjangan Anggaran ... 50

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54


(15)

1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 54

2. Karakteristik Profil Responden ... 56

B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 59

1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 59

2. Hasil Uji Kualitas Data ... 61

3. Hasil Uji Asumsi Klasik... 66

4. HasilAnalisisBerganda ... 72

C. Pembahasan ... 77

BAB V PENUTUP ... 80

A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 81

Daftar Pustaka ... 83


(16)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

3.1 Operasionalisasi Variabel ... 51

4.1 Respon Rate ... 55

4.2 Data Distribusi Sampel Penelitian ... 55

4.3 Hasil Uji Deskriptif Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56

4.4 Hasil Uji Deskriptif Responden Berdasarkan Pendidikan ... 57

4.5 Hasil Uji Deskriptif Responden Berdasarkan Posisi Jabatan ... 57

4.6 Hasil Uji Deskriptif Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 58

4.7 Hasil Uji Deskriptif Responden Berdasarkan Usia ... 59

4.8 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 60

4.9 Hasil Uji Validitas Instrumen Secara Keseluruhan ... 61

4.10 Hasil Uji Validitas Persepsi Keadilan Prosedural ... 62

4.11 Hasil Uji Validitas Kerja Iklim Etis ... 63

4.12 Hasil Uji Validitas Tekanan Anggaran ... 63

4.13 Hasil Uji Validitas Senjangan Anggaran ... 64

4.14 Hasil Uji Reliabilitas ... 65

4.15 Hasil Uji Reliabilitas Koefisien Korelasi ... 66

4.16 Hasil Uji Multikolonieritas ... 67

4.17 Hasil Uji Glejser ... 69


(17)

4.20 Hasil Uji Statistik F ... 74 4.21 Hasil Uji Statistik t ... 75


(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

2.1 Skema Kerangka Berpikir ... 35

4.1 Grafik Scatterplot ... 68

4.2 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot ... 70


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1. Surat Penelitian Skripsi ... 92

2. Kuesioner Penelitian ... 96

3. Daftar Jawaban Responden ... 104

4. Daftar Alamat BMT di DKI Jakarta dan Tangerang ... 115


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anggaran adalah elemen utama dalam sistem pengendalian manajemen yang dirancang untuk merencanakan dan mengukur pencapaian tujuan organisasi. Secara umum anggaran dapat diartikan sebagai suatu perkiraan atau estimasi atas penerimaan yang akan diterima dan pengeluaran yang akan dilakukan untuk melayani aktivitas yang akan dikerjakan pada masa yang akan datang. Anggaran merupakan alat pembanding kinerja manajerial antara target anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya dengan pencapaian hasil aktual perusahaan (Ikhsan dan Ishak, 2005). Dan menurut Anthony dan Govindarajan (2004), anggaran merupakan alat yang utama dalam perencanaan jangka pendek dan pengendalian yang efektif dalam organisasi. Baridwan (1989) dalam Hafsah (2005) menyatakan bahwa anggaran merupakan rencana kegiatan organisasi yang dinyatakan dalam satuan moneter untuk menunjukkan kegiatan apa yang akan dilakukan oleh perusahaan. Anggaran memiliki fungsi-fungsi yang sama dengan manajemen yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pelaksanaan (actuating), dan fungsi pengawasan (controlling). Hal itu disebabkan karena anggaran sebagai alat manajemen dalam pelaksanaan fungsinya (M. Nafarin, 2009).


(21)

Mekanisme anggaran perusahaan akan mempengaruhi perilaku subordinates, apakah mereka akan merespon anggaran secara positif atau negatif tergantung dari cara penggunaan anggaran. Subordinates dan superior akan berperilaku positif apabila tujuan pribadi subordinates dan superior sesuai dengan tujuan perusahaan dan mereka memiliki dorongan untuk mencapainya, hal ini dapat disebut dengan keselarasan tujuan (Anthony dan Govindaradjan, 2001). Subordinates akan berperilaku negatif apabila anggaran tidak diadministrasi dengan baik, sehingga subordinates dapat menyimpang dari tujuan perusahaan. Perilaku disfungsional ini merupakan perilaku subordinates yang mempunyai konflik dengan tujuan perusahaan (Hansen dan Mowen, 1997), sehingga faktor personal dapat menjadikan sistem anggaran tidak akurat karena banyak manipulasi yang dilakukan tekanan pekerjaan.

Onsi (1973) menguji bahwa faktor personal berpengaruh terhadap senjangan anggaran. Sistem tetaplah sistem, sistem dapat ditembus, peraturan dapat diakali dan nama besar dapat diperjualbelikaan. Terdapatnya perilaku negatif dapat menjadikan anggaran mengalami risiko dalam mencapai target anggaran yang diharapkan karena banyak pihak yang ikut andil dalam penyusunan anggaran, sehingga muncul kecenderungan karyawan untuk meninggikan biaya operasi atau menurunkan pendapatan. Hal inilah yang dapat memicu terjadinya senjangan anggaran.


(22)

Banyak faktor lain selain etika individu yang dapat menimbulkan kesenjangan anggaran dari penelitian terdahulu. Salah satunya adalah keadilan prosedural menurut Gilliland dalam Pareke (2003) menyatakan bahwa perspektif komponen-komponen struktural merupakan suatu fungsi dari sejauh mana sejumlah aturan prosedural dipatuhi atau dilanggar, dimana aturan tersebut memiliki implikasi yang sangat penting karena dipandang sebagai manifestasi nilai-nilai proses dasar dalam organisasi. Lebih lanjut, senjangan anggaran dapat pula terjadi karena adanya sistem pemberian reward oleh perusahaan yang didasarkan oleh pencapaian target anggaran. Penekanan anggaran (penekanan biaya) adalah pemberian reward atau penilaian kinerja bagi para manajer menengah ke bawah berdasarkan pada pencapaian target anggaran atau apabila pimpinan mempersepsikan bahwa kinerja dan penghargaannya dinilai berdasarkan pada target anggaran yang dicapai (Dunk, 1993), sehingga demi mencapai terget tersebut, muncullah manipulasi akuntansi seperti yang disebutkan di atas.

Kita tahu bahwa kesenjangan anggaran ternyata tidak hanya melanda perusahaan-perusahaan bertaraf internasional saja, namun perusahaan/lembaga yang bergerak di bidang keuangan syari’ah pun tidak luput dari permasalahan tersebut, dalam hal ini adalah BMT (Baitul Maal Wat Tamwil). Di Indonesia pada tahun 1990-an Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) sangat aktif melakukan pengkajian tentang pengembangan ekonomi Islam di Indonesia. Hasil diskusi oleh beberapa


(23)

kalangan, diantaranya ICMI dan para ulama yang tergabung dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menghendaki adanya lembaga keuangan syari’ah dan bebas dari unsur riba, salah satunya lembaga keuangan syari’ah adalah BMT (Baitul Maal wa Tamwil) (Ahmad Hasan Ridwan, 2004: 47-49). Gerakan BMT dicanangkan sebagai gerakan nasional oleh presiden Soeharto pada pembukaan silaknas ICMI di Jakarta pada tanggal 7 Desember 1995 (Baihaqi Abdul Majdid, 2004 : 222). Dalam beberapa tahun kemudian BMT dibina dan dikembangkan oleh PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) yang merupakan badan pekerja dari YINBUK (Yayasan Inkubasi Bisnis dan Usaha Kecil). YINBUK didirikan pada tanggal 13 Maret 1995 dengan tujuan untuk mengembangkan BMT secara meluas dan sehat. Upaya yang dilakukan PINBUK dengan beberapa langkah kelembagaan antara lain, berupa kerja sama dengan BI sejak 1995 melalui Proyek Hubungan Kerja sama (PHBK) dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).

Mengingat para pelaku usaha kecil lebih banyak, maka situasi seperti itu dimanfaatkan oleh para rentenir untuk memberikan pinjaman kepada mereka namun harus dibayar dengan bunga yang melambung tinggi dan bisa dikatakan itu merupakan hal yang tidak wajar. Dan hal ini sungguh perbuatan yang sangat dzolim. Oleh karena itu, kehadiran BMT diharapkan dapat menghilangkan para rentenir yang menjerat para pelaku usah kecil dan menengah dengan bunga di luar kewajaran. Baitul Mal wat Tamwil (BMT) yang sebenarnya dalam konsepsi Islam merupakan


(24)

alternatif kelembagaan keuangan syari’ah yang memiliki dimensi sosial dan produktif dalam skala nasional bahkan global, di mana perekonomian umat terpusat pada fungsi kelembagaan ini yang mengarah pada hidupnya fungsi-fungsi kelembagaan ekonomi lainnya. BMT melakukan fungsi lembaga keuangan, yaitu melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat, penyaluran dana kepada masyarakat, dan memberikan jasa-jasa lainnya.

