Sejarah Desentralisasi fiscal di Indonesia

Asas tugas pembantuan adalah pemberian kewenangan oleh pemerintah kepada daerah dan desa. Desentralisasi saat ini telah menjadi perhatian pokok dan merupakan fenomena bagi Negara-negara di dunia, baik di Negara berkembang maupun di Negara-negara maju. Desentralisasi seakan menjadi suatu resep atas kebijakan-kebijakan yang dapat mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi suatu Negara. Negara-negara di eropa timur dan tengah saat ini banyak mengalami proses transisi dalam membenahi sistem keuangan. Pemerintah daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daera Bird, ebel, dan wallich, 1995 Perhatian kepada desentralisasi fiscal sudah demikian mengglobal saat ini banyak Negara yang merubah tata pemerintahannya dari sentralistik menuju desentralistik, di antaranya adalah Meldova IMF, 1999, Uganda Livingstone dan chalton, 2001 Indonesia Boedjonegoro dan Asanuma, 2000. Filipina Eatan, 2001, da Afrika Selatan Ahmad, 1998 dalam Khusaini,2006

2.2.1.1 Sejarah Desentralisasi fiscal di Indonesia

Sejarah perkembangan sistem tata pemerintah di Indonesia telah mengalami pasang surut mengikuti irama rezim yang sedang berkuasasaat itu. Sejak pemerintahan Republik Indonesia berdiri terdapat beberapa Undang-undang tentang pemerintahan daerah yang telah ditetapkan silih berganti untuk mencari bentuk dan sistem pemerintahan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi pada saat itu, sampai tahun 1959 berlaku de facto federalism, yaitu lemahnya kekuasaan pusat atas daerah seiring dengan turunnya efektivitas kekuasaan pusat dan merebaknya gerakan separatisme di Indonesia. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menandai sentralisasi sepenuhnya berada di tangan pemerintah pusat hingga tahun 1956. Tabel 2.1 Perjalanan Desentralisasi di Indonesia Periode Konfigurasi Politik UU Desentralisasi Hakikat Desentralisasi Perjuangan Kemerdekaan 1945-1949 Demokrasi UU No. 1 Tahun 1945 UU No. 22 tahun 1948 Otonomi luas Pasca Kemerdekaan 1950-1959 Demokrasi UU No. 1 tahun 1957 Otonomi Luas Demokrasi Terpimpin 1959-1965 Otorotarian Perpres No.6 tahun 1959 UU No. 18 tahun 1965 Otonomi terbatas Orde Baru 1965-1998 Otorotarian UU No. 5 tahun 1974 Sentralisasi Pasca Orde Baru1998- sekarang Demokrasi UU No. 22 Tahun 1999 UU No. 25 tahun 1999 UU No. 32 Tahun 2004 UU No. 33 tahun 2004 Otonomi Luas Sumber:Kuncoro,2002 Sesuai UU No.32 tahun 2004, daerah diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan seluruh fungsi pemerintahan, kecuali kewenangan pemerintahan dalam bidang pertahanan keamanan, politik luar negeri, yustisi, moneter, dan fiscal nasional serta agama. Dengan pembagian kewenangan fungsi tersebut pelaksanaan pemerintahan di daerah di laksanakan berdasarkan asas desentralisasi, asas dekonsentasi, dan tugas pembantuan. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam UU tersebut antara lain sebagai berikut : a. Dijelaskan daftar tugas, baik untuk provinsi maupun kabupatenkota b. Memuat daftar urusan wajib untuk provinsi dan kabupatenkota c. Departemen dalam Negeri menentukan daerah penghasil sumber daya alam antara provinsi dan kabupatenkota d. Memuat pembagian hasil sumber daya alam antara provinsi dan kabupatenkota e. Daerah tidak dapat secara langsung mengajukan pinjaman hutang luar negeri tetapi daerah dapat melakukan pinjaman dari pemerintah daerah lain. f. Mengatur tentang pemilihan langsung kepala daerahwakil kepala daerah. Pengembangan kelembagaan yang mengarah pada tata pemerintahan yang lebih baik, implementasi desentralisasi fiscal dan kebijakan- kebijakan lain yang lebih baik akan memerlukan waktu yang lama, tahunan bahkan dekade ginting dan candra, 2000

2.2.1.2 Indikator Desentralisasi Fiskal