Menurut Aries Mufti selaku ketua ABSINDO (Asosiasi BMT Seluruh Indonesia) dan MES, “Di Indonesia walaupun belum ada Undang-Undang tentang Lembaga Keuangan Mikro, masyarakat telah mengembangkan sendiri lembaga keuangan mikro yang berbentuk koperasi syariah, Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), dan dalam bentuk yang lain. Kehadiran BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah merupakan lembaga pelengkap dari beroperasinya sistem perbankan syariah. Tumbuhnya BMT di Indonesia juga merupakan tuntutan dari masyarakat muslim yang menginginkan bermuamalah secara syariah untuk menghindari bermuamalah secara ribawi.”

Dalam BMT atau yang biasa disebut Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Karena BMT merupakan salah satu


(25)

organisasi nirlaba yang memiliki tujuan utama untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat namun tidak tertutup kemungkinan untuk mendapatkan laba. Organisasi nirlaba mengelola dana publik yang bukan berasal dari keuangan negara biasanya dana publik berasal dari donasi atau kontribusi masyarakat ataupun iuran yang diberikan oleh anggota dan juga pendapatan atas jasa yang diberikan.

Mengingat BMT adalah organisasi Syari’ah maka penyusunan dan penyajian laporan keuangan diatur oleh PSAK Syari’ah. BMT dalam melakukan kegiatan usahanya mengacu pada UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Pada Pasal 46 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan memberikan ancaman pidana bagi pihak yang melakukan kegiatan usaha menghimpun dana dari masyarakat yang berbentuk simpanan tanpa seizin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia. Begitu pula kegiatan usaha menghimpun dana dari masyarakat yang berbentuk simpanan maupun investasi berdasarkan prinsip syari’ah dapat dikenakan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 10 miliar dan paling banyak 200 miliar bagi pelakunya (Imaniyati, 2010:5-6).

Walaupun menggunakan ketentuan syari’ah dalam pelaporan dan kinerjanya, tidak menutup kemungkinan terjadinya tindakan negatif yang dilakukan oleh para pejabat yang berwenang. Berikut beberapa permasalahan yang pernah terjadi di Baitul Mal Wat Tamwil, diantaranya :


(26)

1. BMT Bermasalah di DIY sekitar 10 persen dari jumlah BMT yang ada, tetapi ini cukup mencoreng lembaga BMT karena nilai rupiah dari kerugian masyarakat cukup besar . Dari BMT besar yang bermasalah yang dilaporkan ke LOS DIY selama periode September 2010-Agustus 2011 jumlah kerugian masyarakat mencapai Rp 140 miliar. BMT yang bermasalah tersebut antara lain: BMT Amratani dengan kerugian masyarakat Rp 32 miliar, BMT Isra dengan kerugian masyarakat Rp 51 miliar, BMT Hilal dengan kerugian masyarakat Rp 22 miliar. Dari enam BMT bermasalah yang menonjol, lima BMT sudah masuk ke Polda karena ada unsur penipuan serta penggelapan. Tiga kasus diantaranya sudah vonis. BMT yang bermasalah dan tidak berbadan hukum koperasi sejak awal memang sudah mempunyai maksud jelek. BMT dijadikan kedok untuk menghimpun dana masyarakat. Modus dari BMT yang bermasalah salah satunya berani memberikan bagi hasil yang tinggi dan tidak rasional. Bagi hasilnya melebihi bunga lembaga keuangan pada umumnya yakni mencapai 17-20 persen per tahun (Ridareni, 2011).

2. Pada tahun 2012 terungakap KSU NR Purwantoro digugat oleh penabung bernama Karno (42) warga Bangsri Kecamatan Purwantoro. Karno merasa dirugikan karena tidak bias mencairkan tabungannya sebesar Rp 54 juta. Selain Karno, anggota lain juga menuntut hal yang sama. Jumlah tabungan nasabahnya yang belum


(27)

bisa dicairkan mencapai Rp 200 juta. Disisi lain terjadi kredit macet mencapai ratusan juta rupiah dari anggotanya, yang sampai belum tertagih oleh pengurus. Lebih parah lagi, kasus BMT DB Slogohimo. Koperasi ini ngemplang uang mencapai sekitar Rp 700 juta-an (Infosoloraya, 2012).

3. Tahun 2015 terjadi penyimpangan yang dilakukan BMT PSU. Dimana BMT PSU menjanjikan bagi hasil 2% per bulan kepada nasabahnya yang menempatkan dananya di BMT PSU menyerbu pengurus, terutama manajer umum yang menjalankan kegiatan operasional. Ada Rp 25 miliar dana masyarakat yang ditempatkan di BMT. Dari dana yang dihimpun, Rp 4 miliar dikucurkan untuk keluarga pengurusnya dan macet (Anam, 2015).

4. Telah terjadi penipuan terhadap ribuan nasabah oleh BMT Perdana Surya Utama Kota Malang (sebuah koperasi syariah), dimana uang ratusan juta yang telah ditabung disana tidak bisa diambil dengan alasan yang jelas. Kasus ini bermula dari laporan sejumlah bekas nasabah BMT PSU. Mereka merasa ditipu Anharil selaku Bos Baitul Maal Wat tamwil karena aset mereka berupa uang tidak bisa dicairkan. Nilai aset milik warga itu beragam ada yang puluhan juta, ratusan, bahkan ada yang miliaran rupiah. Hakim Ketua Rina menyampaikan putusan hakim. "Menyatakan Anharil Huda bersalah melakukan penggelapan dalam jabatan yang dilakukan terus menerus, dan mengadili dengan empat tahun penjara dengan


(28)

dikurangi masa tahanan yang telah dijalani," ujar Rina. Dan Anharil terkena Pasal 374 KUHP, penggelapan dalam jabatan (Prabowo, 2016).

Menurut Dr. M.Syafii Antonio MSc, permasalahan mendasar BMT diantaranya adalah minimalnya modal, SDM yang tidak memadai, dan lemahnya sistem operasional. Untuk itu, agar BMT dapat bersaing dengan lembaga keuangan yang lain maka harus diperhatikan dalam hal proses penyusunan anggarannya, yang mana hal ini pasti melibatkan banyak pihak. Hal ini dimaksudkan supaya BMT semakin mendapat kepercayaan di masyarakat sebagai lembaga keuangan yang ramah terutama bagi kalangan bawah.

Selain kasus-kasus di atas terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan variabel-variabel independen terhadap variabel dependen dalam skripsi ini, baik yang memiliki hasil berpengaruh maupun tidak berpengaruh, diantaranya penelitian Kadek Krisna Aris Pitasari, Ni Luh Gede Erni Sulindawati, dan Anantawikrama Tungga Atmadja (2014) menyatakan bahwa terjadinya senjangan anggaran dipengaruhi oleh keadilan prosedural. Semakin tinggi tingkat keadilan prosedural tersebut, maka risiko terjadinya senjangan anggaran akan semakin rendah. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah keadilan prosedural, maka risiko terjadinya senjangan anggaran semakin tinggi. Variabel iklim kerja etis pada penelitian Ozer dan Yilmaz (2011) menyatakan bahwa iklim kerja etis berpengaruh terhadap senjangan anggaran. Penelitian Meiraningsih


(29)

(2014) juga menemukan bahwa iklim kerja etis dapat berperan sebagai variabel pemoderasi hubungan antara partisipasi penganggaran dengan senjangan anggaran. Serta variabel senjangan anggaran pada penelitian yang dilakukan Afiani (2010) dan Purgianto (2009) yang menunjukkan hasil bahwa tekanan anggaran berpengaruh signifikan terhadap senjangan anggaran. Penilitian ini konsisten dengan Anggraeni (2008) dimana di dalam penelitiannya menunjukkan hasil adanya pengaruh positif dan signifikan antara penekanan anggran terhadap senjangan anggaran yang berarti bahwa penekanan anggaran yang tinggi dalam proses penyusunan anggaran, maka dapat menimbulkan senjangan anggaran yang tinggi pula. Namun pada pada penelitian Dunk (1993) dan Sujana (2010) menyatakan bahwa tekanan anggaran tidak memiliki pengaruh terhadap senjangan anggaran.

Dari hasil peneliti-peneliti sebelumnya diketahui bahwa hasil yang diperoleh peneliti terdahulu antara satu dengan lainnya tidaklah sama. Hal inilah yang menjadikan peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian melalui penelitian yang berjudul “Pengaruh Persepsi Keadilan Prosedural, Iklim Kerja Etis, dan Tekanan Anggaran Terhadap Timbulnya Senjangan Anggaran (Studi Empiris pada BMT di DKI Jakarta dan Tangerang)”.


(30)

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Apakah persepsi keadilan prosedural berpengaruh terhadap timbulnya senjangan anggaran ?

2. Apakah iklim kerja etis berpengaruh terhadap timbulnya senjangan anggaran ?

3. Apakah tekanan anggaran berpengaruh terhadap timbulnya senjangan anggaran ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian pengaruh persepsi keadilan prosedural, kerja iklim etis, dan tekanan anggaran terhadap timbulnya senjangan anggaran bertujuan : 1. Untuk mengetahui pengaruh persepsi keadilan prosedural terhadap

timbulnya senjangan anggaran

2. Untuk mengetahui pengaruh iklim kerja etis terhadap timbulnya senjangan anggaran

3. Untuk mengetahui pengaruh tekanan anggaran terhadap timbulnya senjangan anggaran

D. MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, diantaranya :


(31)

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan dengan mengetahui serta mempelajari masalah-masalah yang terkait dengan persepsi keadilan prosedural, iklim kerja etis, dan tekanan anggaran terhadap timbulnya senjangan anggaran.

2. Bagi akademisi

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap tambahan kepustakaan yang berkaitan dengan akuntansi manajemen terutama masalah keadilan prosedural, iklim kerja etis, dan tekanan anggaran yang memiliki pengaruh terhadap kecenderungan senjangan anggaran.

3. Bagi pihak yang terkait

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi yang sesuai dalam menerapkan sistem anggaran sebagai alat evaluasi dan pengendalian kinerja manajerial. Sehingga tidak ada manipulasi akuntansi yang dapat menjadikan pribadi individu cenderung menyalahgunakan pekerjaannya. Dan senjangan anggaran dapat diturunkan resikonya.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Persepsi Keadilan Prosedural a. Definisi Keadilan Prosedural

Keadilan merupakan hal-hal yang berkenaan pada sikap dan tindakan dalam hubungan antar manusia yang berisi sebuah tuntutan agar manusia sesamanya dapat memperlakukan sesuai hak dan kewajibannnya. Dalam bahasa Inggris keadilan adalah justice. Makna justice terbagi atas dua yaitu makna justice secara atribut dan tindakan. Makna secara atribut adalah suatu kausalitas yang fair atau adil. Secara tindakan adalah tindakan menjalankan dan menentukan hak atau hukuman. Sedangkan prosedur merupakan langkah sistematis atau berurutan yang harus dipatuhi dan dijadikan pedoman dalam mengerjakan suatu aktivitas dan kronologi suatu sistem. Norma-norma tentang hak dan kelayakan sering dilihat dari sisi yang diberikan atau yang diterima dan kurang menekankan pada sisi proses atau prosedur dalam suatu lembaga atau komunitas. Hal inilah, antara lain yang mendorong makin derasnya kajian tentang keadilan prosedural dan keadilan interaksional.


(33)

Keadilan prosedural berkaitan dengan persepsi anggota organisasi tentang keadilan prosedur yang digunakan untuk membuat keputusan. Prosedur-prosedur ini mengacu pada proses dalam penyusunan anggaran, pada saat penyusun anggaran memiliki kesempatan untuk memengaruhi proses penyusunan anggaran sebelum pengambilan kebijakan anggaran ditetapkan. Prosedur dikatakan adil jika dapat mengakomodasikan kepentingan anggota organisasi. Keadilan prosedural menurut Kreitner dan Kinicki (2000) adalah keadilan yang dirasakan dari proses dan prosedur yang digunakan untuk mengalokasikan keputusan. Menurut Ulupui (2005) keadilan prosedural merupakan sisi keadilan dalam penganggaran yang memperhatikan aspek prosedur yang digunakan dalam melakukan distribusi anggaran.

b. Faktor-Faktor Keadilan Prosedural

1) Komunikasi bilateral (Bilateral communication)

Komunikasi antara manajemen dan karyawan yang baik mencerminkan penghargaan organisasi pada status karyawan dalam suatu organisasi. Komunikasi dua arah ini merupakan kesempatan seseorang untuk bertanya mengenai suatu hal dalam pekerjaan, organisasi, dan proses pengambilan keputusan.

2) Mengenal & Memahami permasalahan individual (Familiarity with the situation of individuals)


(34)

Merupakan batasan seberapa baik seseorang menangani keluhan dan memahami situasi yang dialami oleh orang yang memberi keluhan tersebut.

3) Menyanggah keputusan (Refute decisions)

Merupakan kesempatan seseorang untuk menyanggah suatu keputusan atau memperbaiki proses pengambilan keputusan. Dalam menetapkan kebijakan tidak selalu menghasilkan prosedur yang benar dan sempurna, bila terjadi suatu kesalahan terdapat prosedur keputusan tersebut dapat diperlakukan perbaikan ataupun pembatalan

4) Aplikasi prosedur konsisten (Consistent application of procedures)

Merupakan persepsi seseorang bahwa proses pengambilan keputusan telah berjalan konstan atau sama pada setiap individu dan dari waktu ke waktu atau ketentuan berlaku secara konsisten tanpa memperhatikan status karyawan dan batasan waktu atas terjadinya suatu permasalahan.

c. Aturan Pokok Keadilan Prosedural

Menurut pendapat Leventhals (1980), dalam prakteknya berpendapat bahwa keadilan prosedural akan dicapai jika sistem pembayaran/pemberian gaji sampai pada kondisi sebagai berikut :


(35)

1) Konsisten (Consistency) yaitu sejumlah prosedur diterapkan secara seragam terhadap karyawan dan periode waktu yang berbeda.

2) Bebas bias/keragu-raguan (Free Bias) berarti kepentingan setiap personal tidak masuk ke dalam penerapan prosedur-prosedur tersebut.

3) Fleksibel (Flexibility) berarti selalu ada prosedur yang digunakan untuk menonjolkan penentuan sistem pembayaran/penggajian.

4) Ketepatan (Accuracy) disini berkaitan dengan penerapan prosedur-prosedur terkait yang harus didasarkan pada informasi yang terkini/aktual.

5) Etis (Ethics) disini adalah prosedur yang adil harus berdasarkan pada standar etika dan moral. Dengan demikian, meskipun berbagai hal tersebut dipenuhi, bila substansinya tidak memenuhi standar etika dan moral, tidak bisa dikatakan adil. 6) Perwakilan (Representative) adalah prosedur dikatakan adil jika

sejak awal ada upaya untuk melibatkan semua pihak yang bersangkutan. Meskipun keterlibatan yang dimaksudkan dapat disesuaikan dengan sub-sub kelompok yang ada, secara prinsip harus ada penyertaan dari berbagai pihak sehingga akses untuk melakukan kontrol juga terbuka.


(36)

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keadilan prosedural adalah persepsi keadilan prosedural dalam tata cara pengambilan keputusan yang berkaitan dengan atasan atau pengambil keputusan. Yang diharapkan dengan adanya keadilan prosedural maka hubungan anatar pegawai dapat terjalin secara baik sehingga satu sama lain merasakan keadilan tanpa ada pembedaan.

2. Iklim Kerja Etis

a. Definisi Iklim kerja etis

Jika dilihat dari segi bahasa, istilah etika secara etimologis berasal dari kata ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat kebiasaan, yang dibatasi dengan dasar nilai moral menyangkut apa yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan, yang baik atau tidak baik, yang pantas atau tidak pantas pada perilaku manusia. Secara sederhana etika adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik-buruk. Schneider dan Rentsch (1988) dalam Ozer dan Yilmaz (2011) menggambarkan konsep iklim sebagai organisasi cara mengoperasionalkan perilaku rutin dan tindakan yang diharapkan, didukung dan dihargai. Iklim kerja etis merupakan unsur dari iklim organisasi, yang mengandung persepsi anggota organisasi, yang terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin dan memengaruhi sikap dan perilaku organisasi serta kinerja anggota organisasi (Wirawan, 2008). Semakin etis iklim suatu organisasi, diduga akan menurunkan terciptanya senjangan


(37)

anggaran, sebaliknya semakin tidak etis suatu organisasi, diduga akan semakin meningkatkan terciptanya senjangan anggaran

Perilaku etis melibatkan pemilihan tindakan-tindakan yang ― benar‖, ―sesuai‖, dan ―adil‖. Tingkah laku kita mungkin benar atau salah, sesuai atau tidak sesuai, dan keputusan yang kita buat dapat adil atau berat sebelah. Disinilah cara pandang setiap orang berbeda terhadap istilah etika. Meskipun berbeda, tampaknya terdapat suat prinsip umum yang mendasari semua sistem etika. Prinsip ini diekspresikan oleh keyakinan bahwa setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk kebaikan kelompoknya merupakan inti dari tindakan yang etis (Definisi yang diambil dari

COSO Internal Control Integrated Framework,

http://www.coso.org/publications/executive-summary-integrated_framework.htm).

Pemikiran mengenai pengorbanan kepentingan seseorang untuk kebaikan orang lain menghasilkan beberapa nilai inti. Nilai-nilai yang mendeskripsikan arti dari benar dan salah secara lebih kongkrit. James W. Brackner, penulis Ethics Column dalam Management Accounting, melakukan observasi berikut ini.

Pendidikan etika dan moral harus memiliki kesepakatan tentang nilai-nilai yang dianggap ―benar‖ agar mempunyai arti. Sepuluh dari nilai-nilai itu diidentifikasi dan dideskripsikan oleh Michael Josephson dalam “Teaching Ethical Decision Making and


(38)

Pricipled Reasoning “. Studi terhadap sejarah, filsafat, dan agama melahirkan suatu konsensus yang kuat mengenai nilai-nilai tertentu yang bersifat universal dan abadi bagi kehidupan yang beretika. Sepuluh nilai inti itu menghasilkan prinsip-prinsip yang membedakan antara benar dan salah dalam istilah umum. Dengan demikian, nilai tersebut menyediakan petunjuk tingkah laku (James W. Brackner, 1992:19) dan (Michael Josephson, 1998:29-30) dalam Managerial Accounting, Hansen dan Mowen, 2009. Sepuluh inti yang dimaksudkan dalam kutipan, yaitu :

1) Kejujuran 2) Integritas

3) Pemenuhan janji 4) Kesetiaan 5) Keadilan

6) Kepedulian terhadap sesama 7) Penghargaan kepada orang lain

8) Kewarganegaraan yang bertanggung jawab 9) Usaha untuk mencapai kesempurnaan 10)Akuntabilitas

Meskipun tampak berlawanan, pengorbanan kepentingan seseorang untuk kepentingan bersama tidak hanya benar dan memberi suatu nilai bagi individu, tetapi juga baik untuk bisnis. Meskipun kebohongan dan kecurangan sering terjadi dan dapat


(39)

membawa kemenangan, namun kemenangan itu hanya bersifat sementara. Perusahaan dengan menerapkan perlakuan yang jujur dan loyal terhadap semua klien sangat bermanfaat demi kehidupan jangka panjang perusahaan.

Robbins (2006) menyatakan bahwa para pimpinan saat ini harus menciptakan iklim etika yang sehat bagi bawahanya, dimana mereka dapat menjalankan pekerjaannya secara produktif dan menghadapi sesedikit mungkin kekaburan terkait perilaku yang benar dan yang salah. Perilaku etis harus dilakukan oleh semua elemen dalam organisasi untuk menciptakan kinerja yang lebih baik dan kepuasan dalam kerjasama. Iklim kerja yang beretika adalah salah satu aspek penting dari budaya organisasi. Iklim kerja yang beretika akan menciptakan gaya, karakter, jiwa dan cara bekerja individu yang berpengaruh untuk kinerja terbaik.

Keunggulan budaya organisasi untuk menciptakan iklim kerja yang etis akan memotivasi kekuatan internal organisasi untuk saling berinteraksi dalam perilaku yang penuh etika dan integritas. Jadi dapat disimpulkan iklim kerja etis merupakan bagian dari persepsi yang memengaruhi pemikiran anggota organisasi mengenai bagaimana harus berperilaku etikal yang benar dan bagaimana seharusnya menangani isu-isu etikal (Sulasmi dan Widhianto, 2009).


(40)

b. Standar Perilaku Etis Akuntansi Manajemen

Organisasi umumnya menetapkan standar perilaku untuk para manajer dan karyawannya. Asosiasi–asosiasi profesional juga menetapkan standar etika. Sebagai contoh, Institute of Management Accountants (IMA) telah membuat standar etika untuk akuntansi manajemen. Pada tahun 2005, IMA mengeluarkan revisi pernyataan yang menguraikan standar perilaku etis bagi akuntansi manajemen.

Revisi pernyataan itu disebut ―Statemento of Ethical

Professioanl Practice” (Pernyataan Praktik Professional yang Beretika) yang didesain agar sesuai dengan yang dinyatakan dalam Sarbanes-Oxley Act 2002 dan untuk memenuhi kebutuhan global dari para anggota internasional IMA. Revisi pernyataan ini didasarkan pada prinsip kejujuran, keadilan, objektivitas, dan tanggung jawab.

Untuk menumbuhkan perilaku etis, maka perlu dibentuk iklim etika dalam perusahaan. Iklim etika dapat tercipta, jika dalam suatu perusahaan terdapat kumpulan perilaku yang dianggap benar dan baik, sehingga dapat memungkinkan suatu masalah diatasi. Iklim etika mutlak diperlukan walaupun banyak prasyarat-prasyarat khusus selain biaya yang diperlukan, seperti budaya, saling percaya antara karyawan dan perusahaan. Victor dan Cullen


(41)

(1998) dalam Sulasmi dan Widhianto (2009) menggunakan tiga klasifikasi moral philosophy untuk mendesain dimensi kriteria ethical work climate, yaitu:

1) Egoism artinya memaksimalkan kepentingan pribadi 2) Benevelonce artinya memaksimalkan kepentingan bersama 3) Principle artinya ketaatan pada tugas, peraturan, hukum atau

standar yang berlaku.

Dengan begitu dapat meningkatkan citra perusahaan yang semakin melambung sehingga kepercayaan perusahaan-perusahaan lain meningkat pula untuk melakukan suatu kerja sama. Dalam hal ini, terdapat tiga faktor utama yang memungkinkan terciptanya iklim etika dalam perusahaan :

(a) Terciptanya budaya perusahaan secara baik.

(b) Terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya (trust-based organization).

(c) Terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai (employee relationship management).

Berdasar beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dimensi iklim kerja etis dapat mempengaruhi motivasi anggota organisasi untuk berperilaku. Dimensi iklim kerja etis di setiap kantor berbeda-beda sehingga pengaruh motivasi pegawainya untuk memajukan tujuan organisasi berbeda-beda


(42)

pula. Dan faktor yang terpenting dalam menilai perilaku etis adalah adanya kesadaran bahwa para individu adalah agen moral atau pihak yang harus melakukan tindakan sesuai dengan ketentuan moral yang berlaku universal, menilai baik bruknya, benar salahnya dan tepat tidaknya.

3. Tekanan anggaran

a. Definisi Tekanan Anggaran

Hopwood (1972) menemukan bahwa penekanan anggaran yang tinggi menimbulkan keyakinan karyawan bahwa penilaian yang dilakukan tidak adil, dan menimbulkan tekanan terhadap pekerjaannya dan mendorong karyawan untuk memanipulasi laporan akuntansi. Bawahan yang telah mencapai targetnya biasanya akan diberikan reward dan kompensasi, sedangkan bawahan yang tidak mencapai targetnya akan diberikan sanksi (Mardiasmo, 2002). Baiman dan Lewis (dalam Ramdeen et al., 2006) menyatakan bahwa tekanan anggaran dalam evaluasi kinerja dapat mendorong terciptanya senjangan anggaran. Alasan utama manajer tingkat bawah menciptakan senjangan dalam anggarannya tidak lain adalah untuk menciptakan kesempatan bagi mereka untuk meningkatkan imbalan yang akan mereka peroleh, jika manajer tingkat bawah merasa bahwa penghargaan yang mereka terima didasarkan atas pencapaian anggaran , maka mereka akan


(43)

menciptakan senjangan anggaran ketika dalam proses partisipasi (Lowe & Shaw, 1968; Schiff &Lewin, 1968, 1970; Waller, 1988).

Senjangan anggaran dilakukan untuk menjaga agar kinerjanya selalu terlihat baik. Ketika anggaran digunakan sebagai pengukur kinerja bawahan dalam suatu organisasi, maka bawahan akan berusaha meningkatkan kinerjanya dengan dua kemungkinan. Pertama, meningkatkan performance sehingga realisasi anggarannya lebih tinggi daripada yang ditargetkan sebelumnya. Kedua, melonggarkan anggaran pada saat penyusunan anggaran tersebut. Dengan melonggarkan anggaran manajer pusat pertanggungjawaban dikatakan melakukan upaya slack (Sujana, 2010). Dalam keadaaan seperti ini para manajer akan mencari cara untuk melindungi diri dari risiko tidak tercapainya target anggaran (Lukka, 1988; Onsi, 1973; Schiff dan Lewin, 1970). Salah satu cara perlindungan diri tersebut adalah dengan menciptakan senjangan anggaran.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpukan bahwa tekanan anggaran terjadi, ketika target anggaran dijadikan sebagai tolok ukur kinerja bawahan dan adanya reward yang dijanjikan oleh atasan jika target anggaran tercapai seperti bonus, kenaikan gaji, dan promosi jabatan. Namun, jika target anggaran tidak tercapai maka mereka akan kehilangan reward yang dijanjikan oleh atasan mereka, seperti kehilangan bonus, tidak adanya


(44)

promosi jabatan bagi mereka, gaji tidak ada kenaikan, dan hal yang paling ekstrim lagi mereka akan kehilangan pekerjaan mereka.

4. Senjangan Anggaran

a. Definisi Senjangan Anggaran

Senjangan anggaran adalah perbedaan antara jumlah anggaran yang diajukan oleh subordinates dengan jumlah estimasi yang terbaik dari perusahaan (Anthony dan Govindaradjan, 2001). Dunk (1993) berpendapat bahwa kesenjangan anggaran dilakukan dengan menentukan penerimaan yang lebih rendah dan menganggarkan biaya yang lebih tinggi dari kapasitas produktif yang sesungguhnya. Kesenjangan anggaran diciptakan agar bawahan lebih mudah mencapai target anggaran. Menurut Suartana (2010:137), budget slack adalah proses penganggaran yang ditemukan adanya distorsi secara sengaja dengan menurunkan pendapatan yang dianggarkan dan meningkatkan biaya yang dianggarkan

Menurut Young (1985:831) senjangan anggaran is the amount by which subordinat understate his productive capability when given chance to select work standard against which his performance will be evaluated. Selanjutnya menurut Kren (2003:144) senjangan anggaran is defined as budget resources controlled by a manager in excess of optimal to accomplish or her objectives. It is evident as overstated expenses, understated


(45)

revenues, or underestimated performance capabilities. Dan penjelasan konsep senjangan anggaran dapat dimulai dari pendekatan agency theory. Praktik senjangan anggaran dalam perspektif agency theory dipengaruhi oleh adanya konflik kepentingan antara agen (manajemen) dan principal yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya (Latuheru, 2005:26).

Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa senjangan anggaran adalah suatu kesenjangan yang dilakukan oleh manajer bawahan ketika ia turut berpartisipasi dalam penyusunan biaya, dengan cara memberikan usulan dan estimasi anggaran yang tidak sesuai dengan kapasitas sesungguhnya yang dimiliki, atau tidak sesuai dengan sumber daya yang sebenarnya dibutuhkan, dengan maksud agar anggaran tersebut mudah direalisasikan. Serta motif manajer bawahan melakukan senjangan ini adalah memuat margin of safety dalam mewujudkan target yang telah ditetapkan. Dengan harapan dapat menghilangkan tekanan dan rasa frustasi itu muncul karena besarnya ketidakpastian yang harus mereka hadapi guna mencapai tujuan organisasi.

b. Indikator Senjangan anggaran

Menurut Dewi (2008) terdapat tiga indikator dalam senjangan anggaran yaitu :


(46)

Estimasi yang dimaksud adalah anggaran yang sesungguhnya terjadi dan sesuai dengan kemampuan terbaik perusahaan dalam keadaan terjadinya senjangan anggaran, bawahan cenderung mengajukan anggaran dengan merendahkan pendapatan dan meninggikan biaya dibandingkan dengan estimasi terbaik yang diajukan, sehingga target mudah dicapai. 2) Target anggaran

Bawahan menciptakan senjangan anggaran karena dipengaruhi oleh keinginan dan kepentingan pribadi sehingga akan memudahkan pencapaian target anggaran, terutama jika penilaian prestasi manajer ditentukan berdasarkan pencapaian anggaran, dengan target anggaran yang rendah dan biaya yang dianggarkan juga tinggi menyebabkan seorang manajer dapat dengan mudah mencapai anggaran yang telah disetujui sebelumnya

3) Kondisi lingkungan

Kondisi lingkungan juga sangat mempengaruhi senjangan anggaran diantaranya dengan sengaja melakukan perbuatan tersebut dapat suau timbal balik seperti gaji, promosi, dan bonus dari organisasi karena anggaran yang dibuat dapat dicapai. Senjangan anggaran dapat dilakukan manajer karena dianggap perlu untuk menyelamatkan anggaran dengan melakukan penyesuaian dengan bawahan. Oleh karena karakter


(47)

dan perilaku manusia yang berbeda-beda, partisipasi penganggaran dapat berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap senjangan anggaran.

c. Sebab Terjadinya Senjangan anggaran

Senjangan anggaran dapat terjadi oleh beberapa alasan. Falikhatun (2007) berpendapat ada tiga alasan manajer melakukan senjangan anggaran yaitu:

1) Orang-orang yang selalu percaya bahwa hasil pekerjaan mereka akan terlihat bagus di mata atasan jika mereka dapat mencapai anggarannya;

2) Senjangan anggaran selalu digunakan untuk mengatasi kondisi ketidakpastian. Jika tidak ada kejadian yang tidak terduga, yang terjadi manajer tersebut dapat melampaui/mencapai anggarannya

3) Rencana anggaran selalu dipotong dalam proses pengalokasian sumber daya

B. Penelitian Terdahulu 1. Penelitian Internasional

a. Penelitian Gokhan Ozer dan Emine Yilmaz (2011) yang menguji pengaruh persepsi keadilan prosedural, efektivitas pengendalian anggaran dan iklim kerja etis akan kecenderungan untuk menciptakan senjangan anggaran. Data penelitian dikumpulkan dengan memberikan kuesioner kepada 465 manajer yang bekerja


(48)

pada organisasi sektor publik di Turki sebagai sampel penelitian. Penelitian tersebut menemukan efektivitas pengendalian anggaran, iklim kerja etis dan persepsi keadilan prosedural dari manajer memiliki dampak signifikan terhadap kecenderungan manajer untuk menciptakan senjangan anggaran.

b. Penelitian Noor Raudhiah binti Abu Bakar, Rozita Amiruddin, dan Sofiah Md Auzair (2014) menguji dampak dari faktor-faktor organisasional pada senjangan anggaran. Data penelitian dikumpulkan dengan memberikan kuesioner kepada 83 manajer secara acak pada perusahaan di Malaysia yang terdaftar pada Bursa saham yang tidak termasuk keuangan, surat perintah, dan sektor pinjaman. Individu hubungan yang diuji menggunakan beberapa regresi dan interaksi hubungan digunakan moderated regresi. Multiple regresi mengindikasikan hubungan negatif dan berdampak signifikan antara gaya manajemen dan senjangan anggaran. Moderated regresi menunjukkan signifikan postif antara dua interaksi yaitu partisipasi anggaran dan penekanan anggaran dengan senjangan anggaran. Dan tiga interaksi antara partisipasi anggaran, penekanan anggaran, dan asimetri informasi terhadap senjangan anggaran. Temuan dari penelitian ini bisa membantu manajemen dari perusahaan untuk memahami pentingnya faktor yang mempengaruhi senjangan anggaran, yang pada gilirannya dapat menyebabkan efektif manajemen.


(49)

c. Penelitian Ramadan Kanan dan Joseph M. Mula (2015) menguji dampak dari individualisme dan dimensi kolektif terhadap senjangan anggaran (sebuah analisis empiris perusahaan Anglo Amerika dan Lybia yang beroperasi di sektor minyak Lybia). Penelitian ini menggunakan penyebaran kuesioner sebanyak 500 kuesioner. Ke Lybia (320) dan Anglo-America (180) kepada para manajer dan karyawan pada level berbeda guna mengumpulkan informasi dari partisipan yang memiliki tanggung jawab langsung terhadap proses penganggaran. Target responden adalah akuntan di bidang anggaran dan manajer departemen keuangan. Non-akuntan juga disurvei dari para manajer produksi, penjualan, pembelian, sumber daya manusia, pelatihan, operasi, personalia, eksplorasi, dan pemasaran. Dan pada penelitian ini menunjukkan bahwa Anglo-Amerika lebih rentan terjadinya senjangan anggaran daripada Jepang. Anglo-Amerika menciptakan senjangan anggaran dalam rangka meningkatkan kinerja mereka sehingga akan memperoleh reward dari atasan (Wu,2005).

d. Penelitian Adam S. Maiga dan Fred A. Jacobs (2008) menguji pengaruh moderasi dari penilaian etis manajer pada hubungan antara partisipasi anggaran dan senjangan anggaran. Penelitian ini menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada 251 manajer berbeda divisi pada perusahaan manufaktur. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa hubungan partisipasi anggaran dan senjangan


(50)

anggaran dimoderatori oleh penilaian etis manajer. Namun, hal itu mengejutkan bahwa meskipun mereka berada di arah yang diprediksi, efek moderasi dari ekuitas moral (skenario A) dan relativisme (skenario B) tidak signifikan.

2. Penelitian di Indonesia

a. Sri Mulyani dan Firdaus A. Rahman (2012) menguji pengaruh partisipasi penganggaran, tekanan anggaran, komitmen organisasi, dan kompleksitas tugas terhadap senjangan anggaran pada perbankan di Pekanbaru. Data penelitian ini dikumpulkan melalui penyerahan kuesioner kepada 37 sampel dengan populasi para manajer yang bekerja pada posisi berbeda pada masing-masing perbankan dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi anggaran, tekanan anggaran mempengaruhi senjangan anggaran, sementara komitmen organisasi dan kompleksitas tugas tidak secara signifikan mempengaruhi senjangan anggaran.

b. Alfebriano (2013) menguji faktor-faktor yang mempengaruhi senjangan anggaran pada PT. BRI di kota Jambi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh partisipasi penganggaran, informasi asimetri, penekanan anggaran, komitmen organisasi dan ketidakpastian lingkungan terhadap senjangan anggaran di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk di Kota Jambi. Populasi penelitian ini adalah pihak yang berkerja pada PT. Bank Rakyat


(51)

Indonesia (Persero) Tbk di Kota Jambi. Penelitian ini menggunakan data primer dengan menyebarkan kuesioner kepada 48 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi penganggaran, informasi asimetri, penekanan anggaran, komitmen organisasi dan ketidakpastian lingkungan mempengaruhi senjangan anggaran secara simultan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa secara parsial informasi asimetri mempengaruhi senjangan anggaran, sedangkan partisipasi penganggaran, penekanan anggaran, komitmen organisasi dan ketidakpastian lingkungan tidak mempengaruhi senjangan anggaran.

c. Penelitian Arie Tristianto dan Akhmad Riduwan (2014) menguji pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran dengan asimetri informasi dan tekanan anggaran sebagai variabel moderasi. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara survei kuesioner. Metode pemilihan responden menggunakan purposive sampling karena responden yang dipilih hanya pejabat yang terlibat dengan proses penyusunan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran, yaitu sebanyak 112 orang yang terdiri dari 9 dinas dan 2 SKPD berbentuk badan yang dipilih secara acak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: partisipasi anggaran berpengaruh signifikan terhadap terciptanya senjangan anggaran karena dengan adanya partisipasi dari bawahan dalam proses penyusunan anggaran akan semakin memperbesar


(52)

untuk terciptanya senjangan anggaran, asimetri informasi memoderasi pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran karena kelebihan informasi teknis yang dimiliki bawahan dimanfaatkan untuk memudahkan dalam pencapaian anggaran; tekanan anggaran memoderasi pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran namun tekanan anggaran memperlemah partisipasi anggaran dalam mempengaruhi terciptanya senjangan anggaran karena adanya tekanan anggaran tidak selalu membuat bawahan menciptakan kesenjangan, bawahan akan meningkatkan kinerjanya untuk mencapai sasaran anggaran yang telah ditetapkan.

d. Maya Triana, Yuliusman, dan Wirmie Eka Putra (2012) menguji pengaruh partisipasi anggaran, budget emphasis, dan locus of control terhadap senjangan anggaran (survei pada hotel berbintang di kota Jambi). Metode pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner ke 47 responden yang terdiri dari manajer menengah ke bawah menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan partisipasi anggaran, budget emphasis, dan locus of control memiliki pengaruh terhadap senjangananggaran.


(53)

C. Kerangka Berpikir

Skema kerangka penelitian pada penelitian ―Pengaruh persepsi keadilan prosedural, iklim kerja etis, dan tekanan anggaran terhadap timbulnya senjangan anggaran‖ dapat digambarkan pada gambar 2.1 berikut ini :


(54)

Gambar 2.1

Skema Kerangka Pemikiran

Persepsi Keadilan Prosedural

(X1)

Senjangan Anggaran

(Y)

Pengaruh Persepsi Keadilan Prosedural, Iklim kerja etis, dan Tekanan Anggaran Terhadap Timbulnya Senjangan Anggaran

(Studi Empiris pada BMT di DKI Jakarta dan Tangerang )

Fenomena-fenomena anggaran

Metode Analisis :

Metode Analisis Regresi Berganda

Kesimpulan dan Saran Hasil Pengujian dan Pembahasan Iklim Kerja

Etis (X2)

Tekanan Anggaran


(55)

D. Hipotesis

1. Persepsi Keadilan Prosedural terhadap Senjangan Anggaran

Ozer dan Yilmaz (2011) menjelaskan bahwa keadilan prosedural berpengaruh negatif terhadap senjangan anggaran. Hal ini, karena keadilan prosedural sebagai mediator iklim kerja yang etis serta keefektifan pengendalian anggaran yang baik pada perusahaan sehingga menurunkan terjadinya senjangan anggaran.

Kadek Krisna Aris Pitasari, Ni Luh Gede Erni Sulindawati, dan Anantawikrama Tungga Atmadja (2014) menyatakan bahwa terjadinya senjangan anggaran dipengaruhi oleh keadilan prosedural. Semakin tinggi tingkat keadilan prosedural tersebut, maka risiko terjadinya senjangan anggaran akan semakin rendah. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah keadilan prosedural, maka risiko terjadinya senjangan anggaran semakin tinggi.

Menurut Ulupui (2005) keadilan prosedural merupakan sisi keadilan dalam penganggaran yang memperhatikan aspek prosedur yang digunakan dalam melakukan distribusi anggaran. Penelitian Meiraningsih (2014) menemukan bahwa keadilan prosedural dapat berperan sebagai variabel pemoderasi hubungan antara partisipasi penganggaran dengan senjangan anggaran. Berdasarkan hal tersebut, maka diajukan hipotesis sebagai berikut.

H1 = Persepsi Keadilan Prosedural berpengaruh terhadap senjangan anggaran


(56)

2. Iklim Kerja Etis terhadap Senjangan Anggaran

Ozer dan Yilmaz (2011) menjelaskan bahwa iklim kerja etis berpengaruh negatif terhadap senjangan anggaran. Hal ini, karena iklim kerja etis sebagai mediator keadilan prosedural dan keefektifan pengendalian anggaran yang baik pada perusahaan sehingga dapat menurunkan senjangan anggaran.

Iklim kerja etis merupakan unsur dari iklim organisasi, yang mengandung persepsi anggota organisasi, yang terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin dan memengaruhi sikap dan perilaku organisasi serta kinerja anggota organisasi (Wirawan, 2008). Semakin etis iklim suatu organisasi, diduga akan menurunkan terciptanya senjangan anggaran, sebaliknya semakin tidak etis suatu organisasi, diduga akan semakin meningkatkan terciptanya senjangan anggaran. Berdasarkan hal tersebut, maka diajukan hipotesis sebagai berikut. H2 = Iklim kerja etis berpengaruh terhadap senjangan anggaran 3. Tekanan Anggaran terhadap Senjangan Anggaran

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan Sujana (2010) dengan pendekatan kurva normal (uji t) diketahui bahwa variabel tekanan anggaran tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap senjangan anggaran. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,433 lebih besar daripada  = 0,025, dimana hasil hipotesis yang diperoleh sama dengan Dunk (1993) yang mengatakan hal serupa. Dalam hipotesisnya Dunk (1993) menyatakan bahwa tidak ada


(57)

interaksi antara partisipasi anggaran, asimetri informasi dan penekanan anggaran yang berpengaruh terhadap senjangan anggaran. Sedangkan, simpulan yang diperoleh dalam penelitiannya menyatakan bahwa hubungan antara partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran tergantung pada asimetri informasi dan penekanan anggaran.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Afiani (2010) , Anggreni (2008), dan Purgianto (2009) menunjukkan hasil yang signifikan antara pengaruh budget emphasis (tekanan anggaran) terhadap senjangan anggaran. Berdasarkan hal tersebut, maka diajukan hipotesis sebagai berikut.


(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan sifat dan jenis penelitian, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survey. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain (Sugiyono, 2012:10). Berdasarkan jenis data yang diteliti, penelitian ini menggunakan jenis data primer yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah Baitul Maal wat Tamwil (BMT) di wilayah DKI Jakarta dan Tangerang. Penelitian ini membatasi pada permasalahan pengaruh Persepsi Keadilan Prosedural, Iklim kerja etis, Tekanan Anggaran terhadap Senjangan Anggaran.

B. Metode Penentuan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah sekumpulan objek, orang, atau keadaan yang menjadi perhatian peneliti dan akan digunakan oleh peneliti dan kemudian ditarik kesimpulan dari hasil penelitiannya. Populasi dalam penelitian ini adalah pejabat yang bekerja pada Baitul Maal wat


(59)

Tamwil (BMT) di wilayah DKI Jakarta dan wilayah Tangerang. Jumlah Baitul Maal wat Tamwil di DKI Jakarta sebanyak 45 kantor sedangkan Baitul Maal wat Tamwil di Tangerang sebanyak 16 kantor.

2. Teknik Sampling

Penelitian ini dibatasi pada populasi pejabat Baitul Maal wat Tamwil (BMT) di wilayah DKI Jakarta sebanyak 5 BMT dan Tangerang sebanyak 2 BMT. Sedangkan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 80 responden dari 5 BMT di wilayah DKI Jakarta dan 2 BMT di wilayah Tangerang. Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah dengan menggunakan metode convenience sampling. Seperti namanya, pengambilan sampel yang mudah (convenience sampling) merupakan pengumpulan informasi dari anggota populasi yang dengan senang hati bersedia memberikannya (Sekaran, 2006:136). Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini menggunakan metode convenience sampling karena lebih efisien dengan akses yang terjangkau oleh peneliti. Convinience sampling berarti unit sampel yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan, mudah untuk mengukur, dan bersifat kooperatif.

C. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan yaitu penelitian lapangan atau survey. Penelitian lapangan (field research) adalah data


(60)

utama penelitian ini. Peneliti memperoleh data langsung dari pihak pertama yaitu data primer (Sugiyono, 2012: 3).

Pada penelitian ini, yang menjadi obyek penelitian adalah para pejabat yang bekerja di 5 BMT wilayah DKI Jakarta dan 2 BMT wilayah Tangerang, dan dilakukan dengan penyebaran kuesioner mengenai pengaruh Persepsi Keadilan Prosedural, Iklim kerja etis, dan Tekanan Anggaran terhadap timbulnya Senjangan Anggaran. Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan pernyataan terstruktur yang alternatif jawabannya telah tersedia. Responden diminta menjawab pernyataan tersebut dalam bentuk skala interval yang mengukur sikap responden terhadap pernyataan-pernyataan yang disajikan, yang terbagi menjadi:

1 = Sangat Tidak Setuju (STS) 2 = Tidak Setuju (TS)

3 = Ragu-ragu (R) 4 = Setuju (S)

5 = Sangat Setuju (SS)

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan cara menganalisis suatu permasalahan yang diwujudkan dengan kuantitatif. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda dengan bantuan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 22. Untuk menjaga validitas dan reliabilitas


(61)

butir-butir pertanyaan yang ada pada kuesioner dilakukan uji validitas dan realibilitas terhadap senjangan anggaran.

1. Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali 2013: 19).

2. Uji Kualitas Data a. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2013:52). Pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan Pearson Correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antara nilai yang diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan. Apabila Pearson Correlation yang didapat memiliki nilai di bawah 0.05 berarti data yang diperoleh adalah valid.

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk melihat sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah


(62)

konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2013:47). Pengujian ini menggunakan metode statistik Cronbach Alpha dengan nilai sebesar 0,7. Apabila Cronbach Alpha dari suatu variabel ≥ 0,7 maka butir pertanyaan dalam instrumen penelitian tersebut adalah reliabel atau dapat diandalkan, dan sebaliknya jika nilai Cronbach Alpha ˂ 0,7 maka butir pertanyaan tersebut tidak reliabel.

3. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan dalam penelitian ini untuk menguji apakah data memenuhi asumsi klasik. Hal ini untuk menghindari terjadinya estimasi yang bias mengingat tidak pada semua data dapat diterapkan regresi. Pengujian yang dilakukan adalah uji normalitas, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas.

a. Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2013: 105) uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Pada model regresi yang baik seharusnya antara variabel independen tidak terjadi korelasi. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam model regresi dapat dilihat dari Tolerance Value atau Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya.


(63)

yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai Tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi. Nilai cut-off yang umum adalah:

1) Jika nilai Tolerance >10 persen dan nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.

2) Jika nilai Tolerance < 10 persen dan nilai VIF > 10, maka dapat disimpulkan bahwa ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedestisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedestisitas atau tidak terjadi heteroskedestisitas (Ghozali, 2013:139). Uji heteroskedestisitas dapat dilihat dari garfik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasi telah terjadi heteroskedestisitas (Ghozali, 2013). Selain itu, dapat dilihat melalui uji park, uji glejser, dan uji white.


(64)

c. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah variabel dependen, independen atau keduanya berdistribusi normal, mendekati normal atau tidak. Jika data ternyata tidak berdistribusi normal, maka analisis non-parametik dapat digunakan. Jika data berdistribusi normal, maka analisis parametik termasuk model-model regresi dapat digunakan (Umar, 2008). Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2013:160-165). 1) Analisis grafik, yaitu salah satu cara utuk melihat normalitas

residual dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan data distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

2) Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non-parametik kolmogorov smirnov (K-S) (Ghozali, 2013). Uji K-S biasa


(65)

digunakan untuk memutuskan jika sampel berasal dari populasi dengan distribusi spesifik/tertentu.

4. Analisis Regresi Linear Berganda

Metode regresi linear berganda dimaksudkan untuk mengetahui keeratan hubungan yang ada diantara kedua variabel. metode regresi linear ini juga dapat digunakan untuk peramalan dengan menggunakan data berkala (time series). Berdasarkan hubungan antara variabel persepsi keadilan prosedural (X1), iklim kerja etis (X2), tekanan anggaran(X3) dan senjangan anggaran (Y), maka akan digunakan model analisa regresi linear sebagai berikut:

Rumus regresi berganda adalah sebagai berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e Dimana :

Y : Variabel dependen (Senjangan anggaran) a : Konstanta

b1 : Koefisien regresi

X1 : Variabel independen (Persepsi keadilan prosedural) X2 : Variabel independen (Iklim kerja etis)

X3 : Variabel independen (Tekanan anggaran) e : Error

Dari perhitungan dengan SPSS 22.0 akan diperoleh keterangan atau hasil tentang koefisien determinasi, Uji F, Uji t untuk menjawab


(66)

perumusan masalah penelitian. berikut ini keterangan yang berkenaan dengan hal tersebut diatas, yakni :

a. Koefisien determinasi (R2)

Koefisien Determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 (nol) dan 1 (satu) .Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel-variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2013:97). Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai koefisien determinasi adalah sebagai berikut :

1) Nilai R2 harus berkisar antara 0 sampai 1

2) Bila R2 = 1 berarti terjadi kecocokan sempurna dari variabel independen menjelaskan variabel dependen

3) Bila R2 = 0 berarti tidak ada hubungan sama sekali antara variabel independen terhadap variabel dependen

b. Uji Pengaruh Simultan (Uji F)

Uji statistik F digunakan untuk menguji apakah model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen. Hipotesis akan diuji dengan menggunakan tingkat signifikansi (α) sebesar 5% atau 0,05. Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis


(67)

akan didasarkan pada nilai probabilitas signifikansi. Jika nilai probabilitas signifikansi < 0,05, maka hipotesis diterima. Hal ini berarti model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel independen. Jika nilai probabilitas signifikansi > 0,05, maka hipotesis ditolak. Hal ini berarti model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2013: 98).

c. Uji Parsial (Uji Statistik t)

Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen dan digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen (Ghozali, 2013: 98). Variabel independen secara individu dikatakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen apabila nilai p value (sig) lebih kecil dari tingkat signifikansi (α). Tingkat signifikansi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah α = 5%. Hal ini berarti apabila nilai p value (sig) lebih kecil dari 5% maka variabel independen secara individu dikatakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen (Ghozali, 2013: 98). E. Operasionalisasi Variabel Penelitian

Menurut Uma Sekaran (2006) variabel merupakan sesuatu yang dapat mengakibatkan perbedaan atau keragaman nilai. Nilai-nilai dapat


(68)

berbeda pada beragam waktu baik untuk objek yang sama maupun berlainan. Sedangkan menurut Sugiyono (2007) variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.

Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :

1. Variabel Independen atau variabel bebas dalam penelitian ini adalah : a. Persepsi Keadilan Prosedural.

Keadilan prosedural didefinisikan sebagai persepsi keadilan yang dirasakan anggota organisasi atas pembuatan keputusan dalam organisasi, dimana individu-individu di dalam organisasi sangat memperhatikan proses pembuatan keputusan serta merasa telah diperlakukan secara adil jika organisasi melaksanakan proses penyusunan anggaran dengan prosedur yang benar serta mewakili inspirasi mereka (Greenberg dan Baron, 2003). Variabel terdiri atas 10 item pertanyaan yang diukur dengan menggunakan skala interval 5 poin dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), netral (3), setuju (4), dan sangat setuju (5)

b. Iklim kerja etis

Kemampuan seorang profesional untuk berperilaku etis sangat dipengaruhi oleh sensitivitas individu tersebut. Sensitivitas etika dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengakui sifat


(69)

dasar etika dari sebuah keputusan (Aziza dan Salim, 2008:3). Individu-individu yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran diharapkan menerapkan kebijakan yang berisikan nilai etis yang dianut dalam organisasi dalam pengambilan keputusan mengenai anggaran. Variabel ini terdiri atas 5 item pertanyaan yang diukur dengan menggunakan skala interval 5 poin dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), netral (3), setuju (4), dan sangat setuju (5). c. Penekanan anggaran

Tekanan anggaran merupakan sebuah desakan dari atasan kepada bawahan untuk melaksanakan anggaran dengan baik dan mencapai target anggaran (M. Faruq, 2013). Tekanan anggaran dapat diartikan desakan dari atasan pada bawahan untuk melaksanakan anggaran yang telah dibuat dengan baik, yang berupa sanksi jika kurang dari target anggaran dan kompensasi jika mampu melebihi target anggaran. Variabel ini terdiri atas 8 item pertanyaan yang diukur dengan menggunakan skala interval 5 poin dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), netral (3), setuju (4), dan sangat setuju (5).

2. Variabel Dependen atau variabel terikat dalam penelitian ini adalah Senjangan anggaran.

Menurut Young (1985) mendefinisikan senjangan anggaran sebagai besaran dimana para manajer dengan sengaja memasukkan sumber daya yang berlebihan ke dalam anggaran, atau dengan sadar tidak


(70)

menyatakan kemampuan produktif yang sesungguhnya. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval 5 poin dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), netral (3), setuju (4), dan sangat setuju (5). Pada variabel ini terdapat 6 pertanyaan, 3 diantaranya merupakan pertanyaan negatif yang teletak pada nomor 25, 26, dan 29. Dimana cara penghitungannya dengan dibalik nilai bobotnya, misal responden memilih jawaban poin 1, maka penghitungannya menjadi poin 5.

Dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti menampilkan tabel operasionalisasi variabel sebagai bahan acuan dalam menyusun daftar pertanyaan kuesioner sebagai berikut :

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

Variabel Indikator No. Butir

Pernyataan Pengukuran

Keadilan Prosedural Sumber: Niehoff dan Moorman (1993) 1. Keputusan diklarifikasi dan tambahan informasi diberikan jika diminta pegawai 2. Keputusan diterapkan kepada seluruh karyawan 3. Kekhawatiran karyawan diperhatikan 4. Untuk membuat

keputusan yang akurat, benar, dan informasi yang lengkap


(71)

lebih dullu 5. Koreksi atau

pengajuan banding terhadap keputusan yang diambil pimpinan 6. Keputusan terkait pekerjaan tidak berat sebelah Iklim kerja etis Sumber : Ozer dan Yilmaz (2011) 1. Penegakan kebijakan terkait perilaku etis 2. Penegakan kode

etik 3. Kebijakan

terkait perilaku etis

4. Manajemen atas secara eksplisit mengungkapkan bahwa perilaku tidak etis tidak dapat

ditoleransi 5. Mempunyai

kode etik secara formal dan tertulis

11-15 Interval

Penekanan anggaran

Sumber : Hopwood, 1972

1. Laba yang dihasilkan. 2. Usaha yang

dilakukan. 3. Perhatian terhadap kualitas. 4. Kemampuan mencapai target anggaran 5. Hubungan dengan bawahan. 6. Efisiensi 16-23 Interval


(72)

pekerjaan. 7. Sikap terhadap

pekerjaan. 8. Hubungan

dengan

kelompok staf.

Senjangan Anggaran(Y)

Sumber: Dunk (1993)

1. Pengaruh anggaran dalam motivasi

produktivitas 2. Pencapaian

anggaran dalam pelaksanaan kerja

3. Pengawasan dalam penggunaan anggaran

4. Tanggung jawab anggaran

5. Pencapaian target 6. Realisasi

anggaran


(73)

BAB IV

ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Tentang Objek Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 45 Baitul Maal wat Tamwil (BMT) di wilayah DKI Jakarta dan 16 Baitul Maal wat Tamwil (BMT) di wilayah Tangerang. Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel yaitu pejabat BMT yang bekerja di Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang berada di wilayah DKI Jakarta sebanyak 5 BMT dan 2 Baitul Maal wat Tamwil (BMT) di wilayah Tangerang. Pejabat yang berpartisipasi dalam penelitian ini meliputi kepala BMT, kepala bagian, kepala bidang, kasubag/kasubid/kasie, manajer, staf, karyawan, dan supervisor. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner penelitian secara langsung seperti dengan cara mendatangi reponden serta tidak langsung melalui perantara kepada responden yang bekerja pada BMT di wilayah DKI Jakarta dan Tangerang. Penyebaran serta pengembalian kuesioner dilaksanakan mulai tanggal 31 Maret sampai 17 Mei 2016. Adapun kuesioner yang disebar adalah sebanyak 80 buah kuesioner. Dari keseluruhan kuesioner yang disebar jumlah yang dapat diolah adalah sebanyak 68 kuesioner atau 85%. Kuesioner yang tidak


(1)

135 HASIL UJI RELIABILITAS

VARIABEL SENJANGAN ANGGARAN

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 68 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 68 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items N of Items

,711 ,704 6

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

SA1 4,04 ,905 68

SA2 3,38 1,234 68

SA3 3,12 ,873 68

SA4 3,12 ,907 68

SA5 3,76 ,979 68


(2)

Inter-Item Correlation Matrix

SA1 SA2 SA3 SA4 SA5 SA6

SA1 1,000 ,426 ,485 ,248 ,366 ,089

SA2 ,426 1,000 ,581 ,319 ,248 ,272

SA3 ,485 ,581 1,000 ,491 ,173 ,142

SA4 ,248 ,319 ,491 1,000 ,233 ,160

SA5 ,366 ,248 ,173 ,233 1,000 ,024

SA6 ,089 ,272 ,142 ,160 ,024 1,000

Item-Total Statistics Scale Mean

if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

SA1 17,76 9,526 ,517 ,334 ,650

SA2 18,43 7,711 ,583 ,411 ,623

SA3 18,69 9,202 ,617 ,501 ,621

SA4 18,69 9,888 ,442 ,274 ,672

SA5 18,04 10,282 ,317 ,177 ,711

SA6 17,43 11,711 ,207 ,087 ,729

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(3)

137 HASIL UJI ASUMSI KLASIK

1. UJI MULTIKOLONIERITAS

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics B

Std.

Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 12,190 4,357 2,798 ,007

TPKP -,179 ,112 -,224 -1,596 ,115 ,665 1,504

TKIE ,141 ,182 ,101 ,776 ,440 ,778 1,285

TTA ,441 ,141 ,438 3,135 ,003 ,670 1,492

a. Dependent Variable: TSA

2. UJI HETEROKEDESTISITAS

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 6,487 2,628 2,468 ,016

PKP -,021 ,068 -,046 -,316 ,753

IKE ,113 ,110 ,140 1,031 ,306

TA -,169 ,085 -,291 -1,989 ,051


(4)

(5)

139 4. ANALISIS REGRESI BERGANDA

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,405a ,164 ,125 3,403

a. Predictors: (Constant), TTA, TKIE, TPKP b. Dependent Variable: TSA

Variables Entered/Removeda

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 TTA, TKIE,

TPKPb . Enter

a. Dependent Variable: TSA b. All requested variables entered.


(6)

ANOVAa

Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 145,266 3 48,422 4,181 ,009b

Residual 741,249 64 11,582

Total 886,515 67

a. Dependent Variable: TSA

b. Predictors: (Constant), TTA, TKIE, TPKP

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 6,487 2,628 2,468 ,016

PKP -,021 ,068 -,046 -,316 ,753

IKE ,113 ,110 ,140 1,031 ,306

TA -,169 ,085 -,291 -1,989 ,051


Dokumen yang terkait

Pengaruh partisipasi penganggaran, keadilan prosedural, dan gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi

0 9 11

PENGARUH KOMITMEN ORGANISASIONAL TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN IDEOLOGI ETIS SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI.

0 4 18

PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN, PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN, GOAL COMMITMENT, DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA MANAJERIAL.

0 3 14

PENDAHULUAN PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN, GOAL COMMITMENT, DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA MANAJERIAL.

0 4 9

PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN, GOAL PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN, GOAL COMMITMENT, DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA MANAJERIAL.

1 9 20

PENUTUP PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN, GOAL COMMITMENT, DAN KEADILAN PROSEDURAL TERHADAP KINERJA MANAJERIAL.

0 2 26

Pengaruh Persepsi Keadilan Prosedural Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial:Dengan Persepsi Keadilan Distributif Anggaran Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada Manajer Bank Yang Berada Di Wilayah Kerja Kantor Bank Indonesia Tasikmalaya).

0 0 2

KEADILAN PROSEDURAL DAN IKLIM KERJA ETIS SEBAGAI PEMODERASI PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN PADA SENJANGAN ANGGARAN (Studi Empiris Pada Pemerintah Kabupaten Tabanan).

0 1 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Locus of Control, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, dan Kepercayaan terhadap Senjangan Anggaran

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Locus of Control, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, dan Kepercayaan terhadap Senjangan Anggaran

0 0 12